Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
I.

Diuretik
Diuretik adalah agen yang dapat menstimulasi pembentukan urin. Di dalam
definisi tersebut, air juga termasuk agen diuretik. Air dapat menghasilkan diuresis yang
intens bila diminum dalam dosis besar. Minuman seperti kopi memiliki kegunaan
diuretik yang disebabkan oleh kafein. Banyak substansi di dalam makanan dan
minuman yang memiliki efek diuretik sedang. Untuk tujuan terapeutik, agen
farmakologis dapat disintesa dengan aksi diuretik yang lebih kuat.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian. Pertama, menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan pengeluaran
(kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Menurut Goodman dan Gilman (2014), diuretik
adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin; namun, secara klinis diuretik juga
bermanfaat meningkatkan laju ekskresi Na+ (natriuresis) dan anion yang menyertainya,
biasanya Cl-.
NaCl dalam tubuh merupakan penentu utama volume cairan ekstraseluler dan
sebagian besar aplikasi klinis diuretik ditujukan untuk mengurangi volume cairan
ekstraseluler dengan mengurangi kandungan total NaCl dalam tubuh. Walaupun
pemberian kontinu diuretik menyebabkan defisit Na+ total dalam tubuh yang
berkesinambungan, jangka waktu terjadinya natriuresis terbataas, karena mekanisme
kompensasi ginjal menyebabkan sekresi Na+ sebanding dengan asupan Na+, yakni suatu
fenomena yang disebut pengereman diuretik (diuretic braking).
Pada 1920, Saxl dan Heilig melaporkan efek diuretik dari obat antisifilis
natrium merkaptomerin. Hal itu merupakan awal penggunaan terapi diuretik dan hingga
1950-an diuretik organomerkurial tersebut digunakan pada terapi sindrom retensi air
dan garam. Efek samping toksiknya, administrasi parenteral, dan efikasi yang terbatas
menghalangi penggunaannya secara luas.
Pada 1957, klorotiazid dilaporkan dapat meningkatkan ekskresi Na +, Cl-, dan
H2O. Hal ini merupakan penemuan kedua dalam terapi diuretik, dan klrotiazid beserta
derivatnya dikelompokkan sebagai tiazid serta digunakan secara luas. Tiazid termasuk
obat yang efektif dan relatif aman dalam terapi kelainan klinik di mana terjadi kelainan
retensi air dan garam. Terapi gagal jantung kongestif dapat ditingkatkan akibat
pengenalan golongan diuretik. Tiazid juga memiliki efek penurunan tekanan jantung

dan hingga saat ini merupakan pilihan utama pada terapi hipertensi. Perkembangan
forosemid dan turunannya pada 1963 merupakan langkah ke-3 dalam ranah terapi
diuretik. Efek diuretiknya lebih kuat dari tiazid. Berdasarkan tempat aksinya, furosemid
dikenal sebagai diuretik loop atau diuretik efikasi tinggi jika dilihat dari potensi
diuretiknya. Tiazid dapat menghasilkan 5% Na+ tak terfiltrasi di dalam urin, sementara
diuretik loop menghasilkan efek sama sebanyak 20%. Furosemid dan diuretik loop lain
merupakan obat yang sangat diperlukan dalam terapi gagal jantung.
Pada periode yang sama dengan pengenalan furosemid, diuretik hemat kalium
disintesa; pertama yaitu antagonis kompetitif aldosteron, spironolakton, dan kemudian
triamteren dan amilorid (keduanya bekerja di epitelium tubular). Semua diuretik mirip
tiazid dan furosemid menyebabkan kehilangan K + dan diuretik hemat kalium
merupakan adisi yang diperbolehkan untuk diuretik armamentarium, walaupun efek
diuretik intrisiknya lemah. Golongan diuretik baru akan segera beredar. Beberapa
diuretik yang sedang dalam masa pengujian yaitu peptida natriuretik atrial,
antivasopresin (=anti-ADH), yang juga disebut akuaretik, yang mengatur tanspor air
melalui kanal air selular.
Diuretik tidak hanya mengubah ekskresi Na+, tetapi juga memodifikasi
pengaturan kation lain (misalnya, K+, H+, Ca2+, dan Mg2+), anion-anion (seperti Cl-,
HCO3-, dan H2PO4-) dan asam urat oleh ginjal. Selain itu, diuretik juga secara tidak
langsung dapat mengubah hemodinamik ginjal. Fungsi utama diuretik adalah untuk
memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian
rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Pengaruh diuretik
terhadap ekskresi zat terlarut penting untuk menentukan tempat kerja diuretik dan
sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik. Secara umum diuretik
dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu diuretik osmotik dan penghambat
mekanisme transpor elektrolit di dalam tubuh ginjal.
A.

Diuretik Osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang
mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik
osmotik apabila memenuhi 4 syarat: 1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, 2)
tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal, 3) secara farmakologis
merupakan zat yang inert, dan 4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan
metabolik. Contoh golongan obat ini adalah: Manitol, Urea, Gliserin, Isosorbid.

Diuretik osmtik terutama bermanfaat pada pasien oligura akut akibat syok
hivovolemik yang tealh dikoreksi, reaksi transfuse atau sebab lain yang
menimbulkan nekrosis tubuli, karena dalam keadaan ini obat yang kerjanya
mempengaruhi fungsi tubuli tidak aktif.
1. Manitol
Manitol merupakan obat yang sering digunakan diantara obat lain,
karena manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanay sedikit
sekali direabsorpsi. Manitol digunakan misalnya untuk mencegah gagal ginjal
akut atau untuk mengatasi oliguria, dosis manitol total yang diberikan untuk
dewasa 50-100 g, untuk menurunkan tekanan intracranial yang meninggi,
menurunkan tekanan intraokuler pada serangan akut glaucoma kongestiv atau
sebelum operasi mata, digunakan manitol 1,5 2 g/kg BB sebagai larutan 1520%, yang diberikan melalui infuse selama 30-60 menit.
Manitol dikontrainsikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria,
kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan pendarahan
intracranial kecuali bila akan dilaukan kraniotonomi. Infuse monitol harus
segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang
progresif, payah jantung atau kongesti paru.
2. Urea
Urea merupakan suatu kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah
larut dalam air. Sediaan intravena mengandug urea sampai 30% dalam
dekstrose 5% (iso-osmotik) sebab urea murni dapat menimbulkan hemolisis.
Pada tindakan bedah syaraf, urea diberikan intravena dengan dosis 11,5g/KgBB. Sebagai diuretik, urea potensinya lebih lemah dibandingkan
dengan monitol, karena 50% senyawa urea ini akan direabsorpsi oleh tubuli
ginjal.
3. Gliserin
Glisin diberikan peroral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan
tujuan menurunkan tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat satu jam
sesudah pemberian obat dan menghilang sesudah 5 jam. Dosis untuk orang
dewasa yaitu 1-1,5g/KgBB dalam larutan 50 atau 75%. Gliserin ini cepat
dimetabolisme, sehingga efek diuresisnya relatif kecil.
4. Isosorbid

Isosorbid diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan


gliserin. Efeknya juga sama, hanaya isosorbid menimbulkan diuresis yang
lebih besar daripada fliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia. Dosis berkisar
antara 1-3g/KgBB, dan dapat diberikan 2-4 kali sehari
B.

Inhibitor Karbonat Anhidrase


Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat didalam sel korteks renalis,
pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan sistem saraf pusat (SSP) tetapi tidak
terdapat dalam plasma. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah asetazolamid.
Asetazolamida merupakan prototipe golongan senyawa diuretik serta merupakan
senyawa yang paling banyak diteliti.
1. Mekanisme Kerja
Asetazolamid menghambat karbonik anhidrase yang terletak didalam
sel dan membrane tubulus proksimal. Karbonik anhidrase mengkatalisis reaksi
CO2 dan H2O menjadi H+ dan HCO3 (bikarbonat). Penurunan kemampuan
untuk menukar NA+ untuk H+ dengan adanya asetazolamid menyebabkan
diuresis ringan. Selain itu, HCO3 dipertahankan dalam lumen yang ditandai
dengan penigkatan pH urin. Hilangnya HCO3 menyebabkan asidosis
metabolisme hiperkloremik dan penurunan kemampuan diuresis setelah
beberapa hari pengobatan.
2. Penggunaan Terapi
a. Pengobatan Glaukoma
Penggunaan klinik asetazolamid yang paling umum adalah untuk
menurukan kenaikan tekanan dalam bola mata glukoma sudut terbuka.
Aetazolamid menurunkan produksi aqueous humor, ungkin dengan
menghambat karbonik anhidrase pada corvus siliaris mata. Obat ini
berguna untuk pengobatan kronis glaucoma tetapi tidak digunakan untuk
serangan akut.
b. Epilepsi
Asetazolamid kadang-kadang digunakan pada pengobatan epilepsy
baik yang grand mal maupun petit mal. Obat ini mengurangi berat dan
tingkat serangan kejang. Asetazolamid sering digunakan secara kronis
bersam-sama dengan obat-obat antiepilepsi untuk meningkatkan kerja
obat-obat.
c. Mountain Sickness

Sedikit asetazolamid dapat digunakan untuk pencegahan mountain


sickness akut.
3. Farmakokinetik
Asetazolamid diberikan peroral setiap hari.
4. Efek Samping
Asidosis metabolik (ringan), penurunan kalium, pembentukan batu
ginjal, mengantuk, dan parestasia mungkin akan terjadi.
C.

Diuretik Golongan Tiazid


Tiazid merupakan obat diuretik yang paling banayak digunakan. Obat-obat
ini merupakan derifat sulfonamide dan setrukturnya berhubungan dengan
penghambat karbonik anhidrase. Tiazid memiliki aktivitas diuretic lebih besar
daripada asetazolamid, da obat-obat ini bekerja di ginjal dengan mekanisme yang
berbeda-beda. Semua tiazid mempengaruhi tubulus distal, dan semuanya memiliki
efek diuretic maksimum yang sama, berbeda hanya dalam potensi, dinyatakan
dalam per milligram basa.
a. Klorotiazid
Klorotiazid merupakan golongan tiazid modern pertama yang aktif
peroral dan mampu mempengaruhi edema berat yang disebabkan oleh sirosis
hati dan gagal jantung kongestif dengan efek samping yang minimum. Sifatsifatnya memiliki kelompok tiazid walaupun derifat yang lebih baru seperti
hidroklotiazid atau klortalidon yang sekarang lebih sering digunakan.
a. Penggunanan Terapi
1) Hipertensi
Secara klinis, tiazid telah lama digunakan sebagai obat
pertama dalam pengobatan hipertensi karena tidak mahal, mudah
diberikan, dan ditoleransi dengan baik oleh tubuh. Obat-obat ini
efektif menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic untuk jangka
waktu yang lama pada kebanyakan pasien dengan hipertensi esensial
ringan dan sedang.
2) Gagal Jantung Kongestif
Tiazid dapat menjadi diuretik pilihan utama dalam penurunan
volume cairan ekstraselular pada gagal jantung ringan ampai sedang.
3) Hiperklasiuria

Tiazid dapat berguna dalam mengobati hiperklasiuria idiopatik


karena penghambatan ekskresi Ca2+ urin. Hal ini terutama berguna
untuk pasien dengan batu kalsium oksalat didalam salura kemih.
4) Diabetes Insipidus
Tiazid meiliki kemampuan yang unik untuk membentuk urine
yang hiperosmolar. Tiazid dapat menggantikan hormone antidiuretik
untuk mengobati diabetes insipidus nefrogenik. Volume urine pada
pasien seperti ini dapat turun dari 11 liter/hari menjadi sekiter 3
liter/hari bila diobati dengan obat ini.
b. Farmakokinetik
Obat-obatan ini efektif peroral. Kebanyakan tiazid, memerlukan
waktu 1-3 minggu untuk mencapai penurunan tekanan darah yang stabil,
dan obat ini menunjukan waktu paruh biologis yang panjang (40 jam).
Semua tiazid disekresi oleh sistem sekresi asam organik gijal.
c. Efek Samping
Kehilangan

kalium,

hiperurisemia,

pengurangan

volume,

hiperkalsemia, hiperglikemia, hipersensitifitas.


2. Hidroklorotiazid
Hidroklorotiazid adalah derivat tiazid yang telah terbukti lebih
popular dibandingkan obat induk. Hal ini karena kemampuannya untuk
menghambat karbonik anhidrase kurang dibandingkan klorotiazid. Obat ini
juga lebih kuat, sehinga dosis yang diperlukan kurang dibandingkan
klorotiazid. Selain itu, efektivitas sama dengan obat induknya.
3. Klortalidon
Klortalidon adalah merupakan suatu derivat tiazid yang bersifat seperti
hidroklorotiazid. Klortalidon memiliki masa kerja yang panjang dan karena itu
sering digunakan untuk mengobati hipertensi. Klortalidon diberikan sekali
sehari untuk indikasi hipertensi.
4. Analog Tiazid
a. Metolazon
Metazolon memiliki efek yang lebih kuat dari tiazid. Tidak seperti
tiazid, obat ini menyebabkan Na+ pada gagal ginjal lanjut.
b. Indapamid
Indapamid larut dalam lipid, merupakan diuretik bukan gologan
tiazid yang memiliki masa kerja panjang. Pada dosis rendah, obat ini
memperlihatkan efek anti hipertensi yang bermakna dengan efek diuretik

yang minimal. Indapamid sering digunakan pada gagal ginjal yang lanjut
untuk merangsang diuresis tambahan diatas duresis yang telah dicapai
oleh diuretik kuat. Indapamid di metabolism dan diekresi oleh saluran
pencernaan dan ginjal, oleh karena itu sedikit kemungkinan untuk
terakumulasi dengan pasien dengan gagal ginjal dan mungkin berguna
untuk pengobatan.
D.

Diuretik Hemat Kalium


Obat-obat ini bekerja di tubulus renalis rektus utuk menghambat reabsorpsi
Na+, sekresi K+ dan H+. Diuretik hemat kalium digunakan terutama bila aldosteron
berlebihan. Penggunaan utama obat-obatan hemat kalium ialah untuk pengobatan
hipertensi, paling sering dalam kombinasi dengan tiazid. Pasien yang diobati
dengan diuretik hemat kalium dipantau kadar kaliumnya. Pemberian kalium
tambahan biasanya
1. Spironolakton
Spirinolakton merupakan antagonis aldosteron yang bersaing dengan
aldosteron untuk mencapai reseptor sitoplasma intraselullar.
a. Penggunaan Terapi
1) Diuretik
Meskipun spirinolakton memiliki efektifitas yang rendah
dalam memobilisasi Na+ dari tubuh dibandingkan dengan obat-obat
lain, tetapi obat ini memiliki sifat yang berguna dalam menyebabkan
retensi K+.
2) Hiperaldosteronisme sekunder
Merupakan satu-satunya

diuretik

hemat

kalium

yang

digunakan tunggal secara rutin untuk menimbulkan efek negatif


bersih keseimbangan garam. Obat ini terutama efektif dalam keadaan
klinik yang disertai hiperaldosteronisme sekunder.
b. Farmakokinetik
Spironolakton diabsorpsi sempurna peroral dan terikat erat pada protein.
c. Efek Samping
Hiperkalemia, mual, alergi, dan kebingungan mental.
2. Triamteren dan Amilorid
Merupakan penghambat saluran transpor Na+ menyebabkan penurunan
pertukaran Na+ - K+, obat-obatan ini memiliki efek diuretik hemat kalium sama
dengan spironolakton. Namun, kemampuan obat ini untuk menghambat tempat

pertukaran K+ - Na+ di tubulus renalis rektus tidak tergantung pada kehadiran


aldosteron jadi obat ini memiliki aktivitas diuretik walaupun pada individu
pada penyakit adison.
a. Efek Samping
Kejang pada kaki dan kemungkinan meningkatkan nitrogen darah
serta asam urat dan retensi K+.
E.

Diuretik Kuat
Diuretik mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat
dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal
ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai diuretik
loop. Yang termasuk golongan ini adalah bumetanid, furosemid, torsemid dan asam
etakrina.
1. Penggunaan Terapi
Merupakan obat pilihan utama untuk menurunkan edema paru-paru
akut pada gagal jantung kongestiv karena cara kerja cepat, maka obat ini
berguna untuk situasi darurat seperti edema paru-paru akut yang memerlukan
diuresis yang cepat.
2. Farmakokinetik
Diberikan peroral atau parenteral, masa kerja relative singkat 1-4 jam.
3. Efek samping
Ototoksisitas, hiperurisemia, hipopolemia akut, dan kekurangan kalium.

F.

Xantin
Xantin mempunyai efek diuresis. Efek stimulasinya pada jantung,
menimbulkan dugaan bahwa diuresis sebagian disebabkan oleh peningkatannya
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Namun, semua derivat xantin ini
berefek langsung pada tubuli ginjal yaitu menyebabkan peningkatan ekskresi
Na+ dan Cl- tanpa disertai perubahan yang nyata pada pengasaman urin. Efek
diuresis ini hanya edikit dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa, tetapi
mengalami potensiasi bila diberikan bersama penghambat karbonik anhidrase.
Diantara kelompok xantin, teofilin memperlihatkan efek diuresis yang
paling kuat. Xantin sangat jarang digunakan sebagai diuretik utama, namun bila

digunakan untuk tujuan lain terutama sebagai bronkodilator adanya efek diuresis
harus tetap diingat.

II.

Furosemida
A. Farmakologi
Furosemida menghambat reabsorbsi air dan elektrolit, terutama karena
aksinya terhadap bagian atas dari loop of Henle. Furosemida juga mengurangi
reabsorbsi natrium klorida dan meningkatkan eskskresi kalium pada tubulus distal.
Selain itu juga diduga memiliki efek langsung terhadap transport elektrolit pada
tubulus proksimal. Mula kerja setelah pemberian intravena (i.v) adalah 1 10
menit.
B. Indikasi
Edema yang menyertai gagal ginjal, sindroma nefrotik, gagal jantung
kongestif, sirosis hepatik. Sebagai tambahan pada pengobatan edema paru,
hipertensi.
C. Dosis dan Cara Pemberian
1. Furosemid Tablet
a. Dosis pada orang dewasa
Sebagai diuretik, dosis awal diberikan 20 80 mg sekali minum
dilanjutkan 20 40 mg tiap 6 8 jam. Jika respon yang diharapkan belum
tercapai, dosis dapat ditingkatkan 20 40 mg juga dengan selang waktu 6
8 jam, sampai respon yang diharapakn tercapai. Sebagai tambahan pada
hipertensi, diberikan dosis awal 2 x 40 mg perhari. Dosis dapat
disesuaikan dengan respon penderita. Dosis maksimal pada orang dewasa
600 mg /hari. Hati-hati pada orang usia lanjut, karena lebih sensitif
terhada efek dosis bagi orang dewasa.
b. Dosis pada anak-anak
Sebagai diuretik, dosis awal 2 mg/kg BB, dosis tunggal dan dapat
ditingkatkan secara bertahap 1- 2 mg/kgBB dengan selang waktu 6 8
jam samapai tercapai respon yang diinginkan. Pada sindroma nefrotik
dapat diberikan sampai 5 mg/kg BB. Dosis diatas 6 mg /kg BB sangat
tidak dianjurkan.
2. Furosemid Injeksi

Dosis awal dapat diberikan 20 40 mg I.V. atau intramuskuler (IM).


Jika efek diuresis yang diharapkan belum dapat tercapai, dosis dapat
ditingkatkan 20 mg tiap 2 jam, sampai efek diuresis yang diharapkan tercapai.
Pada kasus edema paru akut, dosis awal dapat diberikan 40 mg I.V. Jika sangat
diperlukan dosis tambahan sebesar 20 40 mg dapat diberikan lagi, dengan
selang waktu 20 menit. Pemberian secara parenteral ini diindikasikan jika
diinginkan efek yang cepat atau obat tidak dapat diberikan secara per oral.
D. Peringatan dan Perhatian
Hati-hati pemberian pada penderita gagal ginjal berat, diabetes melitus,
adanya riwayat menderita gout, hiperurikemia, riwayat Lupus Erythematous dan
pankreatitis. Selama pemberian perlu dilakukan monitoring ketat terhadap tekanan
darah, kadar elektrolit serum, kadar gula dalam darah, kadar BUN (Blood Ureum
Nitrogen), dan kadar asam urat serum.
Pemberian pada masa kehamilan dan menyusui, hanya dilakukan jika
memang benar-benar diperlukan dan dengan periode sesingkat mungkin.
Pemberian dosis yang berlebih dapat menyebabkan diuresis hebat yang dapat
berakibat terjadinya dehidrasi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremic alkalosis. Itulah
sebabnya pemberian obat ini harus dibawah pengawasan yang ketat oleh petugas
medis atau dokter. Dianjurkan untuk memulai dari dosis yang terkecil.
Pemberian pada penderita edema paru yang disebabkan gangguan fungsi
jantung hendaknya diberikan dibawah pengawasan dokter atau petugas medis yang
berkompeten. Pada penderita dengan gangguan miksi karena prostat atau adanya
batu saluran kemih, dapat menyebabkan terjadinya retensi urine akut.
E. Kontra Indikasi
Anuria yang belum diketahui penyebabnya. Nephritis akut, koma hepatik,
hipokalemia, hiponatremia, gangguan keseimbangan elektrolit, hipersensitf
terhadap furosemide atau sulfonamide, dan keadaan prekoma akibat sirosis hepatis.
F. Efek Samping
1. Azotemia, hiperglikemia, hiperurikemia, hiponatremi dan hipokalemi.
2. Reaksi dermatologis, seperti urtikaria dan erythemia multiformis
3. Reaksi hematologis, seperti agranulosis dan anemia trombositopenia
4. Hipotensi orthistatik (pusing atau kepala terasa berat saat berubah posisi dari
berbaring atau duduk ke posisis berdiri)
5. Pankreatitis, penglihatan kabur, diare, sakit kepala, bingung, meningkatnya
sensitifitas kulit terhadap sinar matahari, iritasi lokal, nafsu makan menurun.
6. Dehidrasi, hipovolemi, shock pada penderita usia lanjut

7. Pemberian secara parenteral secara cepat dan dengan dosis besar pada
penderita gangguan fungsi ginjal dapat menyebabkan gangguan pendengaran
secara permanen
G. Interaksi Obat
Pemberian bersama dengan adenokortikosteroid, Amfoterisin B atau
Kortikotropin (ACTH) dapat meningkatkan gangguan keseimbangan elektrolit,
khususnya hipokalemi. Pemberian bersama minuman beralkohol, barbiturat,
narkotik dapat meningkatkan insidens dan derajat orthostatik hipotensi. Pemberian
bersama obat antigout dan abat diabetik akan mengurangi efek obat tersebut karena
furosemide dapat meningkatkan kadar asam urat darah dan gula darah. Penggunaan
bersama tubokurarin dapat memiliki kecenderungan relaksasi otot. Pengguaan
bersama indometasin akan menurunkan efek natriuresis dan efek hipotensi.
Penggunaan bersama golongan aminoglikoside akan meningkatkan efek ototoksis
H. Penyimpanan
Simpan pada suhu dibawah 30o Celcius
I. Kemasan
1. Tablet : 40 mg / tablet
2. Ampul : kemasan 2 ml @ 10 mg / ml

DAFTAR PUSTAKA
Hardman, J. G. dan Limbird, L. E., ed. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi II,
10th ed. Jakarta: EGC, 2014.
Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC, 1997.
Walma, Edmond Paul. Diuretic Therapy: Current Role and Effects of Withdrawal. Belanda:
The Dutch Organization for Scientific Research, 1997.

Anda mungkin juga menyukai