I. PENDAHULUAN
A. Judul Percobaan
Morfologi Mikroalga, Kapang dan Khamir
B. Latar belakang
Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang
termasuk dalam kelas alga (Romimohtarto, 2004). Kapang merupakan fungi
multiseluler berbentuk koloni dari suatu filament atau benang (Ahmad, 2009).
Khamir adalah organisme eukariota, uniseluler, heterotroph yang termasuk
dalam kingdom Eumycota dan keberadaannya tersebar pada berbagai habitat
(Nagahama, 2006). Berbagai mikroalga, kpang, khamir dan bakteri diamati
dalam praktikum ini. Pengamatan berbagai jenis mikroalga kapang khamir dan
bakteri dilakukan agar praktikan mampu mengenali bentuk mikroalga, kapang
khamir dan bakteri tersebut.
C. Tujuan
a. Mengenal berbagai jenis mikroalga dari sampel air kolam kebun belakang
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
b. Mengenal morfologi dari beberapa jenis kapang yaitu Aspergillus sp.,
Rhizopus sp., Penicillium sp., Mucor Sp., dan Monilia sp. dengan
pewarnaan Lactophenol Cotton Blue.
c. Mengenal morfologi dari Saccharomyces cerevisiae dengan pewarnaan
Methylene Blue dan pengecatan ZN.
d. Mengenal bentuk morfologi bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis
dengan pengecatan Gram dan pengecatan tahan asam (Ziehl Neelsen).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Morfologi Mikroalga
Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang
termasuk dalam kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal
maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut,
yang lazim disebut fitoplankton. Di dunia mikrobia, mikroalga termasuk
eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau
(klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin).
Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multi seluler tetapi belum ada
pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang
membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004).
Divisi algae yang hidup di air tawar antara lain, Euglenophycophyta,
Chlorophycophyta, Chrysonphycophyta, Phaeophycophyta dan
Pyrrophycophyta. Euglenophycophyta merupakan organisme bersel tunggal
dengan susunan sel eukariota. Spesies yang sering ditemukan yaitu Euglena sp.
Pada dasarnya euglena memiliki dua buah flagel tipe cambuk berjumbai,
dengan tonjolan lateral yang berupa bulu yang terletak pada satu barisan
sepanjang flagel. Ciri khas Euglena sp yaitu dapat bergerak dengan cepat.
Divisi Euglenophycophyta memiliki tipe klorofil a, b, dan karoten sel yang
tidak dibungkus oleh dinding selulosa, melaikan oleh perikel berprotein, yang
berada di dalam plasmalema (Kasrina dkk., 2012).
Chlorophycophyta adalah kelompok alga yang paling banyak
ditemukan, ciri khas Chlorophycophyta adalah warna tubuh sel yang
mengandung pigmen warna klorofil. Chlorophycophyta merupakan organisme
prokariotik, memiliki kloropals tipe klorofil a dan b, memiliki pigmen
tambahan berupa karotin dan komponen dinding selnya adalah selulosa.
Chrysonphycophyta merupakan sel eukariotik terdapat membrane inti dan
nukleus. Spesies yang sering ditemukan Navicula sp dengan pergerakan yang
lambat. Ciri khas Navicula sp adalah bagian pinggirnya bergerigi pada bagian
dalam yaitu dinding sel terdiri atas dua belahan atau katup yang saling menutup.
Pigmen dominan karoten berupa xantofil yang memberi warna keemasan.
Pigmen lainnya adalah fukoxantin, klorofil a dan klorofil c. Memiliki dinding
sel yang mengandung selulosa, silica, kalsium karbonat dan beberapa kitin
(Kasrina dkk., 2012).
Phaeophycophyta adalah ganggang yang berwarna pirang.
Kromatoforanya terkandung klorofil a, karotin dan santofil, terutama
fikosantin yang menutupi warna lainnya yang menyebabkan ganggang itu
terlihat pirang. Dinding sel sebelah dalam terdiri atas selulosa dan yang sebelah
luar terdiri dari pectin, juga terdapat algin yang merupakan suatu zat yang
menyerupai gelatin. Secara umum Phaeophycophyta memiliki tingkat lebih
tinggi secara morfologi dan anatomi dibandingkan keseluruhan alga.
Pyrrophycophyta adalah alga uniselular (bersel satu) dengan dua flagel yang
berlainan, berbentuk pita dan keluar dari sisi perutdalam suatu saluran.
Mengandung pigmen klorofil a, c2 dan piridinin sementara yang lain memiliki
klorofil a, c1, c2 dan fucosantin yang dapat berfotosintesis (Tjitrosoepomo,
1998).
Mikroalga memiliki peran dalam ekosistem antara lain sebagai
sumber makanan, pelindung fisik bagi organisme perairan karena dalam
biomass mikroalga mengandung komposisi kimia yang potensial, misalnya
protein, karbohidrat, pigmen, (klorofil dan Karetenoid), asam amino, lipid dan
hidrokarbon (Sanchez dkk., 2007).
B. Morfologi Kapang
Kapang merupakan fungi multiseluler berbentuk koloni dari suatu
filament atau benang. Koloni tersebut dibangun oleh suatu struktur dasar berupa
tubulus berbentuk silinder yang bercabang-cabang dengan diameter bervariasi
antara 2 sampai 10 μm dan disebut hifa. Lebar hifa dari suatu spesies biasanya
relatif konstan selama pertumbuhannya. Koloni dari hifa-hifa ini akan tumbuh
bersama diatas permukaan suatu media dan membentuk suatu lempengan yang
secara kolektif disebut miselium yang dapat dilihat secara mudah tanpa mikroskop
(Brock dan Midigan, 1991). Kapang bermanfaat bagi manusia antara lain sebagai
pengendali hayati, penghasil enzim, antibiotic, rekayasa genetik dan industri
komersial (Ahmad, 2009).
Aspergillus sp merupakan jamur yang mampu memproduksi aflatoksin
(Handajani dan Purwoko, 2008). Aspergillus merupakan salah satu kapang yang
berasal dari filum Ascomycota, dapat dikenali dengan adanya struktur konidia
yang berbentuk oval, semibulat atau bulat. Konidia melekat pada fialid dan fialid
melekat pada bagian ujung konidiofor yang mengalami pembengkakan atau
vesikel. Fialid dapat melekat langsung pada vesikel atau dapat melekat pada
struktur metula. Diameter vesikula berkisar (10-15) x (4-8) μm. Miselium semula
berwarna putih kemudian akan bersporangium menjadi berwarna coklat
kekuning-kuningan, hijau atau kehitam-hitaman (Hafsari dan Asterina, 2013).
Monilia sp merupakan jamur yang dapat tumbuh diroti, sisa-sisa
makanan, tongkol jagung, pada tonggak-tonggak atau rumput sisa terbakar.
Konidiumnya sangat banyak dan berwarna jingga. Mucor sp mempunyai
miselium namun tidak mempunyai septa. Beberapa spesies mempunyai dua
bentuk yaitu hifa dan yeast. Tumbuh sebagai protoplas pada inang serangga.
Reproduksi seksual menggunakan spora non motil yang dibentuk di dalam
sporangium dan diletakkan pada sporangiofor (Pendey, 2004).
Sifat jamur Rhizopus sp adalah kolono berwarna putih berangsur-angsur
menjadi abu-abi, stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning
kecoklatan. Rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak pada posisi yang sama
dengan sporangiofora. sporangia globus atau sub globus dengan dinding
berspinulosa (duri-duri pendek), yang berwarna coklat gelap sampai hitam bila
telah masak; kolumela oval hingga bulat, dengan dinding halus atau sedikit kasar;
spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder; suhu optimal untuk
pertumbuhan 350C, minimal 5-70C dan maksimal 440C. Berdasarkan asam laktat
yang dihasilkan Rhizopus oryzae termasuk mikroba heterofermentatif (Soetrisno,
1996).
Penicilin merupakan kelompok antibiotik yang ditandai oleh adanya
cicin β-laktam dan diproduksi oleh berbagai jenis jamur (eukariot) yaitu dari jenis
Penicillium, Aspergillus, serta oleh beberapa prokariot tertentu. Ciri-ciri spesifik
Penicillium adalah hifa bersekat atau septet, miselium bercabang, biasanya tidak
berwarna, konidiofora bersekat atau septet dan muncul di atas permukaan yang
berasal dari hifa di bawah permukaan hifa bercabang atau tidak bercabang, kepala
hifa yang membawa spora berbentuk seperti sapu, dengan sterigmata muncul
dalam kelompok, konidium berbentuk rantai karena muncul satu per satu dari
sterigmata. Konidium pada waktu masih muda berwarna hijau, kemudian berubah
menjadi kebiruan atau kecokelatan (Madigan, 1997).
Jamur yang menghasilkan spora berupa askospora, bereproduksi secara
aseksual dengan menghasilkan spora aseksual pada ujung hifa. Spora itu disebut
konidia (Amrullah dkk., 2013). Spora aseksual berbentuk lebih khusus, seperti
konidia atau aleurospora yang dibentuk pada hifa khusus yang disebut konidiofor
(Tahir dkk., 2015).
Lactofenol cotton blue merupakan metode yang paling banyak digunakan
dalam pewarnaan dan mengamati jamur. Komposisi dari lactophenol cotton blue
adalah Kristal cotton blue 0,075gr untuk memberi warna pada sel kapang, asam
laktat 20 ml berfungsi untuk menjernihkan latar belakang dan mempertajam
struktur kapang, gliserol 40 ml untuk menjaga fisiologi sel dan menjaga sel
terhadap kekeringan, Kristal fenol dan air panas 700 cc untuk membunuh jamur
serta air suling 40 ml (Leck, 1999).
C. Morfologi Khamir
Khamir adalah organisme eukariota, uniseluler, heterotroph yang
termasuk dalam kingdom Eumycota dan keberadaannya tersebar pada berbagai
habitat. Salah satu habitat khamir adalah perairan. Khamir juga digunakan untuk
menyebut bentuk-bentuk yang menyerupai jamur Ascomycetes yang tidak
berfilamen tetapi uniseluler dengan bentuk ovoid atau ssheroid (Nagahama, 2006).
Khamir bermanfaat bagi manusia dalam keperluan membuat roti dan bioteknologi.
Khamir juga digunakan untuk meningkatkan kesehatan hewan ternak karna
adanya kandungan probiiotik di dalamnya. Saccharomyces cerevisiae merupakan
khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk
blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang
dipengaruhi oleh strainnya. Berkembang biak dengan membelah diri melalui
budding cell (Ahmad, 2005). Menurut Ahmad (2005) klasifikasi Saccharomyces
cerevisiae adalah sebagai berikut,
Super kingdom : Eukaryota
Filum : fungi
Subfilum : Ascomycota
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cerevisiae
Pengamatan spora khamir menggunakan metode pewarnaan tahan asam
atau Ziehl Neelsen (ZN). Pewarnaan ini menggunakan pewarna utama carbol
fuksin yang berwarna merah. Askus yang berisi spora khamir akan tampak sebagai
kumpulan yang sedikit berwarna kemerahan. Hal ini dikarenakan spora S.
cerevisiae tersimpan dalam askus yang cukup kuat bertahan dari berbagai
cekaman lingkungan seperti kekeringan dan asam. Oleh karena sifat askus ini, S.
cerevisiae dapat diawetkan dalam bentuk ragi.S. cerevisiae memiliki 2 cara
perkembangbiakan, yaitu secara seksual dan aseksual. Cara aseksual yaitu dengan
bertunas. Cara seksual yaitu dengan fusi (penggabungan) dua sel dengan mating
type (tipe perkawinan) yang berbeda. S. cerevisiae memiliki mating type a dan α.
Zigot hasil fusi ini kemudian akan membentuk 4 spora dalam askus. Normalnya
askus ini berisi dari 2 spora a dan 2 spora α. Spora ini akan tumbuh menjadi sel
kemudian berkembang dengan cara bertunas hingga terjadi fusi kembali (Purves
dan Sadava, 2003).
Pewarnaan dengan methylen blue bukan bertujuan agar sel yang mati dan
sel yang hidup terlihat memiliki warna berbeda. Methylen blue merupakan
indikator berbentuk kristal yang bila larut dalam air akan membentuk cairan
berwarna biru. Methylen blue menjadi tidak berwarna dengan kehadiran enzim
aktif, oleh karena itu, sel khamir yang hidup akan tampak transparan. Sebaliknya,
dengan ketiadaaan enzim aktif, methylen blue akan tetap berwarna biru, oleh
karena itu, sel yang mati akan tampak berwarna biru (Purves dan Sadava, 2003).
D. Morfologi Bakteri
Escherichia coli, merupakan bakteri anaerob fakultatif gram negative
berbentuk batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaeceae. Bakteri ini
merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan
sekitar manusia. Escherichia coli mempunyai bentuk batang pendek, gram
negative, tidak berspora, ukuran 0,4-0,7 mikron, sebagian besar gerak positif
dengan flagel peritrich dan mempunyai kapsul (Arisman, 2009).
Bacillus subtilis adalah bakteri Gram positif yang biasanya ditemukan
di dalam tanah. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk membentuk pertahanan
diri yang kuat, dengan membentuk endospora yang bersifat melindungi
sehingga dapat tahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim (Nakano dan
Zuber, 1998). Sporanya dapat bertahan hidup pada pemanasan ekstrim yang
seringkali digunakan untuk memasak makanan dan juga mampu membuat
produk pangan roti menjadi busuk atau rusak (Gielen dkk., 2004).
Pewarnaan negatif adalah pewarnaan yang tidak langsung mewarnai
bakteri, melainkan mewarnai latar belakang preparat bakteri tersebut.
Pewarnaan ini dilakukan dengan menggunakan pewarna yang bersifat asam
seperti nigrosin, tinta india atau eorsin. Pewarna ini tidak akan menembus atau
berikatan dengan dinding sel bakteri karena daya tolak menolak antara muatan
negatif pewarna dan muatan negatif dinding sel bakteri. Pewarna akan
membentuk deposit di sekitar bakteri atau menghasilkan latar belakang hitam
sehingga bakteri tampak tidak berwarna, sementara latar belakangnya
berwarna gelap (Harley dan Presscot, 2012).
Pewarnaan Gram dan spora dapat dilakukan dalam uji sifat sitologi
suatu bakteri. Prinsip pewarnaan Gram adalah kemampuan dinding sel
terhadap zat warna dasar (Kristal violet) setelah pencucian alkohol 96%.
Bakteri Gram positif terlihat berwarna ungu karena dinding selnya mengikat
Kristal violet lebih kuat, sedangkan sel Gram negatif mengandung lebih banyak
lipid sehingga pori-pori mudah membesar dan Kristal violet mudah larut saat
pencucian alkohol. Pewarnaan spora dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya spora pada bakteri. Spora dapat terbentuk saat kondisi tidak
memungkinkan pertumbuhan bakteri. Spora juga mampu mengikat warna lebih
cepat dan sukar melepaskannya (Fardiaz, 2007).
7. Pengecatan Zn
Gelas benda disterilisasi kemudian ditambahkan bakteri
Escherichia coli dan Bacillus subtilis pada gelas benda yang berbeda.
Gelas benda kemudian difiksasi menggunakan Bunsen dan ditambahkan
larutan Zn A kemudian dipanaskan selama 3 menit. Gelas benda kemudian
dibilas dan dikeringkan. Gelas benda kemudian ditambahkan larutan Zn B
selama 30 detik kemudian dibilas serta dikeringkan. Gelas benda
ditambahkan larutan Zn C selama 1 menit, setelah itu gelas benda dibilas
dan dikeringkan kembali. Gelas benda diamati dibawa mikroskop dengan
perbesaran 10x45. Hasil positif akan menunjukkan warna merah dan hasil
negative akan menunjukkan warna biru.
Revisi
lempengan yang secara kolektif disebut miselium yang dapat dilihat secara
mudah tanpa mikroskop (Brock dan Midigan, 1991). Alat-alat yang
dibutuhkan dalam pengamatan mikroalga antara lain, gelas benda dan jarum
enten dan mikroskop. Jarum enten berfungsi untuk mengambil sampel kapang
kemudian diletakkan pada gelas benda dan mikroskop berfungsi untuk melihat
morfologi kapang dengan lebih jelas.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Morfologi Kapang
No. Gambar Keterangan
1. 1. Hifa
Perbesaran 10x45
1
1. Rhizoid
4.
Perbesaran 10x45
tidak terlihat pada tabel 2. Bagian hifa tidak terlihat dapat disebabkan oleh
perbesaran mikroskop yang kurang maksimal. Pada Mucor sp. yang terlihat
adalah bagian hifa, sedangkan bagian yang tidak tampak antara lain,
sporangium, dan sporangiofor seperti yang dikatakan oleh Kovic dan Rai
(2010). Pada Rhizopus sp. berdasarkan tabel 2 bagian yang terlihat adalah
rhizoid yang berfungsi sebagai alat reproduksi sekaligus menyerap nutrisi.
Menurut Kovic dan Rai (2010) bagian-bagian Rhizopus sp. antara lain, hifa,
rhizoid, sporangium, sporangiofor dan columela.
Penicillium sp berdasarkan tabel 2 yang teramati adalah konidiofor
yang berfungsi sebagai tangkai konidium.
C. Morfologi Khamir
Khamir adalah organisme eukariota, uniseluler, heterotroph yang
termasuk dalam kingdom Eumycota dan keberadaannya tersebar pada berbagai
habitat. Salah satu habitat khamir adalah perairan. Khamir juga digunakan
untuk menyebut bentuk-bentuk yang menyerupai jamur Ascomycetes yang
tidak berfilamen tetapi uniseluler dengan bentuk ovoid atau ssheroid
(Nagahama, 2006). ). Alat-alat yang dibutuhkan dalam pengamatan mikroalga
antara lain, gelas benda dan jarum enten dan mikroskop. Jarum enten berfungsi
untuk mengambil sampel kapang kemudian diletakkan pada gelas benda dan
mikroskop berfungsi untuk melihat morfologi kapang dengan lebih jelas.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Morfologi Khamir
No. Gambar Keterangan
2. pewarnaan dengan
menggunakan Zn
Perbesaran 10x45
(Dokumentasi Pribadi, 2016)
Genus : Saccharomyces
Revisi
2. Pewarnaan menggunakan
Methylen Blue
Perbesaran 10x45
mati dengan yang hidup. Berdasarkan gambar pada tabel 3 nomor 2 sel mati
maupun sel hidup pada preparat tidak dapat terlihat jelas. Hal ini dapat
disebabkan perbesaran pada mikroskop yang kurang focus sehingga gambar
yang diamati kabur.
D. Morfologi Bakteri
Pewarnaan yang dilakuakn dalam pengamatan morfologi bakteri
antara lain, pewarnaan negatif, pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam
atau pewarna ZN. Pewarnaan negatif adalah pewarnaan yang tidak langsung
mewarnai bakteri, melainkan mewarnai latar belakang preparat bakteri tersebut.
Pewarnaan ini dilakukan dengan menggunakan pewarna yang bersifat asam
seperti nigrosin, tinta india atau eorsin (Harley dan Presscot, 2012). Pewarnaan
Gram dan spora dapat dilakukan dalam uji sifat sitologi suatu bakteri. Prinsip
pewarnaan Gram adalah kemampuan dinding sel terhadap zat warna dasar
(Kristal violet) setelah pencucian alkohol 96%.
Bakteri Gram positif terlihat berwarna ungu karena dinding selnya
mengikat Kristal violet lebih kuat, sedangkan sel Gram negatif mengandung
lebih banyak lipid sehingga pori-pori mudah membesar dan Kristal violet
mudah larut saat pencucian alkohol (Fardiaz, 2007). Pengamatan spora khamir
menggunakan metode pewarnaan tahan asam atau Ziehl Neelsen (ZN).
Pewarnaan ini menggunakan pewarna utama carbol fuksin yang berwarna
merah. Askus yang berisi spora khamir akan tampak sebagai kumpulan yang
sedikit berwarna kemerahan (Purves dan Sadava, 2003).
Tabel 4. Hasil Pengamatan Morfologi Bakteri pewarnaan negatif
No. Gambar Keterangan
1. Sel bakteri
1. 1
2. perbesaran 10x45
Genus: Bacillus
Spesies: Bacillus subtilis
2. 1. Sel bakteri
2. perbesaran 10x45
1
Genus: Bacillus
Spesies: Bacillus subtilis
- pewarnaan Gram
2.
- hasil = negatif
- berwarna merah
- berkoloni
Genus: Bacillus
Spesies: Bacillus subtilis
- pewarnaan ZN
2.
- hasil = positif
- berwarna merah
V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Morfologi Mikroalga, Kapang, Khamir dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut, mikroalga yang terdapat di kolam kebun Universitas
Atma Jaya Yogyakarta antara lain, Rhoicosphenia curvata, Centronella reicheltii,
Coronasium lunatum, Colcoblatrys limnetica, Coelastrum chodati, dan Actinella
punclara. Monilia sp. memiliki hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi.
Aspergillus sp. memiliki hifa. Pada Mucor sp. yang terlihat adalah bagian hifa,
sedangkan bagian yang tidak tampak antara lain, sporangium, dan sporangiofor.
Pada Rhizopus sp. bagian yang terlihat adalah rhizoid yang berfungsi sebagai alat
reproduksi sekaligus menyerap nutrisi. Penicillium sp yang teramati adalah
konidiofor yang berfungsi sebagai tangkai konidium.
Pada pewarnaan ZN Saccharomyces cerevisiae tidak terdapat spora yang
tampak melainkan terlihat sel yang berwarna biru yang menandakan sifatnya yang
tidak tahan asam ketika ditambahkan alkohol sehingga warna merah dari
karbolfuschin ikut larut. Pada pewarnaan Saccharomyces cerevisiae dengan
menggunakan methylene biru, sel mati maupun sel hidup pada preparat tidak dapat
terlihat jelas. Pewarna negatif membentuk deposit di sekitar bakteri B.subtilis dan
E.coli sehingga bakteri tampak tidak berwarna. Bakteri Escherichia coli memiliki
warna merah setelah pewarnaan Gram. Sedangkan bakteri Bacillus subtilis
berwarna biru. Bacillus subtilis memiliki warna biru setelah diberikan pewarna ZN
yang berarti bersifat ZN+ (positif). Sedangkan bakteri Escherichia coli memiliki
warna merah yang berarti bersifat ZN- (negatif)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. Z. 2009. Cemaran Kapang pada Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal
Litbang Pertanian. 28(1): 15-22.
Amrulla, M., Nawir, N. H., Abdullah, A., dan Tambaru, E. 2013. Isolasi Jamur
Mikroskopik Pendegradasi Lignin dari Beberapa Substrat Alami. Jurnal
Alam dan Lingkungan. 4(7): 19-25
Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakata.
Bellinger, E. dan Sigee, D. 2015. Freshwater Algae. John Wiley & Sons, UK.
Kasrina, Irawati, S. dan Jayanti, W. E. 2012. Ragam Jenis Mikroalga di Air Rawa
Kelurahan Bentiring Permai Kota Bengkulu sebagai Alternatif Sumber
Belajar Biologi SMA. Jurnal Exacta. 10(1): 36-44.
Nakano, M.M., dan Zuber, P., 1998. Anaerobic growth of a "strict aerobe"(Bacillus
subtilis). Annu Rev Microbiol 52: 165-90.
Purves, Bill dan Sadava, David. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition.
Sinauer Associates Inc, New York.
Tahir, E., Litaay, M., Budji, R. G., dan Haedar, N. 2015. Potensi Tunikata
rhopalaea sp sebagai Sumber Inokulum Jamur Simbion Penghasil
Antimikroba. Jurnal Torani 1(1): 1-18.