PERCOBAAN 8
SISTEM KARDIOVASKULER
I. TUJUAN PERCOBAAN
I.1. Menjelaskan pengertian tekanan darah dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
I.2. Menjelaskan pengaturan aliran darah.
I.3. Menjelaskan karakteristik darah dengan alat penentuan parameter-parameter
hematologi.
IV.2. Darah
a. Anatomi
i. Cara memperoleh darah segar untuk pemeriksaan
ii. Cara pengisisan pipet
b. Karakteristik dan Morfologi Darah
i. Pengukuran sel darah merah
Diambil darah segar dengan cara seperti diatas. Diencerkan 200x dengan
cairan pengencer sel darah merah, yaitu natrium sitrat 2,5% lalu dikocok.
Diteteskan 2 tetes pada hemositometer. Dihitung jumlah sel darah merah yang
menyentuh batas atau berada diatas batas, hanya dihitung pada sisi yang saling
tegak lurus dengan kotak yang bersangkutan. Faktor perhitungan untuk
menghitung sel darah merah adalah 10.000. Jadi untuk memperoleh nilai sel darah
merah, kalikan jumlah sel darah yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan
10.000. Faktor perhitungan ini diperoleh dari hasil perhitungan antara kamar
hitung pada hemositometer dengan faktor pengenceran.
ii. Pengukuran sel darah putih
Diambil darah segar seperti cara diatas. Diencerkan 20x dengan cairan
pengencer yaitu larutan Turk. Larutan turk terdiri dari asam asetat glasial 1 mL,
larutan gentian violet 1%(dalam air) 1 mL, akuades ad 100 mL. dikocok.
Diteteskan 2 tetes pada hemositometer. Dihitung jumlah sel darah putih. Dihitung
pula jumlah neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit, dan monosit serta persentasinya
terhadp sel darah putih total. Sel darah putih yang dihitung adalah yang terdapat
pada 4 kotak besar pada kedua sudut hemositometer. Sel darah putih yang berada
pada batas , dihitung dari dua sisi yang saling tegak lurus dari kotak yang
bersangkutan. Faktor perhitungan untuk menghitung sel darah merah adalah 50.
Jadi untuk memperoleh nilai sel darah merah, kalikan jumlah sel darah yang
diperoleh dari hasil perhitungan dengan 50. Faktor perhitungan ini diperoleh dari
hasil perhitungan antara kamar hitung pada hemositometer dengan faktor
pengenceran.
iii. Hematokrit
Diambil darah segar dengan cara seperti diatas. Ditempatkan pipa kapiler
hematokrit pada tetes tersebut. Diisi kapiler hematokrit, minimal sampai dengan
½ penuh. Ditutup pipa kapiler yang telah berisi darah dengan lilin. Diletakkan
pipa-pipa kapiler pada chamber mikrosentrifuga sedemikian rupa sehingga
posisinya seimbang (jika jumlah pipa kapiler yang disentrifuga tidak
memungkinkan untuk membuat posisi seimbang, dapat ditambahkan pipa kapiler
kosong sebagai penyeimbang). Ditutup chamber dengan tutup sentrifuga.
Sentrifuga dilakkan pada kecepatan tinggi selama 4 menit. Ditetukan nilai
hematokrit dengn cara mengukur perbandingna tinggi antara darah(sel darah dan
plasma) dengan sel darah.
Hematokrit (%) = tinggi sel darah/ tinggi sel darah dan plasma x 100%
Atau didapat dapat pula dengan menggunakan alat pengukur hematokrit.
Diamati pula warna plasma, dibagian mana terdapat sel darah. Dibamdingkan
nilai hematokrit dari laki-laki dan perempuan.
c. Fisiologi
i. Penentuan Hb
Metode Tallquist
Diambil satu tetes darah dengan kertas tallquist. Ditentukan persentasi
Hb dengan membandingkan warna yang saudara peroleh dengan warna kertas
pembanding.
Metode Sahli
Tabung sahli diisi dengan HCl 0,1 N sampai dengan setinggi 10% dari
tinggi skala maksimal. Dimasukkan darah sebanyak 20 mikroliter. Diaduk dengan
menggunakan pengaduk yang tersedia. Diencerkan dengan HCl sampai warna
campuran sama dengan warna standar pada alat. Pembacaan dilakukan pada
penerangan yang wajar, tidak didepan jendela. Angka yang dibaca pada skala
langsunf menunjukan kadar hb darahj. Dibandingkan hasil yang diperoleh dari
kedua metode diatas.
ii. Waktu Perdarahan
Diujung jari dilukai dengan lanset steril dan dicatat waktu saat timbulnya
tetes darah pertama. Diserap darah yang keluar dengan menggunakan kertas dapat
menyerap, misalnya tisu. Dicatat waktu saat darah berhenti mengalir (saat
diserapkan, tidak ada bercak darah pada tisu). Selisih waktu antara saat timbulnya
tetes darah pertama dengan saat darah berhenti mengalir adalah waktu
pendarahan.
iii. Waktu Koagulasi
Ujung jari dilukai dengan lanset steril lalu diisikan darah yang keluar dari
ujung jari pada sebuah kapiler pada interval 1/2 menit, dipatahkan sebagian dari
pipa kapiler sampai teramati terjadinya benang halus fibrin pada bagian yang
dipatahkan waktu koagulasi (waktu pembekuan darah) adalah selisih waktu antara
saat timbulnya tetes darah dari luka, sampai terbentuknya benang fibrin tersebut.
iv. Penggolongan Darah
Disiapkan sebuah kaca objek, diberi garis tengah denganlilin supaya kedua
bagian tidak berhubungan diberi tanda A dan B pada sudut kiri dan kanan masing-
masing. Diteteskan serum anti-A pada bagian bertanda A dan diteteskan serum
anti-B pada bagian bertanda B. Diteteskan satu darah pada bagian A (anti-A)
kemudian dicampurkan kedua cairan dengan tusuk gigi. Diamati terjadinya
aglutinasi dan diteteskan satu darah pada bagian B (anti-B) kemudian
dicampurkan kedua cairan dengan tusuk gigi. Diamati terjadinya aglutinasi dan
ditentukan golongan darah.
V. Data pengamatan
V.1.Tekanan Darah
a. Pengukuran Tekanan Darah
i. Cara Palpatori
Perempuan = 120 mmHg
Laki-laki = 110 mmHg
ii. Cara Auskultasi
Hubungan Tekanan Darah dengan Posisi atau Aktivitas Tubuh
Tekanan Darah Perempuan Tekanan Darah Laki-
Posisi / aktivitas (sistole/distole) laki (sistole/distole)
Duduk 110/80 mmHg 120/80 mmHg
Berbaring 110/60 mmHg 100/60 mmHg
Kaki 90° tubuh 110/60 mmHg 110/80 mmHg
Berdiri 96/70 mmHg 100/80 mmHg
Kerja otak (diberi soal 110/70 mmHg 110/80 mmHg
hitungan)
Gerak badan selama 1 110/50 mmHg 130/100 mmHg
menit
b. Hyperemia
i. Hyperemia pasif/reaktif
Perubahan warna : Merah keunguan
Perubahan ukuran : 4 cm
Perubahan Suhu : Dingin
ii. Hyperemia aktif/fungsional
Perubahan warna : Lebih merah
Perubahan ukuran : 3,8 cm
Perubahan Suhu : Panas
V.2.Darah
a. Anatomi
b. Karakteristik dan morfologi darah
i. Pengukuran sel darah merah
Jumlah sel darah merah (SDM) = (27+28+32+31+41) × 10000
= 159 × 10000
= 1.590.000 SDM/mm3
ii. Pengukuran sel darah putih
Jumlah sel darah putih (SDP) = (12+14+5+13) × 50
= 44 × 50
= 2200 SDP/mm3
iii. Hematokrit
Sel darah : 1,1 cm
Plasma darah : 1,9 cm
1,1
% hematoktrit = × 100%
(1,1+1,9)
1,1
= × 100%
3
= 37%
c. Fisiologi
i. Penentuan Hb
Metode Tallquist
Pada saat penentuan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode
tallquist darah praktikan berada dinomor 60.
Metode Sahli
Pada saat penentuan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode
tallquist darah praktikan skla abiru 116% dan skala merah 17%.
ii. Waktu Perdarahan
Waktu pendarahan saat darah berhenti mengalir, yaitu 23 detik.
iii. Waktu Koagulasi
Waktu yang saat diuji, yaitu 2 menit 30 detik.
iv. Penggolongan Darah
Pada saat menentukan golongan darah, tidak terjadi gumpalan pada sampel
A dan sampel B. Sehingga dapat disimpulkan bahwa praktikan bergolongan
darah O.
VI. PEMBAHASAN
VI.1. Tekanan Darah
a. Pengukuran Tekanan Darah
i. Cara Palpatori
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran tekanan darah dengan cara
palpatori, yaitu pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau merasakan struktur
dengan ujung-ujung jari. Pada percobaan ini hanya mengukur tekanan sistole saja.
Sistole adalah tekanan tertinggi yang terjadi saat ventrikel berkontraksi untuk
mendorong darah ke arteri. Percobaan ini pun dilakukan oleh sukarelawan
perempuan dan sukarelawan laki-laki. Pada sukarelawan perempuan didapatkan
tekanan sebesar 110 mmHg dan pada sukarelawan laki-laki didapatkan tekanan
sebesar 120 mmHg. Dapat disimpulkan bahwa tekanan darah baik pada praktikan
perempuan dan laki-laki yaitu normal. Karena tekanan darah dewasa yang normal
sekitar 90-120 mmHg.
ii. Cara Auskultasi
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran tekanan darah dengan cara
auskultasi, yaitu pemeriksaan dengan mendengarkan suara-suara alami dalam
tubuh menggunakan stetoskop. Pada percobaan ini mengukur sistole dan diastole.
Sistole adalah tekanan tertinggi yang terjadi saat ventrikel berkontraksi untuk
mendorong darah ke arteri. Sedangkan diastole adalah tekanan terendah yang
terjadi saat jantung berada dalam fase relaksasi dan tidak ada darah yang mengalir
melalui katup semilunar. Percobaan ini pun mengukur tekanan darah dalam
berbagai aktivitas/posisi badan. Dibandingkan pula perbedaan tekanan darah
antara praktikan perempuan dengan laki-laki.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tidak terlalu banyak perbedaan
yang signifikan antara tekanan darah praktikan perempuan ataupun laki-laki. Hasil
pengukuran tekanan darah praktikan perempuan pada saat berbaring (110/60
mmHg) lebih kecil dibandingkan ketika dalam posisi duduk (110/70 mmHg), hal
ini dapat disebabkan karena perasaan yang rileks. Praktikan yang diukur tekanan
darahnya tenang pada saat akan dilakukan pengukuran ketika berbaring. Begitu
juga dengan praktikan laki-laki, tekanan darah pada saat berbaring (100/60
mmHg) lebih kecil dibandingkan ketika posisi duduk (120/80 mmHg). Pada
umumnya, dalam posisi berbaring tekanan darah akan lebih rendah dari pada saat
pasien duduk atau yang disebut dengan istilah Miscellaneus faktor. Pengukuran
pada saat pemberian soal hitungan, tekanan darah perempuan (110/70 mmHg)
lebih rendah dari laki-laki (110/80 mmHg). Hal ini disebabkan karena praktikan
laki-laki lebih mudah merasakan stress/depresi. Stress diantaranya ansietas, takut,
nyeri dan stress emosi mengkibatkan stimulasi simpatik yang meningkatkan
frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vascular perifer. Efek-efek stimulasi
simpatik meningkatkan tekanan darah. Hasil tekanan darah pada perempuan
(110/50 mmHg) lebih tinggi daripada laki-laki (130/100 mmHg) setelah
melakukan gerak badan/aktivitas fisik selama 1 menit. Perempuan akan lebih
cepat merasakan lelah. tetapi dari data diatas tekana darah perempuan lebih
rendah daripada saat pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk. Karena saat
melaukan gerak bada/aktivitas selama 1 menit tidak melakukan yang berat.
Sehingga saat pengukuran tekanan darah tidak naik. Namun pada laki-laki
memberikan hasil pengukuran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil
pengukuran ketika dalam posisi duduk. Dengan gerakan badan selama 1 menit
tersebut, jantung akan memompakan darah lebih banyak ke seluruh tubuh dari
ukuran normalnya. Pada umumnya, setelah pubertas, laki-laki cenderung memiliki
bacaan tekanan darah yang lebih tinggi, dan setelah menopause perempuan
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada laki-laki pada usia
tersebut.
b. Hyperemia
i. Hyperemia Pasif/reaktif
Percobaan ini dilakukan untuk membandingkan keadaan hyperemia.
Hiperemia adalah suatu kondisi di mana darah akan sesak di daerah tertentu dari
tubuh. Hal ini ditandai dengan warna keunguan pada daeran atas yang diikat.
Daerah atas yang terikat terasa dingin karena penyumbatan pembuluh darah
mengalir. Kemacetan mungkin terjadi karena beberapa jenis obstruksi atau
peradangan, yang mencegah sirkulasi darah di kapiler. Kondisi jari setelah diikat
dengan seutas tali dapat dikategorikan sebagai hiperemia pasif atau reaktif.
Terjadi karena penyumbatan pembuluh darah. Sumbatan di pembuluh darah
merugikan mempengaruhi aliran darah, sehingga menyebabkan darah mengumpul
di bagian-bagian tertentu dari tubuh. Seseorang yang hanya memiliki sebuah
episode iskemia (berkurangnya pasokan darah yang mengarah ke kekurangan
oksigen) lebih mungkin untuk mendapatkan dipengaruhi oleh kondisi ini.
Sumbatan di pembuluh darah menurunkan tingkat oksigen dalam darah, sehingga
meningkatkan tingkat sisa metabolisme. Tanda karakteristik dari jenis ini adalah
bahwa seseorang dapat mengamati tanda ungu pada saat melepaskan ikatan tali
ditempatkan di sekitar tangan seseorang atau kaki. Kondisi ini bisa menjadi parah
pada orang yang terkena penyumbatan di arteri koroner.
ii. Hyperemia Aktif/fungsional
Pada percobaan kali ini jari yang telah diikat dengan tali lalu dicelupkan ke
dalam air panas akan menghasilkan warna yang lebih merah dari biasanya,
ukurannya pun lebih kecil 3,8 cm dari biasanya 4 cm dan pada saat disentuh pada
daerah yang dicelupkan di air panas itu terasa panas. Kondisi ini disebut dengan
hiperemia aktif atau hyperemia fungsional, adalah jenis dimana peningkatan aliran
darah ke bagian tertentu dari tubuh terjadi karena peningkatan aktivitas metabolik
dari jaringan atau organ. Hal ini bisa terjadi ketika otot-otot dalam kontrak tubuh.
Hal ini juga terjadi karena kombinasi dari hipoksia pada jaringan (berkurangnya
pasokan darah) dan produksi metabolit vasodilator. Hipoksia menyebabkan
peningkatan oksigen, yang pada gilirannya menyebabkan vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah). Pelebaran pembuluh darah terjadi, seperti otot-otot halus yang
ditemukan di dalam dinding pembuluh darah rileks. Zat yang disebut vasodilator,
seperti ion kalium, oksida nitrat, karbon dioksida, dan adenosin, biasanya memicu
proses ini. Metabolisme jaringan yang meningkat meningkatkan aliran darah,
yang kembali normal setelah metabolisme dikembalikan ke normal.
VI.2. Darah
a. Karakteristik dan morfologi darah
i. Pengukuran sel darah merah
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan dengan mengukur jumlah sel
darah merah pada sampel darah seorang praktikan. Pada saat pengukuran
jumlah sel darah merah dengan alat hemositometer, banyaknya sel darah
merah yang terlihat dikalikan dengan 10.000. Didapat hasil bahwa jumlah sel
darah merah yang terdapat pada praktikan tersebut adalah 1.590.000
SDM/mm³.
Perhitungan diawali dengan pengeceran darah 200x dengan penambahan
natrium sitrat 2,5 % yang ditampung dalam suatu wadah lalu dikocok sekitar
2 menit. Setelah itu diteteskan 2 tetes pada hemositometer lalu diamati
dibawah mikroskop. Penggunaan natrium sitrat dalam pengenceran sel darah
merah disini dikarenakan sifatnya yang mencegah penggumpalan. Garam-
garam natrium dari EDTA dapat mengubah ion kalsium dari darah menjadi
bentuk yang bukan ion sehingga pembekuan dapat dicegah. Dengan
antikoagulan EDTA, sel-sel darah dapat bertahan lebih lama dibanding
antikoagulan lain.
Jika mengikuti literatur, jumlah sel darah merah normal sekitar 4,5 juta –
5,8 juta. Adapun hasil yang didapat < 4,5 juta atau tidak normal. Jadi,
menurut data yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa praktikan
tersebut mengalami anemia. Yaitu, kondisi dimana penderita mengalami
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin. Penyebab anemia itu sendiri
karena penderita kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi menyebabkan
tubuh mengalami anemia dikarenakan sumsum tulang membutuhkan zat besi
untuk membuat sel darah. Faktor-faktor lain seperti pertumbuhan sel yang
abnormal, kurangnya mineral dan vitamin pun turut mempengaruhi. Ada
beberapa cara untuk mengatasinya, seperti dilakukan tranfusi darah, banyak
mengonsumsi makanan yang kaya vitamin C seperti jerut dan tomat, B12
seperti tahu dan tempe, zat besi kacang-kacangan dan sereal, dan juga kaya
akan asam folat seperti kacang ijau dan kacang merah. (Ganong, 2006).
ii. Pengukuran sel darah putih
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan dengan mengukur jumlah sel
darah putih pada sampel darah seorang praktikan. Pada saat pengukuran
jumlah sel darah putih dengan alat hemositometer, banyaknya sel darah putih
yang terlihat dikalikan dengan 50. Didapat hasil bahwa jumlah sel darah putih
yang terdapat pada praktikan tersebut adalah 2200 SDP/mm³.
Perhitungan diawali dengan pengeceran darah 20x dengan penambahan
larutan turk yang terdiri yang terdiri dari asam asetat glasial dan pewarna
gentian yang ditampung dalam suatu wadah lalu dikocok sekitar 2 menit.
Setelah itu diteteskan 2 tetes pada hemositometer lalu diamati dibawah
mikroskop. Penggunaan larutan turk untuk mengencerkan sel darah putih
dikarenakan larutan ini dapat melisiskan sel selain sel darah putih sehingga
mempermudah dalam penghitungan.
Jika mengikuti literatur, jumlah sel darah putih normal sekitar 3.200 –
10.000. Adapun hasil yang didapat masih dalam renggang jumlah normal.
Jadi, menurut data yang diperoleh praktikan yang diuji darahnya tersebut
mengalami leukemia. Karena hasil menunjukkan jumlah sel darah putih yang
didapat > 20.000, juga apabila hasil menunjukkan sel darah putih yang
didapat > 50.000, maka praktikan mengalami gangguan pada sumsum
tulangnya.
Kondisi dimana meningkatnya jumlah sel darah putih dalam darah dikenal
dengan leukositosis. Leukositosis adalah respon normal terhadap infeksi atau
peradangan pada tubuh. Keadaan ini dapat juga dijumpai setelah gangguan
emosi, anestesi, olahraga atau selama kehamilan. Leukosit abnormal dijumpai
pada keganasan dam gangguan sumsum tulang. Adapun kondisi dimana
menurunnya jumlah leukosit dikenal dengan istilah leukopeni. Leukopeni
dapat disebabkan beberapa hal, termasuk stress berkepanjangan, penyakit
tertentu, kekurangan sumsum tulang, radiasi dan kemoterapi. Penyakit
sistemik yang parah lupus eritematosus, leukemia, penyakit tiroid juga dapat
menyebabkan kondisi ini. (Ganong, 2006).
iii. Hematokrit
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan dengan mengukur persentase
hematokrit pada sampel darah seorang praktikan. Didapat hasil bahwa persen
hematokrit yang didapat pada praktikan tersebut adalah 37%.
Persen hematokrit menunjukkan persen atau konsentrasi eritrosit dalam
darah total. Perhitungan dilakukan dengan mengisi darah pada kapiler
hematokrit sampai dengan 2/3 penuh. Lalu diletakkan kapiler tersebut pada
chamber mikrosentrifuga, ditutup dan disentrifuga selama 4 menit dengan
kecepatan tinggi. Setelah 4 menit, akan terlihat bagian plasma darah dan sel
darahnya lalu diukur. Menurut literatur, persen hematokrit normal sekitar 36
– 45 %. Adapun persen hematokrit yang didapat 37%. Jadi, menurut data
yang diperoleh praktikan yang diuji persen hematokritnya yaitu normal.
Apabila persen hematokritnya tinggi bisa jadi disebabkan karena praktikan
mengalami dehidrasi. Adapun apabila persen hematokritnya rendah bisa saja
praktikan mengalami anemia. (Pearce, 2009).
b. Fisiologi
i. Penentuan Hb
Metode Tallquist
Dalam penentuan Hb darah dengan metode tallquist didapat hasil 60. Hasil
penentuan tersebut menunjukkan bahwa Hb sukarelawan dalam kondisi
kurang baik karena kurang dari batas normalnya adalah 70 dan mengalami
anemia. Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah didalam tubuh
dibawah batas normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin untuk
menyebarkan oksigen ke seluruh tubuh. Oleh karena itu sukarelawan yang
mengalami anemia mudah lelah dan pusing. Zat besi dibutuhkan oleh tubuh
untuk membentuk jaringan otot yang baru. Zat besi lebih banyak dibutuhkan
oleh perempuan, karena perempuan mengalami haid (menstruasi) setiap
bulan. Dimana kehilangan zat besi sebanyak ± 1,3 mg per hari. Oleh karena
itu praktikan harus banyak mengkonsumsin makanan/suplemen yang
mengandung zat besi.
Metode Sahli
Dalam penentuan Hb darah dengan metode sahli didapat hasil 17 g/dl. Hasil
penentuan tersebut menunjukkan bahwa Hb sukarelawan dalam kondisi
sedikit di atas normal dari batas normalnya adalah 12-16 g/dl.. Hb normal pada
wanita kisaran 12-16 g/dl dan pada laki-laki kisaran 17-18 g/dl. Jika seseorang
memiliki nilai Hb diatas normal, maka tingginya kadar protein pembawa
oksigen di dalam darah, hal ini bisa terjadi karena banyaknya jumlah sel-sel
darah merah atau karena tingginya konsentrasi haemoglobin di dalam sel
darah merah. Jika seseorang memiliki nilai Hb kurang dari batas normal, maka
seseorang itu akan mengalami anemia atau penyakit lain yang membutuhkan
medis. Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah didalam tubuh
dibawah batas normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin untuk
menyebarkan oksigen ke seluruh tubuh. Oleh karena itu seseorang yang
mengalami anemia mudah lelah dan pusing. Zat besi dibutuhkan oleh tubuh
untuk membentuk jaringan otot yang baru. Zat besi lebih banyak dibutuhkan
oleh perempuan, karena perempuan mengalami haid (menstruasi) setiap bulan.
Dimana kehilangan zat besi sebanyak ± 1,3 mg per hari. Oleh karena itu
seseorang yang mengalami anemia harus banyak mengkonsumsin makanan/
suplemen yang mengandung zat besi.
VII. KESIMPULAN
1. Tekanan darah sendiri adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
satuan luas dinding pembuluh darah (arteri). Faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan darah adalah usia, riwayat penyakit keluarga, indeks
massa tubuh, tingkat pendidikan, stress kerja, aktivitas fisik, konsumsi
kafein, konsumsi obat-obatan, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok.
2. Berdasarkan pengaturan aliran darah, jantung memompakan darah melalui 2
sistem sirkulasi, yaitu sirkulasi pulmonar dan sirkulasi sistemik.
3. Karakteristik darah berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi golongan
darah A, B, AB, dan O.
4. Penilaian dasar komponen sel darah yang dilakukan dengan menentukan
jumlah sel darah dan trombosit, presentase dari setiap jenis sel darah putih
dan kandungan hemoglobin (Hb). Hematologi meliputi pemeriksaan Hb,
eritrosit, leukosit, trombosit dan hematokrit bermanfaat untuk
mengevaaluasi anemia, leukimia, reaksi inflamasi dan infeksi, karakteristik
sel darah perifer, tingkat hidrasi dan dehidrasi, polisitemia, dan penyakit
hemolitik.
DAFTAR PUSTAKA