HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Definisi Epilesi..................................................................................... 3
B. Definisi Obat Antiepilesi...................................................................... 4
C. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi............................................................. 5
D. Mekanisme Terjadinya Bangkitan Epilepsi.......................................... 7
E. Penggolongan Obat Antiepilepsi.......................................................... 8
F. Mekanisme Kerja Obat Antiepilepsi.................................................... 17
A. Kesimpulan........................................................................................... 19
B. Saran .................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian epilesi?
2. Bagaimana pengertian obat Anti epilesi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari epilesi
2. Untuk mengetahui pengertian dari obat Anti epilesi
3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi
4. Untuk mengetahui penggolongan obat anti epilepsi
5. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anti epilepsi
6. Untuk mengetahui efek samping dan perhatian obat anti epilepsi
PEMBAHASAN
A. Definisi Epilepsi
3. Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan badan bagian atas
berkedut.
7. Mengompol.
10. Setelah sadar, penderita terlihat bingung selama beberapa menit atau jam.
1. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi frekuensi tinggi yang
melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta hiperpolarisasi tang
dimediasi oleh reseptoe GABA atau ion K+.
2. Fase propagasi. Dalam keadaan normal, penyebaran depolarisasi akan
dihambat oleh neuron-neuron inhibisi di sekitarnya yang mengadakan
hiperpolarisasi. Namun pada fase propagasi terjadi peningkatan
K+ intrasel (yang mendepolarisasi neuron disekitarnya) akumulasi Ca+
+ pada ujung akhir pre sinaps (meningkatkan pelepasan neurotrasmitor)
serta mengeduksi reseptor eksitasi NMDA dan meningkatkan ion Ca+
+ sehingga tidak terjadi inhibisi oleh neuron-neuron disekitarnya.
Kemudian aka dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks hingga spinal ,
sehingga dapat menyebabkan epilepsi umum/epilepsi sekunder.
a. Fenitoin
Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsy, kecuali
bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom C penting
untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan gugus alkilbertalian
dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak
padafenitoin. Adanya gugus metal pada atom N akan mengubah spectrum
aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh enzim mikrosom hati
menghasilkan metabolit tidak aktif.
b. Farmakologi fenitoin
Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.Dosis
toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas
deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran
rangsang dari fokus ke bagianlain otak. Efek stabilitasi membran sel oleh fenitoin
juga terlihat pada saraf tepi dan membran sellainnya yang juga mudah terpacu
misalnya sel sistem konduksi jantung. Fenitoin mempengaruhi perpindahan ion
melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan menggiatkan
pompano + neuron.
c. Farmakokinetik fenitoin
Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% daridosis oral
diekskresikan melalui tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma
dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800
mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam
24 jam. Pemberian fenitoin mengendap di tempat suntikan kira-kira 5 hari, dan
absorbs berlangsung lambat. \ Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh
albumin plasma kira-kira 90%. Pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan
wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada
pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal dan
3) kulit
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien, lebih sering pada anak
dan remaja yaitu berupa ruam morbiliform. Beberapa kasus diantaranya
disertai hiperpireksia, eosinofilia, dan terjadi ruam kulit sebaiknya pemberian
obat dihentikan, dan diteruskan kembali dengan berhati-hati bila kelainan kulit
4) Lain-Lain.
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia
megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis lain,
pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat teratogenik.kemungkinan
melahirkan bayi dengan cacat kongnital meningkat menjadi 3 kali, bila ibunya
mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan. Cacat
congenital yang menonjol ialah keiloskisis dan palatoskisis. Pada kehamilan
lanjut, fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus. penggunaan
fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa
bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan cacat pada anak sedangkan
tidak semua ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat.
f. Indikasi,
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan
persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai
penggunaan fenobarbital karena batas keamanan yang sempit, efek samping dan
efek toksik, sekalipun ringan tetapi cukup mengganggu terutama pada
anak.Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan aritmia jantung.
Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan
konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra piramidal iatrogenic.
2. Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat
antikonvulsidan yang biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting
barbiturates). Disini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturate yaitu
fenobarbital dan pirimidon yang strukturkimia nya mirip dengan barbiturate.Sebagai
antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy. Barbiturat menghambat
tahap akhir oksidasi mitokondria,sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi
tinggi.Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach, dan
untuk repolarisasi membrane sel neuron setelah depolarisasi.
a. Fenobarbital
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organik
pertama yang digunakan dalam pengobatan antiepilepsi. Kerjanya membatasi
penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Dosis efektifnya
relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat
diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.
Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk
mengendalikan epilepsy disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 10-
40µg/ml. Kadar plasma diatas 40µg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata.
Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna mencegah
kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau malahan
bangkitan status epileptikus. Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya
terjadi karena frnobrbital meningkatkan aktivitas enzim mikrosom hati.
3. Golongan Oksazolidindion
a. Trimetadion
Trimetadion ( 3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak
oleh suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat
analgetik dan hipnotik.
b. Farmakodinamik Trimetadion
Trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga transmisi impuls
berurutan dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak terganggu.Trimetadion
memulihkan EEG abnormal pada bagkitan lena.
c. Farmakokinetik Trimetadion
Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke
berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan
demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4, dion ). Senyawa
ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek antikonvulsi nya
lebih lemah.
e. Indikasi
f. Kontraindikasi
Trimetadion di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia, penyakit
hati, ginjal dan kelainan n.opticus.
4. Golongan Suksinimid
5. Karbamazepin
Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari. Dosis
dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara
bertahap. Dosis penunjang berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-
30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya tercapai kadar terapi dalam
serum 6-8µg/ml.
6. Golongan Benzodiazepin
a. Diazepam
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-
kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan
senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.
Dipasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rektal,
dalam berbagai dosis sediaan. Beberapa nama dagang diazepam di pasaran yaitu
Stesolid®,Valium®, Validex® dan Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan
Neurodial®, Metaneuron® dan Danalgin®, untuk sediaan kombinasi dengan
metampiron dalam bentuk sediaan tablet.
b. Mekanisme kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan
neuron GABA.Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat
dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja
sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai
benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi
benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan
ini kerja. GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion
klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk
ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel
untuk dirangsang berkurang. Akibatnya,
c. Profil farmakokinetika
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
http://www.alodokter.com/epilepsi/gejala
http://www.psychologymania.com/2012/12/obat-anti-epilepsi.html
http://akhmadrahmadi2103.blogspot.co.id/2012/10/makalah-farmakologi-obat-
antikonvulsi.html
http://crybabyzz06.blogspot.co.id/2012/01/obat-obat-antiepilepsi-tugas.html