Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

IMPLIKASI KEPERAWATAN
PEMBERIAN OBAT GOLONGAN SEDATIF-HIPNOTIKA

Dosen Pengampu :

Laili Nur Azizah, S. Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh :

1. Faisal Akbar (202303101028)


2. Essa Novita Sari (202303101039)
3. Setya Arvianingtiyas (202303101107)

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS LUMAJANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena segala limpahan
rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini mengenai Implikasi keperawatan
pemberian obat golongan sedatif-hipnotika. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Farmakologi..
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.Oleh karena itu,
tim penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Laili Nur Azizah, S. Kep, Ners, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing kelompok kami dan telah memberikan masukan yang membantu bagi
pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sebagai bahan masukan bagi kami agar kedepannya menjadi lebih baik lagi. Kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam peyusunan makalah ini. Kami mohon maaf
atas segala kekurangan dalam penyusunan makalah. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita
semua.

Lumajang,17 September 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI
COVER ...............................................................................................................................0
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................tdk ada
DAFTAR TABEL ..............................................................................................................tdk ada
BAB I ..................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Tujuan ...............................................................................................................4
1.3 Manfaat .............................................................................................................4
BAB II ................................................................................................................................6
2.1 Deskripsi Obat ..................................................................................................6
2.2 Cara Kerja Obat ................................................................................................7
2.3 Indikasi .............................................................................................................8
2.4 Kontra Indikasi .................................................................................................9
2.5 Efek Samping ...................................................................................................9
2.6 Peringatan .........................................................................................................11
2.7 Dosis / Aturan Pakai .........................................................................................12
BAB III ...............................................................................................................................13
3.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................................................13
3.2 Diagnosa Keprawatan .......................................................................................14
3.3 Intervensi Keperawatan ....................................................................................15
3.4 Implementasi Keperawatan ..............................................................................16
3.5 Evaluasi Keperawatan ......................................................................................18
BAB IV ...............................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................19
4.2 Saran .................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................20
BAB I

1.1 Latar Belakang


Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat obatan yang mappu mendpresikan sistem saraf
pusat. Sedatif adalah subtansi yang memiliki aktivitas moderate yang memberikan efek
mengantuk , serta mempertahankan tidur. Beberapa macam obat di dalam dunia kedokteran
seperti magadom digunakan sebagai zat penenang. Pemakaian sedatif hipnotika dalam dosis
kecil dapat menenangkan dan dalam dosis besar dapat membuat orang ynag memakainya
tertidur. Gejala akibat pemakaiannnya adalah mula –mula gelisah , mengamuk lalu
mengantuk malas , dan daya pikir menurun , bicara dan tindakan lambat . Jika pemakainya
over dosis maka akan timbul gejala gelisah , kendali diri turun , banyak bicara tapi tidak jelas
, sempoyongan , suka berkelahi , nafas lambat , kesadaran turun pingsan dan jika
pemakaiaannya melebihi dosis terntentu maka akan mengakibatkan kematian. Penggunaan
klinis kedua golongan obat-obatan ini telah digunakan secara luas seperti untuk tata laksana
nyeri akut dan kronik. Tindakan anestesia,penatalaksanaan kejang serta insomnia. Pentingnya
penggunaan obat obatan ini dalam tindakan anestesi memerlukan pemahaman mengenai
farmakologi obat-obatan kedua obat.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui deskripsi obat sedatif-hipnotik
2. Untuk mengetahui cara keja obat sedatif-hipnotik
3. Untuk mengetahui indikasi obat sedatif-hipnotik
4. Untuk mengetahui kontra indiksi obat sedatif-hipnotik
5. Untuk mengetahui efek samping obat sedatif-hipnotik
6. Untuk mengetahui peringatan obat sedatif-hipnotik
7. Untuk mengetahui dosis/aturan pakai obat sedatif-hipnotik
1.3 Manfaat
1. Dapat memahami dan mengerti obat sedatif-hipnotik
2. Dapat memahami dan mengerti cara kerja obat sedatif-hipnotik
3. Dapat memahami dan mengerti indikasi obat sedatif-hipnotik
4. Dapat memahami dan mengerti kontra indikasi obat sedatif-hipnotik
5. Dapat memahami dan mengerti efek samping obat sedatif-hipnotik
6. Dapat memahami dan mengerti peringatan obat sedatif-hipnotik
7. Dapat memahami dan mengerti dosis/aturan pakai obat sedatif-hipnotik.
BAB II
2.1 Deskripsi Obat
Hipnotik-sedatif adalah obat depresan SSP yang tidak selektif, efek mulai ringan – berat
(hilangnya kesadaran, anestesi, koma, mati).

SSP dirangsang ← normal → SSP dihambat


x-----x-----x----x----0-----x-----x------x-----x-----x-----x
mati excitasi normal sedatif anestetik mati
kejang cerewet tranquilizer hipnotik koma

Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis.
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang
berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan
anestesia, penatalaksanaan kejang, serta insomnia. Obat-obatan sedatif hipnotik
diklasifikasikan menjadi:
1. Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula
spinalis, danamnesia retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktik
klinik. Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat
toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang
lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.
Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai
premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi.
Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam.
Selain itu,benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.
2. Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih
aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih
banyak digunakan. Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat.
Asam barbiturat (2,4,4- trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi
kondensasi antara ureum dengan asam malonat. Susunan Saraf Pusat efek utama
barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari
sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat
berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat
dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya
menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi
umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk
anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang
mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.
2.2 Cara Kerja Obat
• Depresi SSP
• Menimbulkan toleransi pada penggunaan kronis
• Potensial menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisiologis
• Tidak memiliki sifat analgesic
1. Benzodiazepin
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid
(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak
mengaktifkan reseptor GABA melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA
terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi
hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel
tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia
retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal. Efek sedatif
timbul dari aktivasi reseptor GABA-A sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari resptor
GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik
timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala). Perbedaan
onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (affinitas
terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan
redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme
dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut lemak dan terikat kuat dengan protein
plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease
akan meningkatkan efek obat ini. Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan
menghambat tranportasi nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung
(penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan
meningkatkan oksigenasi melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua fungsi fisiologi
proteksi jantung.
2. Barbiturat
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan
hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem
aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang
beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk
kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada
sinaps saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor
seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan
pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap)
2.3 Indikasi Obat
1. Benzodiazepin
Benzodiazepin diindikasikan untuk meredakan ansietas jangka pendek
(hanya 2-4 minggu ) yang sifatnya berat , melemahkan , atau yang menyebabkan
pasien tidak dapat menyebabkan distres tersebut, yang tejadi secara tunggal atau
disertai insomnia atau penyakit psikosomatis jangka pendek, penyakit organik,
atau penyakit psikosis. Penggunaan benzodiasepin untuk menangani ansietas
ringan jangka pendek tidak tept dan tidaklah sesuai. Benzodiasepin harus
digunakan untuk menangani insomnia hanya terjadi insomnia berat, melemahkan
atau jika pasien menghadapi distres yang ekstrim.
2. Barbiturat
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata karena
efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan
benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat golongan
barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital.
1. Tiopenta
a. Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum
b. Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka)
c. Sedasi pada analgesik regional
d. Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus
2. Fenobarbital
a. Untuk menghilangkan ansietas
b. Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)
c. Untuk sedatif dan hipnotik
2.4 Kontra Indikasi
 Hipersensitivitas
 Koma dan depresi Sistem Saraf Pusat (SSP)
 Nyeri berat yang tak terkendali
 Hamil dan laktasi
1. Benzodiazepin
Benzodiazepines tidak boleh diberikan pada pasien bronko-pulmoner, dan obat ini
mempunyai efek aditif atau sinergistik dengan agen depresan sentral lainnya seperti
alkohol, barbiturates, dan antihistamin.
2. Barbiturat
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit hati
atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan pada
penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari
yang terjadi pada penderita usia lanjut
2.5 Efek Samping
 Hangover
Hangover adalah rasa mengantuk yang tersisa yang mengakibatkan gangguan
waktu beraktivitas. Hipnotik dengan masa kerja sedang dan panjang sering kali
menimbulkan hangover obat. Hati membiotransformasikan obat ini menjadi bentuk
yang aktif yang menetap dalam tubuh, sehingga menimbulkan rasa mengantuk.
 REM Rebound
REM Rebound, yang mengakibatkan mimpi yang jelas dan mimpi yang buruk,
sering kali terjadi setelah memakai hipnotik dalam jangka waktu lama dan kemudian
tiba-tiba berhenti. Tetapi ini juga dapat terjadi setelah hanya memakai satu dosis
hipnotik.
 Ketergantungan
Ketergantungan adalah akibat penggunaan hipnotik yang kronis, dapat bersifat
fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik tampak pada gejala-gejala putus obat
berupa kedutan otot dan tremor, pusing, hipotensi ortostatik, delusi, halusinasi,
delirium dan kejang. Gejala putus obat dimulai dalam 24 jam dan dapat berlangsung
selama beberapa hari.
 Toleransi
Toleransi timbul ketika diperlukan dosis yang lebih tinggi dari waktu ke waktu
untuk mencapai efek yang diinginkan. Terutama karena disebabkan oleh
meningkatnya metabolisme obat oleh enzim-enzim hati. Barbiturat adalah kelompok
obat yang dapat menyebabkan toleransi setelah pemakaian jangka waktu lama, dan
bersifat reversible jika obat dihentikan.
 Depresi yang berlebihan
Pemakaian hipnotik jangka panjang dapat menimbulkan depresi, yang ditandai
dengan keletihan, mengantuk, kurang konsentrasi, kebingungan dan depresi
psikologis.
 Depresi pernapasan
Sedatif-hipnotik dosis tinggi dapat menekan pusat pernapasan pada medulla
 Reaksi hipersensitifitas
Ruam kulit dan urtikaria dapat timbul pada pemakaian barbiturate. Reaksi seperti
ini jarang terjadi.
1. Benzodiazepin
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric
acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan
terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane
sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia
retrograde, potensiasi alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang
merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum,
thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2
(Hipokampus dan amigdala).
Perbadaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan
perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus
sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan,
distribusi, metabolism dan ekskresi).Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak
dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis
hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat
transportasi nukleosida.Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan
kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan
oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi
jantung. Efek samping utama benzodiazepin adalah depresi pernafasan dan harus
dipantau saat permulaan terapi .
2. Barbiturat
a. Dapat menyebbakan hiperalgesia (rasa nyeri yang berlebihan)
b. Dapat mengakibatkan reaksi paradoksal (kegelisahan, emosional yang labil
terutama pada lansia)
c. Vertigo
d. Mual
e. Diare
f. Kelainan emosional
2.6 Peringatan
1.Benzodiazepin
Efek sedasi dan bahaya menyetir atau mengoperasikan mesin berat sat mengkonsumsi
pada obat ini
2.Barbiturat
hindari penggunaan sedapat mungkin; ketergantungan dan toleransi mudah terjadi.
Pemutusan obat secara tiba-tiba dapat menimbulkan gejala putus obat serius (sampai
menimbulkan kematian). Dosis ulangan dapat menimbulkan kumulasi dan dapat
menimbulkan sedasi berlebihan; perhatian juga pada penyakit pernapasan, penyakit ginjal,
gangguan hati.
2.7 Dosis/Aturan Pakai
A. Benzodiazepin
Bervariasi bergantung pada pasien diri sendiri
1. Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5 mg/ kgbb
2. Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3-5 mg
3. Sedasi pada analgesia regional diberikan intravena
4. Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin
B. Barbiturat
NO GOLONGAN CONTOH WAKTU DOSIS
OBAT PARUH JAM HIPNOTIK
(mg)
1 Kerja sangat Tiamilal Tiopental - -

singkat (IV 2- Heksobarbital - -


2.7 – 7 -
4 jam ) Kemital
- -
Penobarbital
2 Kerja singkat Sekobarbital 15-48 50-100 mg
( 3 jam ) Siklobarbital 19-34 100-200mg

Butabarbital - -

Amobarbital
3 Kerja sedang Butabarbital 8-42 50-200 mg
(3-6 jam ) 34-42 100-200 mg
Probarbital - 65-130 mg

4 Kerja lama (6 fenobarbital 24-140 100-200 mg


100-200mg
jam) mefobarbital 300-500mg

barbital
BAB III
3.1 Pengkajian Keperawatan
Secara umum, sebelum pasien diberikan kelompok obat sedatif, hipnotik, danankhiolitik
maka seorang perawat harus mengkaji keluhan, tanda dan gejala sertatingkat pengetahuan
pasien dan keluarga berkaitan dengan program pengobatan. Untuk program pengobatan
yang spesifik, Diane S. Aschenbrenner, et,al(2002) menjelaskan bahwa pada rencana
pemberian kelompok obat barbituratsepertiphenobarbital, maka perawat harus mengkaji :
1) Riwayat gangguan paru – paru, karena ada pasien yang sensitif terhadap depresi
pernafasan akibat phenobarbital.
2) Obesitas, karena obat phenobarbital dapat menyebabkan “sleep apnea”.
3) Usia kehamilan, karena barbiturat dapat menyebabkan kerusakan fetal.
4) Kondisi menyusui, karena sebagian kecil phenobarbital di ekskresikan melalui air
susu ibu.
5) Riwayat toleransi, ketergantungan psikologis terhadap obat. Sedangkan pada
rencana pemberian kelompok obat benzodiazepin seperti valium (diazepam).
Perawat sebaiknya melakukan pengkajian terhadap :
a) Status mental.
b) Jumlah sel darah merah.
c) Fungsi hepar dan ginjal karena kerusakan fungsi ginjal akan menyebabkan
penumpukan obat.
d) Usia
e) Kehamilan, karena obat benzodiazepin dapat menumpuk dalam sirkulasi fetus.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan sebelumpemberian obat sedatif,hipnotik,
dan ankhiolitik menurut Sheila S. Ralph, et.al (2005) adalah:
1. Gangguan pola tidur b.d ketidaksinkronan “circadian”.
2. Kelelahan b.d cemas, kurang tidur, kondisi penyakit.
3. Kurangnya pengetahuan tentang pengobatan b.d keterbatasan kognitif, interpretasi
yang salah tentang informasi.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan setelahpemberian
obatsedatif, hipnotik, dan ankhiolitik adalah :
1) Resiko pola nafas tidak efektif b.d efek depresan pernafasan karena barbiturat
(Diane S. Aschenbrenner, et.al, 2002), penurunan energi/kelelahan (Sheila
S.Ralph, et.al, 2005)
2) Gangguan pola tidur b.d perubahan tahap tidur normal akibat efek barbiturat dan
benzodiazepin. (Diane S. Aschenbrenner, et.al, 2002).
3) Resiko cidera b.d efek depresan dari obat terhadap sistem saraf pusat,
perubahan sensori-persepsi sekunder terhadap perubahan kognitif akibat obat
benzodiazepine dan amnesia anterograde (Diane S. Aschenbrenner, et.al, 2002).

3.3 Intervensi Keperawatan


1.Gangguan pola tidur (J. C. McCloskey & G. M. Bulecheck, 1996) :
a) Tetapkan pola tidur/aktivitas pasien dan perkirakan siklus bangun/tidur reguler pasien
dalam asuhan keperawatan.
b) Jelaskan pentingnya istirahat yang cukup.
c) Tetapkan efek pengobatan pada pola tidur pasien.
d) Monitor pola tidur , jumlah jam tidur, dan
e) Catat observasi fisik yang ditemukan misalnya “sleep apnea”, sumbatan jalan
nafas, dsb.
f) Awasi pola tidur pasien, pertahankan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur
pasien, dan hindari memberikan obat pada jam tidur pasien
g) Bantu menghilangkan situasi stress sebelum tidur.

2.Kelelahan :
a) Tetapkan pembatasan fisik pasien.
b) Tetapkan persepsi pasien tentang penyebab kelelahan, dan dorong pengungkapan
verbal tentang pembatasan aktifitas.
c) Tetapkan penyebab kelelahan, awasi pasien terhadap kelelahan akibat emosional.
d) Monitor pola tidur pasien serta tingkatkan istirahat dan pembatasan aktifitas.
e) Gunakan “ROM” aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan otot, dan ajarkan pada
pasien teknik meminimalkan konsumsi oksigen misal pengawasan diri, dsb.
f) Monitor pemberian dan efek obat yang bersifat depressants dan stimultants.
3. Kurangnya pengetahuan tentang pengobatan :
a) Informasikan pada pasien generik dan merek dagang dari masing- masing obat,
instruksikan pada pasien untuk memperhatikan maksud dan kerja masing-masing obat.
b) Jelaskan pada pasien tentang dosis, cara pemakaian, lamanya pemakaian, dan
kemungkinan efek samping tiap obat serta evaluasi kemampuan pasien mengobati diri
sendiri.
c) Jelaskan tentang tanda dan gejala kelebihan dan kekurangan dosis obat pada pasien.
d) Jelaskan pada pasien dan keluarga kemungkinan ketergantungan terhadap obat
barbiturat atau benzodiazepin dalam 1 sampai 10 hari yang ditandai dengan kesulitan
berpikir, pusing, nafsu makann menurun, gangguan sensori, mual, muntah, insomnia,
dan mungkin disertai kejang.

4. Resiko pola nafas tidak efektif :


a. Awasi pola nafas dan bandingkan dengan keadaan normal.
b. Awasi kelemahan otot diafragma.
c. Awasi peningkatan istirahat dan kecemasan.
d. Awasi kemampuan pasien untuk batuk efektif.
e. Awasi adanya sekresi pada jalan nafas.

3.4 Implementasi Keperawatan


1.Gangguan pola tidur (J. C. McCloskey & G. M. Bulecheck, 1996) :
a. Menetapkan pola tidur/aktivitas pasien dan perkirakan siklus bangun/tidur reguler pasien
dalam asuhan keperawatan.
b. Menjelaskan pentingnya istirahat yang cukup.
c. Menetapkan efek pengobatan pada pola tidur pasien.
d. Memonitor pola tidur , jumlah jam tidur, dan
e. Mencatat observasi fisik yang ditemukan misalnya “sleep apnea”, sumbatan jalan
nafas, dsb.
f. Mengawasi pola tidur pasien, pertahankan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan
tidur pasien, dan hindari memberikan obat pada jam tidur pasien
g. Membantu menghilangkan situasi stress sebelum tidur.

2.Kelelahan :
a. Menetapkan pembatasan fisik pasien.
b. Menetapkan persepsi pasien tentang penyebab kelelahan, dan dorong
pengungkapan verbal tentang pembatasan aktifitas.
c. Menetapkan penyebab kelelahan, awasi pasien terhadap kelelahan akibat emosional.
d. Memonitor pola tidur pasien serta tingkatkan istirahat dan pembatasan aktifitas.
e. Menggunakan “ROM” aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan otot, dan ajarkan
pada pasien teknik meminimalkan konsumsi oksigen misal pengawasan diri, dsb.
f. Memonitor pemberian dan efek obat yang bersifat depressants dan stimultants.

3. Kurangnya pengetahuan tentang pengobatan :


a. Menginformasikan pada pasien generik dan merek dagang dari masing- masing obat,
instruksikan pada pasien untuk memperhatikan maksud dan kerja masing-masing obat.
b. Menjelaskan pada pasien tentang dosis, cara pemakaian, lamanya pemakaian, dan
kemungkinan efek samping tiap obat serta evaluasi kemampuan pasien mengobati diri
sendiri.
c. Menjelaskan tentang tanda dan gejala kelebihan dan kekurangan dosis obat pada pasien.
d. Menjelaskan pada pasien dan keluarga kemungkinan ketergantungan terhadap
obat barbiturat atau benzodiazepin dalam 1 sampai 10 hari yang ditandai dengan
kesulitan berpikir, pusing, nafsu makann menurun, gangguan sensori, mual, muntah,
insomnia, dan mungkin disertai kejang.

4. Resiko pola nafas tidak efektif :


a. Mengawasi pola nafas dan bandingkan dengan keadaan normal.
b. Mengawasi kelemahan otot diafragma.
c. Mengawasi peningkatan istirahat dan kecemasan.
d. Mengawasi kemampuan pasien untuk batuk efektif.
e. Mengawasi adanya sekresi pada jalan nafas

3.5 Evaluasi Keperawatan


a) Mengkajiventilasitekananpositif (denganatautanpaintubasi) padapasien.
b) Mengobservasipadariwayat,pemeriksaanfisik, danketersediaanperlengkapanemergensi.
Memantaupadatingkatkesadaranpasien ,hemodinamik, ventilasi, oksigenasi.
BAB IV

4.1 Kesimpulan

Obat golongan benzodiazepine bekerja pada reseptor GABA.Efek farmakologi


benzodiazepine merupakan akibat aksi GABA sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat
sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan
mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Contoh preparat benzodiazepine
antara lain midazolam, alprazolam, diazepam, clobazam. Obat-obatan barbiturate bekerja pada
neurotransmitter penghambat GABA pada sistem saraf pusat.Aktifasi reseptor ini meningkatkan
konduktase klorida transmembran, sehingga terjadi hiperpolarisasi membrane sel post sinapa.
Contoh obat-obatan golongan barbiturate antara lain thiopental dan Phenobarbital.

4.2 Saran

Penulis berharap dengan adanya makalah ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat
bagi pembaca untuk mengetahui dan memahami tentang penjelasan mengenai sedatif-hipnotik,
karena obat sedatif termasuk kedalam keras, dapat membuat ketergantungan serta dapat merusak
psikis sehingga dalam penggunaanya harus melalui dan dalam pengawasan dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Suparyanto, dkk. 2010. Hipnotik, Sedatif dan Psikotropik. Diakses pada http://dr-
suparyanto.blogspot.com/2010/04/hipnotik-sedatif-dan-psikotropik.html?m=17September2021

Woro, Sujati, dkk. 2016. Farmakologi. Jakarta Selatan: Kemenkes RI

Rosdiana, Liya. Penanganan Insomnia. Diakses pada


https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/5352/4101/ tanggal 17 September 2021

Hendria, dkk. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Tatalaksana Pemberian Obat (Sedatives,
Hypnotic, and Anxyolitic Drugs). Diakses pada https://docplayer.info/30402055-Asuhan-
keperawatan-pada-tatalaksana-pemberian-obat-sedatif-hipnotik-dan-ankhiolitik-sedatives-
hypnotic-and-anxiolytic-drugs.html tanggal 10 September 2021

Anda mungkin juga menyukai