TINJAUAN PUSTAKA
I.
Diuretik
Diuretik adalah agen yang dapat menstimulasi pembentukan urin. Di dalam
definisi tersebut, air juga termasuk agen diuretik. Air dapat menghasilkan diuresis yang
intens bila diminum dalam dosis besar. Minuman seperti kopi memiliki kegunaan
diuretik yang disebabkan oleh kafein. Banyak substansi di dalam makanan dan
minuman yang memiliki efek diuretik sedang. Untuk tujuan terapeutik, agen
farmakologis dapat disintesa dengan aksi diuretik yang lebih kuat.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian. Pertama, menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan pengeluaran
(kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Menurut Goodman dan Gilman (2014), diuretik
adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin; namun, secara klinis diuretik juga
bermanfaat meningkatkan laju ekskresi Na+ (natriuresis) dan anion yang menyertainya,
biasanya Cl-.
NaCl dalam tubuh merupakan penentu utama volume cairan ekstraseluler dan
sebagian besar aplikasi klinis diuretik ditujukan untuk mengurangi volume cairan
ekstraseluler dengan mengurangi kandungan total NaCl dalam tubuh. Walaupun
pemberian kontinu diuretik menyebabkan defisit Na+ total dalam tubuh yang
berkesinambungan, jangka waktu terjadinya natriuresis terbataas, karena mekanisme
kompensasi ginjal menyebabkan sekresi Na+ sebanding dengan asupan Na+, yakni suatu
fenomena yang disebut pengereman diuretik (diuretic braking).
Pada 1920, Saxl dan Heilig melaporkan efek diuretik dari obat antisifilis
natrium merkaptomerin. Hal itu merupakan awal penggunaan terapi diuretik dan hingga
1950-an diuretik organomerkurial tersebut digunakan pada terapi sindrom retensi air
dan garam. Efek samping toksiknya, administrasi parenteral, dan efikasi yang terbatas
menghalangi penggunaannya secara luas.
Pada 1957, klorotiazid dilaporkan dapat meningkatkan ekskresi Na +, Cl-, dan
H2O. Hal ini merupakan penemuan kedua dalam terapi diuretik, dan klrotiazid beserta
derivatnya dikelompokkan sebagai tiazid serta digunakan secara luas. Tiazid termasuk
obat yang efektif dan relatif aman dalam terapi kelainan klinik di mana terjadi kelainan
retensi air dan garam. Terapi gagal jantung kongestif dapat ditingkatkan akibat
pengenalan golongan diuretik. Tiazid juga memiliki efek penurunan tekanan jantung
dan hingga saat ini merupakan pilihan utama pada terapi hipertensi. Perkembangan
forosemid dan turunannya pada 1963 merupakan langkah ke-3 dalam ranah terapi
diuretik. Efek diuretiknya lebih kuat dari tiazid. Berdasarkan tempat aksinya, furosemid
dikenal sebagai diuretik loop atau diuretik efikasi tinggi jika dilihat dari potensi
diuretiknya. Tiazid dapat menghasilkan 5% Na+ tak terfiltrasi di dalam urin, sementara
diuretik loop menghasilkan efek sama sebanyak 20%. Furosemid dan diuretik loop lain
merupakan obat yang sangat diperlukan dalam terapi gagal jantung.
Pada periode yang sama dengan pengenalan furosemid, diuretik hemat kalium
disintesa; pertama yaitu antagonis kompetitif aldosteron, spironolakton, dan kemudian
triamteren dan amilorid (keduanya bekerja di epitelium tubular). Semua diuretik mirip
tiazid dan furosemid menyebabkan kehilangan K + dan diuretik hemat kalium
merupakan adisi yang diperbolehkan untuk diuretik armamentarium, walaupun efek
diuretik intrisiknya lemah. Golongan diuretik baru akan segera beredar. Beberapa
diuretik yang sedang dalam masa pengujian yaitu peptida natriuretik atrial,
antivasopresin (=anti-ADH), yang juga disebut akuaretik, yang mengatur tanspor air
melalui kanal air selular.
Diuretik tidak hanya mengubah ekskresi Na+, tetapi juga memodifikasi
pengaturan kation lain (misalnya, K+, H+, Ca2+, dan Mg2+), anion-anion (seperti Cl-,
HCO3-, dan H2PO4-) dan asam urat oleh ginjal. Selain itu, diuretik juga secara tidak
langsung dapat mengubah hemodinamik ginjal. Fungsi utama diuretik adalah untuk
memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian
rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Pengaruh diuretik
terhadap ekskresi zat terlarut penting untuk menentukan tempat kerja diuretik dan
sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik. Secara umum diuretik
dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu diuretik osmotik dan penghambat
mekanisme transpor elektrolit di dalam tubuh ginjal.
A.
Diuretik Osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang
mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik
osmotik apabila memenuhi 4 syarat: 1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, 2)
tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal, 3) secara farmakologis
merupakan zat yang inert, dan 4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan
metabolik. Contoh golongan obat ini adalah: Manitol, Urea, Gliserin, Isosorbid.
Diuretik osmtik terutama bermanfaat pada pasien oligura akut akibat syok
hivovolemik yang tealh dikoreksi, reaksi transfuse atau sebab lain yang
menimbulkan nekrosis tubuli, karena dalam keadaan ini obat yang kerjanya
mempengaruhi fungsi tubuli tidak aktif.
1. Manitol
Manitol merupakan obat yang sering digunakan diantara obat lain,
karena manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanay sedikit
sekali direabsorpsi. Manitol digunakan misalnya untuk mencegah gagal ginjal
akut atau untuk mengatasi oliguria, dosis manitol total yang diberikan untuk
dewasa 50-100 g, untuk menurunkan tekanan intracranial yang meninggi,
menurunkan tekanan intraokuler pada serangan akut glaucoma kongestiv atau
sebelum operasi mata, digunakan manitol 1,5 2 g/kg BB sebagai larutan 1520%, yang diberikan melalui infuse selama 30-60 menit.
Manitol dikontrainsikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria,
kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan pendarahan
intracranial kecuali bila akan dilaukan kraniotonomi. Infuse monitol harus
segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang
progresif, payah jantung atau kongesti paru.
2. Urea
Urea merupakan suatu kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah
larut dalam air. Sediaan intravena mengandug urea sampai 30% dalam
dekstrose 5% (iso-osmotik) sebab urea murni dapat menimbulkan hemolisis.
Pada tindakan bedah syaraf, urea diberikan intravena dengan dosis 11,5g/KgBB. Sebagai diuretik, urea potensinya lebih lemah dibandingkan
dengan monitol, karena 50% senyawa urea ini akan direabsorpsi oleh tubuli
ginjal.
3. Gliserin
Glisin diberikan peroral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan
tujuan menurunkan tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat satu jam
sesudah pemberian obat dan menghilang sesudah 5 jam. Dosis untuk orang
dewasa yaitu 1-1,5g/KgBB dalam larutan 50 atau 75%. Gliserin ini cepat
dimetabolisme, sehingga efek diuresisnya relatif kecil.
4. Isosorbid
kalium,
hiperurisemia,
pengurangan
volume,
yang minimal. Indapamid sering digunakan pada gagal ginjal yang lanjut
untuk merangsang diuresis tambahan diatas duresis yang telah dicapai
oleh diuretik kuat. Indapamid di metabolism dan diekresi oleh saluran
pencernaan dan ginjal, oleh karena itu sedikit kemungkinan untuk
terakumulasi dengan pasien dengan gagal ginjal dan mungkin berguna
untuk pengobatan.
D.
diuretik
hemat
kalium
yang
Diuretik Kuat
Diuretik mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat
dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal
ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai diuretik
loop. Yang termasuk golongan ini adalah bumetanid, furosemid, torsemid dan asam
etakrina.
1. Penggunaan Terapi
Merupakan obat pilihan utama untuk menurunkan edema paru-paru
akut pada gagal jantung kongestiv karena cara kerja cepat, maka obat ini
berguna untuk situasi darurat seperti edema paru-paru akut yang memerlukan
diuresis yang cepat.
2. Farmakokinetik
Diberikan peroral atau parenteral, masa kerja relative singkat 1-4 jam.
3. Efek samping
Ototoksisitas, hiperurisemia, hipopolemia akut, dan kekurangan kalium.
F.
Xantin
Xantin mempunyai efek diuresis. Efek stimulasinya pada jantung,
menimbulkan dugaan bahwa diuresis sebagian disebabkan oleh peningkatannya
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Namun, semua derivat xantin ini
berefek langsung pada tubuli ginjal yaitu menyebabkan peningkatan ekskresi
Na+ dan Cl- tanpa disertai perubahan yang nyata pada pengasaman urin. Efek
diuresis ini hanya edikit dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa, tetapi
mengalami potensiasi bila diberikan bersama penghambat karbonik anhidrase.
Diantara kelompok xantin, teofilin memperlihatkan efek diuresis yang
paling kuat. Xantin sangat jarang digunakan sebagai diuretik utama, namun bila
digunakan untuk tujuan lain terutama sebagai bronkodilator adanya efek diuresis
harus tetap diingat.
II.
Furosemida
A. Farmakologi
Furosemida menghambat reabsorbsi air dan elektrolit, terutama karena
aksinya terhadap bagian atas dari loop of Henle. Furosemida juga mengurangi
reabsorbsi natrium klorida dan meningkatkan eskskresi kalium pada tubulus distal.
Selain itu juga diduga memiliki efek langsung terhadap transport elektrolit pada
tubulus proksimal. Mula kerja setelah pemberian intravena (i.v) adalah 1 10
menit.
B. Indikasi
Edema yang menyertai gagal ginjal, sindroma nefrotik, gagal jantung
kongestif, sirosis hepatik. Sebagai tambahan pada pengobatan edema paru,
hipertensi.
C. Dosis dan Cara Pemberian
1. Furosemid Tablet
a. Dosis pada orang dewasa
Sebagai diuretik, dosis awal diberikan 20 80 mg sekali minum
dilanjutkan 20 40 mg tiap 6 8 jam. Jika respon yang diharapkan belum
tercapai, dosis dapat ditingkatkan 20 40 mg juga dengan selang waktu 6
8 jam, sampai respon yang diharapakn tercapai. Sebagai tambahan pada
hipertensi, diberikan dosis awal 2 x 40 mg perhari. Dosis dapat
disesuaikan dengan respon penderita. Dosis maksimal pada orang dewasa
600 mg /hari. Hati-hati pada orang usia lanjut, karena lebih sensitif
terhada efek dosis bagi orang dewasa.
b. Dosis pada anak-anak
Sebagai diuretik, dosis awal 2 mg/kg BB, dosis tunggal dan dapat
ditingkatkan secara bertahap 1- 2 mg/kgBB dengan selang waktu 6 8
jam samapai tercapai respon yang diinginkan. Pada sindroma nefrotik
dapat diberikan sampai 5 mg/kg BB. Dosis diatas 6 mg /kg BB sangat
tidak dianjurkan.
2. Furosemid Injeksi
7. Pemberian secara parenteral secara cepat dan dengan dosis besar pada
penderita gangguan fungsi ginjal dapat menyebabkan gangguan pendengaran
secara permanen
G. Interaksi Obat
Pemberian bersama dengan adenokortikosteroid, Amfoterisin B atau
Kortikotropin (ACTH) dapat meningkatkan gangguan keseimbangan elektrolit,
khususnya hipokalemi. Pemberian bersama minuman beralkohol, barbiturat,
narkotik dapat meningkatkan insidens dan derajat orthostatik hipotensi. Pemberian
bersama obat antigout dan abat diabetik akan mengurangi efek obat tersebut karena
furosemide dapat meningkatkan kadar asam urat darah dan gula darah. Penggunaan
bersama tubokurarin dapat memiliki kecenderungan relaksasi otot. Pengguaan
bersama indometasin akan menurunkan efek natriuresis dan efek hipotensi.
Penggunaan bersama golongan aminoglikoside akan meningkatkan efek ototoksis
H. Penyimpanan
Simpan pada suhu dibawah 30o Celcius
I. Kemasan
1. Tablet : 40 mg / tablet
2. Ampul : kemasan 2 ml @ 10 mg / ml
DAFTAR PUSTAKA
Hardman, J. G. dan Limbird, L. E., ed. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi II,
10th ed. Jakarta: EGC, 2014.
Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC, 1997.
Walma, Edmond Paul. Diuretic Therapy: Current Role and Effects of Withdrawal. Belanda:
The Dutch Organization for Scientific Research, 1997.