Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap makhluk hidup terdiri dari beberapa komponen penyusun. Salah
satu komponen penyusun tubuh manusia adalah air, air memegang peranan
penting dalam tubuh yang digunakan sebagai pelarut atau zat terlarut yaitu
elektrolit dan non elektrolit. Enam puluh persen dari berat tubuh manusia tersusun
atas air dimana air menempati cairan intrasel dan ekstrasel. Elektrolit merupakan
zat bermuatan terdiri dari kation anion, untuk non elektrolit adalah substansi
seperti urea dan glukosa dimana memiliki berat molekul lebih besar jika
dibandingkan dengan zat – zat elektrolit.
Tubuh setiap harinya perlu melakukan keseimbangan penyusun zat
elektrolit seperti air, dan asam basa. Asupan dan pengeluaran air atau elektrolit
diatur lewat hubungan timbal balik antara hormon dan saraf yang mengatur
perilaku dan kebiasaan makan. Jika didalam tubuh tidak dilakukan
penyeimbangan maka didalam tubuh akan mengalami penumpukan cairan yang
akan menyebabkan terjadinya pembengkakan atau udem. Upaya mempertahankan
keseimbangan yang tepat antara asupan dan keluarnya air atau elektrolit amat
sangatlah penting. Salah satu obat yang dapat digunakan untuk mengeluarkan
cairan-cairan ekstrasel yang berlebihan didalam tubuh adalah golongan diuretik.
Diuretik merupakan obat yang dapat digunakan untuk mengeluarkan
cairan berlebihan didalam tubuh dengan memicu proses pembentukan urin.
Diuretik dapat bekerja dengan meningkatkan eksresi air, natrium dan klorida
sehingga mampu menyeimbangkan cairan ekstrasel dan menurunkan volume
darah dalam tubuh. Selain itu diuretik memiliki fungsi utama dalam memobilisasi
cairan udem yang berarti dapat mengubah keseimbangan cairan dalam tubuh,
sehingganya kapasitas cairan ekstral sel dapat kembali normal. Diuretic dapat
dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu diuretik-thiazid, loop diuretic dan
diuretic hemat kalium (Maryam, 2020).
Prinsip kerja diuretik secara umum adalah menurunkan reabsorbsi
elektrolit oleh tubulus ginjal, dimana peningkatan ekskresi elektrolit akan disertai

1
dengan peningkatan ekskresi air yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan
osmotik. Senyawa yang dapat merangsang pengeluaran air sangat potensial untuk
digunakan dalam keadaan seperti udema, gagal jantung, gagal ginjal, dan
hipertensi. Fungsi utama diuretik adalah memobilisasi cairan edema, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel kembali menjadi normal. Salah satu obat golongan diuretik yang sering
digunakan adalah furosemide.
Furosemid adalah golongan yang bekerja pada lengkung Henle bagian
menaik dan merupakan obat diuretik kuat. Furosemid dapat bekerja pada pasien
dengan penyakit paru akut dan juga efektif pada kondisi udem. Furosemid dapat
bekerja secara pesat, seperti pemberian secara oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan
selama 4-6 jam, sedangkan untuk intravena selama 2,5 jam. Masa kerja
furosemide selama 2-3 jam, untuk waktu paruhnya sangat bergantung pada fungsi
dari organ berupa ginjal. Agen ansa disini bekerja pada bagian sisi luminal
tubulus. Sehingganya respon diuretik yang dihasilkan berkaitan dengan ekresi
urin. Sebagai efek diuretik, pada bagian agen ansa memiliki efek yang dapat
bekerja secara langsung di dalam peredaran darah melalui tatanan beberapa
pembuluh darah. Selain obat-obat sintesis, penggunaan tanaman juga telah
dilaporkan dapat digunakan dalam pengobatan secara tradisional (Rochmawati,
2019).
Spironolakton adalah obat golongan antagonis aldosteron untuk terapi
hipertensi eksresi aldosteron yang berlebihan, gagal jantung kongestif,
hiperaldosteronisme primer, hipokalemia, sirosis hati disertai dengan edema atau
asitesis. Obat ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau terapi kombinasi
dengan obat antihipertensi lainnya (Musyahida, 2016)
Hidroklortiazid termasuk dalam golongan diuretic tiazid yang bekerja pada
awal tubulus distal dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan klorida.
Golongan Diuretik tiazid ini tepat untuk digunakan pada sebagian besar dengan
hipertensi ringan atau sedang (Rochmawati., 2019).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk
mengetahui efek obat diuretik oral dengan melihat dan mengamati serta

2
menentukan jumlah pengeluaran urin pada hewan uji mencit (mus musculus)
setelah pemberian obat diuretik oral.
1.2 Tujuan Percobaan
1 Mahasiswa dapat menganalis efek diuretik pada hewan uji mencit.
2. Mahasiswa dapat menentukan jumlah volume dan frekuensi urin pada
hewan uji mencit setelah pemberian obat diuretik.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah efek diuretik pada mencit dengan melihat
atau mengamati serta menentukan jumlah volume dan frekuensi urin pada hewan
uji mencit (Mus musculus) setelah pemberian obat diuretik yang diinduksi secara
oral.
1.4 Manfaat Percobaan
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi bagi
peneliti tentang efek obat diuretik pada hewan uji mencit.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan masyarakat mengetahui informasi tentang
obat diuretik yang dapat menurunkan kadar air dan elektrolit lainnya dalam tubuh.
3. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dan referensi
untuk pengembangan pembelajaran dalam lingkungan Universitas Negeri
Gorontalo.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Diuretik
Diuretik merupakan golongan obat yang berfungsi untuk mendorong
produksi air seni. Golongan obat ini menghambat penyerapan ion natrium pada
bagian- bagian tertentu dari ginjal dengan menghambat transport ion yang
menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya
Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air yang mengangkut secara
pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik (Satyadharma, 2015).
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel kembali menjadi normal (Farmakologi dan terapi, 2017).
2.1.2 Penggolongan Diuretik
a. Benzotiazid
Bezotiazid merupakan diuretik turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat
menekan absorpsi kembali ion-ion Na+, Cl-dan air. Turunan ini juga meningkatkan
ekskresi ion-ion K+, Mg+ dan HCO3- dan menurunkan eksresi asam urat. Tiazid
merupakan obat diuretik yang paling banyak digunakan.Derivat Tiazid bekerja
terutama pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorbsi Na+dengan
menghambat kontraspoter Na+ /Cl-pada membran lumen.Obat-obat ini memiliki
sedikit efek pada tubulus proksimal.Akibatnya obat-obat ini meningkatkan
konsentrasi Na+dan Cl-pada ciran tubulus.Keseimbangan asam basa biasanya tidak
dipengaruhi karena tempat kerja derivate tiazid ialah membran lumen.Contoh dari
obat ini yaitu Klorotiazid (Harvey, 2018).
Diuretik tiazid adalah diuretik yang bekerja pada tubulus kontratus distal
(contohya, bendroflumetiazid).Golongan tiazid kurang paten terhadap pengobaan
pasien hipertensi jika dibandingkan dengan golongan diuretik loop.Akan tetapi,
golongan tiazid yang lebih dipilih dalam penanganan kasus hipertensi biasa. Pada
penggunaan klinis, golongan tiazid juga dapat mengurangi resiko stroke dan

4
serangan jantung. Contohnya klortalidon digunakan sebagai obat anti hipertensi
baru (ACE Inhibitor dan antagonis kalsium) (Rang HP, 2018).
Diuretik turunan tiazida terutama digunakan untuk pengobatan udem pada
keadaan dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi
karena dapat mengurangi volume darah dan secara langsung menyebabkan
relaksasi otot polos arteriola.Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi
dengan obat-obat antihipertensi, seperti reserpin dan hidralazin, untuk pengobatan
hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi (Rang, 2015).
b. Diuretik Kuat
Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat
dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal
lengkung henle bagian asenden, oleh karena itu golongan obat ini disebut juga
sebagai loop diuretik.Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah furosemid,
toremid, asam etakrinat, dan bumetanid (Farmakologi dan terapi, 2016).
Diuretik menghambat kontraspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada
pars asendens ansa henle. Karena itu, resorbsi Na+ /K+ /Cl-menurun. “Loop”
diuretik merupakan obat diuretik yang paling efktif, karena pars asenden
bertanggung jawab untuk absorbsi 25-30% NaCl yang disaring untuk
mengkompensasi kenaikan muatan Na+obatnya yaitu Bumatanid,
furosemid,torsemid dan asam ekrinat merupakan empat diuretik yang efek
utamanya pada asendens ansa henle (Harvey, 2017).
c. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium contoh obatnya yaitu Spironolakton, amilorid dan
Triamteren.Diuretik ini bekerja pada segmen yang berperan terhadap aldosteron
pada nefron distal, dimana homeostatis K+dikendalikan. Aldosteron menstimulasi
reabsorbsi Na+, membangkitkan potensial negatif kedalam lumen, yang
mengarahkan ion K+dan H+ke dalam lumen dan kemudian ekskresinya. Diuretik
hemat kalium menurunkan reabsorbsi Natrium dengan mengantagonis
(Spironolakton) atau memblok kanal Na+(Amilorid dan triamteren). Hal ini
meyebabkan potensial aksi listrik epitel tubulus menurun, sehingga gaya untuk
sekresi K+berkurang (Gunawan, 2016).

5
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah
kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali
ion Na+ dan ekskresi ion K+sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+dan Cl-dalam
urin. Diuretik hemat kalium dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretika dengan
efek langsung, contohnya adalah amilorid dan triamteren, dan diuretika antagonis
aldosteron, contohnya adalah spironolakton (Gunawan, 2016).
d. Penghambat Karbonik Anhidrase
Penghambat Karbonik Anhidrase bekerja menurunkan reabsorbsi
bikarbonat pada tubulus proksimal malalui inhibisi katalisis hidrasi CO2 dan
reaksi dehidrasi. Oleh Karena yaitu, ekskresi HCO3- ,Na+ dan H2O meningkat,
kehilangan HCO3- menyababkan asidois metabolit dan efek obat menjadi self-
limiting pada saat bikarbonat darah turun Na +yang dialirkan ke nefron distal
meningkat sekresi K+. Contoh obatnya yaitu Asetazolamid (Gunawan, 2016).
e. Diuretik Osmotik
Diuretik osmotik, sejumlah zat kimia yang sederhana dan hidrofilik
disaring glomerulus, seperti matinol dan urea menyebabkan berbagai derajat
dieresis.Hal ini terjadi karena kemampuan zat-zat ini untuk mengangkut air
bersama kedalam cairan tubulus. Bila zat-zat yang tersaring berikutnya
mengalami sedikit atau tidak direabsorbsi sama sekali kemudian zat yang
disaringakan menyebabkan peningkatan keluaran urine. Hanya dalam jumlah kecil
dari garam-garam yang ditambahkan dapat juga diekskresikan karena diuretik
osmotik digunakan untuk meningkatkan ekskresi air dari pada ekskresi Na+maka
obat- obat ini tidak berguna untuk mengobati terjadinya retensi Na +. Obat-obat ini
digunakan untuk memelihara aliran urine dalam keadaan toksik akut setelah
manelan zat-zat beracun yang berpotensi menimbulkan kegagalan ginjal akut
(Harvey, 2018).
2.1.3 Tekanan darah
Tekanan darah adalah jumlah tekanan yang digunakan dalam aliran darah
saat melewati arteri.Kontraksi ventrikel kiri jantung mendorong darah menuju
arteri, arteri utama kemudian mengembang dan lapisan otot arteri melawan
tekanan, kemudian darah di dorong keluar menuju pembulu yang lebih

6
kecil.Tekanan maksimal arteri berhubungan dengan kontraksi ventrikel kiri yang
disebut tekanan sistolik.Tekanan minimal terjadi saat jantung berada pada kondisi
relaksasi maksimal disebut tekanan diastolik (Wade, 2016).
Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang digunakan untuk melawan
dinding pembulu darah saat sistole ventrikel.Tekanan darah diastole merupakan
tekanan yang dikeluarkan saat distole ventrikel relaksasi. Sistolik menunjukan
tekanan ketika jantung Anda memompa darah ke seluruh tubuh,.Sementara
diastolik menunjukkan tekanan ketika jantung Anda dalam keadaan istirahat yaitu
saat terjadi pengisian darah ke jantung (di antara ketukan atau detak).(Rosdahl dan
Mary, 2015).
Orang dewasa dengan kondisi tubuh sehat umumnya memiliki tekanan
darah normal sekitar 90/60 mmHg hingga 120/80 mmHg. Angka 90 dan 120
menunjukkan tekanan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh atau biasa
disebut tekanan sistolik.Tekanan darah dinyatakan normal apabila tekanan darah
kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan apabila lebih dari 140/90 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi, dan diantara kategori tersebut dikatakan sebagai
normal-tinggi (Herlambang, 2015).
Menurut Kurniadi dan Ulfa (2017), teknik mengukur tekanan darah yaitu:
a) Responden duduk santai dengan lengan rileks di atas meja, telapak tangan
menghadap ke atas dan otot tidak boleh menegang.
b) Perangkat Tensimeter diletakkan di dekat lengan yang diperiksa, skala
menghadap kepemeriksa. Pemeriksa bisa duduk atau berdiri di hadapan
yang diperiksa.
c) Pasang kain pembalut (cuff) tensi meter di lengan atas, 3 cm di atas lipat
siku, tidak terlalu longgar dan tidak terlalu ketat. Meletakkan ujung
Stetoskop pada lipat siku tempat denyut nadi paling keras teraba dengan
tangan kiri, pasangkan stetoskop ujung satunya di kedua liang telinga.
2.1.4 Hewan Uji
Hewan coba adalah hewan yang dapat digunakan untuk suatu tujuan
penelitian tertentu dan umumnya menggunakan hewan laboratorium hingga
hewan ternak. Penggunaan hewan percobaan dalam berbagai penelitian fisiologi,

7
biokimia, farmakologi, patologi, komporatif zoologi dan ekologi, juga dilakukan
untuk pengembangan obat-obatan, vaksin dan produk-produk khusus misalnya:
kosmetik, shampoo, dan pasta gigi (Jumrodah, 2016).
Hewan coba adalah hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan
sebagai hewan model yang berkaitan untuk pembelajaran dan pengembangan
berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan
laboratorium. Hewan coba banyak digunakan sebagai penunjang dalam
melakukan pengujian-pengujian terhadap obat, vaksin, atau dalam penelitian
biologi (Esmawatti, 2015).
Penelitian ilmiah yang baik dimana digunakan hewan sebagai objek
ataupun model kajian, maka tata kerjanya dievaluasi oleh Komisi Etik
Penggunaan Hewan. Oleh karena itu, penggunaan hewan dalam kegiatan
laboratorium pendidikan (praktikum) perlu selaras tata caranya dan memenuhi
kriteria etika penggunaan hewan percobaan. Hewan uji yang digunakan dalam
penelitian tetap harus dijaga hak-haknya yang dikenal sebagai Animal Welfare
seperti yang tercantum dalam five of freedom (Stevani, 2016).
Animal welfare dalam Bahasa Indonesia berarti kesejahteraan hewan.
Standar "yang baik" tentang kesejahteraan hewan sangat bervariasi antara konteks
yang berbeda. Standar ini berada di bawah review konstan dan diperdebatkan,
dibuat dan direvisi oleh komunitas kesejahteraan hewan, legislator dan akademisi
di seluruh dunia. Ilmu kesejahteraan hewan menggunakan berbagai langkah,
seperti umur panjang, penyakit, imunosupresi, perilaku, fisiologi, dan reproduksi,
meskipun ada perdebatan tentang yang mana dari indikator ini yang memberikan
informasi terbaik (Kadek, 2017).
Komite Penanganan Hewan Universitas McGill (UACC) merekomen-
dasikan penggunaan Penilaian Kondisi Tubuh (BCS) untuk menilai endpoint
klinis hewan.BCS merupakan penilaian yang cepat, non-invasif dan efektif dalam
menilai kondisi fisik hewan.Dalam banyak kasus, BCS adalah titik akhir klinis
yang lebih baik daripada berat badan.Penggunaan berat badan saja tidak dapat
membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot.Berat badan hewan yang
kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan tumor,

8
akumulasi cairan ascetic, dan pembesaran organ) atau pada kondisi normal
(misalnya kehamilan).selain itu jika suatu hewan telah kehilangan berat badan
lebih dari 20% namun berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3
(BCS 3) maka mungkin belum perlu dilakukaan euthanasia segera. Dengan
demikian, BCS adalah penanda yang lebih komprehensif dan akurat untuk
kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan (Stevani, 2016).
Berikut cara menilai Body Condition Scoring (BCS) menurut Stevani
(2016):
BCS Nilai 1-Mencit kurus
Tulang-tulang tubuh sangat jelas kelihatan. Bilamana diraba,
tidak terasa adanya lemak atau daging. Tampak atas juga
kelihatan sekali bagian-bagian tubuhnya tidak berisi lemak
atau daging.

BCS Nilai 2-Mencit di bawah kondisi standart


Tikustanpak kurus. Tulang-tulang masih kelihatan jelas,
namun bilamana diraba masih terasa adanya daging atau
lemak. Tampak atas sudah tidak terlalu berlekuk lekuk, agak
berisi. Tulang pelvicdorsal dapat langsung teraba.

BCS Nilai 3-Mencit dalam kondisi yang baik


Tubuhnya tidak tampak tonjolan tulang, namun bilamana
diraba cukup mudah merasakan adanya tulang-tulang.
Tampak atas, biasanya sudah lebih lurus tampak berisi.
Tulang pelvic dorsal sedikit teraba.

BCS Nilai 4- Mencit di atas kondisi standart


Tidak tampak adanya tonjolan tulang-tulang dan bilamana
diraba agak sulit merasakan tulang karena tebalnya timbunan
lemak dan daging. hewan kelihaan berisi dan tampak juga
lipatan-lipatan lemak dibawah kulit.

9
BCS Nilai5-Mencit obese
Sudah sangat sulit meraba tulang-tulang akibat timbunan
lemak dan daging yang sangat tebal.

Menurut Nugroho (2018), teknik pemberian obat atau sediaan tergantung


dari tujuan penelitian, macam, dan sifat sediaan. Pemberian obat atau sediaan
sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian, sehingga sangat perlu diketahui
teknik-tekniknya. Berikut ini akan diuraikan berbagai macam teknik pemberian
obat atau sediaan :
a) Pemberian secara oral
Percobaan dengan menggunakan hewan mencit atau tikus, pemberian obat
maupun sediaan dapat menggunakan teknik per oral.Pemberian obat secara oral
merupakan teknik paling umum dilakukan karena relatif mudah, praktis dan
murah. Namun ada beberapa kerugiannya yaitu: banyak faktor dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita dan adanya
interaksi dalam absorbsi di saluran cerna). Sifat absorbsi obat mempunyai sifat-
sifat tersendiri.Teknik pemberian secara oral ini sangat mudah dilakukan untuk
hewan uji seperti mencit atau tikus. Mencit atau tikus dipegang dengan cara yang
telah diuraikan bab sebelumnya, sehingga posisi hewan uji lurus. Suntikan oral
(kanul) dapat dimasukkan ke mulut hingga esophagus.Posisi suntikan berkanul
juga harus dalam posisi tegak lurus.Larutan obat atau sediaan dalam suntikan
berkanul ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian dimasukkan
dengan hati-hati sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.
b) Subkutan
Pemberian obat atau sediaan secara subkutan pada mencit dapat dilakukan
di bagian bawah kulit daerah tengkuk (leher bagian atas).Teknik yang tepat adalah
mencubit kulit di leher bagian atas dan kemudian obat dapat diberikan dengan
suntikan dengan sudut 45 derajat. Bagian subkutan lain yang dapat digunakan
untuk pemberian obat atau sediaan adalah kulit abdomen. Sementara itu jarum

10
suntik yang digunakan untuk mencit dapat menggunakan alat suntik (syringe dan
jarumnya) berukuran 1 mL atau menyesuaikan.
c) Intravena
Teknik pemberian obat atau sediaan secara intravena pada mencit dan
tikus dilakukan dengan bantuan holder atau alat bantu pemegang hewan uji dan
diusahakan ada lubang untuk ekor. Sebelum penyuntikan, ekor dapat dimasukkan
ke dalam air hangat terlebih dahulu, dengan tujuan agar pembuluh vena ekor
mengembang (dilatasi) sehingga mempermudah dalam pemberian obat atau
sediaan.
d) Intraperitonial
Teknik intraperitonial sering dilakukan mencit.Saat penyuntikkan
berlangsung posisi kepala hewan uji harus lebih rendah dari bagian abdomen.Cara
tersebut dapat dilakukan dengan teknik menunggingkan hewan uji.Jarum suntik
kemudian disuntikkan dengan membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen,
sementara posisi jarum agak menepi dari garis tengah agar tidak menusuk organ
dalam seperti hepar.
e) Intramuskular
Teknik pemberian obat dengan cara intramuskular (IM) merupakan teknik
pemberian sediaan atau obat melalui jaringan otot, umumnya di otot paha.
Kecepatan dan kelengkapan adsorpsi sediaan atau obat dipengaruhi oleh kelarutan
obat dalam air.Absorpsi lebih cepat terjadi di otot deltoid atau vastus lateralis
daripada di bagian gluteus maksimus.Penyuntikan intramuskular juga dapat
dilakukan pada mencit atau tikus pada bagian musculus yang tebal yaitu bicep
femoris.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol 70% (Dirjen POM, 2020 ;Pubchem, 2019)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethylalkohol
Rumus molekul : C2H6O

11
Rumus struktur :

Berat molekul : 46,07 g/mol


Pemerian : Cairan tidakberwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Manfaat : Sebagai zat tambahan, juga dapat membunuh
kuman.
Kegunaan : Sebagai desinfektan
Khasiat : Sebagai desinfektan (mencegah pertumbuhan dan
pencemaran jasad renik) pada benda mati.
Digunakan juga sebagai antiseptic untuk
menghambat mikroorganisme pada jaringan hidup.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api.
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 2020 ;Pubchem, 2021)
Nama Resmi : AQUADESTILATA
Nama Lain : Aquadest, Air Suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul. : 18.02 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


berasa.

12
Manfaat : Sebagai sumber mineral dari dalam tanah
Kegunaan : Sebagai pelarut.
Khasiat : Sebagai sumber air bagi mikroorganisme
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2.2.3 Na-CMC (Rowe, 2009 ; Pubchem, 2020)
Nama Resmi : NATRIUM KARBOKSIMETIL SELULOSA
Nama Lain : Na-CMC, Carboxymethylcellulose-Natrium
Rumus molekul : C28H30Na8O2
Rumus struktur :

Berat molekul : 982.4 g/mol 


Pemerian : Serbuk granular; putih atau hampir putih; tidak
berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton,etanol (95%),eter
dan toluen;mudah terdispersi dalam air pada
berbagai suhu membentuk larutan koloid jernih.
Khasiat : Sebagai kontrol
Kegunaan : Sebagai bahan tambahan dalam berbagai formulasi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu 40 derajat.
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Furosemid (FI VI, 2020 ; PIONAS, 2015 ; Pubchem, 2019)
Nama Resmi : Furosemid, Furosemida
Nama Lain : Asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoilantranilat
Berat Molekul : 330,74 g/mol
Rumus Molekul : C12H11ClN2O5S

13
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir kuning; tidak


berbau.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam
aseton, dalam dimetilformamida dan dalam
larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol;
agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam
eter; sangat sukar larut dalam kloroform.
Khasiat : untuk mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam
tubuh melalui urin
Penyimpanan : Disimpan pada suhu 15-30 C. Hindari dari cahaya
matahari langsung.
Indikasi : Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan
paru-paru yang akut. Mulai kerjanya pesat, oral
dalam 0,5-1 jam bertahan 4-6 jam, intravena
dalam beberapa menit, 2-5 jam lamanya
(Katzung, 2017).
Kontraindikasi : Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, antara
lain hipotensi, hiponatremia, hipokalemia,
hipokalsemia, dan hipomagnesemia (Gunawan,
2016).
Efek samping : Pendengaran bisa mendapat pengaruh buruk,
hiperurisemia, hipovolemia akut, dan deplesi
kalsium (Harvey, 2018).
Interaksi obat : Penghambat ACE, obat-obat rema,
kortikosteroida, aminoglikosida, anti diabetika
oral (Tjay, 2017)

14
DL : Pada udema oral 40-80 mg pagi p.c, jika perlu
atau pada
DM : Sampai 250-2000 mg seharidalam 2-3 dosis
Farmakodinamik : Menghambat reabsorbsi elektrolit Na+/K+/2Cl-
diansa henle asendens bagian epitel tebal
(Gunawan, 2016)
Farmakokinetik : Loop diuretic diberikan per oral atau
parental.Durasi kerja obat- obat ini relative
singkat 2 sampai4 jam. Obat-obat ini disekresikan
di urin (Harvey, 2018)
Waktu Paruh : pada keadaan normal skitar 2 jam, meskipun
berkepanjangan pada neonatus
Eliminase : Selama 2 jam, namun pada penderita populasi
khusus seperti pada gangguan hati ginjal maka
eliminasi obat dapat di perpanjang
Durasi : Timbul biasanya 6-8 jam saat pemberiaan secara
Oral Onset : 30-60 menit
2.3.2 Hidroklortiazide (FI VI, 2020 ; PIONAS, 2015 ; Pubchem, 2019)
Nama Resmi : HIDROKLORTIAZIDA HIDROKLORIDA
Nama Lain : Hidroklorotiazid
Berat molekul : 297,74 g/mol
Rumus molekul : C7H8CIN3O4S2
Rumus Struktur :

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, dalam kloroform P,


dan dalam eter P, larut dalam 200 bagian etanol
(95%) P, dan dalam 20 bagian aseton P, larut
dalam larutan alkali hidroksida.

15
Kegunaan : untuk mengatasi edema, yaitu penumpukan cairan
di dalam ruang antar sel, misalnya akibat gagal
jantung dan sirosis hati.
Pemerian : serbuk hablur, putih atau hampir putih tidak
berbau, agak pahit.
Farmakodinamik : Meningkatkan ekskresi NaCl dan sejumlah air,
dan Menghambat reabsorbsi elektrolit pada tubuli
distalLangsung menurunkan tekanan darah,
dengan efek terhadap asteial atau vasodilatasi
Farmakokinetik : Didistribusi kesaluran ekskresi dan dapat melalui
saluran Urin dan ginjal
Efek Smping : Hipotensi pastural dan gangguan saluran cerna
yang ringan: impotensi (reversible bila obat
dihentikan)
Kontraindikasi : hipokalemia yang refraktur hipomatremia,
hiperkalsemia, gangguan ginjal dan hati yang
berat : hiperuri kimia yang simtomatik penyakit
addison
Interaksi obat : alkohol, barbiturat atau narkotik: obat-obt anti
diabetik ( oral dan insulin )
Dosis : Edema dosis awal 5-18 mg sehari atau berselang
sehari pada pagi hari
Dosis manusia : 25-200 mg/hari
Onset : 1-2 jam
Durasi : 12-24 jam
Waktu eliminase : kurang lebih 10 jam
2.3.3 Spironolaktan (FI VI, 2020 ; PIONAS, 2015 ; Pubchem, 2019)
Nama resmi : SPIRONOLACTONUM
Nama lain : Spironolakton
Berat molekul : 416,60
Rumus molekul : C12H32O4S

16
Rumus struktur :

Pemerian : serbuk, kuning tua, tidak berbau atau berbau asam


tiosetat lemah, rasa agak pahit.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 80
bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian Kloroform
P dan dalam 100 bagian eter P
Penyimpanan : Dalam wadah terlindung cahaya
Kegunaan : sebagai sampel
Kontraindikasi : Hiperkalemia, mual, letargi, dan kebibungan
(Harvey, 2018)
Efek samping : Spironolakton sering menyebabkan gangguan
lambung dan dapat menyebabkan ulkus peptikum
(Harvey, 2018)
Farmakodinamik : Mencegah translokasi kompleks reseptor target,
dengan demikian, kompleks ini tidak bisa
berikatan dengan DNA (Harvey, 2018)
Farmakokinetik : Dalam hati zat ini dirombak menjadi
metabolitmetabolit aktif, antara lain kanrenon,
yang diekskresikan melalui kemih dan tinja.
Plasma t1/2nya sampai 2 jam, kanrenon 20 jam
(Katzung, 2017)
Waktu paruh : lebih kurang1, 4 jam (Maron, 2018)

17
2.4 Uraian Hewan
2.4.1 Klasifikasi Mencit menurut Nugroho (2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae Gambar 2.4
Genus : Mus Mencit
(Mus musculus )
Species : Mus musculus
2.4.2 Morfologi dan Anatomi Mencit
Mencit termasuk dalam filum chordate yang artinya mempunyai chorda
dorsalis, batang syaraf dorsal tunggal dan mempunyai celah insang pada masa
embrionya dan tidak berfungsi sebagai alat pernapasan.Mencit dikelompokkan
dalam klassis mamalia.Seperti telah diketahui, mammalia adalah kelompok hewan
vertebrata yang menduduki tempat tertinggi dalam perkembangan hewan. Nama
mammalia merujuk pada ciri utama anggota mamalia yaitu adanya kelenjar
mamae atau kelenjar air susu yang dapat menghasilkan air susu (pada betina) yang
dapat diberikan ke keturunannya (Nugroho, 2018)
Mencit memiliki rambut yang berwarna keabu-abuan atau putih.Mencit
memliki mata berwarna merah atau hitam, kulit berpigmen dan memiliki warna
perut sedikit pucat.Mencit dewasa pada umur 35 hari dan memiliki waktu
kehamilan 19-21 hari.Mencit dapat melahirkan 6-15 ekor.Mencit jantan dan betina
siap melakukan kopulasi pada umur 8 minggu.Siklus estrus atau masa birahi 4-5
hari dengan lama estrus 12-14 jam.Fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00
WIB. Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk tujuan fertilisasi atau
disebut dengan kopulasi terjadi pada saat estrus, dengan fertilisasi 2 jam setelah
kopulasi (Bella Dheta, 2017).

18
BAB III
METODE KERJA
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmakologi & Toksikologi 2 percobaan Efek obat diuretik
pada mencitdilaksanakan pada hari Senin, 8November2021 pukul 13:00 sampai
dengan 16:00 WITA, bertempat di Laboratorium Farmakologi & Toksikologi,
Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu batang pengaduk,
dispo, gelas ukur, penangas, pot salep, sonde oral, spidol, timbangan, dan wadah.
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alkohol 70%,
aqua destilata, kertas perkamen, label, mencit, Na-CMC, obat furosemid, obat
hidrokolotiazid, obat spironolakton dan tisu.
3.3. Cara kerja
1. Digunakan mencit jantan sebanyak 4 ekor.

2. Ditimbang berat badan tiap mencit.

3. Dikelompokkan mencit menjadi 4 kelompok yang terdiri dari kelompok


kontrol, Furosemid, Hidroklorotiazid, dan Spironolakton.
4. Diberikan obat secara oral yaitu kelompok kontrol, diberikan Na-CMC1%
sebanyak 1 mL,kelompokFurosemid diberi Suspensi Furosemid sebanyak
1 mLkelompok Hidroklorotiazid, diberikan Suspensi Hidroklorotiazid
sebanyak 1 mL, Kelompok Spironolakton, diberikan Suspensi
Spironolakton sebanyak 1 mL.
5. Ditempatkan mencit pada wadah penampung urin

6. Diamati dan diukur volume urin mencit tiap 30 menit selama 90 menit.

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Hasil Pengamatan
Kelompok BB Volume Volume Urin (Waktu)
No
mencit Mencit Pemberian 30 60 90

Kontrol
1. 23 gram 1 mL - -
(Na-CMC)

0,2 mL

2. Hidroklorotiazid 32 gram 1 mL -

0,1 mL 0,2 mL

3. Spironolakton 30 gram 1 mL - -

0,3 mL

4. Furosemid 25 gram 1 mL
0,35 mL
0,28 mL 0,4 mL
4.2 Perhitungan
a. Suspensi Hidroklorotiazid (HCT)
Perhitungan dosis oral Hidroklorotiazid
Dosis lazim HCT untuk manusia = 25 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
25 mg × 0,0026 = 0,065 mg
32 g
Untuk mencit dengan berat 28 g = × 0,065 mg
20 g

20
0,104 mg
Dosis yang diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 10 mL
1 0 mL
Jumlah HCT yang digunakan = × 0,104 mg
1 mL
104 mg = 0,00104 g
0,00 104 g
% kadar Hidroklorotiazid = × 100 %
10 mL
0,0104 %
Berat 1 Tablet = 0,5760 g
0,00 104 g
Berat Serbuk = × 0,5760 g
0,025 g
= 0,0239 g ~ 0.,024 g
b. Suspensi Spironolakton
Perhitungan dosis oral Spironolakton
Dosis lazim Spironolakton untuk manusia= 100 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g =Dosis Lazim× Faktor Konversi
100 mg × 0,0026 = 0,26 mg
30 g
Untuk mencit dengan berat 26 g = × 0,26 mg
20 g
0,39 mg
Dosis yang diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 10 mL
10 mL
Jumlah Spironolakton yang digunakan = × 0,39 mg
1 mL
3,9 mg = 0,0039 g
0,003 9 g
% kadar Spironolakton = × 100 %
10 mL
0,039 %
Berat 1 tablet = 0,6641 g
0,0 039 g
Berat serbuk = × 0,6641 g
0, 1 g
= 0,025 g

21
c. Suspensi Furosemide
Perhitungan dosis oral Furosemide
Dosis lazim Furosemide untuk manusia = 20 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
20 mg × 0,0026 = 0,052 mg
25 g
Untuk mencit dengan berat 32 g = × 0,052 mg
20 g
0,065 mg
Dosis yang diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 10 mL
10 mL
Jumlah Furosemide yang digunakan = × 0,065 mg
1 mL
0,65 mg = 0,000832g
0,000 65 g
% kadar Furosemide = × 100 %
10 mL
0,065 %
Berat 1 tablet = 0,5839
0,00 065 g
Berat serbuk = × 0,5839 g
0,02 g
= 0,018 g
4.3 Pembahasan
Diuretik adalah obat atau zat-zat yang bekerja pada ginjal untuk
meningkatkan eksresi air dan natrium klorida dan dapat memperbanyak
pengeluaran kemih (Maryam, 2020)
Praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis efek
diuretik pad mencit dengan meihat dan mengamati serta menentukan jumlah
volume dan frekuensi urin pada hewan uji mencit (Mus musculus) setelah
pemberian obat diuretik.
Langkah pertama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70% yang bertujuan untuk
membersihkan alat dari mikroba dan partikel yang dapat mengganggu pada
praktikum, sedangkan menurut Fatmasari (2015), alkohol berfungsi sebagai

22
disinfektan dengan cara melarutkan lipid pada membran sel mikroorganisme dan
juga mendenaturasi protein yang dimiliki oleh mikroorganisme tersebut sehingga
alat dental yang diolesi alkohol akan berkurang angka hitung kumannya.
Ditimbang bahan yang akan digunakan yaitu Na-CMC, obat
spironolakton, obat furosemid dan obat hidroklortiazid. Kemudian ditimbang
berat badan mencit yang akan digunakan. Menurut Stevani (2016), mencit yang
baik dan memenuhi syarat adalah mencit dengan BCS No. 3. Mencit dibagi
kedalam 4 kelompok, yaitu kelompok 1 sebagai kelompok kontrol Na-CMC,
kelompok 2 furosemid, kelompok 3 spironolakton, dan kelompok 4
hidroklortiazid.
Pada kelompok 1 kontrol Na-CMC digunakan mencit dengan berat badan
23 gram. Diinduksikan mencit dengan Na-CMC sebanyak 1 ml secara oral.
Setelah diberikan induksi Na-CMC, volume urin pada mencit naik tetapi tidak
signifikan, yaitu pada menit ke 60 volume urin yang dihasilkan 0,2 ml. Hal ini
sesuai dengan pernyataan purwaningsih (2019), pemberian Na-CMC berfungsi
sebagai suspending agent dan tidak memiliki aktifitas diuretic serta tidak akan
memberikan efek apapun pada perlakuan mencit. Menurut Ernita (2021),
dilakukan pengukuran urin mencit setiap 30 menit selama 1,5 jam karena untuk
mengetahui perbedaan volume urin yang dihasilkan dan untuk menunjukkan obat
diuretik mana yang paling cepat, tahan lama serta stabil dalam meningkatkan
volume urin pada mencit.
Pada kelompok 2 furosemid digunakan mencit dengan berat badan
25 gram. Diinduksikan mencit dengan furosemid sebanyak 1 ml secara oral. Pada
menit ke 30 volume urin mencit sebanyak 0,35 ml, pada menit ke 60 sebnyak 0,28
ml, dan pada menit ke 90 sebanyak 0,4 ml. Hal ini menunjukan bahwa pemberian
obat furosemid memberikan efek diuretic pada hewan coba. Menurut rochmawati
(2019), furosemid merupakan golongan obat diuretic kuat. Furosemid bekerja
terutama dengan menghambat reabsorpsi aktif ion klorida di ascending limb
lengkung Henle. Ekskresi dari beberapa elektrolit akan meningkat yaitu natrium,
klorida, kalium, hidrogen, kalsium, magnesium, amonium, bikarbonat, dan
mungkin fosfat. Ekskresi klorida melebihi dari natrium dan ada pertukaran

23
elektrolit natrium dengan kalium yang mengarah pada ekskresi besar kalium.
Mekanisme tersebut menghasilkan osmolalitas rendah pada medula sehingga
menghambat reabsorpsi air oleh ginjal. Menurut Ernita (2021), dilakukan
pengukuran urin mencit setiap 30 menit selama 1,5 jam karena untuk mengetahui
perbedaan volume urin yang dihasilkan dan untuk menunjukkan obat diuretik
mana yang paling cepat, tahan lama serta stabil dalam meningkatkan volume urin
pada mencit.
Pada kelompok 3 spironolakton digunakan mencit dengan berat
badan 30 gram. Kemudian mencit diinduksikan dengan spironolakton sebanyak 1
ml secara oral. Pada menit ke 30 hewan uji mencit tidak mengeluarkan urin, pada
menit ke 60 volume urin mencit sebanyak 0,3 ml, dan pada menit ke 90 tidak
mengeluarkan urin. Hal ini menurut Rochmawati (2019), spironolakton
merupakan obat diuretic golongan hemat kalium. Diuretik hemat kalium ini
bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme
kompetitif (spironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida). Efek
obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretik lainnya
untuk menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K,
proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya
adalah spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur
mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan
sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretiknya agak lemah
sehingga dikombinasikan dengan diuretik lainnya. Menurut Ernita (2021),
dilakukan pengukuran urin mencit setiap 30 menit selama 1,5 jam karena untuk
mengetahui perbedaan volume urin yang dihasilkan dan untuk menunjukkan obat
diuretik mana yang paling cepat, tahan lama serta stabil dalam meningkatkan
volume urin pada mencit.
Pada kelompok 4 hidroklortiazid digunakan mencit dengan berat
badan 32 gram. Kemudian mencit diinduksikan dengan hidroklortiazid sebanyak 1
ml secara oral. pada menit ke 30 menunjukkan volume urin sebanyak 0,1 ml, pada
menit ke 60 sebanyak 0,2 ml, dan pada menit ke 90 tidak mengeluarkan urin. Hal

24
ini menurut Rochmawati (2019), hidroklortiazid adalah obat diuretik golongan
thiazid. Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada tubuli distal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat, juga
lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan
kelemahan jantung. Memiliki kurva dosisefek datar yaitu jika dosis optimal
dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak bertambah.
Menurut Ernita (2021), dilakukan pengukuran urin mencit setiap 30 menit selama
1,5 jam karena untuk mengetahui perbedaan volume urin yang dihasilkan dan
untuk menunjukkan obat diuretik mana yang paling cepat, tahan lama serta stabil
dalam meningkatkan volume urin pada mencit.
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa obat furosemid memiliki
efek diuretic paling tinggi dibandingkan Na-CMC, spironolaktan, dan HCT.
Menurut Musyadi (2016) obat diuretik golongan diuretik kuat bekerja pada Ansa
Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat
transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan
pesat tetapi agak singkat 4-6 jam. Banyak digunakan dalam keadaan akut,
misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam,
yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah
furosemide yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat
hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di
bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal,
mempengaruhi sistem kontrasport Cl- binding, yang menyebabkan naiknya
eksresi air, Na, Mg, dan Ca.
Adapun kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu kurangnya ketelitian
dalam membersihkan alat-alat sehingga bahan yang digunakan terkontaminasi,
adanya kesalahan dalam menimbang serta menentukan dosis pemberian obat dan
salah melakukan perlakuan kepada mencit sehingga mencit merasa tersiksa.

BAB V

25
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Obat Furosemid memiliki efek diuretik tertinggi dibandingkan dengan
obat Hidroklortiazid dan obat Spironolakton. Hal ini dikarenakan
mekanisme kerja dari obat furosemid adalah menghambat kotranspor Na+,
K+,Cl-. Na+ secara aktif ditranspor keluar sel ke dalam interstisium oleh
pompa yang tergantung Na+, K+,Cl-. ATPase di membran basolateral. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya diuresis dan berakhir dengan penurunan
tekanan darah. Jika dibandingkan dengan obat diuretik lainnya, furosemid
memiliki efek diuretik yang kuat.
2. Pada kelompok kontrol negatif Na-CMCPada menit ke-30 mencit tidak
mengeluarkan urin, menit ke-60 mencit mengeluarkan urin sebanyak 0,2
mL, dan pada menit ke-90 mencit juga tidak mengeluarkan urin. Pada
kelompok Hidroklortiazid, Pada menit ke-30 mencit mengeluarkan urin
sebanyak 0,1 mL, menit ke-60 mencit mengeluarkan urin sebanyak 0,2
mL, dan pada menit ke-90 mencit tidak mengeluarkan urin.Pada kelompok
Spironolakton Pada menit ke-30 mencit tidak mengeluarkan urin, menit
ke-60 mencit mengeluarkan urin sebanyak 0,3 mL dan pada menit ke-90
mencit tidak mengeluarkan urin. Pada kelompok Furosemid, Pada menit
ke-30 mencit mengeluarkan urin sebanyak 0,35 mL, menit ke-60 mencit
mengeluarkan urin sebanyak 0,28 mL, dan pada menit ke-90 mencit
mengeluarkan urin sebanyak 0,4 mL.
5.2 Saran
5.2.1 Jurusan
Pihak jurusan sebaiknya mempersiapkan mahasiswa agar mempunyai
kemampuan akademik, sehingga mahasiswa yang bersangkutan mampu
melakukan praktikum dibagian apapun.

5.2.2 Laboratorium

26
Saran untuk laboratorium, sebaiknya alat-alat yang ada di laboratorium
lebih diperhatikan dan dirawat lagi agar saat praktikum bisa dipergunakan dengan
baik dan maksimal tanpa ada kekurangan.
5.2.3 Asisten
Untuk asisten diharapkan agar tetap sabar dalam mengajarkan ilmu kepada
para praktikan agar semakin menambah ilmu baik kepada praktikan maupun
asisten sendiri.
5.2.4 Praktikan
Untuk praktikan diharapkan lebih banyak menguasai materi mengenai
antidiabetes ini, praktikan diharapkan dapat tepat waktu dalam proses pelaksanaan
praktikum.

27

Anda mungkin juga menyukai