Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

OBAT ANTIDEPRESAN

Dosen :

Oleh :
Alya Iqlima Shofwati
NPM.2011010004

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN


MUHAMMAD ARSYAD ALBANJARI
FAKULTAS FARMASI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
 
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga saya dapat merampungkan
penyusunan makalah dengan judul “OBAT ANTIDEPRESN " tepat pada
waktunya
Penyusunan makalah semaksimal mungkin saya upayakan dan didukung
bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Akhirnya saya sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan saya dapat menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan ,dengan segala kerendahan
hati, saya juga menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya
menjadi lebih baik. Untuk itu saya mengucapkan banyak terima kasih dan
semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Banjarmasin, April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Obat Antidepresan..................................................................................4
2.2 Penggolongan obat antidepresan ....................................................................5
2.3 Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)....................................................13

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................................23
3.2 Saran................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu yang diakibatkan dalam realistis kehidupan manusia masa kini adalah
munculnya berbagai gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah orang yang memiliki masalah fisik,
mental, sosial, serta mengalami gangguan pikiran, perilaku, dan perasaan yang diwujudkan dalam
bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang signifikan, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi manusia sebagai manusia. Saat ini, perkiraan
jumlah penderita gangguan jiwa di dunia sekitar 450 juta orang, termasuk skizofrenia (WHO,
2017). Secara global kontributor penyebab kematian salah satunya yaitu gangguan jiwa dengan
persentase 14,4 %. Kondisi tersebut tidak berbeda dengan kondisi di Asia tenggara dengan
persentase penyebab kematian oleh gangguan jiwa yaitu 13,5%. Beberapa jenis gangguan jiwa
yang diprediksi akan dialami oleh penduduk di Indonesia antara lain depresi, kecemasan,
skizofrenia, bipolar, gangguan perilaku, autisme, gangguan perilaku makan, disabilitas intelektual
(Kemenkes RI, 2019)
Salah satu jenis gangguan jiwa yaitu depresi. Selama tiga dekade depresi selalu menduduki
urutan pertama kontributor terbesar beban penyakit penyebab kamatian untuk jenis penyakit
gangguan jiwa (Kemenkes RI, 2019). Depresi adalah jenis gangguan jiwa dimana seorang yang
mangalami depresi biasanya merendah diri, sedih, marah, atau tidak berharga. Menurut (Kemenkes
RI, 2016) terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi dan data Riskesdas 2018 menunjukan
prevelensi gangguan mental emosional yang ditunjukan dengan gejala depresi dan kecemasan
untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 6,1% dari jumlah penduduk Indonesia. Tanda seorang
menjadi depresi yaitu perasaan sedih, menderita, hilangnya rasa ketertarikan pada hidup, seperti
terhadap interaksi sosial dan pekerjaan, rasa bersalah (Nuryati, 2018). Depresi merupakan keadaan
sad mood yang berkepanjangan dimana hal tersebut mengakibatkan menurunnya ketertarikan
seseorang terhadap kegiatankegiatan yang menyenangkan, mengalami penurunan berat badan,
mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan sering mempunyai pikiran untuk melakukan
tindakan bunuh diri, dari hal tersebut perlu adanya pemantaan ataupun terapi secara psikologis
maupun pengobatan secara kimia atau farmaka. Terapi secara psikologis biasanya dengan dibawa
rutin ke psikiater agar depresi yang dialaminya tidak menjadi depresi yang berat. Sedangkan untuk
pengobatan secara kimia atau farmaka biasanya menggunakan obat antidepresan, namun tidak
semua pasien merespon hanya dengan pemberian antidepresan saja perlu adanya penambahan obat
golongan antipsikotropika untuk meningkatkan respon atau efek dari obat golongan
antiepdepresan (ikawati dan anurogo, 2018)
Ketepatan pemberian dosis juga perlu diperhatikan, karena apabila pemberian dosis
berlebih ataupun kurang hal tersebut bisa menjadi salah satu yang mengindikasikan bahwa terapi

1
pengobatan yang diberikan kepada pasien tidak rasional dan bisajadi tidak terjadi hasil terapi yang
diinginkan atau terjadi kegagalan terapi. Apabila tidak sesuai dengan dosis terapi bisa
menyebabkan resiko kekambuhan 45% hingga 70% dibandingkan dengan menjalani terapi yang
sesuai dilihat dari jenis depresi yang dialami (Depkes RI, 2007). Pada penelitian yang dilakukan
oleh (Alves et al., 2014) mengenai Drug Related Problems dan intervensi apoteker dalam pasien
rawat jalan dengan gangguan depresi ditemukan bahwa masalah terkait obat (DRPs) paling banyak
ditemukan yaitu sebanyak 38% dan jumlah tersebut lebih banyak dari pada presentase ketidak
patuhan minum obat pasien depresi dengan presentase 24%. Masalah terkait obat (Drug Related
Problem’s) adalah peristiwa yang melibatkan terapi obat yang benar-benar atau berpotensi
mengganggu hasil kesehatan yang diinginkan. DRP lazim dan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas pasien yang cukup besar, serta peningkatan biaya perawatan kesehatan. Antidepresan
juga merupakan obat dengan penjualan terbanyak ketiga secara global. Dalam banyak kasus obat
antidepresan digunakan bersamaan dengan obat lain, sehingga mengekspos pasien pada potensi
bahaya karena reaksi obat yang merugikan. Pasien dengan gangguan depresi sangat rentan
terhadap interaksi obat baik karena usia lanjut, polifarmasi, dan metabolisme obat (Nagappa et al.,
2015). Kaitannya dengan hal tersebut di atas tentu penggunaan obat yang tepat baik itu tepat obat,
tepat indikasi dan tepat dosis sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat
dan juga dapat meminimalisir biaya yang harus dibayar oleh pasien. Karenanya apoteker sangat
dibutuhkan agar dapat mengidentifikasi DRPs dan mencari terapi yang sebanding dan meyakinkan
dokter mengenai preferensi idenya sehingga dapat meningkatkan perawatan pasien dan
penggunaan obat yang aman
Penggunaan kombinasi dengan obat lain kemungkinan meningkatkan potensi
interaksi obat. Misalnya penggunaan fluoxetin dan risperidone bersamaan menyebabkan
peningkatan kadar serum dan efek dari risperidone (Drugs.com).Dari beberapa interaksi
obat antidepresan melandasi pentingnya analisis potensi interaksi obat pada pasien
gangguan depresi berat di Rumah Sakit atau klinik lainnya

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Obat Antidepresan?
2. Apa saja Penggolongan obat antidepresan ?
3. Bagaimana Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)?

2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Obat Antidepresan
2. Untuk mengetahui Penggolongan obat antidepresan
3. Untuk mengetahui Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Obat Antidepresan


Depresi adalah gangguan emosi atau suasana hati yang buruk yang
ditandai dengan kekecewaan, harapan, perasaan bersalah dan tidak berarti.
Sehingga semua proses mental (berpikir, merasa dan berperilaku) dapat
mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan
hubungan interpersonal (Dirgayunita,2016).
Gangguan depresi dapat terjadi pada semua usia, dengan riwayat
keluarga gangguan depresi, biasanya dimulai antara usia 15 dan 30 tahun. Usia
paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan usia rata-rata 30
tahun. Gangguan depresi mayor rata-rata dimulai pada usia 40 tahun (20-50
tahun). Epidemiologi ini tidak tergantung pada ras dan tidak memiliki korelasi
dengan sosial ekonomi. Wanita juga bisa mengalami depresi pascapersalinan.
Beberapa orang mengalami gangguan depresi musiman, di negara barat biasanya
pada musim dingin. Ada gangguan depresi yang merupakan bagian dari
gangguan bipolar (dua kutub: satu kutub adalah gangguan depresi, kutub
lainnya adalah mania). Gangguan depresi mayor adalah gangguan dengan
prevalensi seumur hidup sekitar 15%, pada wanita mungkin sampai 25%. Wanita
dua kali lebih mungkin mengalami gangguan depresi daripada pria.
Alasan dalam penelitian di negara-negara barat dikatakan karena masalah
hormonal, dampak persalinan, stres dan pola perilaku yang dipelajari. Gangguan
depresi sangat umum, setiap tahun lebih dari 17 juta orang Amerika
mengalaminya. Banyak orang mengalami gangguan depresi terkait penggunaan
narkoba dan alkohol karena narkoba terdiri dari bahan kimia yang
mempengaruhi fungsi otak, penggunaan narkoba yang terus menerus akan
membuat ketidakseimbangan bahan kimia otak, sehingga mengganggu proses
berpikir, perasaan dan perilaku (Depkes RI, 2007).

4
Obat antidepresan adalah obat-obatan yang mampu memperbaiki suasana
jiwa (mood) dengan meringankan gejala keadaan murung (Tjay T.H, Rahardja,
K, 2010). Pemberian obat antidepresan merupakan salah satu aspek dalam
menangani penderita depresi, obat diharapkan dapat menghilangkan atau menurunkan
emosi-emosi negatif dan memperbaiki mood bagi penderita depresi.
Sebagian besar obat antidepresan dalam klinis, menghambat baik secara langsung
maupun tidak langsung kerja dari serotonin dan/atau norepinefrin dalam otak (Richard,
A.H, 2011).
Antidepresan yang tersedia saat ini terdiri dari beragam tipe kimiawi.
Perbedaan ini menjadi dasar untuk membedakan beberapa subgolongan yaitu Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), Serotonin–Norepinephrine Reuptake Inhibitors
(SNRI), Tetrasiklik (TCA), dan Inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI) (Katzung, B.G,
2012).

2.2 Penggolongan obat antidepresan


Adapun Penggolongan obat antidepresan (Depkes RI, 2007) sebagai berikut
2.2.1 Antidepresan klasik (trisiklik dan tetrasiklik)
1. Mekaniseme kerja yaitu Obat–obat ini menghambat resorpsi dari
serotonin dan noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf
2. Efek samping
a. Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls
jantung dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia
berbahaya.
b. Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan
menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin,
tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat
berlebihan.
c. Sedasi
d. Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat
efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia,
mengakibatkan gangguan fungsi seksual.

5
e. Efek antiserotonin, akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan
bertambahnya nafsu makan dan berat badan.
f. Kelainan darah, seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
g. Gejala penarikan pada penghentian terapi dengan mendadak
dapat timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur,
serta nyeri kepala dan otot.
3. Obat yang termasuk antidepresan klasik
1) Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai
maksimum 250-300 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat
penekan SSP Perhatian : kombinasi dengan MAO,
gangguan kardiovaskular, hipotensi, gangguan untuk
mengemudi, ibu hamil dan menyusui.
2) Klomipramin
Dosis biasa : 10 mg dapat ditingkatkan hingga dosis maksimum 250
mg setiap hari.
Kontraindikasi : Infark miokard, pemberian MAO bersamaan, gagal
jantung, kerusakan hati berat, glaukoma sudut sempit.
Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi dari
penghambat neuroadrenergik, dapat meningkatkan efek
kardiovaskular noradrenalin atau adrenalin,
meningkatkan aktivitas obat depresan SSP, alkohol.
Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik,
kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi,
simpatomimetik, penekan SSP, anti kolinergik,
penghambat reseptor serotonin selektif, antikoagulan,
simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati,
gangguan untuk mengemudi.

6
3) Amitriptilin
Dosis biasa : 25 mg dapat ditingkatkan secara bertahap hingga dosis
maksimum 150-300 mg setiap hari.
Kontra Indikasi : koma, diskrasia darah, gangguan depresi sumsum
tulang, kerusakan hati, penggunaan bersamaan dengan
MAO.
Interaksi Obat : dengan guanethidine menghilangkan efek
antihipertensi, dengan depresan SSP seperti alkohol,
barbiturat, hipnotik atau analgesik opiat
mempotensiasi efek gangguan depresi SSP termasuk
depresi pernapasan, dengan reserpin menghilangkan efek
antihipertensi.
Perhatian : gangguan kardiovaskular, kanker payudara,
penurunan fungsi ginjal, glaukoma, kecenderungan
bunuh diri, kehamilan, laktasi, epilepsy
4) Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum
tidur malam. Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal
ginjal, hati dan jantung.
Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam,
metildopa, tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin,
indometasin.
Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam,
influenza, gastroenteritis
2.2.2 Antidepresan generasi ke-2
1. Mekanisme kerja
SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors): Obat ini menghambat
resorpsi serotonin. NaSA (Noradrenalin dan Serotonin Antidepresan):
Obat ini tidak selektif, menghambat pengambilan kembali serotonin
dan noradrenalin. Ada beberapa indikasi bahwa obat ini lebih efektif
daripada SSRI.

7
2. Efek samping
a. Efek seretogenik; Ini termasuk mual, muntah, malaise umum,
sakit kepala, gangguan tidur dan saraf, agitasi atau kegelisahan
sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi tertunda dan
orgasme.
b. Sindrom serotonin; Ini termasuk kegelisahan, demam dan
kedinginan, kejang dan kekakuan parah, tremor, diare, dan
gangguan koordinasi. Sebagian besar terjadi dengan penggunaan
kombinasi obat generasi ke-2 dengan obat klasik, MAO, lithium
atau triptofan, biasanya dalam beberapa jam hingga 2-3 minggu.
Gejala-gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin
(methysergide, propranolol).
c. Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan jantung sangat sedikit
atau tidak ada sama sekali.
d. Obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2
1) Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80
mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal
ginjal yang berat, penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang
aktivitas SSP, anti depresan, triptofan, karbamazepin, obat
yang terkait dengan protein plasma.
Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita
kerusakan hati dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi /
menjalankan mesin.
2) Sertralin
Dosis biasa : 50 mg/hari bila perlu ditingkatkan menjadi
maksimal 200 mg/hari.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap sertraline.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, Obat seretogenik.

8
Perhatian : pada gangguan hati, terapi kejang listrik,
kehamilan, menyusui, penurunan kemampuan mengemudi dan
mengoperasikan mesin.
3) Citalopram
Dosis biasa: 20 mg/hari, maksimum 60 mg/hari.
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap obat ini. Interaksi
Obat: MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian: kehamilan, menyusui, gangguan manik,
kecenderungan bunuh diri.
4) Fluvoxamine
Dosis biasa : 50 mg bisa diberikan 1x/hari sebaiknya malam
hari, dosis maksimal 300 mg.
Interaksi Obat: warfarin, fenitoin, teofilin, propranolol, litium.
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam waktu 2 minggu
setelah penghentian terapi MAO, insufisiensi hati, tidak
dianjurkan untuk anak- anak dan epilepsi, kehamilan dan
menyusui.
5) Mianserin
Dosis biasa: 30-40 mg pada malam hari, dosis maksimum
90 mg/hari
Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat: mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh
diberikan dengan atau dalam waktu 2 minggu setelah
penghentian terapi.
Perhatian: dapat mengganggu psikomotor pada hari pertama
terapi, diabetes, hati, ginjal, insufisiensi jantung
6) Mirtazapin
Dosis biasa : 15-45 mg/hari menjelang tidur.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapine.

9
Interaksi Obat : dapat meningkatkan SSP mengurangi
aksi alkohol, meningkatkan efek sedatif dari benzodiazepin,
MAO.
Perhatian : pada epilepsi sindrom otak organik, hati,
ginjal, jantung, tekanan darah rendah, orang dengan
skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya, penghentian
terapi secara tiba-tiba, lanjut usia, hamil, menyusui, gangguan
kemampuan mengemudi atau mengoperasikan mesin.
7) Venlafaxine
Dosis biasa : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan
menjadi 150-250 mg sekali/hari.
Kontraindikasi: penggunaan bersama MAO, kehamilan dan
menyusui, anak <18 tahun.
Interaksi Obat: MAO, obat pengaktif SSP lainnya.
Perhatian: riwayat kejang dan penyalahgunaan obat,
gangguan ginjal atau sirosis hati, penyakit jantung tidak
stabil, monitor tekanan darah jika pasien mengonsumsi dosis
harian > 200 mg
2.2.3 Antidepresan MAO
1. Farmakologi
Monoamine oksidase merupakan sistem enzim kompleks yang tersebar
luas di dalam tubuh, berperan dalam penguraian amina biogenik, seperti
norepinefrin, epinefrin, dopamin, serotonin. MAOI menghambat sistem
enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amina
endogen. Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai
antidepresan adalah inhibitor ireversibel, sehingga diperlukan waktu
hingga 2 minggu untuk memulihkan metabolisme amina normal
setelah penghentian obat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
terapi MAOI kronis menyebabkan penurunan jumlah reseptor
adrenergik dan serotoninergik.

10
2. Farmakokinetik
Penyerapan/distribusi – Informasi tentang farmakokinetik MAOI
terbatas. MAOI tampaknya diserap dengan baik setelah pemberian
oral. Tingkat puncak tranylcypromine dan phenelzine mencapai tingkat
puncak masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Namun, penghambatan
MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari. Metabolisme/ekskresi –
metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin,
isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi
terjadi terutama melalui asetilasi. Efek klinis phenelzine dapat berlanjut
hingga 2 minggu setelah penghentian terapi. Setelah penghentian
tranylcipromine, aktivitas MAO kembali dalam 3 sampai 5 hari
(mungkin sampai 10 hari). Phenelzine dan isocarboxazide diekskresikan
dalam urin sebagian besar dalam bentuk metabolitnya. Populasi
khusus – “asetilator lambat”: Asetilasi lambat dari hidrazin MAOI dapat
meningkatkan efek setelah dosis standar.
3. Indikasi
Depresi, secara umum, MAOI diindikasikan pada pasien dengan depresi
atipikal (eksogen) dan pada beberapa pasien yang tidak menanggapi
terapi antidepresan lainnya. MAOI jarang digunakan sebagai obat
pilihan.
4. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap senyawa ini, pheochromocytoma, gagal
jantung kongestif, riwayat penyakit hati atau fungsi hati abnormal,
gangguan ginjal berat, gangguan serebrovaskular, penyakit
kardiovaskular, hipertensi, riwayat sakit kepala, pemberian bersama
dengan MAOI lain, senyawa terkait dibenzazepine termasuk
antidepresan trisiklik, carbamazepine, dan cyclobenzaprine, bupropion,
SRRI, simpatomimetik, meperidin, dekstrometorfan, senyawa anestesi,
depresan SSP, antihipertensi, kafein, keju atau makanan lain yang
tinggi tiramin.

11
5. Peringatan
ii. Memburuknya gejala klinis dan risiko bunuh diri: Pasien
dengangangguan depresi mayor, baik dewasa maupun anak-anak, dapat
mengalami perburukan depresi dan/atau munculnya ide atau perilaku
bunuh diri, atau perubahan perilaku yang tidak biasa, yang tidak terkait
dengan penggunaan antidepresan. , dan risiko ini dapat bertahan sampai
terjadi pengurangan jumlah obat yang signifikan. Ada
kekhawatiran bahwa antidepresan mungkin memainkan peran dalam
mendorong memburuknya depresi dan munculnya bunuh diri pada
pasien tertentu. Antidepresan meningkatkan risiko pemikiran dan
perilaku bunuh diri (suicidality) dalam studi jangka pendek pada anak-
anak dan orang dewasa dengan gangguan depresi mayor dan gangguan
kejiwaan lainnya.
Menurut (Depkes RI, 2007) dampak gangguan depresi bukan hanya
mengimbas orang yang mengalaminya tetapi juga membuat dampak pada
anggota keluarga dan lingkungan. Karena gangguan depresif, seseorang
menjadi kehilangan minat, termasuk minat pada pemeliharaan diri sampai
aktivitas pekerjaan. Dengan demikian akan membuat kerugian ekonomi di
tempat kerja karena seseorang tak lagi dapat bekerja, sementara itu
keluarga yang perlu merawatnya juga kehilangan waktu dan tenaga, serta
terganggu aktivitas kesehariannya. Gangguan depresif yang serius akan
merusak hubungan antar orang termasuk dalam keluarga. Dampaknya
adalah : Mengganggu kehidupan sosial ekonomi, meningkatkan angka
ketidak hadiran di sekolah dan tempat kerja sehingga produktivitas
menurun. Menurut penelitian National Institute of Mental Health (NIMH),
di Amerika kehilangan 44 juta dollar setahun karena gangguan depresif.
Selain itu gangguan depresif juga mengganggu kehidupan berkeluarga serta
dapat menimbulkan gangguan emosional yang hebat sehingga dapat
mengancam keselamatan diri, orang lain, dan lingkungannya. Gangguan
depresif merupakan kondisi psikologik yang berasal dari gangguan otak,
mengubah cara pikir dan perasaan, mengubah perilaku sosial, mengganggu

12
rasa sehat pada fisik seseorang, seperti letih tanpa bekerja apapun atau
hanya sedikit beraktivitas, malas bekerja ketika mengalami masalah
serius, kehilangan minat apapun yang mendalam dan berlangsung lama,
bermanifestasi sebagai gangguan fisik yang diwujudkan dalam bentuk
kunjungan ke dokter yang selalu berganti-ganti (shopping doctor)
Banyak penderita gangguan depresif tidak mendapatkan pengobatan
tepat karena gejalanya tak dikenali sebagai gangguan depresif dan lebih
banyak dianggap sebagai gangguan fisik sehingga diobati tanpa
mempedulikan apa yang mendasarinya, penderita yang mengalami
gangguan depresif karena hanya dianggap orang malas, lemah, dan manja
sehingga tidak dibawa ke pelayanan kesehatan , adanya stigma
dimasyarakat bahwa gangguan depresif adalah gangguan jiwa, penderita
yang mengalami gangguan depresif tidak berdaya untuk mencapai layanan
kesehatan dengan diagnosis tepat, hampir 80% yang diobati

2.3 Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)


Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) merupakan suatu kelompok obat
antidepresan dengan molekul kimia yang secara spesifik menghambat
pengangkut serotonin (serotonin transporter, SERT) (Chisholm, M.A, 2013). SSRI
memiliki sensitivitas terhadap pengangkutan serotonin sebanyak 300 hingga
3000 kali lebih besar dibandingkan pengangkut noerepinefrin (Richard, A.H,
2011). Saat ini terdapat enam SSRI yang paling sering digunakan dalam klinis,
yaitu fluoksetin, sertralin, sitalopram, paroksetin, fluvoksamin, dan esitalopram (Potter,
Z., B.G,2012).
Berdasarkan pembanding standar Diagnosing and Treating Depression Adult-
Primary Care Clinical Practice Guideline (CPG) September tahun 2013, daftar obat
SSRI dapat dilihat pada tabel I berikut:

13
Tabel 1 Daftar Dosis Obat Golongan SSRI

2.3.1 Mekanisme
Serotonin diproduksi dalam neuron presinaptik secara hidroksilasi
dan dekarboksilasi dari Ltriptopan. Serotonin kemudian masuk ke dalam vesikel,
yang akan disimpan sampai diperlukan untuk neurotransmisi. Setelah adanya
stimulasi axon, serotonin dilepaskan menuju intrasinaptik, reseptor serotonin
presinaptik berfungsi untuk menghambat exocytosis vesikel. Serotonin berikatan
dengan reseptor postsinaptik untuk memberi efek neurotransmisi (Lattimore K.
A., et al,2005).
Mekanisme reuptake mengembalikan serotonin ke dalam sitoplasma
neuron presinaptik yang kemudian disimpan di vesikel. Serotonin
dimetabolisme oleh monoamin oksidase subtipe A (MAO-A) menjadi asam
hidroksiindolasetik yang diekskresikan melalui urin (Lattimore K. A., et al,
2005).
SSRI bekerja memblokir serotonin agar tidak diserap kembali oleh
sel saraf (saraf biasanya mendaur ulang neurotransmitter ini). Hal ini
menyebabkan peningkatan konsentrasi serotonin (Lattimore K. A., et al, 2005).

14
Gambar 2.1 Mekanisme SSRI
Diagram skematis menunjukkan mekanisme aksi SSRI. Agen-agen ini
memblokir pengambilan kembali serotonin pada membran presinaptik,
sehingga meningkatkan konsentrasinya pada membran terminal saraf
postsinaptik.(Lattimore K. A., et al, 2005)
2.3.2 Farmakokinetik
 Absorbsi: diabsorbsi dengan baik. Kadar puncak dicapai rata-rata 5
jam.
Hanya sertraline yang mengalami metabolisme lintas pertama.
 Distribusi: semua obat didistribusi dengan baik. Kebanyakan SSRI
nemiliki waktu paruh plasma antara 16-36 jam.
 Ekskresi: SSRI secara primer diekskresikan melalui ginjal, kecuali
paroxetine dan sertraline, yang juga mengalami ekskresi melalui feses (35-
50%). Dosis semua obat SSRI harus disesuaikan pada pasien dengan
gangguan hati (Lattimore K. A., et al, 2005).
1. Fluoksetin
 Efek: Fluoksetin merupakan contoh antidepresan yang
selektif menghambat ambilan serotonin. Obat ini sama manfaatnya
dengan antidepresan triksiklik dalam pengobatan depresi mayor. Obat
ini bebas dari efek samping antidepresan triksiklik, terutama
antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan berat badan.
 Penggunaan dalam terapi: indikasi utama fluoksetin, yang lebih
unggul daripada antidepresan triksiklik, adalah depresi. digunakan pula
untuk mengobati bulimia nervosa dan gangguan obsesi
kompulsif. Untuk berbagai indikasi lain, termasuk anoreksia nervosa,
gangguan panik, nyeri neuropati diabetik dan sindrom premenstrual.
 Dosis: Dosis diberikan secara oral. Dosis awal dewasa
20mg/hari diberikan setiap pagi, bila tidak diperoleh efek terapi
setelah beberapa minggu, dosis dapat ditingkatkan 20mg/hari hingga
30mg/hari.
 Farmakokinetik: Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran R
dan enantiomer S yang lebih aktif. Kedua senyawa mengalami
demetilasi menjadi metabolit aktif, norfluoksetin. Fluoksetin dan
norfluoksetin dikeluarkan secara lambat dari tubuh dengan waktu paruh

15
1 sampai 10 hari untuk senyawa asli dan 3-30 hari untuk metabolit aktif.
Fluoksetin merupakan inhibitor kuat untuk isoenzim sitokrom P-450 hati
yang berfungsi untuk eliminasi obat antidepresan triksiklik, obat
neuroleptika dan beberapa obat antiaritmia dan antagonis -
adrenergik (Gunawan,2007).2. Paroksetin
Dimetabolisme oleh CYP 2D6, masa paruh 22 jam. Obat ini dapat
meningkatkan kadar klozapin, teofilin dan warfarin. Iritabilitas terjadi pada
penghentian obat secara mendadak (Potter, Z., 2012).
3. Sertralin
Suatu SSRI serupa fluoksetin, tetapi bersifat lebih selektif terhadap
SERT (transporter serotonin) dan kurang selektif terhadap DAT (transporter
dopamine). sama dengan fluoksetin dapat meningkatkan kadar
benzodiasepin, klozapin dan warfarin (Potter, Z., 2012).
4. Fluvoksamin
Efek sedasi dan efek muskariniknya kurang dari fluoksetin. Obat ini
cenderung meningkatkan metabolit oksidatif benzodiazepin, klozapin,
teofilin, dan warfarin, karena menghambat CYP 1A2, CYP 2C19 dan
CYP 3A3/4 (Potter, Z., 2012).
5. R-S-SITALOPRAM dan S-SITALOPRAM
Selektivitasnya terhadap SERT paling tinggi. Tidak jelas apakah berarti
secara klinis. Metabolismenya oleh CYP 3A4 dan CYP 2C19 meningkatkan
interaksinya dengan obat lain (Potter, Z., 2012).
6. Trazodon
Trazodon menghambat ambilan serotonin di saraf, ambilan
norepinefrin dan dopamine tidak dipengaruhi. Trazodon berguna bagi
pasien depresi disertai ansietas. Obat ini menimbulkan hipotensi otrostatik,
namun biasanya hilang dalam 4-6 jam (Potter, Z., 2012).
1) Pada pemberian oral, diabsorpsinya secara cepat,
biovabilitasnya sempurna, waktu pencapaian kadar puncak
plasma pada keadaan puasa, kira-kira 1,5 jam (0,5-2 jam). Pada
yang tidak puasa kira-kira 2,5 jam. Dianjurkan pemberian setelah
makan untuk mengurangi rasa ngantuk.
2) Dosis: dosis oral bagi pasien dewasa di RS 150mg/hari dalam
dosis terbagi, dinaikkan 50 mg/hari tiap 3-4 hari. Bagi yang

16
depresi berat 400-600 mg/hari. Dosis oral untuk dewasa rawat
jalan 150mg/hari dalam dosis terbagi. Diberikan mala hari, dapat
dinaikkan 50 mg/hari setiap minggu hingga terlihat perbaikan klinik.
Pasien tua dan anak- anak, dosis awal 25-50mg/hari, dinaikkan
hingga 100-150 mg/hari dalam dosis terbagi begantung terhadap
responsnya (Potter, Z., 2012).
2.3.3 Indikasi
Indikasi primer SSRI adalah untuk depresi, yang sama efektifnya
dengan antidepresan trisiklik. Sejumlah gangguan psikiatrik lainnya juga
memberikan respon yang baik terhadap SSRI, meliputi gangguan obsesif-
kompulsif (indikasi satu-satunya untuk fluoxamine), GAD, PTSD, PMDD,
gangguan panik, bulimia nervosa, gangguan kepribadian ambang (Goodman and
Gilman, 2012).
Kepopuleran SSRI terutama berasal dari kemudahan pemakaiannya,
keamanannya pada kelebihan dosis, toleransi yang relatif, biaya dan spektrum
pemakaian yang luas (Potter, Z., B.G,2012)
2.3.4 Interaksi obat
Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila
SSRI dikombinasikan dengan penghambat MAO, yaitu akan terjadi
peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom
serotonin (Kaplan, 2010). Gejala berupa hipertermia, kekakuan otot, kejang,
kolaps kardiovaskular dan gangguan perilaku serta gangguan tanda vital.
Trazodon mengantagonis efek hipotensif klonidin dan metildopa dan
menaikkan kada plasma fenitoin dan digoksin. Berhubung efek sedatifnya harus
digunakan hati-hati bersama dengan depresi SSP yang lain, termasuk
alkohol (Potter, Z., 2012).

17
Gambar 2.2 Interaksi Obat dengan SSRI
2.3.5 Efek Samping Obat Golongan SSRI
a. Disfungsi Seksual
Inhibisi seksual merupakan efek samping SSRI yang paling
lazim ditemukan dengan insiden antara 50 dan 80%. Semua SSRI tampak
sama besar kemungkinannya untuk menimbulkan disfungsi seksual.
Keluhan yang paling lazim adalah hambatan orgasme dan menurunnya
libido, yang bergantung dosis. Tidak seperti sebagian besar efek
samping SSRI lain, inhibisi seksual tidak pulih pada minggu-minggu
pertama penggunaan tetapi biasanya berlanjut selama obat dikonsumsi.
Terapi untuk disfungsi seksual yang ditimbulkan oleh SSRI
mencakup pengurangan dosis dan mengganti ke obat yang kurang
menimbulkan disfungsi seksual, seperti bupropion, obat tertentu seperti
Yohimbine (Yocon), cyproheptadine (Periactin), atau agonis reseptor
dopamine, dan mengantagonis efek samping seksual.

18
Laporan menjelaskan keberhasilan terapi pada disfungsi
seksual yang ditimbulkan SSRI dengan sildenafil (Viagra). Belum jelas
mengapa sildenafil, yang bekerja pada fase eksitasi siklus seksual, dapat
melawan inhibisi fase orgasme akibat SSRI. Mungkin, dorongan
positif eksitasi seksual yang kuat akibat sildenafil memungkinkan
keadaan mental lebih konduktif untuk mendapatkan orgasme.
Amphetamine 5 mg juga dilaporkan memulihkan anorgasmia. Injeksi
alprostadil (Caverject) juga efektif (Kaplan, 2010).
b. Efek samping pada Gastrointestinal
Semua SSRI dapat menimbulkan efek samping pada
gastrointestinal. Keluhan gastrointestinal yang paling lazim adalah mual,
diare, anoreksia, muntah, dan dyspepsia. Data menunjukkan bahwa mual
dan diare terkait dosis dan bersifat singkat, biasanya pulih dalam
beberapa minggu. Anoreksia paling lazim terjadi akibat flouxetine, tetapi
beberapa orang bertambah berat badannya saat mengkonsumsi flouxetine.
Hilangnya nafsu makan yang ditimbulkan oleh flouxatine serta turunnya
berat badan dimulai segera setelah obat dikonsumsi dan memuncak pada
20 minggu, setelahnya berat badan sering kembali ke awal.
Berat badan bertambah. Meskipun sebagian besar pasien
awalnya mengalamim penurunan berat badan, hingga sepertiga orang yang
megkonsumsi SSRI akan bertambah berat badannya, kadang-kadang lebih
dari 10 kg. Paroxetine memiliki aktivitas antikolinergik dan
merupakan SSRI yang paling sering menyebabkan penambahan berat
badan. Pada beberapa kasus, penambahan berat badan terjadi akibat
penggunaan obat itu sendiri atau meningkatnya nafsu makan akibat mood
yang lebih baik.
Sakit kepala. Insiden sakit kepala pada terapi dengan SSRI
sebesar 18-20%, hanya 1% lebih tinggi dibandingkan dengan angka
placebo. Fluoxetine adalah yang paling cenderung menyebabkan sakit
kepala. Sebaliknya, semua SSRI merupakan profilaksis yang efektif
melawan migraine dan sakit kepala tipe tension pada banyak orang
(Kaplan, 2010).

19
c. Efek samping pada Sistem Saraf Pusat
Ansietas. Fluoxetine adalah SSRI yang paling besar
kemungkinannya untuk menimbulkan ansietas, terutama pada minggu-
minggu pertama. Meskipun demikian efek awal ini biasanya memberikan
cara untuk pengurangan keseluruhan ansietas setelah beberapa minggu.
Meningkatnya ansietas jauh lebih jarang disebabkan oleh SSRI lain, yang
mungkin dapat menjadi pilihan yang lebih baik jika sedasi diinginkan,
seperti pada campuran ansietas dan gangguan depresif.
Insomnia dan Sedasi. Efek utama SSRI pada insomnia dan sedasi
adalah perbaikan tidur karena terapi depresi dan ansietas. Meskipun
demikian, sebanyak seperempat orang yang mengkonsumsi SSRI
memperlihatkan adanya kesulitan tidur atau somnolen yang berlebihan.
Flouxetine paling besar kemungkinan untuk menimbulkan
insomnia sehingga seringnya diberikan pada pagi hari. SSRI lain secara
seimbang memiliki kecendrungan menimbulkan insomnia serta somnolen,
dan citalopram, escitalopram, dan paroxetine lebih besar kemungkinannya
menimbulkan somnolen dibandingkan insomnia. Dengan paroxetine,
orang biasanya melaporkan bahwa mengkonsumsi obat sebelum istirahat
tidur membantu mereka untuk tidur lebih baik, tanpa somnolen residual di
siang hari.
Insomnia yang dicetuskan SSRI dapat diterapi dengan
benzodiazepine, trazodone (Desyrel) (klinisi harus menjelaskan risiko
terjadinya priapismus), atau obat sedasi lain. Somnolen signifikan
yang dicetuskan oleh SSRI sering membutuhkan pergantian ke SSRI lain
atau bupropion.
Gejala Ekstrapiramidal. Tremor ditemukan pada 5-10% orang
yang mengkonsumsi SSRI, suatu frekuensi 2-4 kali lebih tinggi
dibandingkan yang ditemukan pada placebo. SSRI dapat jarang
menimbulkan akatisia, distona, tremor, rigiditas roda pedati, tortikolis,
opistotonus, gangguan melangkah, dan bradikinesia. Kasus diskinesia
tardive yang jarang juga telah dilaporkan. Orang dengan penyakit
Parkinson yang terkontrol dengan baik dapat mengalami perburukan
akibat gejala motorik ketika mereka mengkonsumsi SSRI. Efek samping
ekstrapiramidal sangat terkait dengan penggunaan fluoxetine, terutama

20
pada dosis lebih dari 40 mg per hari, tetapi dapat terjadi kapanpun saat
perjalanan terapi. Bruksisme juga telah dilaporkan yang berespons dengan
buspirone dosis kecil (Kaplan, 2010).
d. Efek Antikolinergik
Meskipun aktivitas antikolinergik SSRI mungkin hanya seperlima
dari aktivitas antikolinergik obat trisiklik, SSRI menyebabkan mulut
kering pada15-20% pasien. (Kaplan, 2010).
Penelitian yang dilakukan di Miami Veteran Affair Eye Clinic
tahun 2010-2011, melaporkan bahwa antidepresan golongan SSRI
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian sindroma
mata kering. Hubungan antara anti depresan dan sindroma mata
kering masih belum jelas, tetapi beberapa penjelasan diantaranya efek
samping anti depresi yaitu antikolinergik, terutama pada SSRI, telah lama
diakui memberikan reaksi terhadap mata, salah satunya sindrom mata
kering. Selain itu, perubahan level serotonin akibat pemakaian anti
depresan mempengaruhi ambang sensitifitas nervus di kornea (Cristina et
al, 2013).
e. Efek samping Hematologis
SSRI mempengaruhi fungsi trombosit dan dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya memar. Paroxetine dan flouxetine jarang
menyebabkan timbulnya neytropenia reversible, terutama jika diberikan
bersamaan dengan clozapine (Kaplan, 2010)..
f. Gangguan Elektrolit dan Glukosa
SSRI jarang menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa, sehingga
pasien diabetic harus dimonitor dengan teliti. Kasus hiponatremia
yang jarang dan terkait dengan SSRI serta sekresi hormone
antidiuretik yang tidak sesuai (SIADH) ditemukan pada pasien yang
diterapi dengan diuretic dan kekurangan air (Kaplan, 2010).
g. Reaksi Alergi dan Endokrin
SSRI dapat meningkatkan kadar prolaktin dan menyebabkan
mamoplasia serta galaktorea pada laki-laki dan perempuan. Perubahan
payudara bersifat reversible pada penghentian obat, tetapi dapat
membutuhkan waktu beberapa bulan.

21
Berbagai tipe ruam muncul pada kira-kira 4% pasien.
Pada sekelompok kecil pasien ini, reaksi alergi dapat menyeluruh dan
meliputi system paru, sehingga dapat (jarang) menimbulkan kerusakan
fibrotic serta dispnea. Terapi SSRI dapat dihentikan pada pasien dengan
ruam akibat obat (Kaplan, 2010).
h. Sindrom serotonin
Pemberian SSRI secara bersamaan dengan MAOI, L-tryptophan,
atau lithium dapat meningkatkan konsentrasi serotonin plasma hingga
kadar toksik, sehingga menimbulkan kumpulan gejala yang disebut
sindrom serotonin. Sindrom stimulasi berlebihan serotonin yang serius
dan mungkin fatal ini terdiri atas, dalam urutan timbulnya hingga
memburuk: (1) diare, (2) gelisah, (3) agitasi berat, hiperrefleksia, dan
ketidakstabilan otonom dengan kemungkinan fluktuasi cepat tanda vital,
(4) mioklonus, bangkitan, hipertrmia, menggigil yang tidak dapat
dikendalikan, dan rigiditas, serta (5) delirium, koma, status epileptikus,
kolaps kardiovaskular, dan kematian.Terapi sindrom serotonin terdiri atas
menyingkirkan agen yang menimbulkannya serta segera memberikan
perawatan suportif yang komprehensif dengan nitrogliserin,
cyproheptadine (Periactin), methysergide (Sansert), selimut pendingin,
chlorpromazine (Thorazin), dantrolene (Dantrium), benzodiazepine,
antikonvulsan, ventilasi mekanis, dan agen pembuat paralisis (Kaplan,
2010).
i. Putus Zat SSRI
Penghentian penggunaan SSRI secara tiba-tiba, terutama SSRI
dengan waktu paruh singkat, seperti paroxetine dan fluvoxamine,
menyebabkan timbulnya sindrom putus zat yang dapat mencakup
pusing, lemah, mual, sakit kepala, depresi rebound, ansietas, insomnia,
konsentrasi buruk, gejala pernapasan atas, parastesia, dan gejala mirip
migraine. Gejala ini biasanya tidak timbul sampai setelah sedikitya 6
minggu terapi dan biasanya pulih spontan dalam 3 minggu. Orang yang
mengalami efek samping sementara pada minggu pertama
mengkonsumsi SSRI lebih cenderung mengalami sindrom penghentian
zat. Flouxatine merupakan SSRI yang paling kecil kemungkinannya
menyebabkan sindrom ini, karena waktu paruh metabolitnya lebih dari 1

22
minggu dan kadarnya secara efektif turun dengan sendirinya. Dengan
demikian, flouxatine telah digunakan pada beberapa kasus untuk
menerapi sindrom penghentian zat akibat penghentian SSRI lain (Kaplan,
2010).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Depresi adalah gangguan emosi atau suasana hati yang buruk yang
ditandai dengan kekecewaan, harapan, perasaan bersalah dan tidak berarti.
Sehingga semua proses mental (berpikir, merasa dan berperilaku) dapat
mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan
hubungan interpersonal (Dirgayunita,2016). Gangguan depresi dapat terjadi
pada semua usia, dengan riwayat keluarga gangguan depresi, biasanya dimulai
antara usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50
tahun dengan usia rata-rata 30 tahun.
Adapun Penggolongan obat antidepresan (Depkes RI, 2007) sebagai
berikut Antidepresan klasik (trisiklik dan tetrasiklik), Antidepresan generasi ke-2
dan Antidepresan MAO
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) merupakan suatu kelompok
obat antidepresan dengan molekul kimia yang secara spesifik menghambat
pengangkut serotonin (serotonin transporter, SERT) (Chisholm, M.A, 2013).

3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat ini, kami mohon maaf apabila ada kesalahan
ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.
Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Sekian
penutup dari kami semoga dapat di terima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehtan RI


Dirgayunita, A 2016, ‘Depresi: Ciri, Penyebab dan Penangannya’. Journal An-
Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, volume 1, nomor . 1, p. 1-14, diakses
pada 2 September 2018.
http://ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/psikologi/article/view/235

Ikawati, Z., & Anurogo, D. (2018). Tata Laksana Terapi Penyakit Sistem Syaraf
Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:


Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 31 Januari 2019 dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatanindonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf

Nagappa (2015). Melawan Stres Dan Depresi. Yogyakarta: Saufa.

Richard, A.H., Mycek, M.J., dan Pamela, C.C. (2011). Farmakologi Ulasan
Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. Hal. 248.

Tjay, T. H.,& Raharja, S. K., 2007, Obat – Obat Penting ( Khasiat Penggunaan
dan Efek – Efek Sampingnya), Edisi keempat, Cetakan Pertama, PT. Elek
Media Komputindo, Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai