Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3

A. Definisi Epilesi..................................................................................... 3
B. Definisi Obat Antiepilesi...................................................................... 4
C. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi............................................................. 5
D. Mekanisme Terjadinya Bangkitan Epilepsi.......................................... 7
E. Penggolongan Obat Antiepilepsi.......................................................... 8
F. Mekanisme Kerja Obat Antiepilepsi.................................................... 17

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 19

A. Kesimpulan........................................................................................... 19
B. Saran .................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20

i |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epilepsi atau penyakit ayan merupakan manifestasi klinis berupa


muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang
berulang.  Lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga
penerimaan serta pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain
dalam tubuh terganggu.
Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit
epilepsi. Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi
bukan termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang
diakibatkan “ilmu klinik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Umumnya ayan mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses
kelahiran, luka kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadang-
kadang, ayan mungkin juga karena genetika, tapi ayan bukan penyakit
keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Sedangkan, Anti epilepsi digunakan terutama untuk mencegah dan
mengobati bangkitan epilepsi. Bromida, obat pertama yang digunakan untuk
terapi epilesi telah ditinggalkan karema ditemukan berbagai anti epilepsi baru yang lebih
efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek anti konvulsi spesifik, yang berarti efek anti
konvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya.
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi atau
ayan dan antiepilepsi, maka dari itu melatarbelakangi penulis menyusun
makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian epilesi?
2. Bagaimana pengertian obat Anti epilesi?

1 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


3. Bagaimana mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi?
4. Bagaimana penggolongan obat anti epilepsi?
5. Bagaimana mekanisme kerja obat anti epilepsi?
6. Bagaimana efek samping dan perhatian obat anti epilepsi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari epilesi
2. Untuk mengetahui pengertian dari obat Anti epilesi
3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi
4. Untuk mengetahui penggolongan obat anti epilepsi
5. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anti epilepsi
6. Untuk mengetahui efek samping dan perhatian obat anti epilepsi

2 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Epilepsi

Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit


susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episode singkat
(disebut bangkitan berulang atau recurrent seizure) dengan gejala utama
kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanaya disertai kejang
(konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis
dan  disertai gambaran letupan EEG (abnormal dan eksesif).

Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan


letupan listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu fokus
dalam otak yang menyebabkan bangkitan proksimal. Fokus ini merupakan
neuron epileptik yang sensitive terhadap rangsang disebut neuron epileptik.
Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi.

Letupan depolarisasi di dapat terjadi di daerah korteks. Penjalaran yang


terbatas di daerah korteks akan menimbulkan bangkitan parsial misalnya
epilepsi fatal Jackson; letupan depolarisasi tersebut dapat menjalar ke area
yang lebih luas dan menimbulkan konvulsi umum (epilepsi umum:
generalized epilepsi). Letupan depolarisasi di luar korteks motorik  antara lain
di luar sensorik, pusat sub kortikal, menimbulkan gejala aura prakonvulsi
antara lain adanya penghiduan bau wangi-wangian, gangguan proksismal
terhadap kesadaran/kejiwaan; selanjutnya penjalaran ke daerah korteks
motorik menyebabkan konvulsi. Berdasarkan tempat asal letupan
depolarisasi, jenis bangkitan dan penjalaran depolarisasi tersebut, dikenal
berbagai bentuk epilepsi.

Gejala Epilepsi antara lain:

1. Mata yang terbuka saat kejang.

3 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


2. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa diikuti dengan
gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak sama sekali.

3. Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan badan bagian atas
berkedut.

4. Otot tubuh tiba-tiba menjadi relaks sehingga penderita jatuh tanpa


kendali.

5. Gerakan ritmis berangsur-angsur lambat sebelum akhirnya berhenti.

6. Penderita epilepsi kadang-kadang mengeluarkan suara-suara atau


berteriak saat mengalami kejang-kejang.

7. Mengompol.

8. Kesulitan bernapas untuk beberapa saat, sehingga badannya terlihat pucat


atau bahkan membiru.

9. Dalam sebagian kasus, kejang menyeluruh membuat penderita benar-


benar tidak sadarkan diri.

10. Setelah sadar, penderita terlihat bingung selama beberapa menit atau jam.

B. Definisi obat Anti epilepsi


Anti konvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi.
Golongan obat ini lebih tepat dinamakan anti epilepsi, sebab obat ini jarang digunakan
untuk gejala konvulsi penyakit lain. Bromida, obat pertama yang digunakan untuk terapi
epilepsi telah di tinggalkan karena ditemukannya berbagai anti epilepsi baru yang lebih
efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek anti konvulsi spesifik, yang berarti efek anti
konvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di Indonesia fenobarbital
ternyata masih digunakan, walaupun di luar negeri obat ini mulai banyak di tinggalkan.
Fenitoin (difenilhidantoin), sampai saat ini masih tetap merupakan obat utama antiepilepsi.
Di samping itukarbamazepin yang relatif lebiih baru makin banyak digunakan, krena

4 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


dibandingkan denganf enobarbital pengaruhnya terhadap perubahan tingkah laku maupun
kemampuan kognitif  lebih kecil.
Epilepsi (dari bahasa Yunani Kuno “Epilepsia”) adalah gangguan
neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang berulang tanpa alasan. Ini adalah
tanda-tanda kejangsementara dan / atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal,
berlebihan atau sinkron diotak. Sekitar 50 juta orang di seluruh dunia memiliki epilepsi,
dengan hampir 90% dari orang-orang yang di negara-negara berkembang. Epilepsi lebih
mungkin terjadi pada anak-anak muda, atau orang di atas usia 65 tahun, namun dapat
terjadi setiap saat. Epilepsi biasanya dikontrol, tapi tidak sembuh, dengan pengobatan,
meskipun operasi dapat dipertimbangkan pada kasus yang sulit. Namun, lebih dari30%
orang dengan epilepsi tidak memiliki kontrol kejang bahkan dengan obat terbaik yang
tersedia. Tidak semua sindrom epilepsi seumur hidup - beberapa bentuk terbatas pada
stadium tertentu dari masa kanak-kanak. Epilepsi tidak harus dipahami sebagai gangguan
tunggal, tetapi lebih sebagai sindrom dengan gejala jauh berbeda tetapi semua yang
melibatkan aktivitas listrik episodik abnormal di otak.Epilepsi adalah sebuah kondisi otak
yang dicirikan dengan kerentanan untuk kejang berulang(peristiwa serangan berat,
dihubungkan dengan ketidak normalan pengeluaran elektrik dari neuron pada otak).
Kejang merupakan manifestasi abnormalitas kelistrikan pada otak yang menyebabkan
perubahan sensorik, motorik, tingkah laku.

C. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi


1. Bangkitan umum toknik klonik (grand mal)
Merupakan jenis bangkitan yang paling dramatis, terjadi pada 10%
populasi epilepsi. Terdiri atas 3 fase : fase toknik, fase klonik dan fase
pasca kejang.
2. Bangkitan lena (petit-mal) / abscence
Bangkitan lena terjadi secara mendadak (10-45 detik). Manifestasi klinis:
berupa kesadaran menurun sementara, namun kendali atas fostur tubuh
masih baik(pasien tidak jatuh), biasanya disertai automatisme (geraka-
gerakan berulang), maka berkedip gerakan-gerakan eksteremitas
berulang, gerakan mengunyah. Terjadi sejak masa kanak-kanak (4-8

5 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


tahun). Remisi spontan 60-70% pasien pada masa remaja. Seringkali
disertai oleh bangkiatan sekunder.
3. Bangkitan lena aptikal
Manifestasi klinisnya  berupa perubahan postural terjadi lebih lambat dan
lebih lama, biasanya disertai retardasi mental. Lebih refrakter terhadap
terapi.
4. Bangkitan mioklonik
Berupa kontraksi otot sebagian/seluruh tubuh yang terjadi secara cepat
dan mendadak . mioklonik dapat terlihat pada berbagai jenis bangkitan
seperti : bangkitan umum tonik-klonik, bangkitan parsial, bangkitan
umum tipe abscence dan spasme infantil.
5. Bangkitan atonik
Klinis : tiba-tiba kehilanagan tonus otot postural sehingga seringkali
jatuh tiba-tiba. Sering terjadi pada anak-anak.
6. Spasme infantil
Terjadi pada usia 4-8 bulan. Manifestasi klinisnya berupa kontraksi leher,
batang tubuh dan ekstremitas simetris bilateral; ada frakmentasi serangan
kejang/terputus.faktor pencetus: infeksi , tbc, hiperglikemia,
hipoglikemia, kelainan metabolisme. Sebagian besar tidak responsif
terhadap terapi, dan retardasi mental tidak dapat dicegah dengan terapi.
7. Bangkitan parsial sederhana
Dapat menyebabkan gejala-gejala motorik, sensorik, otonom dan psikis
tergantung korteks serebri yang aktivasi, namun kesadaran tidak
terganggu: penyebaran cetusan listrik abnomal minimal, pasien masih
sadar.
8. Bangkitan parsial kompleks
Penyebaran cetusan listrik yang abnormal lebih banyak. Biasanya terjadi
pada lobus temporal karena lobus ini rentan terhadap hipoksia/infeksi.
Klinis: ada tanda peringatan/”aura” yang disertai oleh perubahan
kesadaran ; diikuti oleh “automatisme, yakni gerakan otomatis yang tidak
disadari seperti menjilat bibir, menelan, menggaruk, berjalan, yang

6 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


biasanya berlangsung selam 30-120 detik. Kemudian, biasanya pasien
kembali norma yang disertai kelelahan selama beberapa jam.
9. Kejang deman pada neonatus
Adalah kejang pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun tanpa disertai
kelainan neurologis, bersifat umum dan singkat (< 15 menit) terjadi
bersamaan dengan demam, hanya terjadi 1x 24 jam,. Anak-anak dengan
infeksi susunan saraf pusat atau kejang tanpa demam sebelumnya tidak
dapat disebut menderita kejang demam.
10. Status epileptikus
Yaitu suatu bangkitan yang terjadi berulang-ulang. Pasien belum sadar
setelah episode pertama , serangan berikutnya sudah di mulai.
Merupakan suatu kerawat darurat. Ada berbagai jenis status epileptikus,
tapi yang paling sering adalah jenis status epileptikus umum, tonik-
klonik. Dapat disebabkan penghentian terapi yang mendadak, terapi yang
tidak memadai, penyakit-penyakit dalam otak (ensefalitis, tumor dalam
otak, kelainan serebrovaskular), keracunan alkohol. Efek yang ringan
dengan gangguan kesadaran yang singkat.

D. Mekanisme Terjadinya Bangkitan Epilepsi

Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi yang timbul kadang-kadang,


secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitan umum
bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut.

Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena


adanya cetusanlistrik tersebut akan melampui inhibisi neurn disekitarnya,
kemudian menyebar melalui hubungan sanapis kotiko-kortikal. Tidak ada
gejala klinis yang tampak, abnormalitas Eeg tetap terekam pada periode antar
kejang. Kemudian, cetusan korteks tersebut menyebar ke korteks kontateral
melalui jalur hemister dan jalur nukleus sub korteks. Gejala klinis tergantung
pada bagian otak yang teraksitasi misalnya salivasi, midriasis, takikardi.
Aktivitas subkorteks akan diteruskan kembali ke fokus korteks asalnya

7 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


sehingga akan meningkatkan aktivitas eksitasi dan terjadinya penyebaran
cetusan listrik ke neuron-neuron spinal melaui jalur kortispinal dan
retikulospinal sehingga menyebabkan kejang tonik-klonik umum  yang
berulang dan akhirnya timbul kelelahan neuron pada fokus epilepsi dan
menimbulkan paralisis dan kelelahan pasca epilepsi.

Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi dua


fase:

1. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi frekuensi tinggi yang
melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta hiperpolarisasi tang
dimediasi oleh reseptoe GABA atau ion K+.
2. Fase propagasi. Dalam keadaan normal, penyebaran depolarisasi akan
dihambat oleh neuron-neuron inhibisi di sekitarnya yang mengadakan
hiperpolarisasi. Namun pada fase propagasi terjadi peningkatan
K+ intrasel (yang mendepolarisasi neuron disekitarnya) akumulasi Ca+
+ pada ujung akhir pre sinaps (meningkatkan pelepasan neurotrasmitor)
serta mengeduksi reseptor eksitasi NMDA dan meningkatkan ion Ca+
+ sehingga tidak terjadi inhibisi oleh neuron-neuron disekitarnya.
Kemudian aka dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks hingga spinal ,
sehingga dapat menyebabkan epilepsi umum/epilepsi sekunder.

E. Pengolongan Obat Anti Epilepsi

Anti epilepsi digolongkan dalam 5 golongan kimiawi, yakni hidantoin,


barbiturat, oksazolidindion, suksimid dan asetil urea. Akhir-akhir ini
karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam terapi
pengobatan epilepsi.

Farmakokinetik obat anti epilepsi. Sebagian besar obat antiepilepsi


dimetabolisme di hati, kecuali vigabatrin dan gabapentin yang dieliminasi
oleh sekresi ginjal.

Berikut golongan kimiawi anti epilepsi:

8 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


1. Golongan Hidantoin
Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi, fenitoin
(Difenilhidatoin),mefinitoin dan etotoin dengan fenotoin sebagai prototipe.

a. Fenitoin
Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsy, kecuali
bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom C penting
untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan gugus alkilbertalian
dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak
padafenitoin. Adanya gugus metal pada atom N akan mengubah spectrum
aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh enzim mikrosom hati
menghasilkan metabolit tidak aktif.
b. Farmakologi fenitoin
Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.Dosis
toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas
deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran
rangsang dari fokus ke bagianlain otak. Efek stabilitasi membran sel oleh fenitoin
juga terlihat pada saraf tepi dan membran sellainnya yang juga mudah terpacu
misalnya sel sistem konduksi jantung. Fenitoin mempengaruhi perpindahan ion
melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan menggiatkan
pompano + neuron.

c. Farmakokinetik fenitoin
 Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% daridosis oral
diekskresikan melalui tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma
dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800
mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam
24 jam. Pemberian fenitoin mengendap di tempat suntikan kira-kira 5 hari, dan
absorbs berlangsung lambat. \ Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh
albumin plasma kira-kira 90%. Pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan
wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada
pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal dan

9 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


neonatus fraksi bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas
berkisar antara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga
kerjanya bertahan lebih lama tetapi mula kerja lebih lambat dari fenobarbital.

d. Interaksi Obat Fenition


Kadar fenition dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama
kloramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide
tertentu, karna obat-obat tersebut mengambat biotransformasi fenition, sedangkan
sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan
protein plasma fenitoin sehingga meninggikan  juga kadarnya dalam plasma.
Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan,
diduga karena teofilin meningkatkan biotransformasi fenitoin juga mengurangi
absorpsinya

e. Intoksikasi dan efek sampingfenitoin


1) Susunan Saraf Pusat
 Efek samping fenitoin tersering ialah diplopia, ataksia, vertigo, nistagmus,
sukar bebicara (slurred speech) disertai gejala lain, misalnya tremor, gugup,
kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang sifatnya berat, ilusi, halusinasi
sampai psikotik. Defisiensi folat yang cukup lama merupakan faktor yang turut
berperan dalam terjadinya gangguan mental. Efek samping SSP lebih sering
terjaadi dengan dosis melebihi 0,5 g sehari.

2) Saluran Cerna Dan Gusi.


Nyeri ulu hati, anoreksia, mual dan muntah terjadi karena fenitoin bersifat
alkali. Ploriferasi epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi pada penggunaan
kronik, dan menyebabkan hyperplasia pada 20% pasien .

3) kulit
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien, lebih sering pada anak
dan remaja yaitu berupa ruam morbiliform. Beberapa kasus diantaranya
disertai hiperpireksia, eosinofilia, dan terjadi ruam kulit sebaiknya pemberian
obat dihentikan, dan diteruskan kembali dengan berhati-hati bila kelainan kulit

10 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


telah hilang. Pada wanita muda, pengobatan fenitoin secara kronik
menyebabkan keratosis dan hirsutisme, karena meningkatnya aktivitas korteks
suprarenalis.

4) Lain-Lain.
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia
megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis lain,
pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat teratogenik.kemungkinan
melahirkan bayi dengan cacat kongnital meningkat menjadi 3 kali, bila ibunya
mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan. Cacat
congenital yang menonjol ialah keiloskisis dan palatoskisis. Pada kehamilan
lanjut, fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus. penggunaan
fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa
bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan cacat pada anak sedangkan
tidak semua ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat.

f. Indikasi,
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan
persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai
penggunaan fenobarbital karena batas keamanan yang sempit, efek samping dan
efek toksik, sekalipun ringan tetapi cukup mengganggu terutama pada
anak.Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan aritmia jantung.
Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan
konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra piramidal iatrogenic.

g. Sediaan Dan Posologi.


Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai garam dalam bentuk kapsul
100 mg dan tablet kunyah 30 mg untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik
100mg/2ml. Disamping itu juga tersedia bentuk sirup dengan takaran
125mg/5ml.Harus diperhatikan agar kadar plasma optimal, yaitu berkisar antara
10-20µg/ml. Kadar dibawahnya kurang efektif untuk pengendalian konvulsi,
sedangkan jika kadar lebih tinggi akan bersifat toksik. Dosis fenitoin selalu harus
disesuaikan untuk masing-masing individu, patokan kadar terapi antara 10-

11 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


20µg/ml bukan merupakan angka mutlak karena beberapa pasien menunjukan
efektivitas fenitoin yang baik pada kadar 8µg/ml, sedangkan pada pasien
lain,nistagmus sudah terjadi pada kadar 15µg/ml. Untuk pemberian oral, dosis
awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang antara 300-
400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal sama dengan
dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3 dosis
dewasa, dosis penunjang ialah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg. Dosis
awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian.

2. Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat
antikonvulsidan yang biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting
barbiturates). Disini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturate yaitu
fenobarbital dan pirimidon yang strukturkimia nya mirip dengan barbiturate.Sebagai
antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy. Barbiturat menghambat
tahap akhir oksidasi mitokondria,sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi
tinggi.Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach, dan
untuk repolarisasi membrane sel neuron setelah depolarisasi.

a. Fenobarbital
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organik
pertama yang digunakan dalam pengobatan antiepilepsi. Kerjanya membatasi
penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Dosis efektifnya
relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat
diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.

Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk
mengendalikan epilepsy disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 10-
40µg/ml. Kadar plasma diatas 40µg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata.
Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna mencegah
kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau malahan
bangkitan status epileptikus. Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya
terjadi karena frnobrbital meningkatkan aktivitas enzim mikrosom hati.

12 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadar fenobarbital
meningkat 40%.

3. Golongan Oksazolidindion
a. Trimetadion 
Trimetadion ( 3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak
oleh suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat
analgetik dan hipnotik.

b. Farmakodinamik Trimetadion 
Trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga transmisi impuls
berurutan dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak terganggu.Trimetadion
memulihkan EEG abnormal pada bagkitan lena.

c. Farmakokinetik Trimetadion 
Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke
berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan
demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4, dion ). Senyawa
ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek antikonvulsi nya
lebih lemah.

d. Intoksikasi dan efek samping


Intoksikasi dan efek samping trimetadion yang bersifat ringan berupa sedasi
hemeralopia, sedang yang bersifat lebih berat berupa gejala pada kulit, darah,
ginjal dan hati. Gejala intoksikasi lebih sering ttimbul pada pengobatan kronik.
Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek anti
epilepsinya, bahkan sesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena. Efek
samping pada kulit berupa ruam morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat
lagi berupa dermatitis eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah berupa
neutropenia ringan, tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan fungsi
ginjal dan hati, berupa syndromenefrotik dan hepatitis, dapat menyebabkan
kematian.

e. Indikasi

13 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai
komponen bangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran
EEG dan meniadakan kelainan EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70%
pasien. Bangkitan lena yang timbul padaanak umumnya sembuh menjelang
dewasa. Dalam kombinasi dengan trimetadion, efek sedasi fenobarbital dan
primidon dapat memberat. Sebaiknya jangan dikombinasikan dengan mefenitoin,
sebab gangguan pada darah dapat bertambah berat.Penghentian terapi trimetadion
harus secara bertahap karena bahaya eksaserbasi bangkitan dalam bentuk
epileptikus, demikian pula obat lain yang terlebih dulu diberikan.

f. Kontraindikasi
Trimetadion di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia, penyakit
hati, ginjal dan kelainan n.opticus.

4. Golongan Suksinimid

Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah


etosuksimid,metsuksmid dan fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan,
terungkap bahwaspectrum antikonvulsi etosuksimid sama dengan trimetadion. Sifat
yang menonjol darietosuksimid dan trimetadion adalah mencegah bangkitan konvulsi
pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat antipentilentetrazol terkuat, merupakan obat
yang paling selektif terhadap bangkitan lena.

 Etosuksimid Etosuksimid di absorbi lengkap melalui saluran cerna. Setelah


dosis tunggal oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak
dalam plasma. Distribusi merata ke segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa
dengan kadar plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kepala,
kantuk dan ruam kulit. Gejala yang lebih berat berupa agranulositosis dan
pansitopenia. Dibandingkan dengan trimetadion.etosuksimid lebih jarang
menimbulkan diskrasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernahdilaporkan, sehingga
etosuksmid umumnya lebih disukai dari pada Trimetadion.Etosuksimid merupakan
obat terpilih untuk bangkitan lena. Terhadap bangkitan lena pada anak, efektivitas
etosuksimid sama dengan trimetadion, 50-70 % pasien dapat dikendalikan

14 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


bagkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan bangkitan
akinetik.Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks dan bangkitan
tonik-klonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan organik otak yang berat.

5. Karbamazepin

Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal


neuralgia,kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan tonik-klonik.
Saat ini,karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di Amerika
Serikat.Karbamazepin memperlihatkan efek analgesic selektif, misalnya pada tabes
dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas
perhitungan untung-rugi karbamazepin tidak dianjurkan untuk nyeri ringan.Efek
samping dari karbamazepin dalam pemberian obat jangka lama ialah pusing,vertigo,
ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan dapat meningkat akibat
dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan efek samping sangat luas,
maka pada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari
darah dan melakukan pemeriksaan ulangan selama pengobatan.Fenobarbital dan
fenitoin dapat meningkatkan kadar karbamazepin, dan biotransformasikarbamazepin
dapat dihambat oleh eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan
oleh karbamazepin, sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproatakan
menurunkan kadar asam valproat.

Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari. Dosis
dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara
bertahap. Dosis penunjang berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-
30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya tercapai kadar terapi dalam
serum 6-8µg/ml.

6.  Golongan Benzodiazepin

a. Diazepam 
 Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-
kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan
senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.

15 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagi kedalam empat kategori
berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :

1) Benzodiazepin ultra short-acting


2) Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam.
Termasuk didalamnya triazolam, zolpidem dan zopiclone.
3) Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam.
Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.
4) Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam.
Termasuk didalamnya flurazepam, diazepam dan quazepam.

Dipasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rektal,
dalam berbagai dosis sediaan. Beberapa nama dagang diazepam di pasaran yaitu
Stesolid®,Valium®, Validex® dan Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan
Neurodial®, Metaneuron® dan Danalgin®, untuk sediaan kombinasi dengan
metampiron dalam bentuk sediaan tablet.

b. Mekanisme kerja
 Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan
neuron GABA.Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat
dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja
sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai
benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi
benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan
ini kerja. GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion
klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk
ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel
untuk dirangsang berkurang. Akibatnya,

c. Profil farmakokinetika

16 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


1) Waktu paroh Diazepam 20-40 jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada
variasi subyek. Waktu paroh meningkat pada mereka yang lanjut usia dan
bayi neonatus serta penderita gangguan liver. Perbedaan jenis kelamin juga
harus dipertimbangkan.
2) Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga
meningkat pada mereka yang lanjut usia.
3) Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 – 2 jam.
4) Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8
dan DMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 – 99% dan DMDZ 97%.
Didistribusi secaraluas. Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta
dan memasuki ASI.
5) Jalur metabolisme : Oksidasi Dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa
produk metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP.
6) Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam
dan oksazepam.
7. Anti epilepsi lain
a. asetazolamid
b. vigabatrin
c. lamotrigin
d. gabapentin
e. tiagabin
f. zonisamid
g. levetirasetam

F. Mekanisme kerja obat anti epilepsi

Pada prinsipnya, obat anti epilepsi bekerja untuk menghambat proses


inisiasi dan penyebaran kejang. Namun, umumnya obat anti epilepsi lebih
cenderung bersifat membatasi proses penyebaran kejang daripada mencegah
proses inisiasi. Dengan demikian secara umum ada dua mekanisme kerja,
yakni : peningkatan inhibisi dan penurunan eksitasi yang kemudian

17 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


memodifikasi konduksi ion : Na+,Ca2+,K+, dan Cl- atau aktivitas
neurotransmiter, meliputi :

1. Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson.


Contoh : fenition dan karbamazepin (pada dosis terapi), fenobarbital dan
asam valproat (dosis tinggi), lamotrigin topiramat, zonisamid.
2. Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai
pace-Maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks).
Contoh : etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam.
3. Peningkatan inhibisi GABA
4. Penurunan Eksitasi glutamat

18 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Anti konvulsan adalah suatu kelompok obat yang digunakan untuk


mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptik seuzur) dan bangkitan  non-
epilepsi.  Anti Konvulsi  merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya
digunakan pada kasus-kasus kejang karena Epileptik. Oleh karena itu, anti konvulsi
berhubungan  erat dengan  kasus epilepsi. Pada penderita  epilepsi,  terkadang  sinyal-
sinyal  untuk menyampaikan rangsangan tidak beraktivitas sebagaimana mestinya.

Umumnya  epilepsi  mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses


kelahiran, luka kepala, strok,  tumor otak,  alkohol.  Kadang  epilepsi mungkin juga
karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab  pastinya tetap
belum diketahui. Pada umunya sebagian obat anti epilepsi di metabolisme di hati, kecuali
vigabatrin dengan berpenting yang dieliminasi oleh ekskresi ginjal. Pentingnya
pencegahan  dengan  menangani obat  dan  pemeriksaan klinis yang tepat dapat
membantu penyembuhan penyakit ini

B. Saran

Anti epilepsi  dan  efektivitasnya belum mapan ,sebaiknya tidak digunakan dalam


praktik umum. Tetapi  diserahkan  penggunaannya  kepada  para  ahli neurologi,  guna
memastikan nilai manfaat yang sebenarnya .

19 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”


DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit Salemba


Medika. Jakarta.

http://www.alodokter.com/epilepsi/gejala

http://www.psychologymania.com/2012/12/obat-anti-epilepsi.html

http://akhmadrahmadi2103.blogspot.co.id/2012/10/makalah-farmakologi-obat-
antikonvulsi.html

http://crybabyzz06.blogspot.co.id/2012/01/obat-obat-antiepilepsi-tugas.html

20 |Farmakologi “Obat Antiepilepsi”

Anda mungkin juga menyukai