Anda di halaman 1dari 10

Ujian Akhir Perkembangan Hewan

PERKEMBANGAN HEWAN
OLEH :

SARI YULIANA SIHOMBING


4133141072
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015

PERKEMBANGAN HEWAN

Tahap-Tahap Dalam Perkembangan Awal Embrio

Dari sel telur menjadi organisme, perkembangan bentuk hewan terjadi


secara perlahan-lahan.
Pertanyaan mengenai bagaimana sebuah sel telur menjadi seekor hewan
telah dipertanyakan selama berabad-abad. Bahkan pada abad ke- 18, pandangan
yang berlaku adalah bahwa sel telur atau sel sperma mengandung embrio yang
sudah dibentuk sebelumnya. Perkembangan dianggap sebagai perbesaran embrio
itu. Gagasan mengenai preformasi ini muncul untuk memasukkan anggapan
bahwa embrio harus mengandung semua keturunannya (beberapa embrio
berukuran lebih kecil yang secara berurutan berada di dalam embrio lain).
Teori mengenai perkembangan embrionik yang menyaingi gagasan
preformasi adalah epigenesis, yang aslinya telah diusulkan 2000 tahun
sebelumnya oleh Aristoteles. Menurut teori ini, bentuk seekor hewan muncul
secara perlahan-lahan dari sebuah sel telur yang relatif tanpa bentuk.
Perkembangan setelah ditemukannya mikroskop, para ahli biologi melihat bahwa
embrio terbentuk dalam serangkaian tahapan progresif, dan epigenesis
menggantikan praformasi sebagai penjelasan yang lebih disukai oleh para ahli
embriologi. Berarti, embrio tidak dibentuk sebelumnya dalam sebuah sel telur,
melainkan berkembang melalui epigenesis, yaitu perolehan bentuk secara
perlahan-lahan yang dipandu oleh gen.
Fertilisasi mengaktifkan sel telur dan menyatukan nukleus sperma
dan nukleus sel telur.
Fungsi utama fertilisasi adalah untuk menyatukan kumpulan kromosom
haploid dari dua individu menjadi sebuah sel diploid tunggal, yaitu zigot. Fungsi
utama lain dari pembuahan adalah aktivasi sel telur : kontak sperma dengan
permukaan sel telur mengawali reaksi metabolik di dalam sel telur yang memicu
permulaan perkembangan embrio. Reaksi akrosomal terjadi ketika sperma
bertemu dengan sel telur, membebaskan enzim hidrolitik yang mencerna semua

zat yang menelilingi sel tersebut. Penyatuan gamet akan mendepolarisasi


membran sel telur dan mengaktifkan pemblokiran cepat terhadap polispermia.
Penyatuan sperma dengan sel telur juga mengawali reaksi kortikal, yang
melibatkan suatu jalur transduksi sinyal dimana ion kalsium merangsang granula
kortikal untuk membuat membran fertilisasi yang berfungsi sebagai pemblokiran
lambat

terhadap

polispermia.

Pada

fertilisasi

mamalia,

reaksi

kortikal

mengeraskan zona pelusida sebagai pemblokiran lambat terhadap polispermia.

Pembelahan (Cleavage) membagi-bagi zigot menjadi banyak sel yang


lebih kecil.
Fertilisasi diikuti oleh tiga tahapan berurutan yang mulai membangun tubuh
hewan itu. Pertama, pembelahan sel jenis khusus, yang disebut sebagai
pembelahan (cleavage), menciptakan embrio multiseluler, atau blastula, dari zigot.
Tahapan kedua, gastrulasi, menghasilkan embrio berlapis tiga yang disebut
sebagai gastrula. Tahapan ketiga, yang disebut dengan organogenesis,
membangkitkan organ rudimenter yang akan tumbuh menjadi struktur dewasa.
Pembelahan (cleavage) adalah suksesipembelahan sel secara cepat yang
terjadi setelah fertilisasi. Selama pembelahan itu, sel-sel mengalami fase S
(Sintesis DNA) dan fase M (mitosis ) siklus sel, tetapi seringkali hampir selalu
melewatkan fase G1, dan G2. Embrio tidak membesar selama periode
perkembangan ini. Pembelahan hanya membagi-bagi sitoplasma satu sel besar,
yaitu zigot, menjadi banyak sel yang lebih kecil disebut blastomer, masing-masing
dengan nukleus sendiri. Dengan demikian, daerah sitoplasma yang berbeda yang
ada pada sel telur yang belum membelah akan berakhir menjadi blastomer yang
terpisah. Dan karena daerah itu bisa mengandung komponen sitoplasmik yang
berbeda, partisi atau pembagian itu mempersiapkan peristiwa perkembangan
berikutnya.
Selama pembelahan, sumbu pembelahan mengikuti pola spesifik yang
relatif terhadap kutub zigot. Pada banyak katak dan hewan lain,persebaran kuning
telur merupakan faktor kunci dalam mempengaruhi pola pembelahan. Kuning
telur paling terkonsentrasi pada satu kutub sel telur itu, yang disebut sebagai
kutub vegetal (vegetal pole), sementara kutub lawannya, kutub animal (animal

pole), mempunyai konsentrasi kuning telur terendah. Belahan zigot dinamai


menurut kutubnya masing-masing.
Pembelahan secara terus-menerus menghasilkan sebuah bola sel padat yang
dikenal dengan nama morula, bahasa Latin untuk mulberry mengacu ke
permukaan berlobus pada embrio dalam tahapan ini. Di dalam morula terbentuk
suatu ronnga yang penuh cairan disebut blastosel (blastocoel), dan menghasilkan
perkembangan bola berlubang yang disebut blastula. Pembelahan holoblastik atau
pembelahan keseluruhan sel telur terjadi pada spesies yang sel telurnya
mempunyai kuning telur dalam jumlah sedang atau sedikit. Misalnya pada bulu
babi yang mempunyai sedikit kuning telur dan katak dengan jumlah kuning telur
sedang. Pembelahan meroblastik atau pembelahan sel telur secara tidak sempurna
terjadi pada spesies yang sel telurnya kaya akan kuning telurnya. Misalnya, pada
pembelahan sel telur burung, reptilia, banyak jenis ikan, dan serangga. Pada
serangga, mengalami pembelahan meroblastik yang unik. Setelah fertilisasi,
nukleus zigot berada di masa kuning telur. Pembelahan dimulai dengan nukleus
yang mulai mengalami pembelahan mitosis yang tidak disertai oleh sitokinesis.
Pembelahan mitosis ini menghasilkan beberapa ratus nukleus, yang berpindah ke
ujung luar sel telur itu. Setelah beberapa kali mitosis lagi, membran plasma
terbentuk di sekitar nukleus itu, dan embrio, sekarang disebut blastula, terdiri atas
lapisan tunggal sebanyak kurang lebih 600 sel yang mengelilingi masa kuning
telur.

Gastrulasi mengatur kembali blastula untuk membentuk sebuah embrio


berlapis tiga dengan perut primitif.
Gastrulasi pengaturan kembali sel-sel blastula secara dramatis. Hasil penting
gastrulasi adalah bahwa beberapa sel pada atau dekat permukaan blastula
berpindah ke lokasi baru yang lebih dalam. Hal ini akan mentransformasi blastula
menjadi embrio berlapis tiga yang disebut gastrula. Gastrula selanjutnya akan dua
lapisan, yaitu endoderm (bagian dalam) dan ektoderm (bagian luar). Lapisan yang
berada diantara ektoderm dan endoderm disebut mesoderm. Akhirnya, ketiga
lapisan sel tersebut berkembang menjadi semua bagian tubuh hewan dewasa.

Pada Organogenesis, organ tubuh hewan terbentuk dari tiga lapisan


germinal embrio.
Beberapa daerah pada tiga lapisan germinal berkembang menjadi rudimen
dari organ-organ selama proses organogenesis. Sementara organogenesis
berlangsung, morfogenesis dan diferensiasi seluler terus memperbaiki organ-organ
yang terbentuk dari ketiga lapisan germinal embrionik itu. Berikut ini tabel yang
memuat daftar sumber embrionik organ-organ dan jaringan utama pada katak dan
vertebrata lain.
Turunan Ketiga Lapisan Germinal Embrio Pada Vertebrata
No

Lapisan Germinal

Organ Dan Jaringan Pada Hewan Dewasa

Ektoderm

Epidermis kulit dan turunannya (misalnya, kelenjar kulit,


kuku), lapisan epitel mulut dan dubur, kornea dan lensa
mata, sistem saraf, medula adrenal, enamel gigi, dan
epitel pineal dan kelenjar hipofisis.

Endoderm

Epitelium yang melapisi saluran pencernaan

(kecuali

mulut dan rektum), ), sistem pernapasan, pankreas, tiroid,


parathyroids, timus, uretra, kandung kemih, dan sistem
reproduksi.
3

Mesoderm

Notochord, sistem rangka dan otot, sistem peredaran


darah dan limfatik, sistem ekskresi, sistem reproduksi
(kecuali sel germinal), dermis kulit, selaput rongga
tubuh, dan adrenal lapisan luar.

Embrio amniota berkembang dalam kantung penuh cairan di dalam


cangkang atau uterus.
Semua

embrio

vertebrata

memerlukan

lingkungan

berair

untuk

perkembangannya. Pada kasus ikan dan amfibia, sel telur tidak memerlukan
perlindungan khusus oleh suatu badan air. Vertebrata yang berpindah ke darat
perlu penyelesaian atas permasalahan reproduksi dilingkungan yang kering dan
dua penyelesaian utama telah dievolusikan : sel telur bercangkang pada reptilia
dan burung, dan uterus pada mamalia berplasenta. Di dalam cangkang atau uterus,

embrio burung, reptilia, dan mamalia dikelilingi oleh cairan yang berada di dalam
kantung yang terbentuk oleh membran yang disebut amnion.
Pembelahan meroblastik pada sel telur burung dan reptilia yang kaya kuning
telur dan yang bercangkang hanya terbatas pada cakram kecil sitoplasma pada
kutub animal. Tudung sel yang disebut blastodisk membentuk dan memulai
gastrulasi dengan pembentukan primitive streak. Selain membentuk embrio,
ketiga lapisan germinal itu menjadi keempat membran ekstraembrionik: kantung
kuning telur, amnion, korion, dan alantois. Sel-sel kantung kuning telur berfungsi
untuk memberikan nutrisi untuk embrio. Amnion yang membungkus embrio
dalam cairan ketuban memiliki fungsi untuk melindungi embrio dari kekeringan
Korion juga memiliki fungsi sebagai bantal embrio terhadap resiko guncangan
mekanik dan bekerja sama dengan allantois untuk mengatur pertukaran gas antara
embrio dan udara disekitarnya Sedangkan allantois sebagai kantung pembuangan
untuk asam urat dan memiliki fungsi yang sama dengan chorion sebagai organ
pernapasan.

Pengembangan mamalia memiliki beberapa fitur unik.


Sel telur dari mamalia kebanyakan berukuran kecil dan menyimpan sedikit
makanan. Setelah fertilisasi dan pembelahan awal di oviduk, blastosista itu
mengalami implantasi di uterus. Trofoblas epitel luar blastokista, mengeluarkan
enzim yang memecah endometrium untuk memfasilitasi implantasi blastokista.
Pada saat implantasi, massa sel dalam bentuk disk datar dengan lapisan atas selsel disebut epiblast dan lapisan bawah hypoblast. Dibandingkan dengan burung,
embrio manusia berkembang hampir seluruhnya dari epiblast tersebut. Proses
implantasi selesai, dan gastrulasi dimulai. Sel bergerak ke dalam dari epiblast
melalui beruntun primitif untuk membentuk mesoderm dan endoderm. Pada saat
yang sama, membran ekstra embrionik berkembang. Membran embrio mamalia
yang homolog dengan manusia, burung dan mamalia lainnya yaitu : korion yang
mengelilingi embrio dan selaput embrio lainnya memiliki fungsi dalam pertukaran
gas, amnion yang membungkus embrio dalam rongga cairan ketuban, dan yolk
sac yang membungkus rongga lain berisi cairan dan tidak berwarna kuning.
Membran keempat dari ekstra embrionik tersebut adalah allantois atau tali pusat,

berfungsi membentuk pembuluh darah yang mengangkut oksigen dan nutrisi dari
plasenta ke embrio dan menyingkirkan karbondioksida dan limbah nitrogen.

Morfogenesis pada hewan melibatkan perubahan bentuk sel ; posisi


sel ; dan adhesi sel yang spesifik.
Morfogenesis merupakan aspek utama perkembangan hewan. Gerakan
bagian dari sel dapat membawa perubahan bentuk sel. Ini juga dapat
mengaktifkan sel untuk bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain dalam embrio.
Perubahan bentuk sel dan posisi sel yang terlibat dalam pembelahan, gastrulasi,
dan organogenesis. Perubahan bentuk sel biasanya melibatkan reorganisasi
sitoskeleton. Sitoskeleton ini juga mendorong terjadinya migrasi sel. Sel
"merangkak" dalam embrio dengan memperluas serat sitoplasma untuk
membentuk tonjolan seluler, yang mirip dengan gerakan amoeboid. Selama
gastrulasi, invaginasi dimulai oleh wedging sel pada permukaan blastula, tetapi
pergerakan sel dalam embrio melibatkan perpanjangan filopodia oleh sel-sel di
tepi dari jaringan migrasi. Sel merangkak juga terlibat dalam ekstensi konvergen.
Ekstensi konvergen merupakan tipe gerakan morfogenetik, di mana sel-sel dari
lapisan jaringan mengatur ulang sendiri sehingga lembar konvergen meluas dan
menyempit. Gerakan ekstensi konvergen melibatkan matriks ekstraselular (ECM),
yaitu campuran glikoprotein yang disekresi di luar membran plasma. Adhesi sel
molekul (CAMS), terletak pada permukaan sel dan mengikat CAMS pada sel lain.
CAMS bervariasi dalam jumlah dan identitas kimia dalam berbagai jenis sel.
Perbedaan ini membantu untuk mengatur gerakan morfogenetik dan jaringan
pengikat. Cadherin juga terlibat dalam adhesi sel-sel, akan tetapi cadherin
memerlukan kehadiran kalsium untuk menjalankan fungsi yang tepat.

Nasib perkembangan sel bergantung pada determinan sitoplasmik dan


induksi antarsel.
Dua prinsip umum yang dapat mengintegrasikan pemahaman mengenai
mekanisme genetic dan seluler yang mendasari diferensiasi selama perkembangan
embrio, yaitu :
a. Pada banyak spesies hewan (mamalia merupakan pengecualian utama),
penyebaran determinan sitoplasmik yang heterogen pada sel telur yang belum
terfertilisasi menyebabkan perbedaan regional pada embrio tahap awal..

b. Berikutnya, dalam induksi, interaksi di antara sel-sel embrio itu sendiri


menginduksikan perubahan dalam ekspresi gen. Interaksi ini akhirnya
menghasilkan deferensiasi pada jenis sel-sel khusus yang menyusun hewan yang
baru.

Pemetaan nasib dapat mengungkapkan silsilah sel pada embrio cordata.


Peta nasib embrio yang dibuat secara eksperimental menunjukkan bahwa
daerah spesifik zigot atau blastula berkembang menjadi bagian spesifik embrio
yang nantinya, meliputi :
a. Pada sebagian besar hewan, sel pendiri awal tertentu membangkitkan
jaringan spesifik dari jaringan yang lebih tua.
b. Pada saat perkembangan berlangsung, potensi perkembangan sebuah sel
menjadi terbatas.

Sel telur sebagian besar vertebrata mempunyai determinan sitoplasmik


yang menentukan sumbu tubuh dan perbedaan di antara sel-sel embrio
tahap awal.
Ketika deteminan sitoplasmik tersebar secara heterogen dalam sel telur,
fungsinya adalah sebagai dasar untuk penentuan perbedaan di antara bagianbagian sel telur itu, dan kemudian, penentuan perbedaan blastomer-blastomer
yang dihasilkan dari pembelahan zigot. Sel-sel yang menerima determinan
sitoplasmik yang berbeda mendapatkan nasib yang berbeda.

Sinyal induktif menggerakkan diferensiasi dan pembentukan pola pada


vertebrata.
Setelah pembelahan sel embrio menciptakan sel yang berbeda satu sama lain, selsel mulai mempengaruhi nasib satu sama lain dengan induksi. Induksi melibatkan
urutan langkah-langkah induktif yang semakin determinate pada nasib sel. Pada
akhir gastrula katak, sel-sel ektoderm ditakdirkan untuk membentuk lensa mata
dan menerima sinyal induktif dari sel ektodermal yang akan membentuk pelat
saraf. Sinyal induktif memainkan peran utama dalam pembentukan pola dan
pengembangan informasi spasial pada hewan.
Pembentukan pola membutuhkan sel untuk menerima dan menafsirkan
isyarat lingkungan yang sesuai dengan lokasi, melalui : isyarat yang akan
memberitahu sel dimana mereka dapat mengembangkan organ, penyelenggara

seperti ektoderm ridge apical (AER) dan zona aktivitas polarisasi (ZPA) yang
berfungsi sebagai pusat sinyal dan EAR dan ZPA juga berinteraksi satu sama lain
melalui

molekul

sinyal

dan

jalur

sinyal,

untuk

mempengaruhi

nasib

perkembangan masing-masing. Sel menerima sinyal dari AER dan ZPA merespon
sesuai dengan rangsangan mereka Sinyal pada perkembangan awal telah
menyiapkan pola ekspresi gen yang membedakan anggota tubuh depan dan
anggota tubuh belakang. Pembangunan hewan sepenuhnya terbentuk melibatkan
urutan peristiwa yang mencakup banyak langkah dari sinyal dan diferensiasi.
Asimetri sel awal memungkinkan berbagai jenis sel untuk mempengaruhi satu
sama lain dan untuk mengekspresikan gen yang spesifik. Produk dari gen ini sel
langsung berdiferensiasi menjadi tipe tertentu. Proses ini menghasilkan susunan
yang kompleks dari beberapa jaringan dan organ, masing-masing memiliki fungsi
untuk membentuk organisme yang terkoordinasi.
Penjelasan Literatur
Pada jurnal yang berjudul Kajian In vitro Aktivitas Sel-Sel Trofoblas
Blastosis Mencit Aging dan Pengaruhnya terhadap Kegagalan Implantasi
dijelaskan bahwa pada tikus dan mencit tua terjadi penurunan fertilitas, jumlah
dan kualitas embrio yang dihasilkan, kemampuan embrio untuk berkembang
mencapai blastosis, serta kegagalan implantasi, bahkan tingkat kelahiran. Dalam
perkembangannya, ada kalanya embrio praimplantasi mengalami gangguan,
sehingga tidak semua embrio praimplantasi dapat mengalami hatching (menetas,
keluar dari zona pellucida) dan implantasi yakni proses perlekatan dan infiltrasi,
bahkan ada kalanya disertai invasi sel-sel trofoblas ke dalam selaput endometrium
induk. Kegagalan ini menyebabkan embrio tidak dapat berkontak dengan
endometrium sehingga implantasi dan kebuntingan tidak terjadi. Selain faktor usia
tua (aging), adanya gangguan pada organel sel, seperti mitokondria yang
memegang peranan penting didalam proses pembentukan energi dapat
mempengaruhi terjadinya kegagalan hatching dan implantasi blastosis. Embrio
tahap blastosis terdiri dari inner cell mass (ICM) yang akan menjadi fetus,
sedangkan blastosul serta lapisan epitel paling luar yang disebut trofoblas akan
berperan dalam proses implantasi dan akan menjadi selaput ekstraembrionik.

Setelah blastosis mengalami hatching, sel-sel trofoblas akan mengalami


proliferasi (pertumbuhan) dan berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel.
Selama perkembangan embrio praimplantasi dari zigot sampai mencapai
blastosis, terjadi peningkatan aktivitas metabolisme serta kebutuhan energi. Proses
pembentukan energi sangat berhubungan erat dengan aktivitas mitokondria
sebagai organel pembangkit energi di dalam, sehingga gangguan atau rusaknya
mitokondria dapat mempengaruhi proses pembentukan energi yang sangat
dibutuhkan dalam proses hatching dan implantasi blastosis. Didalam mitokondria
pembentukan energi berupa adenosin trifosfat (ATP) terjadi melalui dua interaksi
siklus metabolisme, yaitu siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidasi. Salah satu
produk dari siklus asam sitrat adalah (NADH) yang berfungsi sebagai substrat
pada reaksi transduksi energi dalam sistem transpor elektron (RTE) atau
fosforilasi oksidasi. Pelepasan energi NADH terjadi secara bertahap dengan
melibatkan enzim-enzim antara lain NADH-CoQ reductase pada kompleks I.
Akan tetapi pada mencit yang berumur tua terjadi penurunan aktivitas enzim pada
kompleks I dan IV dari mitokondria.
Hal ini menunjukkan bahwa faktor umur mempengaruhi kemampuan
pertumbuhan sel-sel trofoblas yang berperan penting dalam proses implantasi
embrio. Diameter outgrowth yang rendah pada kelompok umur tua menunjukkan
kemampuan pertumbuhan sel-sel trofoblas yang rendah. Untuk dapat berinvasi ke
dalam endometrium dan membentuk hubungan antara maternal dan fetus, sel- sel
trofoblas perlu melakukan proliferasi (pertumbuhan). Karenanya kegagalan atau
terhambatnya

proses

pertumbuhan

dan

invasi

sel-sel

trofoblas

dapat

mengakibatkan kegagalan implantasi. Proses pertumbuhan dan perkembangan


juga membutuhkan energi yang tinggi yang dihasilkan oleh mitokondria.
.

Anda mungkin juga menyukai