Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kini telah semakin
maju. Kemajuannya dalam bidang tersebut sudah dapat dirasakan oleh masyarakat
di seluruh penjuru dunia. Salah satu kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah dalam ilmu kesehatan. Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
sangat erat kaitannya dengan bidang ilmu farmasi. Farmasi adalah ilmu meracik
obat-obatan, yang nantinya akan diberikan kepada seorang pasien dengan tujuan
untuk penyembuhan. Dalam perkembangannya, seseorang yang bergelut dalam
bidang farmasi harus melakukan beberapa jenis pengujian untuk memproduksi
obat, seperti pengujian klinis dan praklinis. Pengujian klinis diberikan pada
seorang manusia setelah pengujian pada hewan coba yang meliputi beberapa fase
uji klinik, sedangkan pengujian praklinis diberikan pada hewan yang berpotensi
dalam pengujian sebelum diujikan pada manusia yang meliputi berbagai aspek
farmakologi. Uji farmakologi merupakan salah satu persyaratan uji untuk di
produksikannya sebuah obat baru. Dari hasil uji tersebut maka akan diperoleh
beberapa informasi tentang efek farmakologi dan farmakokinetik yang meliputi
absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Untuk mengujikan obat
tersebut maka digunakan hewan coba yang memiliki potensi dan mirip dengan
genetik manusia. Hewan yang baku digunakan dalam percobaan adalah mencit,
tikus putih, kelinci, marmut, hamster ataupun anjung. Setelah obat tersebut
dijujikan dan diamati, hasilnya akan menentukan apakah obat tersebut dapat
diteruskan untuk diujikan pada manusia atau tidak. Apabila hasilnya sesuai
dengan apa yang diharapkan, maka pengujian selanjutnya akan dilakukan pada
manusia, namun apabila tidak berhasil maka obat tersebut harus dihentikan atau
dilakukan riset kembali agar dapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak
alasan mengapa hewan yang digunakan. Hewan-hewan tersebut merupakan hewan
yang kecil, mudah dirawat dan diberi tempat tinggal, mudah beradaptasi dan
mudah untuk bereproduksi. Alasan lain yaitu karena hewan-hewan tersebut
memiliki gen yang secara biologis dan karakteristiknya sama dan mirip dengan
gen manusia, sehingga sangat mudah bagi peneliti untuk membuat obat apabila
terdapat penyakit yang sama ataupun mengujikan obat tersebut kepada
hewanhewan tersebut dan dapat diperoleh efek yang sesuai. Harapan
dilakukannya percobaan pengujian adalah agar mahasiswi dapat memiliki
pengetahuan yang lebih bagaimana cara penanganan yang baik terhadap hewan
coba tersebut, megetahui seberapa kadar dosis yang dibutuhksn dan mengetahui
efek farmakokinetik maupun farmakodinamik.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengukur tungkat kesehatan hewan uji ?

1.3 Tujuan Praktikum

1. Untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji Mencit (Mus musculu) dengan
metode BSC (Body Condition Scoring).

1.4 Prinsip Prktikum

Pengukuran kesehatan mencir dengan menyentuh bagian tulang Sacroiliac


(Tulang antara tulang belakang hingga ke tulang kemaluan) dengan menggunakan
jari dan mencocokkannya dengan nilai BBC.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori

Pada tahun-tahun terakhir, ratusan ribu hewan digunakan dalam ribuan


penelitian di berbagai bidang. Hewan-hewan tersebut meliputi burung, mamalia
air dan mamalia darat. Lebih dari 97% mamalia darat menggunakan hewan
rodentia (58.35%), termasuk di dalamnya mencit (Mus musculus). Mencit
merupakan hewan yang sering digunakan sebagai hewan laboratorium.
Penggunaan mencit sebagai model laboratorium berkisar 40%. Mencit banyak
digunakan sebagai hewan laboratorium karena memiliki kelebihan seperti siklus
hidup relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya
tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip
hewan mamalia lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Selain itu, mencit
dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun ( Nugroho Rudy A.,2018)
Berbagai spesies hewan dapat dibuat menjadi hewan model untuk tujuan
tertentu. Hal ini dilakukan untuk mempelajari dan memahami pengujian dalam
terapi, dan patofisiologi pada manusia (Yehya, 2019). Mencit laboratorium adalah
hewan yang dimanfaatkan untuk tujuan komparasi anatomi sejak awal abad ke-17,
namun perkembangannya mulai pesat pada abad ke-19. Saat ini banyak sekali
strain atau galur mencit yang tersedia dan dapat digunakan untuk percobaan
penelitian. Mencit adalah hewan sosial yang saling berkomunikasi melalui
olfactory, auditory, tactile dan sinyal visual. Masing-masing galur juga dapat
dibuat hewan model sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Seperti
penelitian untuk mempelajari komponen sistem imun maka dibuatlah mencit
model defisiensi imun sistem dalam bentuk knockout, transgenic, dan dominant
negative mouse mutant. Selain untuk penelitian imunologi, mencit model juga
dapat dimanfaatkan untuk penelitian yang bersifat infeksius dan noninfeksius.
Contoh penelitian penyakit infeksius berdasarkan agen penyebab maka hewan
model dapat dikelompokkan sebagai berikut: microbiological surveilanccedan
diagnostic, penyakit oleh virus, bakteri, chlamidia, mycotic dan parasite (G fox et
al., 2015).
Untuk dapat menggunakan mencit sebagai hewan uji di laboratorium baik
untuk penelitian yang terkait dengan studi genetik, pengetahuan obat dan sediaan
farmasi, serta penelitian lain yang terkait, perlu sekali untuk mengetahui teknik-
teknik pemeliharaan mencit di laboratorium. Pengetahuan mengenai teknik
memegang, pemberian pakan dan minum juga menjadi hal yang patut diketahui
agar mencit sebagai hewan uji dapat diberlakukan sebagaimana mestinya dan
sesuai prosedur penelitian (Nugroho Rudy A.,2018)
2.1.1 Pemilihan Hewan Coba
Untuk mendapatkan penelitian ilmiah yang baik, maka semua aspek dalam
protokol penelitian harus direncanakan dengan seksama, termasuk dalam
pemilihan hewan percobaan, penting untuk memastikan bahwa penggunaan
hewan percobaan merupakan pilihan terakhir dimana tidak terdapat cara lain yang
bisa menggantikannya, agar tujuan dari percobaan tercapai dengan baik, secara
efektif dan efisien maka didalam memilih hewan percobaan penting untuk
mempertimbangkan beberapa faktor berikut: ( Stevani,H.,2016)
a. Apakah hewan percobaan tersebut memiliki fungsi fisiologi, metabolik
dan prilaku serta proses penyakit yang sesuai dengan subyek manusia atau
hewan lain dimana hasil penelitian tersebut akan digunakan
b. Apakah dari sisi karakteristik biologi maupun prilaku hewan tersebut
cocok dengan rencana penelitian atau percobaan yang dilakukan (misalnya
cara penanganan, lama hidup, kecepatan berkembang biak, tempat hidup
dsb.) hal ini sangat berguna dalam pelaksanaan penelitian atau percobaan
dengan hewan
c. Apakah tinjauan kritis dari literatur ilmiah menunjukkan spesies tersebut
telah memberikan hasil yang terbaik untuk penelitian sejenis atau termasuk
hewan yang paling sering digunakan untuk penelitian yang sejenis.
d. Apakah spesimen organ atau jaringan yang akan digunakan dalam
penelitian itu mencukupi pada hewan tersebut dan dapat diambil dengan
prosedur yang memungkinkan.
e. Apakah hewan yang akan digunakan dalam penelitian memiliki standar
yang tinggi baik secara genetik maupun mikrobiologi.
2.1.2 Pemeliharaan Hewan Coba
Penelitian ilmiah yang baik dimana digunakan hewan sebagai objek
ataupun model kajian, maka tata kerjanya dievaluasi oleh Komisi Etik
Penggunaan Hewan. Oleh karena itu, penggunaan hewan dalam kegiatan
laboratorium pendidikan (praktikum) perlu selaras tata caranya dan memenuhi
kriteria etika penggunaan hewan percobaan.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian tetap harus dijaga hak-haknya
yang dikenal sebagai Animal Welfare seperti yang tercantum dalam five of
freedom yang terdiri dari 5 kebebasan yaitu : ( Stevani H.,2016)
1. Freedom from hunger and thirst.
Bebas dari rasa lapar dan haus, maksudnya adalah hewan harus diberikan
pangan yang sesuai dengan jenis hewan dalam jumlah yang proporsional, hiegenis
dan disertai dengan kandungan gizi yang cukup
2. Freedom from thermal and physical discomfort.
Hewan bebas dari kepanasan dan ketidak nyamanan fisik dengan
menyediakan tempat tinggal yang sesuai dengan prilaku hewan tersebut
3. Freedom from injury, disease and pain.
Hewan harus bebas dari luka, penyakit dan rasa sakit dengan melakukan
perawatan, tindakan untuk pencegahan penyakit, diagnosa penyakit serta
pengobatan yang tepat terhadap binatang peliharaan
4. Freedom to express most normal pattern of behavior.
Hewan harus bebas mengekspresikan perilaku norml dan alami dengan
menyediakan kandang yang sesuai baik ukuran maupun bentuk, termasuk
penyediaan teman (binatang sejenis) atau bahkan pasangan untuk berinteraksi
sosial maupun melakukan perkawinan.
5. Freedom from fear and distresss.
Hewan bebas dari rasa takut dan penderitaan dilakukan dengan
memastikan bahwa kondisi dan perlakuan yang diterima hewan peliharaan bebas
dari segala hal yang menyebabkan rasa takut dan stress seperti konflik dengan
spesies lain dan gangguan dari predator.
Hewan laboratorium yang menderita stres atau sakit dapat memengaruhi
hasil penelitian, dengan kata lain perlakuan peneliti terhadap hewan coba sangat
memengaruhi kualitas hewan coba yang dapat menentukan validitas pada hasil
akhir penelitian (Prescott dan Lidster, 2017)
2.1.3 Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Hewan Percobaan
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih
sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu
senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain (Kurnia, 2016):
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri : umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan
percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar
terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan
penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap
hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif
yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang
digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan
digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa
bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses
absorpsi terlebih dahulu (Kurnia, 2016).
2.1.4 Rute Pemberian Obat
Rute pemberian obat menurut Dr.Aprilita,dkk.,2016 yaitu sebagai berikut:
1. Pemberian peroral:
Mencit dan tikus diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan
jarum/kanula berujung tumpul atau berbentuk bola. Jarm/kanula
dimaukkan ke dalam mulut perlahan-lahan , diluncurkan melalui tepi
langit-langit ke belakang sampai oesofagus . Pemberian oral pada kelinci
dilakukan dengan pertolongan mouth block (alat penahan rahang) berupa
pipa kayu/plastik yang berlubang, panjang 12 cm, diameter 3 cm dan
diameter lubang 7 mm. Letakkan mouth block di antara gigi depan dengan
cara menahan rahang dengan ibu jari dan telunjuk. Masukkan kateter
melalui lubang pada mouth block sekitar 20-25 cm. Untuk memeriksa
apakah kateter benar masuk ke oesofagus bukan ke trakea , celupkan ujung
luar kateter masuk ke trakea. Pemberian oral pada marmot dapat dilakukan
seperti pada tikus dan kelinci.
2. Pemberian intravena
Penyuntikan dilakukan pada vena ekor (ada 4 vena pada ekor). Letakkan
hewan pada wadah tertutup sedemikian rupa sehingga mencit tak leluasa
untuk bergerak-gerak dengan ekor menjulur keluar. Hangatkan ekor
dengan mencelupkan pada air hangat (40 –50 0C). Pegang ujung ekor
dengan tangan satu dan suntik dengan tangan lainnya.
3. Pemberian subkutan
Pada tikus dan mencit dilakukan di bawah kulit di daerah tengkunk atau
sisi pinggang . Angkat sebagian kulit dan tusukkan jarum menembus kulit
sejajajr dengan otot di bawahnya (untuk marmot dan kelinci)Pemberian
intramuskuler Untuk mencit dan tikus dilakukan pada otot gluteus
maksimus atau bisep femoris atau semi tendinosus paha
belakang.Pemberian intraperitonialUntuk semua hewan coba, penyuntikan
dilakukan pada perut sebelah kanan garis tengah, jangan terlalu tinggi agar
tidak mengenai hati dan kandung kemih . Hewan dipegang pada punggung
supaya kulit abdomen menjadi tegang . Pada saat penyuntikan posissi
kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikan jarum membentuk sudut 100
menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.
4. Pemberian intramuskuler
Untuk mencit dan tikus dilakukan pada otot gluteus maksimus atau bisep
femoris atau semi tendinosus paha belakang.
5. Pemberian intraperitonial
Untuk semua hewan coba, penyuntikan dilakukan pada perut sebelah
kanan garis tengah, jangan terlalu tinggi agar tidak mengenai hati dan
kandung kemih . Hewan dipegang pada punggung supaya kulit abdomen
menjaditegang . Pada saat penyuntikan posissi kepala lebih rendah dari
abdomen. Suntikan jarum membentuk sudut 100 menembus kulit dan otot
masuk ke rongga peritoneal.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Farmakope Indonesia, 1979)
Nama Resmi : Aethanolum
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus Molekul : C2H6O

Rumus Struktur :

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Pemerian : Cairan tak berwarna; jernih; mudah menguap; dan
mudah bergerak; bau khas dan rasa panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Antiseptik (menghambat mikroorganisme)
Kegunaan : Mensterilkan alat.
2.2.2 Aquadest (Farmakope Indonesia, 1979 )
Nama Resmi : AQUADESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18.02 gr/mol’
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak


mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.3 Uraian Hewan
2.3.1 Klasifikasi Mencit menurut Nugroho Rudy A. (2018) :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub family : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus musculus
2.3.2 Karakteristik Hewan Coba menurut Dr. Refdanita dkk (2018) :
Pubertas : 35 hari
Masa beranak : sepanjang tahun
Lama hamil : 19-20 HARI
Jumlah sekali lahir : 4-12 ekor (6-8 biasanya)
Lama hidup : 2-3 tahun
Masa laktasi : 21 hari
Frekuensi kelahiran pertahun : 4
Suhu tubuh : 37,9-39,2
Kecepatan respirasi : 136-216/menit
Tekanan darah : 147/106 S/D
Volume darah : 7,5% bb

BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada saat praktikum adalah, dispo, keranjang, pot
salep, dan timbangan sedangkan untuk bahan yang digunakan adalah, alkohol
70%, aquadest dan tisu.
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Penanganan hewan coba
1. Diangkat mencit dengan cara memegang ekor kearah atas dengan tangan
kanan
2. Diletakkan mencit pada permukaan yang kasar biarkan mencit menjangkau
atau mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang)
3. Dijepit tengkuk mencit dengan tangan kiri menggunakan jari telunjuk dan
jari manis seerat dan setegang mungkin
4. Dipindahkan ekor dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari
manis tangan kiri
5. Diberi perlakuan
3.2.2 Pemberian Hewan Coba
a. Pemberian Oral
1. Diberikan cairan obat dengan menggunakan sonde oral.
2. Ditempelkan sonde oral pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian
perlahan-lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat
dimasukkan.
b. Pemberian Sub kutan
Diangkat Kulit di daerah tengkuk ke bagian bawah kulit dimasukkan obat
dengan menggunakan alat suntik 1 ml & jarum ukuran 27G/ 0,4 mm.
Selain itu juga bisa di daerah belakang tikus
c. Pemberian Intra vena
1. Dimasukkan mencit ke dalam kandang restriksi mencit, dengan ekornya
menjulur keluar
2. Dicelupkan ekor mencit ke dalam air hangat (28-30 ºC)
3. Dilakukan pemberian obat dengan menggunakan jarum suntik no. 24.
d. Pemberian Intramuskular
Disuntikkan obat pada paha posterior dengan jarum suntik no. 24.
e. Pemberian Intra peritonial
1. Diposisikan mencit dengan kepala lebih rendah dari abdomen
2. Disuntikkan jarum dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah
yang sedikit menepi dari garis
3. Dilakukan penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tinggi untuk
menghindari terjadinya penyuntikan pada hati

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan cara menangani hewan
coba dan berbagai rute pemberian obat kepada hewan coba tersebut. Tidak semua
hewan dapat dijadikan hewan percobaan, hanya beberapa saja yang karakteristik
tubuhnya hampir sama dengan manusia contohnya seperti tikus, mencit dan
kelinci. Penanganan hewan coba ini pun berbeda-beda caranya tergantung dari
jenis hewan yang akan dipakai.
Penanganan hewan coba berbeda-beda tergantung jenis hewan yang
dipakai. Hewan coba yang dipakai pada percobaan kali ini adalah mencit.Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah mengambil 5 ekor mencit dari kandang dan
di timbang masing-masing mencit tersebut untuk mengetahui berat badan dari
mencit. Menurut Katzung (2015) Berat badan bervariasi, tetapi umumnya pada
umur empat minggu berat badan mencapai 18-20 gram dan Mus musculus liar
dewasa dapat mencapai 30-40 gram pada umur enam bulan atau lebih. Cara
penanganan hewan mencit yaitu dengan memegang ekornya dan diletakkan di
tempat yang permukaannya kasar misalnya pada rang kawat. Karena menurut
Katzung, (2015) Memegang mencit dapat dilakukan dengan meletakkan mencit
pada tempat dengan permukaan kasar, misalnya di atas permukaan kain atau
anyaman kawat bagian atas kandang dengan membiarkan keempat kakinya
mencengkeram kawat atau alas lalu dengan sedikit menarik ekornya mencit akan
mencengkeramkan kakinya dengan makin kuat. Sebelum diberikan perlakuan
pastikan bahwa mencit merasa nyaman dan tidak stress yaitu dengan mengelus-
ngelus bagian tengkuk mencit. Setelah dirasa sudah tenang maka pegang bagian
leher belakang mencit dengan ibu jari dan jari telunjuk serta menjepit ekornya
menggunakan jari kelingking, posisikan tubuh mencit menghadap keatas.Karena
menurut Stevani H, (2016) cara memegang mencit sebelum diberikan perlakuan
yaitudengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk di antara telunjuk dan ibu jari.
Pindahkan ekor dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan
kiri, sampai mencit dapat dipegang dengan erat dan siap diberi perlakuan.
Pemberian obat pada hewan coba terdapat berbagai rute pemberian
diantaranya enteral dan parenteral.Enteral yaitu contohnya seperti penggunaan
oral, sublingual dan rektal. Tetapi penggunaan obat secara sublingual dan rektal
sulit dilakukan pada hewan coba, sehingga rute yang cocok digunakan untuk
hewan coba adalah dengan cara rute oral. Sedangkan pada parenteral yaitu
contohnya seperti rute intravena, subkutan, intramuskular, dan intra
peritonial.Tetapi rute yang biasa atau paling sering digunakan adalah rute
intravena melalui ujung ekor karena pada ujung ekor hewan coba terdapat banyak
pembuluh darah sehingga obat cepat diresap dan disebarkan keseluruh tubuh.
Hewan coba mencit kemudian diberikan perlakuan dengan berbagai
macam rute pemberian obat, yaitu per-oral, intra vena, intra peritoneil, intra
muscular, dan subcutan.Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit
berbeda-beda, sesuai dengan berat badan mencit masing-masing.Rute pemberian
yang dilakukan pertama yaitu rute pemberian per-oral dimana rute ini diberikan
melalui mulut.Rute pemberian per-oral dengan suntikkan dimasukkan di langit-
langit masuk esophagus dan di dorong larutan tersebut ke dalam esophagus. Hal
ini sesuai dengan pendapat Katzung and Trevor (2015) bahwa cara pemberian oral
yaitu dengan menggunakan sonde oral. Sonde oral ditempatkan pada langit-langit
mulut atas mencit kemudian perlahan-lahan dimasukkan sampai ke esophagus dan
cairan dimasukkan.
Rute pemberian yang kedua yaitu dengan subkutan. Rute pemberian ini
dengan cara menjepit kulit di daerah tengkuk dan disuntikkan pada bagian bawah
kulit. Hal ini sesuai pendapat Katzung and Trevor (2015) bahwa cara pemberian
subkutan yaitu kulit di daerah tengkuk diangkat dan dibagian bawah kulit
dimasukkan cairan dengan menggunakan alat suntik.
Rute pemberian ketiga adalah secara intra vena yaitu penyuntikan
dilakukan pada vena ekor dengan cara mencelupkan ekor mencit pada air hangat
(28-30oC) agar pembuluh darahnya melebar kemudian dipegang ujung ekor
dengan tangan dan tangan satunya lagi digunakan untuk menyuntikkan obat.
Menurut Katzung and Trevor (2015), cara pemberian secara intra vena yaitu
dengan mencelupkan ekornya kedalam air hangat (28-30oC) selama beberapa
menit agar pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga memudahkan pemberian
obat ke dalam pembuluh darah.
Rute pemberian selanjutnya yaitu secara intra muscular, penyuntikan
dilakukan pada otot gluteus maximus atau bisep femoris atau semi tendinous paha
belakang. Menurut Katzung and Trevor (2015), cara pemberian intra muscular
yaitu obat disuntikkan pada posterior dengan jarum suntik.
Rute pemberian yang terakhir yaitu rute pemberian secara intra
peritoneal.Rute ini dilakukan dengan menyuntikkan obat pada perut sebelah kanan
garis tengah, jangan terlalu tinggi agar tidak mengenai hati dan kandung kemih.
Hal ini sesuai dengan literatur Katzung and Trevor (2015) yang mengatakan cara
pemberian intra peritoneal adalah pada saat penyuntikan, posisi kepala harus lebih
rendah dari abdomen. Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen
pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah agar jarum suntik tidak
mengenai kandung kemih.Penyuntikan tidak didaerah yang terlalu tinggi untuk
menghindari terjadinya penyuntikan pada hati (Katzung and Trevor 2015).
Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada praktikum kali ini yaitu cara
penanganan hewan coba yang salah sehingga hewan coba sulit untuk diberikan
perlakuan. Salah dalam rute pemberian obat misalnya per-oral dimana dapat
melukai langit-langit mulut dari mencit itu sendiri.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hewan
coba yang digunakan dalam percobaan umumnya yaitu mencit, tikus dan kelinci.
Sebelum melakukan percobaan sebaiknya mengetahui terlebih dahulu tingkat
kesehatan hewan uji dengan melihat Body Condition Storing (BCS). Berat
minimum mencit yaitu 20 gram. Rute pemberian untuk hewan coba yaitu peroral,
intravena, subcutan, intra muscular dan intra peritoneal.

5.2 Saran
1. Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam
pembacaan skala spuit agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek
yang dikehendaki
2. Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak
mengalami kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ
dalam yang vital.

Anda mungkin juga menyukai