Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN 8
SISTEM KARDIOVASKULER

Disusun oleh kelompok 7 – shift A


Azyyati Adzhani (10060318043)
Aulia Lairanisa (10060318044)
Ainun Navisah (10060318047)
Fatia Asy-Syahidah Al-Haq (10060318048)
Jihan Hana Fauziah (10060318050)

Nama Asisten: Widiasari ,S.Farm.


Tanggal praktikum: 21 Oktober 2019
Tanggal pengumpulan laporan: 28 Oktober 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPDU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019 M / 1441 H
PERCOBAAN 8
SISTEM KARDIOVASKULER

I. TUJUAN PERCOBAAN
I.1. Menjelaskan pengertian tekanan darah dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
I.2. Menjelaskan pengaturan aliran darah.
I.3. Menjelaskan karakteristik darah dengan alat penentuan parameter-parameter
hematologi.

II. TEORI DASAR


Sistem kardiovaskular pada vertebrata merupakan sistem sirkulasi tertutup.
Dimana darah beredar ke dan dari jantung melalui jejaring pembuluh-pembuluh
yang luar biasa ekstensif. Dimana terdapat organ sirkulsi darah yang terdiri dari
jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan
mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan
dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardiovaskuler memerlukan banyak
mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas
tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas
jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak
di arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi
memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri (Campbell, 2008: 58).
Pada sistem kardiovaskular komponen yang terpenting adalah O2 karena
dibutuhkan oleh seluruh sel yang ada di dalam tubuh. Tanpa adanya O2 seluruh
proses metabolisme yang ada di dalam tubuh akan terhambat. Oleh karena itu agar
O2 dapat di edarka keseluruh bagian tubuh yang memerlukan maka harus ada alat
yang mengedarkannya. Hormon-hormon yang di produksi oleh kelenjar endokrin
juga harus dapat di angkut ke bagian tubuh yang memerlukan. Oleh karena itu di
dalam tubuh harus ada alat yang berfungsi untuk mengerdarkan makanan O 2 dan
hormon. Alat-alat yang berfungsi dalam hal ini tergabung dalam suatu sistem
yang disebut sistem peredaran. Sistem peredaran meliputi sistem cardiovaskular
yaitu cor (jantung) dan vasa-vasanya (arteri dan vena) (Suntoro, 1990: 101).
Yang membawa O2 dan CO2 serta makanan ke seluruh tubuh adalah darah.
Darah merupakan salah satu komponen utama dalam sistem kardiovaskuler. Tak
hanya itu, peranannya dalam tubuh pun sangatlah vital. Berikut adalah beberapa
fungsi darah bagi tubuh (Snell, 2006):
1. Darah melalui plasma darah akan mengedarkan sari makanan ke seluruh
bagian tubuh. Sel darah merah akan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.
2. Sel darah putih akan membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh.
3. Keping-keping darah akan menutup setiap luka yang dialami tubuh.
4. Darah akan menjaga kestabilan suhu tubuh.
Darah merupakan komponen utama yang ada di dalam sistem
kardiovaskular, selain darah ada organ yang terpenting yang meregulasi keluar
masuknya darah yaitu jantung. Jantung sendiri berukuran sekitar satu kepalan
tangan ukurannya : 250-350 gram. Hubungan jantung yaitu ; (1). Bagian atas
terdapat pembulu darah besar (aorta, truncus pulmonalis, dll), (2). Bagian bawah
terdapat diafragma dan disetiap sisi jantung terdapat paru, (3). Bagian belakang
terdapat aorta descendesn, oesophagus, dan columna vertebralis (Snell, 2006).
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong
jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma
menyokong dari bawah, pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung sehingga
jantung tidak mudah berpindah. Faktor yang mempengaruhi kedudukan jantung
adalah (Snell, 2006):
a. Umur: Pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga toraks termasuk jantung agak
turun kebawah.
b. Bentuk rongga dada:  Perubahan bentuk toraks yang menetap  (TBC)
menahun batas jantung menurun sehingga pada asma toraks melebar dan
membulat.
c. Letak diafragma: Jika terjadi penekanan diafragma keatas akan mendorong
bagian bawah jantung ke atas.
d. Perubahan posisi tubuh:  proyeksi jantung normal di pengaruhi oleh posisi
tubuh.
Fungsi umum otot jantung yaitu (Sloane, 2003):
1. Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya
rangsangan dari luar.
2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang
rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal.
3. Tidak dapat berkontraksi tetanik.
4. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
Ada dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung yaitu:
1. Autoregulasi intrinsic pemompaan akibat perubahan volume darah yang
mengalir ke jantung.
2. Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf
otonom.
Setelah mengetahui morfologi jantung serta kinerja jantung, selanjutnya di
susul dengan organ yang mendukung kerja jantung yaitu pembuluh darah vena
dan pembuluh darah arteri (Setiadi, 2007).
a. Pembuluh darah arteri
Arteri mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan, untuk ini arteri
mempunyai dinding yang tebal dan kuat karena darah mengalir dengan cepat 
pada arteri (Setiadi. 2007).
b. Pembuluh darah vena
Vena, saluran penampung dan pengangkut darah dari jaringan kembali ke 
jantung, karena tekanan pada sistem vena sangat rendah. Dinding vena sanga tipis
akan tetapi dinding vena mempunyai otot untuk berkontraksi sehingga  berfungsi
sebagai penampung darah ekstra yang dapat dikendalikan  berdasarkan kebutuhan
tubuh (Setiadi, 2007).
Di dalam jantung tersebut terdapat beberapa organ yang mendukung kerja
dari jantung yaitu pembuluh darah. Terdapat tiga tipe utama pembuluh darah
dalam sistem kardiovaskular yaitu arteri, vena dan kapiler. Artery membawa
darah menjauhi jantung ke organ-organ seluruh tubuh. Di dalam organ-organ,
arteri bercabang menjadi arteriola, pembuluh-pembuluh darah kecilyang
mengangkut darah ke kapiler-kapiler. Kapiler adalah pembuluh mikroskopik
dengan dinding-dinding yang sangat tipis dan berpori-pori. Jejaring pembuluh
kapiler disebut bantalan kapiler, menembus setiap jaringan, melewati setiap sel
tubuh dalam jarak beberapa kali diameter sel. Dengan melintasi dinding kapiler
yang tipis, zat kimia, termasuk gas-gas terlarut di pertukarkan melalui difusi
antara darah dan cairan interestial di sekeliling sel-sel jaringan. Pada ujung hilir
kapiler-kapiler menjadi venula, dan venula-venula bergabung menjadi vena, yaitu
pembuluh-pembuluh yang membawa ke jantung (Campbell, 2008: 58).
Kemudian setelah kita mengetahui morfologi dari jantung, pembuluh vena,
pembuluh arteri dan yang terpenting dalam sistem kardiovaskular yaitu darah.
Komponen dan organ-organ tersebut nantinya akan bekerjasama membentuk
peredaran darah. Peredaran darah sendiri pada manusia ada 2 yaitu peredaran
darah kecil dan peredaran darah besar (Hall, 2009).
a. Sistem Peredaran Darah Besar (Sistemik)
Peredaran darah besar dimulai dari darah keluar dari jantung melalui aorta
menuju ke seluruh tubuh (organ bagian atas dan organ bagian bawah). Melalui
arteri darah yang kaya akan oksigen menuju ke sistem-sistem organ, maka disebut
sebagai sistem peredaran sistemik. Dari sistem organ vena membawa darah kotor
menuju ke jantung. Vena yang berasal dari sistem organ di atas jantung akan
masuk ke bilik kanan melalui vena cava inferior, sementara vena yang berasal dari
sistem organ di bawah jantung dibawa oleh vena cava posterior.
Darah kotor dari bilik kanan akan dialirkan ke serambi kanan, selanjutnya
akan dipompa ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis
merupakan satu keunikan dalam sistem peredaran darah manusia karena
merupakan satu-satunya arteri yang membawa darah kotor (darah yang
mengandung CO2).
Urutan perjalanan peredaran darah besar : bilik kiri – aorta – pembuluh nadi –
pembuluh kapiler – vena cava superior dan vena cava inferior – serambi kanan
(Hall, 2009).
b. Sistem Peredaran Darah Kecil (Pulmonal)
Peredaran darah kecil dimulai dari dari darah kotor yang dibawa arteri
pulmonalis dari serambi kanan menuju ke paru-paru. Dalam paru-paru tepatnya
pada alveolus terjadi pertukaran gas antara O2 dan CO2. Gas O2 masuk melalui
sistem respirasi dan CO2 akan dibuang ke luar tubuh. O2 yang masuk akan diikat
oleh darah (dalam bentuk HbO) terjadi di dalam alveolus. Selanjutnya darah
bersih ini akan keluar dari paru-paru melalui vena pulmonalis menuju ke jantung
(bagian bilik kiri). Vena pulmonalis merupakan keunikan yang kedua dalam
system peredaran darah manusia, karena merupakan satu-satunya vena yang
membawa darah bersih.
Urutan perjalanan peredaran darah kecil : bilik kanan jantung – arteri
pulmonalis – paru-paru – vena pulmonalis – serambi kiri jantung (Hall, 2009).
Kemudian di dalam peredaran darah tersebut darah dapat bergerak melakukan
peredaran karena adanya tekanan darah.Tekanan darah sendiri adalah gaya yang
ditimbulkan oleh darah terhadap satuan luas dinding pembuluh darah (arteri).
Tekanan ini harus adekuat, yaitu cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong
terhadap darah dan tidak boleh terlalu tinggi yang dapat menimbulkan kerja
tambahan bagi jantung. Umumnya, dua harga tekanan darah diperoleh dalam
pengukuran, yakni tekanan sistole dan diastole. Sistole dan diastole merupakan
dua periode yang menyusun satu siklus jantung. Diastole adalah kondisi relaksasi,
yakni saat jantung terisi oleh darah dan kemudian diikuti oleh periode kontraksi
atau sistole (Waluyo, 2015: 9).
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui tekanan darah seseorang.
Tekanan darah dapat di ukur dengan 2 metode, yaitu (Setiadi, 2007):
a. Metode langsung (direct method)
Metode ini menggunakan jarum atau kanula yang di masukkan ke dalam 
pembuluh darah dan di hubungkan dengan manometer. Metode ini merupakan
cara yang sangat tepat untuk pengukuran tekanan darah tapi  butuh peralatan yang
lengkap dan keterampilan yang khusus.
b. Metode tidak langsung (indirect method)
Metode ini menggunakan alat shpygmomanometer (tensi meter).
Terkait keberadaan alat pemantau tekanan darah, sekarang ini, sudah
dijumpai beragam metode pengukuran tekanan darah, baik secara non invasif (alat
di luar organ) maupun invasif (alat di dalam organ). Metode pemantauan tekanan
darah secara non invasif yang paling populer saat ini adalah Sphygmomanometer,
dan dikembangkan secara elektronik pada ibujari pasien [2,3,4]. Metode ini
praktis, namun memberikan ralat besar (orde 10%) sehingga hanya baik untuk
pemantau tekanan darah bagi orang sehat. Metode invasif dilakukan dengan
memasukkan sensor tekanan pada pembuluh darah pasien. Metode ini tidak
praktis, tetapi lebih presisi dan cocok untuk diterapkan pada pasien yang sakit
keras. Selanjutnya, perlu diperkenalkan metode pemantau tekanan darah yang
lain, bersifat non invasif, dalam keadaan darah mengalir, walau demikian yang
dikerjakan penulis masih dalam bentuk modelnya (Jati, 2013: 9).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah usia, riwayat
penyakit keluarga, indeks massa tubuh, tingkat pendidikan, stress kerja, aktivitas
fisik, konsumsi kafein, konsumsi obat-obatan, jenis kelamin, dan kebiasaan
merokok (Fitriani et all, 2017). Beberapa pusat yang mengawasi dan mengatur
perubahan tekanan darah, yaitu (Manembu et all, 2015):
1. Sistem saraf yang terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di batang otak,
misalnya pusat vasomotor dan diluar susunan saraf pusat, misalnya
baroreseptor dan kemo-reseptor
2. Sistem humoral atau kimia yang berlangsung dapat lokal atau sistemik,
misanya renin-angiotensin, vasopressin, epinefrin, noreprinefrin,
asetilkolin, serotonin, adenosin dan kalsium, magnesium, hidrogen,
kalium, dan sebagainya
3. Sistem hemodinamik yang lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah,
susunan kapiler, serta perubahan tekanan osmotik dan hidrostatik di bagian
dalam dan di luar sistem vaskuler.
Denyut nadi (pulse rate) menggambarkan frekuensi krontraksi jantung
seseorang. Pemeriksaan denyut nadi sederhana, biasanya dilakukan secara palpasi.
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau merasakan
struktur dengan ujung-ujung jari; sedangkan pemeriksaan dikatakan auskultasi,
apabila pemeriksaan dilakukan dengan mendengarkan suara-suara alami yang
diproduksi dalam tubuh. Pada umumnya, pengukuran denyut nadi dapat dilakukan
pada sembilan titik yaitu arteri radialis, arteri brakhialis, arteri carotis communis,
arteri femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri polpolitea, arteri temporalis, arteri
apical, arteri tibialis poterior (Waluyo, 2015: 9).
Macam-macam darah dalam tubuh manusia (Nomi, 2009:67):
1. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit ini memiliki bentuk cakram bikonkaf (bulat pipih dan cekung di
tengahnya), tidak memiliki inti, memiliki ukuran 1 mm 3 pada setiap darah,
mengandung 4 juta sampai dengan 6 juta eritrosit, serta memiliki warna
merah, karena mengandung haemoglobin (Hb) yang berfungsi untuk
mengikat oksigen
2. Leukosit (sel darah putih)
Leukosit memiliki bentuk tidak tetap dan dapat bergerak bebas, selnya tidak
memiliki pigmen tetapi memiliki inti, memiliki ukuran 1 mm 3 pada setiap
darah, mengandung 6.000-9.000 leukosit, serta memiliki fungsi melawan
kuman yang masuk ke dalam tubuh dengan cara fagositosis dan membentuk
antibodi.
3. Trombosit (keping darah)
Sel-selnya kecil dan bentuknya tidak beraturan serta mudah pecah, memiliki
ukuran 1 mm3 pada setiap darah, mengandung 200.000-300.000 trombosit,
memiliki fungsi dalam proses pembekuan darah. Trombosit ini memiliki
umur kurang lebih 2-3 hari.
Hemoglobin adalah protein majemuk yang tersusun atas protein sederhana
yaitu globin dan radikal prostetik yang berwarna, yang disebut heme. Protein ini
terdapat dalam butir-butir darah merah dan dapat dipisahkan daripadanya dengan
cara pemusingan. Berat molekulnya yang ditentukan dengan ultrasentrifuge
sebesar 68.000. Ini adalah protein pertama yang diperoleh dalam bentuk hablur.
Hemoglobin merupakan protein pembawa oksigen dalam darah. Tiap liter darah
mengandung kira-kira 150 gr hemoglobin (Damin Sumardjo, 1990).
Kadar hemoglobin adalah jumlah K3Fe (CN)6 akan diubah menjadi
methemoglobin yang kemudian diubah menjadi hemoglobin sianida (HiCN) oleh
KCN dengan batas ambang berat bila Hb < 8 gr/dl, anemia ringan jika Hb > 8 –
11 gr/dl dan normal pada ibu hamil Hb > 11 gr/dl (Prawirohardjo, 2000). Kadar
hemoglobin pada darah dikatakan anemia apabila kadar Hb dasar pada pria <13
gr/%, wanita < 12 gr/% dan pada ibu hamil < 11 gr/% (Agus, 2012).
Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-
paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen :
menerima, menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak
kurang lebih 80% besi tubuh berada di dalam hemoglobin (Sunita, 2001).
      Menurut Depkes RI adapun fungsi dari hemoglobin darah antara lain
sebagai berikut (Sopny, 2010) :
1.      Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam
jaringan-jaringan tubuh.
2.      Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh
jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3.      Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil
metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu
kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar
hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah
yang disebut anemia.
Penentuan anemia dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin darah.
Cara yang digunakan untuk pemeriksaan kadar hemoglobin darah antara lain
dengan menggunakan metode :
a.       Metode Sahli
Prinsip dasar : Darah oleh larutah HCl 0,1 N diubah menjadi asam hematin
dan berwarna coklat. Perubahan warna yang terjadi dibaca dengan standar
hemoglobin.  Alat dan bahan yang digunakan : darah, standar hemoglobin, tabung
hemoglobin, anti coagulant, H Cl 0,1 N (Agus, 2012)
 Larutan HCl 0,01 N diteteskan pada tabung Sahli sampai tanda tera 0,1 atau
garis bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet hingga
mencapai tanda tera atas. Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan
ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman
akibat reaksi antara HCl dengan haemoglobin membentuk asam hematin. Larutan
ditambah dengan aquades, diteteskan sedikit sambil terus diaduk. Larutan aquades
ditambahkan hingga warna larutan sama dengan warna standard
hemoglobinometer. Nilai haemoglobin di kolom “gram%” yang tertera pada
tabung haemoglobin, yang berarti banyaknya haemoglobin dalam gram 100 ml
darah (Hakim, 2013).
b.      Metode Cyanmethemoglobin
Prinsp dasar : Hemoglobin darah diubah menjadi hemoglobin sianida dalam
larutan kalium ferrisianida dan kalium sianida. Absorbsi larutan 8 diukur dengan
panjang gelombang 540 mikrometer dengan satuan gram/dl. Alat dan bahan yang
digunakan adalah alat tabung reaksi, pipet Hb 20 mikrom, fotometer, Reagen
Cyanmed (Agus, 2012).
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin yaitu sebagai
berikut (Sopny, 2010) :
1.      Kecukupan Besi dalam Tubuh
Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia defisiensi
besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan
kandungan hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien esensial
dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengangkutoksigen dari paru-
paru ke jaringan tubuh, untuk dieksresikan ke dalam udara pernapasan, sitokrom,
dan komponen lain pada sistem enzim pernapasan seperti sitokrom oksidase,
katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel
darah merah dan mioglobin dalam sel otot.
2.      Metabolisme Besi dalam Tubuh
Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih dari
4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (lebih
dari 2,5 g), myoglobin 150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limpa sumsum
tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian
fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian yang merupakan
cadangan. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,
pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran.
Kadar haemoglobin dalam darah maupun kerja atau fungsi haemoglobin
yang optimal dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal meliputi
(Rindamusti,2012) :
1.      Makanan atau gizi
Zat-zat gizi atau komponen gizi yang terdapat dalam makanan yang
dimakan digunakan untuk menyusun terbentuknya haemoglobin yaitu Fe (zat
besi) protein.
2.      Fungsi Jantung dan paru
Jantung berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Dalam darah terdapat
haemoglobin yang membawa oksigen keseluruh tubuh sebagai pembentukan
energi. Sedangkan paru berfungsi untuk menghisap oksigen dari udara luar yang
kemudian disuplai ke aliran darah dengan adanya ikatan antara haemoglobin dan
paru mempengaruhi kerja jantung yang optimal.
3.      Fungsi Organ-organ Tubuh Lain
Misalnya fungsi hepar dan ginjal yang membantu dalam proses
pembentukan eritrosit dan haemoglobin.
4.      Merokok
Menurut Giam,C.K dan The K..C.(1993:47) merokok mengurangi
kelembaban haemoglobin membawa oksigen dari darah. Juga pengaliran darah ke
organ-organ vital dan jaringan-jaringan(seperti jantung, otak dan otot)akan
berkurang. Secara timbulnya stress terhadap organ-organ vital,seperti jantung.
5.      Penyakit Yang Menyertai
Penyakit yang di derita membutuhkan lebih banyak zat gizi dan oksigen
untuk pembentukan energi guna penyembuhan penyakit yang di derita.
Hematokrit adalah persentase volume seluruh eritrosit yang ada di dalam
darah dan diambil dalam volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan
cara memutarnya di dalam tabung khusus dalam waktu dan kecepatan tertentu
yang nilainya dinyatakan dalam persen (%), nilai untuk pria 40-48 vol % dan
untuk wanita 37-43 vol % (Sadikin. M, 2008).
Nilai hematokrit dapat digunakan sebagai tes skrining sederhana untuk
anemia, sebagai referensi kalibrasi untuk metode otomatis hitung sel darah, dan
secara kasar untuk membimbing kekuratan pengukuran hemoglobin. Nilai
hematokrit yang dinyatakan g/L adalah sekitar tiga kali kadar Hb ( Kiswari,2014).
Nilai hematokrit dari sampel adalah perbandingan antara volume eritrosit
dengan volume darah secara keseluruhan. Nilai hematokrit dapat dinyatakan
sebagai presentase (konvensional) atau sebagai pecahan desimal (unit SI),
liter/liter (L/L). Asam heparin kering dan etilen diamin tetra asetat (EDTA) adalah
antikoagulan yang memuaskan untuk tujuan tes ini (Kiswari, 2014).
Hiperemia arteriol yang mensuplai darah melebar, dengan demikian banyak
darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal, kapiler-kapiler yang sebelumnya
kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah
lokal. Timbulnya hyperemia diatur oleh tubuh baik secara kimia melalui
pelepasan mediator kimia tubuh seperti kinin, histamine, dan prostaglandin (Kee
dan Hayes, 1993).
Hiperemia aktif terjadi apabila sedang terlatih, akan terjadi kenaikan
metabolisme lokal menyebabkan sel-sel dengan cepat mendapatkan nutrisi dari
aliran darah dan juga mengeluarkan sejumlah zat vasodilator. Akibatnya akan
terjadi dilatasi pembuluh darah sekitar kaki, sehingga aliran lokal meningkat
(Guyton & Hall, 2007).
Hiperemia pasif adalah suatu kondisi di mana terjadi aliran darah vena
menurun mengakibatkan dilatasi pembuluh vena dan kapiler. Hiperemia ini
disebut juga bendungan hipostatik. Sebagai contoh bendungan paru yang terjadi
pada penderita gagal jantung dan varices. Hiperemia pada umumnya terjadi dalam
waktu singkat, jika rangsangan terhadap arteriol dan vena berhenti maka sirkulasi
akan normal kembali (Sriyanti, 2016).
Golongan darah pada manusia bersifat herediter yang ditentukan oleh
alelganda. Golongan darah seseorang dapat mempunyai arti yang penting dalam
kehidupan. Sistem penggolongan yang umum dikenal dalam sistem ABO. Pada
tahun 1900 dan 1901 Landstainer menemukan bahwa penggumpalan
darah(Aglutinasi) kadang-kadang terjadi apabila eritrosit seseorang dicampur
dengan serum darah orang lain. Pada orang lain lagi, campuran tersebut tidak
mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan hal tersebut Landstainer
membagi golongan darah manusia menjadi 4 golongan, yaitu: A, B, AB, dan O.
Dalam hal ini di dalam eritrosit terdapat antigen dan aglutinogen, sedangkan
dalam serumnya terkandung zat anti yang disebut sebagai antibodi atau aglutinin.
Dikenal 2 macam antigen yaitu α dan β, sedangkan zat antinya dibedakan sebagai
anti A dan anti B. Antigen dan antibodi yang dikandung oleh darah seseorang
dengan golongan darah tertentu adalah sebagai berikut,
Golongan Antigen Zat Anti
A A B
B B A
AB - A+B
O A+B -
Bila antigen α bertemu dengan anti A dalam darah seseorang maka akan
terjadi penggumpalan darah dan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan hal
ini, golongan darah penting sekali untuk diperhatikan, terutama dalam transfusi
darah. Untuk menghindari jangan sampai terjadi penggumpalan, maka sebelum
dilakukan transfusi darah, baik darah pemberi (donor) maupun si penerima
(resipien) harus diperiksa atau diketahui terlebih dahulu golongan darahnya
(Kimball, 1990).
Di dalam darah ditemukan adanya aglutinogen (antigen) yang terdapat di
dalam eritrosit dan aglutinin (antibodi) yang berada dalam plasma darah. Berikut
ini adalah klasifikasi penggolongan darah berdasarkan aglutinin dan aglutinogen
yang dimiliki.
a. Orang yang memiliki antigen A tidak memiliki anti α melainkan anti β dalam
serum plasma, dengan orang tersebut mempunyai golongan darah A demikian
bergolongan darah A.
b. Orang yang memiliki antigen B tidak memiliki anti β dimasukkan orang tetapi
memiliki anti α maka orang tersebut memiliki golongan darah B.
c. Orang yang memiliki antigen A dan B tetapi tidak memiliki anti α dan β maka
mereka bergolongan darah AB.
d. Orang yang tidak memiliki antigen tetapi memiliki anti α dan β maka orang itu
digolongkan O (Susilowarno, 2007: 125).
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Alat pengukur hematokrit Alkohol 70%
Hemositometer Asam Asetat
Kaca objek Gentian Violet
Kertas tes Tallquist Kapas
Lanset darah Na Sitrat
Lilin NaCl
Mikroskop Serum anti A
Pipa kapiler Serum anti B
Pipet pengencer sel darah merah Serum Rh
Pipet pengencer sel darah putih
Pipet Sahli
Sentrifuga hematokrit
(mikrosentrifuga)
Sfignomanometer
Stetoskop
Stopwatch
Tabung reaksi
Tali
Tusuk gigi

IV. Prosedur percobaan


IV.1. Tekanan Darah
a. Pengukuran Tekanan Darah
i. Cara Palpatori
Ditutup sekrup pentil pada bola karet yang dipegang dengan tangan kanan.
Dengan ibu jari tangan kiri, diraba nadi pada pergelangan tangan yang akan
diukur tekanannya. Berangsur-angsur, dikembangkan ban dengan memompa bola
karet. Diperhatkan tekanan pada saat denyut jantung menghilang. Dinilai tekanan
dinaikkan lagi 10 mmHg diatas tekanan tadi. Diturunkan tekanan berangsur-
angsur dengan cara perlahan-lahan dibuka sekrup pentil. Tekanan manometer di
saat munculnya kembali denyut nadi untuk pertama kali adalah tekanansistolik
yang diukur.
ii. Cara Auskultasi
Diikatkan ban pada lengan atas. Ditempatkan bel stetoskop pada
percabangan arteri bronchial menjadi arteri ulnaris dan arteri radialis. Dinaikkan
tekanan dalam ban sehingga aliran darah dalam arteri radialis dan arteri ulnaris
dihambat. Lalu diturunkan bernagsur-angsur dengan dibuka sekrup pentil. Dicatat
tekanan saat bunyi terdengar untuk pertama kalinya. Ini merupakan tekanan
sistolik. Diturunkan tekanan dalam ban, sampai pada suatu saat bunyi tidak
terdengar lagi. Dicatat tekanan saat bunyi menghilang. Ini merupakan tekanan
diastolik.
b. Hyperemia
i. Hyperemia Pasif/reaktif
Diikatkan seutas benang di atas sendi kedua pada sebuah jari tangan.
Dibiarkan beberapa menit lalu diamati peristiwa yang terjadi (perubahan warna,
perubahan ukuran, perubahan suhu).
ii. Hyperemia Aktif/fungsional
Direndam sebuah jari tangan dalam air panas (dengan suhu tertinggi yang
dapat ditahan). Dibiarkan beberapa menit dan diamati peristiwa yang terjadi
(perubahan warna, perubahan ukuran dan perubahan suhu).

IV.2. Darah
a. Anatomi
i. Cara memperoleh darah segar untuk pemeriksaan
ii. Cara pengisisan pipet
b. Karakteristik dan Morfologi Darah
i. Pengukuran sel darah merah
Diambil darah segar dengan cara seperti diatas. Diencerkan 200x dengan
cairan pengencer sel darah merah, yaitu natrium sitrat 2,5% lalu dikocok.
Diteteskan 2 tetes pada hemositometer. Dihitung jumlah sel darah merah yang
menyentuh batas atau berada diatas batas, hanya dihitung pada sisi yang saling
tegak lurus dengan kotak yang bersangkutan. Faktor perhitungan untuk
menghitung sel darah merah adalah 10.000. Jadi untuk memperoleh nilai sel darah
merah, kalikan jumlah sel darah yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan
10.000. Faktor perhitungan ini diperoleh dari hasil perhitungan antara kamar
hitung pada hemositometer dengan faktor pengenceran.
ii. Pengukuran sel darah putih
Diambil darah segar seperti cara diatas. Diencerkan 20x dengan cairan
pengencer yaitu larutan Turk. Larutan turk terdiri dari asam asetat glasial 1 mL,
larutan gentian violet 1%(dalam air) 1 mL, akuades ad 100 mL. dikocok.
Diteteskan 2 tetes pada hemositometer. Dihitung jumlah sel darah putih. Dihitung
pula jumlah neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit, dan monosit serta persentasinya
terhadp sel darah putih total. Sel darah putih yang dihitung adalah yang terdapat
pada 4 kotak besar pada kedua sudut hemositometer. Sel darah putih yang berada
pada batas , dihitung dari dua sisi yang saling tegak lurus dari kotak yang
bersangkutan. Faktor perhitungan untuk menghitung sel darah merah adalah 50.
Jadi untuk memperoleh nilai sel darah merah, kalikan jumlah sel darah yang
diperoleh dari hasil perhitungan dengan 50. Faktor perhitungan ini diperoleh dari
hasil perhitungan antara kamar hitung pada hemositometer dengan faktor
pengenceran.
iii. Hematokrit
Diambil darah segar dengan cara seperti diatas. Ditempatkan pipa kapiler
hematokrit pada tetes tersebut. Diisi kapiler hematokrit, minimal sampai dengan
½ penuh. Ditutup pipa kapiler yang telah berisi darah dengan lilin. Diletakkan
pipa-pipa kapiler pada chamber mikrosentrifuga sedemikian rupa sehingga
posisinya seimbang (jika jumlah pipa kapiler yang disentrifuga tidak
memungkinkan untuk membuat posisi seimbang, dapat ditambahkan pipa kapiler
kosong sebagai penyeimbang). Ditutup chamber dengan tutup sentrifuga.
Sentrifuga dilakkan pada kecepatan tinggi selama 4 menit. Ditetukan nilai
hematokrit dengn cara mengukur perbandingna tinggi antara darah(sel darah dan
plasma) dengan sel darah.
Hematokrit (%) = tinggi sel darah/ tinggi sel darah dan plasma x 100%
Atau didapat dapat pula dengan menggunakan alat pengukur hematokrit.
Diamati pula warna plasma, dibagian mana terdapat sel darah. Dibamdingkan
nilai hematokrit dari laki-laki dan perempuan.
c. Fisiologi
i. Penentuan Hb
 Metode Tallquist
Diambil satu tetes darah dengan kertas tallquist. Ditentukan persentasi
Hb dengan membandingkan warna yang saudara peroleh dengan warna kertas
pembanding.
 Metode Sahli
Tabung sahli diisi dengan HCl 0,1 N sampai dengan setinggi 10% dari
tinggi skala maksimal. Dimasukkan darah sebanyak 20 mikroliter. Diaduk dengan
menggunakan pengaduk yang tersedia. Diencerkan dengan HCl sampai warna
campuran sama dengan warna standar pada alat. Pembacaan dilakukan pada
penerangan yang wajar, tidak didepan jendela. Angka yang dibaca pada skala
langsunf menunjukan kadar hb darahj. Dibandingkan hasil yang diperoleh dari
kedua metode diatas.
ii. Waktu Perdarahan
Diujung jari dilukai dengan lanset steril dan dicatat waktu saat timbulnya
tetes darah pertama. Diserap darah yang keluar dengan menggunakan kertas dapat
menyerap, misalnya tisu. Dicatat waktu saat darah berhenti mengalir (saat
diserapkan, tidak ada bercak darah pada tisu). Selisih waktu antara saat timbulnya
tetes darah pertama dengan saat darah berhenti mengalir adalah waktu
pendarahan.
iii. Waktu Koagulasi
Ujung jari dilukai dengan lanset steril lalu diisikan darah yang keluar dari
ujung jari pada sebuah kapiler pada interval 1/2 menit, dipatahkan sebagian dari
pipa kapiler sampai teramati terjadinya benang halus fibrin pada bagian yang
dipatahkan waktu koagulasi (waktu pembekuan darah) adalah selisih waktu antara
saat timbulnya tetes darah dari luka, sampai terbentuknya benang fibrin tersebut.
iv. Penggolongan Darah
Disiapkan sebuah kaca objek, diberi garis tengah denganlilin supaya kedua
bagian tidak berhubungan diberi tanda A dan B pada sudut kiri dan kanan masing-
masing. Diteteskan serum anti-A pada bagian bertanda A dan diteteskan serum
anti-B pada bagian bertanda B. Diteteskan satu darah pada bagian A (anti-A)
kemudian dicampurkan kedua cairan dengan tusuk gigi. Diamati terjadinya
aglutinasi dan diteteskan satu darah pada bagian B (anti-B) kemudian
dicampurkan kedua cairan dengan tusuk gigi. Diamati terjadinya aglutinasi dan
ditentukan golongan darah.

V. Data pengamatan
V.1.Tekanan Darah
a. Pengukuran Tekanan Darah
i. Cara Palpatori
Perempuan = 120 mmHg
Laki-laki = 110 mmHg
ii. Cara Auskultasi
Hubungan Tekanan Darah dengan Posisi atau Aktivitas Tubuh
Tekanan Darah Perempuan Tekanan Darah Laki-
Posisi / aktivitas (sistole/distole) laki (sistole/distole)
Duduk 110/80 mmHg 120/80 mmHg
Berbaring 110/60 mmHg 100/60 mmHg
Kaki 90° tubuh 110/60 mmHg 110/80 mmHg
Berdiri 96/70 mmHg 100/80 mmHg
Kerja otak (diberi soal 110/70 mmHg 110/80 mmHg
hitungan)
Gerak badan selama 1 110/50 mmHg 130/100 mmHg
menit

b. Hyperemia
i. Hyperemia pasif/reaktif
Perubahan warna : Merah keunguan
Perubahan ukuran : 4 cm
Perubahan Suhu : Dingin
ii. Hyperemia aktif/fungsional
Perubahan warna : Lebih merah
Perubahan ukuran : 3,8 cm
Perubahan Suhu : Panas

V.2.Darah
a. Anatomi
b. Karakteristik dan morfologi darah
i. Pengukuran sel darah merah
Jumlah sel darah merah (SDM) = (27+28+32+31+41) × 10000
= 159 × 10000
= 1.590.000 SDM/mm3
ii. Pengukuran sel darah putih
Jumlah sel darah putih (SDP) = (12+14+5+13) × 50
= 44 × 50
= 2200 SDP/mm3
iii. Hematokrit
Sel darah : 1,1 cm
Plasma darah : 1,9 cm
1,1
% hematoktrit = × 100%
(1,1+1,9)
1,1
= × 100%
3
= 37%
c. Fisiologi
i. Penentuan Hb
 Metode Tallquist
Pada saat penentuan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode
tallquist darah praktikan berada dinomor 60.
 Metode Sahli
Pada saat penentuan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode
tallquist darah praktikan skla abiru 116% dan skala merah 17%.
ii. Waktu Perdarahan
Waktu pendarahan saat darah berhenti mengalir, yaitu 23 detik.
iii. Waktu Koagulasi
Waktu yang saat diuji, yaitu 2 menit 30 detik.
iv. Penggolongan Darah
Pada saat menentukan golongan darah, tidak terjadi gumpalan pada sampel
A dan sampel B. Sehingga dapat disimpulkan bahwa praktikan bergolongan
darah O.

VI. PEMBAHASAN
VI.1. Tekanan Darah
a. Pengukuran Tekanan Darah
i. Cara Palpatori
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran tekanan darah dengan cara
palpatori, yaitu pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau merasakan struktur
dengan ujung-ujung jari. Pada percobaan ini hanya mengukur tekanan sistole saja.
Sistole adalah tekanan tertinggi yang terjadi saat ventrikel berkontraksi untuk
mendorong darah ke arteri. Percobaan ini pun dilakukan oleh sukarelawan
perempuan dan sukarelawan laki-laki. Pada sukarelawan perempuan didapatkan
tekanan sebesar 110 mmHg dan pada sukarelawan laki-laki didapatkan tekanan
sebesar 120 mmHg. Dapat disimpulkan bahwa tekanan darah baik pada praktikan
perempuan dan laki-laki yaitu normal. Karena tekanan darah dewasa yang normal
sekitar 90-120 mmHg.
ii. Cara Auskultasi
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran tekanan darah dengan cara
auskultasi, yaitu pemeriksaan dengan mendengarkan suara-suara alami dalam
tubuh menggunakan stetoskop. Pada percobaan ini mengukur sistole dan diastole.
Sistole adalah tekanan tertinggi yang terjadi saat ventrikel berkontraksi untuk
mendorong darah ke arteri. Sedangkan diastole adalah tekanan terendah yang
terjadi saat jantung berada dalam fase relaksasi dan tidak ada darah yang mengalir
melalui katup semilunar. Percobaan ini pun mengukur tekanan darah dalam
berbagai aktivitas/posisi badan. Dibandingkan pula perbedaan tekanan darah
antara praktikan perempuan dengan laki-laki.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tidak terlalu banyak perbedaan
yang signifikan antara tekanan darah praktikan perempuan ataupun laki-laki. Hasil
pengukuran tekanan darah praktikan perempuan pada saat berbaring (110/60
mmHg) lebih kecil dibandingkan ketika dalam posisi duduk (110/70 mmHg), hal
ini dapat disebabkan karena perasaan yang rileks. Praktikan yang diukur tekanan
darahnya tenang pada saat akan dilakukan pengukuran ketika berbaring. Begitu
juga dengan praktikan laki-laki, tekanan darah pada saat berbaring (100/60
mmHg) lebih kecil dibandingkan ketika posisi duduk (120/80 mmHg). Pada
umumnya, dalam posisi berbaring tekanan darah akan lebih rendah dari pada saat
pasien duduk atau yang disebut dengan istilah Miscellaneus faktor. Pengukuran
pada saat pemberian soal hitungan, tekanan darah perempuan (110/70 mmHg)
lebih rendah dari laki-laki (110/80 mmHg). Hal ini disebabkan karena praktikan
laki-laki lebih mudah merasakan stress/depresi. Stress diantaranya ansietas, takut,
nyeri dan stress emosi mengkibatkan stimulasi simpatik yang meningkatkan
frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vascular perifer. Efek-efek stimulasi
simpatik meningkatkan tekanan darah. Hasil tekanan darah pada perempuan
(110/50 mmHg) lebih tinggi daripada laki-laki (130/100 mmHg) setelah
melakukan gerak badan/aktivitas fisik selama 1 menit. Perempuan akan lebih
cepat merasakan lelah. tetapi dari data diatas tekana darah perempuan lebih
rendah daripada saat pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk. Karena saat
melaukan gerak bada/aktivitas selama 1 menit tidak melakukan yang berat.
Sehingga saat pengukuran tekanan darah tidak naik. Namun pada laki-laki
memberikan hasil pengukuran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil
pengukuran ketika dalam posisi duduk. Dengan gerakan badan selama 1 menit
tersebut, jantung akan memompakan darah lebih banyak ke seluruh tubuh dari
ukuran normalnya. Pada umumnya, setelah pubertas, laki-laki cenderung memiliki
bacaan tekanan darah yang lebih tinggi, dan setelah menopause perempuan
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada laki-laki pada usia
tersebut.
b. Hyperemia
i. Hyperemia Pasif/reaktif
Percobaan ini dilakukan untuk membandingkan keadaan hyperemia.
Hiperemia adalah suatu kondisi di mana darah akan sesak di daerah tertentu dari
tubuh. Hal ini ditandai dengan warna keunguan pada daeran atas yang diikat.
Daerah atas yang terikat terasa dingin karena penyumbatan pembuluh darah
mengalir. Kemacetan mungkin terjadi karena beberapa jenis obstruksi atau
peradangan, yang mencegah sirkulasi darah di kapiler. Kondisi jari setelah diikat
dengan seutas tali dapat dikategorikan sebagai hiperemia pasif atau reaktif.
Terjadi karena penyumbatan pembuluh darah. Sumbatan di pembuluh darah
merugikan mempengaruhi aliran darah, sehingga menyebabkan darah mengumpul
di bagian-bagian tertentu dari tubuh. Seseorang yang hanya memiliki sebuah
episode iskemia (berkurangnya pasokan darah yang mengarah ke kekurangan
oksigen) lebih mungkin untuk mendapatkan dipengaruhi oleh kondisi ini.
Sumbatan di pembuluh darah menurunkan tingkat oksigen dalam darah, sehingga
meningkatkan tingkat sisa metabolisme. Tanda karakteristik dari jenis ini adalah
bahwa seseorang dapat mengamati tanda ungu pada saat melepaskan ikatan tali
ditempatkan di sekitar tangan seseorang atau kaki. Kondisi ini bisa menjadi parah
pada orang yang terkena penyumbatan di arteri koroner.
ii. Hyperemia Aktif/fungsional
Pada percobaan kali ini jari yang telah diikat dengan tali lalu dicelupkan ke
dalam air panas akan menghasilkan warna yang lebih merah dari biasanya,
ukurannya pun lebih kecil 3,8 cm dari biasanya 4 cm dan pada saat disentuh pada
daerah yang dicelupkan di air panas itu terasa panas. Kondisi ini disebut dengan
hiperemia aktif atau hyperemia fungsional, adalah jenis dimana peningkatan aliran
darah ke bagian tertentu dari tubuh terjadi karena peningkatan aktivitas metabolik
dari jaringan atau organ. Hal ini bisa terjadi ketika otot-otot dalam kontrak tubuh.
Hal ini juga terjadi karena kombinasi dari hipoksia pada jaringan (berkurangnya
pasokan darah) dan produksi metabolit vasodilator. Hipoksia menyebabkan
peningkatan oksigen, yang pada gilirannya menyebabkan vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah). Pelebaran pembuluh darah terjadi, seperti otot-otot halus yang
ditemukan di dalam dinding pembuluh darah rileks. Zat yang disebut vasodilator,
seperti ion kalium, oksida nitrat, karbon dioksida, dan adenosin, biasanya memicu
proses ini. Metabolisme jaringan yang meningkat meningkatkan aliran darah,
yang kembali normal setelah metabolisme dikembalikan ke normal.

VI.2. Darah
a. Karakteristik dan morfologi darah
i. Pengukuran sel darah merah
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan dengan mengukur jumlah sel
darah merah pada sampel darah seorang praktikan. Pada saat pengukuran
jumlah sel darah merah dengan alat hemositometer, banyaknya sel darah
merah yang terlihat dikalikan dengan 10.000. Didapat hasil bahwa jumlah sel
darah merah yang terdapat pada praktikan tersebut adalah 1.590.000
SDM/mm³.
Perhitungan diawali dengan pengeceran darah 200x dengan penambahan
natrium sitrat 2,5 % yang ditampung dalam suatu wadah lalu dikocok sekitar
2 menit. Setelah itu diteteskan 2 tetes pada hemositometer lalu diamati
dibawah mikroskop. Penggunaan natrium sitrat dalam pengenceran sel darah
merah disini dikarenakan sifatnya yang mencegah penggumpalan. Garam-
garam natrium dari EDTA dapat mengubah ion kalsium dari darah menjadi
bentuk yang bukan ion sehingga pembekuan dapat dicegah. Dengan
antikoagulan EDTA, sel-sel darah dapat bertahan lebih lama dibanding
antikoagulan lain.
Jika mengikuti literatur, jumlah sel darah merah normal sekitar 4,5 juta –
5,8 juta. Adapun hasil yang didapat < 4,5 juta atau tidak normal. Jadi,
menurut data yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa praktikan
tersebut mengalami anemia. Yaitu, kondisi dimana penderita mengalami
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin. Penyebab anemia itu sendiri
karena penderita kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi menyebabkan
tubuh mengalami anemia dikarenakan sumsum tulang membutuhkan zat besi
untuk membuat sel darah. Faktor-faktor lain seperti pertumbuhan sel yang
abnormal, kurangnya mineral dan vitamin pun turut mempengaruhi. Ada
beberapa cara untuk mengatasinya, seperti dilakukan tranfusi darah, banyak
mengonsumsi makanan yang kaya vitamin C seperti jerut dan tomat, B12
seperti tahu dan tempe, zat besi kacang-kacangan dan sereal, dan juga kaya
akan asam folat seperti kacang ijau dan kacang merah. (Ganong, 2006).
ii. Pengukuran sel darah putih
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan dengan mengukur jumlah sel
darah putih pada sampel darah seorang praktikan. Pada saat pengukuran
jumlah sel darah putih dengan alat hemositometer, banyaknya sel darah putih
yang terlihat dikalikan dengan 50. Didapat hasil bahwa jumlah sel darah putih
yang terdapat pada praktikan tersebut adalah 2200 SDP/mm³.
Perhitungan diawali dengan pengeceran darah 20x dengan penambahan
larutan turk yang terdiri yang terdiri dari asam asetat glasial dan pewarna
gentian yang ditampung dalam suatu wadah lalu dikocok sekitar 2 menit.
Setelah itu diteteskan 2 tetes pada hemositometer lalu diamati dibawah
mikroskop. Penggunaan larutan turk untuk mengencerkan sel darah putih
dikarenakan larutan ini dapat melisiskan sel selain sel darah putih sehingga
mempermudah dalam penghitungan.
Jika mengikuti literatur, jumlah sel darah putih normal sekitar 3.200 –
10.000. Adapun hasil yang didapat masih dalam renggang jumlah normal.
Jadi, menurut data yang diperoleh praktikan yang diuji darahnya tersebut
mengalami leukemia. Karena hasil menunjukkan jumlah sel darah putih yang
didapat > 20.000, juga apabila hasil menunjukkan sel darah putih yang
didapat > 50.000, maka praktikan mengalami gangguan pada sumsum
tulangnya.
Kondisi dimana meningkatnya jumlah sel darah putih dalam darah dikenal
dengan leukositosis. Leukositosis adalah respon normal terhadap infeksi atau
peradangan pada tubuh. Keadaan ini dapat juga dijumpai setelah gangguan
emosi, anestesi, olahraga atau selama kehamilan. Leukosit abnormal dijumpai
pada keganasan dam gangguan sumsum tulang. Adapun kondisi dimana
menurunnya jumlah leukosit dikenal dengan istilah leukopeni. Leukopeni
dapat disebabkan beberapa hal, termasuk stress berkepanjangan, penyakit
tertentu, kekurangan sumsum tulang, radiasi dan kemoterapi. Penyakit
sistemik yang parah lupus eritematosus, leukemia, penyakit tiroid juga dapat
menyebabkan kondisi ini. (Ganong, 2006).
iii. Hematokrit
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan dengan mengukur persentase
hematokrit pada sampel darah seorang praktikan. Didapat hasil bahwa persen
hematokrit yang didapat pada praktikan tersebut adalah 37%.
Persen hematokrit menunjukkan persen atau konsentrasi eritrosit dalam
darah total. Perhitungan dilakukan dengan mengisi darah pada kapiler
hematokrit sampai dengan 2/3 penuh. Lalu diletakkan kapiler tersebut pada
chamber mikrosentrifuga, ditutup dan disentrifuga selama 4 menit dengan
kecepatan tinggi. Setelah 4 menit, akan terlihat bagian plasma darah dan sel
darahnya lalu diukur. Menurut literatur, persen hematokrit normal sekitar 36
– 45 %. Adapun persen hematokrit yang didapat 37%. Jadi, menurut data
yang diperoleh praktikan yang diuji persen hematokritnya yaitu normal.
Apabila persen hematokritnya tinggi bisa jadi disebabkan karena praktikan
mengalami dehidrasi. Adapun apabila persen hematokritnya rendah bisa saja
praktikan mengalami anemia. (Pearce, 2009).
b. Fisiologi
i. Penentuan Hb
 Metode Tallquist
Dalam penentuan Hb darah dengan metode tallquist didapat hasil 60. Hasil
penentuan tersebut menunjukkan bahwa Hb sukarelawan dalam kondisi
kurang baik karena kurang dari batas normalnya adalah 70 dan mengalami
anemia. Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah didalam tubuh
dibawah batas normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin untuk
menyebarkan oksigen ke seluruh tubuh. Oleh karena itu sukarelawan yang
mengalami anemia mudah lelah dan pusing. Zat besi dibutuhkan oleh tubuh
untuk membentuk jaringan otot yang baru. Zat besi lebih banyak dibutuhkan
oleh perempuan, karena perempuan mengalami haid (menstruasi) setiap
bulan. Dimana kehilangan zat besi sebanyak ± 1,3 mg per hari. Oleh karena
itu praktikan harus banyak mengkonsumsin makanan/suplemen yang
mengandung zat besi.
 Metode Sahli
Dalam penentuan Hb darah dengan metode sahli didapat hasil 17 g/dl. Hasil
penentuan tersebut menunjukkan bahwa Hb sukarelawan dalam kondisi
sedikit di atas normal dari batas normalnya adalah 12-16 g/dl.. Hb normal pada
wanita kisaran 12-16 g/dl dan pada laki-laki kisaran 17-18 g/dl. Jika seseorang
memiliki nilai Hb diatas normal, maka tingginya kadar protein pembawa
oksigen di dalam darah, hal ini bisa terjadi karena banyaknya jumlah sel-sel
darah merah atau karena tingginya konsentrasi haemoglobin di dalam sel
darah merah. Jika seseorang memiliki nilai Hb kurang dari batas normal, maka
seseorang itu akan mengalami anemia atau penyakit lain yang membutuhkan
medis. Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah didalam tubuh
dibawah batas normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin untuk
menyebarkan oksigen ke seluruh tubuh. Oleh karena itu seseorang yang
mengalami anemia mudah lelah dan pusing. Zat besi dibutuhkan oleh tubuh
untuk membentuk jaringan otot yang baru. Zat besi lebih banyak dibutuhkan
oleh perempuan, karena perempuan mengalami haid (menstruasi) setiap bulan.
Dimana kehilangan zat besi sebanyak ± 1,3 mg per hari. Oleh karena itu
seseorang yang mengalami anemia harus banyak mengkonsumsin makanan/
suplemen yang mengandung zat besi.

ii. Waktu Perdarahan


Waktu perdarahan adalah waktu berhentinya darah yang keluar dari tubuh
bagian luar atau dikenal dengan waktu pembekuan darah yaitu dengan cara
disumbat oleh platelet dan dibekukan oleh trombosit. Untuk mengetahui cara
pemeriksaan waktu perdarahan yaitu dengan menggunakan metode Ivy dan
metode duke. Nilai waktu perdarahan normal dengan metode IVY yaitu selama 3-
7 menit dan metode duke yaitu selama 1-3 menit. Waktu yang didapat saat uji
waktu perdarahan pada sukarelawan yaitu 23 detik, direntang batas normalnya
yaitu 15 detik – 2 menit. Dari hasil waktu perdarahan yang didapat diprediksikan
praktikan yaitu normal, apabila diatas normal mengalami hemofilia. Hemofilia
adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor
pembekuan darah. Hemofilia timbul jika ada kelainan pada gen yang
menyebabkan kurangnya faktor pembekuan. Dapat dihindari dengan cara tidak
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit seperti
aspirin dan ibupropen.

iii. Waktu Koagulasi


Pada praktikum ini bertujuan untuk waktu pendarahan dan waktu beku pada
manusia. Waktu pendarahan diamati sebagai interval waktu dari saat pertama
timbulnya tetes darah dari pembuluh darah yang luka sampai berhenti mengalir
keluar dari pembuluh darah. Pada percobaan didapat hasil waktu koagulasi yaitu 2
menit 30 detik. Hasil ini menunjukkan bahwa praktikan cenderung normal. Ada
Faktor- faktor yang mempengaruhi waktu pendarahan yaitu ukuran luka, suhu,
status kesehatan, umur, besarnya tubuh dan aktivitas yang heomglobin darah.
Kisaran waktu pendarahan normal yaitu sekitar 15 detik hingga 5 menit.
Suatu celah dalam dinding pembuluh darah akan memaparkan prottein-
protein yang menarik platelet dan memicu koagulasi yaitu konversi. Komponen-
komponen darah yang cair menjadi gumpalan yang padat. Koagulan atau penyegal
besikulasi dalam bentuk inaktif yang disebut fibrinogen. Penggumpalan darah
melibatkan konversi fibrinogen menjadi bentuk aktifnya, fibrin yang beragregasi
menjadi benang-benang yang membentuk kerangka gumpalan darah (Campbell,
2008: 71).
Pendarahan dapat berhenti sendiri misalnya dengan kontraksi vasa di tempat
pendarahan yang terjadi beberapa menit sampai beberapa jam. Apabila pembuluh
darah mengalami dilatasi, darah tidak keluar lagi karena sudah dicegah oleh
mekanisme trombosit. Vasa kontraksi timbul melalui beberapa jalan kontraksi
langsung otot pembuluh darah kemudian anoksia dan reflek lalu adanya serotonis
yang keluar dari trombosit yang menyebabkan vasa kontraksi. Kisaran waktu
pendarahan yang normal untuk manusia adalah 15 hingga 120 detik. Trombosit
melekat pada endotel pada tepi-tepi pembuluh yang rusak. Hal ini terjadi sampai
elemen-elemen pembuluh darah yang putus menyempit. Penjedalan darah sangat
penting dalam mekanisme penhentian darah (Guyton, 1989: 268).

iv. Penggolongan Darah


Pada praktikum mengenai golongan darah pada manusia, dilakukan untuk
mengetahui golongan darah seseorang dan mengetahui penggolongan darah pada
manusia. Untuk mengetahui golongan darah pada seseorang dapat dilakukan
dengan menetesi darahnya dengan serum A dan serum B. Serum A mengandung
aglutinin yang dapat menggumpalkan golongan darah A, tetapi tidak ada
pengaruhnya terhadap golongan darah B dan O. Sedangkan serum B mengandung
aglutinin yang dapat menggumpalkan golongan darah B, tetapi tidak ada
pengaruhnya terhadap golongan darah A dan O. Itu terbukti jika serum A dapat
menggumpalkan darah namun serum B tidak dapat menggumpalkan darah maka
orang tersebut bergolongan darah A. Jika serum A tidak dapat menggumpalkan
darah namun serum B dapat menggumpalkan darah maka golongan darah orang
tersebut adalah B. Dan jika kedua serum A dan serum B menyebabkan
penggumpalan pada darah seseorang maka golongan darah orang tersebut adalah
AB. Namun jika serum A dan Serum B tidak dapat menggumpalkan darah maka
darah orang tersebut adalah O.
Pada saat percobaan dilakukan yang didasari reaksi antigen dan antibodi,
yang ada pada tubuh kita adalah antigen sedangkan pada yang ditetesi itu adalah
antibodi. Ketika praktikan darahnya ditetesi serum A tidak terjadi penggumpalan
dan ketika ditetesi serum B darahnya tidak terjadi penggumpal juga. Dapat
disimpulkan bahwa praktikan bergolongan darah O.

VII. KESIMPULAN
1. Tekanan darah sendiri adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
satuan luas dinding pembuluh darah (arteri). Faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan darah adalah usia, riwayat penyakit keluarga, indeks
massa tubuh, tingkat pendidikan, stress kerja, aktivitas fisik, konsumsi
kafein, konsumsi obat-obatan, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok.
2. Berdasarkan pengaturan aliran darah, jantung memompakan darah melalui 2
sistem sirkulasi, yaitu sirkulasi pulmonar dan sirkulasi sistemik.
3. Karakteristik darah berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi golongan
darah A, B, AB, dan O.
4. Penilaian dasar komponen sel darah yang dilakukan dengan menentukan
jumlah sel darah dan trombosit, presentase dari setiap jenis sel darah putih
dan kandungan hemoglobin (Hb). Hematologi meliputi pemeriksaan Hb,
eritrosit, leukosit, trombosit dan hematokrit bermanfaat untuk
mengevaaluasi anemia, leukimia, reaksi inflamasi dan infeksi, karakteristik
sel darah perifer, tingkat hidrasi dan dehidrasi, polisitemia, dan penyakit
hemolitik.
DAFTAR PUSTAKA

Agus. (2012). Hemoglobin darah. http: // digilib. unimus. ac.id /files /disk1/ 107/


jtptunimus- gdl- fajarmardh- 5335-1 -bab1. pdf. Diakses pada Sabtu, 26
Oktober 2019.
Campbell, Neil A., et al. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta:
Erlangga.
Fitriani, N., dan Neffrety, N,. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah Pada Pekerja Shift dan Pekerja Non-Shift di Pt. X Gresik.
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health. Vol. 2, No. 1.
Ganong. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta: EGC.
Gyuton, Arthur C & Hall, John E. (1997). Fisiologi Kedokteran, Terjemahan
Irawati Setiawan. Jakarta: EGC.
Hall, E John. (2009). Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Jati, Bambang Murdaka Eka. (2013). Sistem Monitor Tekanan Darah Arteri pada
Lengan dengan Metode Nmr (Dalam Bentuk Model). Jurnal Fisika
Indonesia.Vol 17 (51).
Kimball, Jhon W,. (1990). Biologi. Jakarta: Erlangga.
Kiswari, R., 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Manembu, M., et all. (2015). Pengaruh Posisi Duduk dan Berdiri Terhadap
Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Pada Pegawai Negeri Sipil Kabupaten
Minahasa Utara. Jurnal e-Biomedik (eBm). 3(3).
Nomi, Toshitaka. (2009). Membaca Karakter Melalui Golongan Darah. Jakarta:
Gramedia.
Pearce, Evelyn C. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Rindamusti. 2012 . hemoglobin. http: //digilib. unimus. ac.id/ files/ disk1 /139/
jtptunimus-gdl-rindamusti-6948-3-babii.pdf. Diakses pada Sabtu, 26
Oktober 2019.
Sadikin, M., 2008.BiokimiaDarah, Widyamedika, Jakarta.
Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC: Jakarta.
Snell, Richard S. (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sopny. 2010. Kadar hemoglobin darah http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/ 20481/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada Sabtu, 26 Oktober
2019.
Suntoro, Susilo, Handari. (1990). Struktur Hewan. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada Press.
Susilowarno, Gunawan. (2007). Biologi Umum. Jakarta: PT Grasindo.
Waluyo dan Wahono. (2015). Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia.
Jember : Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai