Pada tahun 2025 menghasilkan ahli madya keperawatan yang unggul dalam penguasaan
i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berbagai kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Jiwa dengan tepat waktu.
Kami cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun.Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan makalah ini.
i
Daftar Isi
Kata Pengantar..............................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................…2
1.2 Tujuan...................................................................................................................2
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................24
Daftar Pustaka...............................................................................................................i
ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari kehilangan dan
terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.
Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu
melewati rekasi atau masa berkabung.
Dampak dari loss and grief (kehilangan dan berduka) diantaranya adalah perilaku-perilaku
yang akan menghambat perkembangan individu di masa yang akan datang, seperti enggan
melakukan tugas sendiri, sedih, senyum tidak lepas, berbicara sendiri, melamun, tidak fokus,
serta menarik diri dari lingkungan. Hal ini tentu akan sangat merugikan bagi kehidupannya,
selain aktifitas terhambat, perkembangan juga kesehatan akan terganggu, apabila kondisi
seperti ini dimana sedih dan kedukaan kian mendalam dan seolah tidak kunjung berahir serta
terus berlanjut tentu tidak hanya dirinya yang akan terganggu tetapi orang disekitarnyapun
turut memperoleh dampak dan akibat buruk. Agar individu dapat kembali ke kondisi normal
diperlukan dukungan eksternal dan internal. Dukungan eksternal dipengaruhi oleh lingkungan
sosial (Ginanjar,2009).
1
Kehilangan dan kematian merupakan peristiwa yang bersifat umum dari peristiwa
pengalaman manusia. Kehilangan adalah bagian yang tidak dapat dihindari dari kehidupan
dan kesedihan adalah bagian alamiah dari proses kehilangan adalah suatu proses keadaan
individu mengalami kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki setiap individu
akan menghadapi kehilangan dan kematian dengan keadaan yang berbeda-beda. Mekanisme
koping yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengahapi dan menerima
kehilangan. Berduka adalah respon alamiah pada seseorang yang mengalami kehilangan.
Duka cita adalah suatu proses kompleks yang normal meliputi respon dan prilaku emosional
fisik, sprirtual, sosial, dan intelektual ketika individu , keluarga dan komunitas memasuki
kehilangan yang actual, adaptif, atau dipersesikan kedalam kehidupan mereka sehari-hari
(Nanda 2015) .
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan, yaitu respons emosional normal dan
merupakan suatu proses untuk memecahkan masalah. Seorang individu harus diberikan
kesempatan untuk menemukan koping yang efektif dalam melalui proses berduka,
sehingga mampu menerima kenyataan kehilangan yang menyebabkan berduka dan
merupakan bagian dari proses kehidupan. NANDA membagi menjadi dua tipe berduka
yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi merupakan
suatu status pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Sedangkan berduka
disfungsional adalah suatu status individu dalam merespon suatu kehilangan dimana
respon kehilangan dibesar-besarkan padaa saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
3
2.1.2 Faktor Penyebab
Menurut Nurhalimah (2016) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kehilangan
dan berduka, diantaranya :
a. Arti dari kehilangan
b. Sosial budaya
c. kepercayaan / spiritual
d. Peran seks/jenis kelamin
e. Status social ekonomi
f. kondisi fisik dan psikologi individu.
a. Fase denial
1. Merupakan reaksi pertama pada fase ini adalah syok, tidak mempercayai
kenyataan
4
2. Ungkapan verbal pada fase ini biasanya individu mengatakan itu tidak
mungkin, contohnya seperti “Saya tidak percaya itu terjadi.”
3. Perubahan fisik yang meliputi letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
b. Fase anger / marah
1. Individu mulai menyadari akan kenyataan yang terjadi
2. Timbul respon marah diproyeksikan pada orang lain.
3. Reaksi fisik yang timbul adalah; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal, serta perilaku agresif.
c. Fase bergaining / tawar- menawar.
1. Ungkapan secara verbal pada fase ini adalah :
“Kenapa harus terjadi pada saya?”
“Kalau saja yang sakit bukan saya.”
“Seandainya saya hati-hati.”
d. Fase depresi
1. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
2. Gejala pada fase ini individu menolak makan, mengeluh suslit tidur, letih,
dorongan libido menurun.
e. Fase acceptance
1. Pikiran pada objek yang hilang mulai berkurang.
2. Ungkapan verbal pada fase ini adalah :
“Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?”
“Yah akhirnya saya harus operasi.”
5
b. Efek emosi diantaranya, mengingkari, bersalah, marah, kebencian, depresi,
kesedihan, perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal
dalam menerima kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal.
c. Efek soaial diantaranya, menarik diri dari lingkungan, isolasi (emosi dan fisik)
dari istri, keluarga dan teman.
6
dimiliki oleh pasien untuk meningkatkan kemampuan dalam menghadapi
masalah. (Stuart, 2013)
d. Keyakinan positif. Keyakinan diri yang positif dapat meningkatkan harapan,
sehingga mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi masalah.
(Stuart, 2013)
Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau “efek bumerang”
sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup dalam denial tentu saja
sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan juga membuat
banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo, 2014).
b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara
pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang
mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-
hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan mekanisme
ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014).
c. Intelektualisasi
7
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi,
manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan, dan
memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan secara objektif (Prabowo,
2014).
d. Regresi
Regresi merupakan menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir
mundur kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014).
e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah.
Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau
diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek dan
emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif
amnesia (Prabowo, 2014).
f. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebenarnya
merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi dengan represi
yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam
sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak begitu
berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja, sehingga
ia mengetahui apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014).
g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan Holladay
(1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri
tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan
melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri (Prabowo,
2014).
8
2.2 Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
a. Faktor Predisposisi
1. Genetik
Seorang individu yang memiliki keluarga atau dibesarkan dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan mengalami kesulitan dalam bersikap optimis dan
menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan Fisik
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup dengan teratur mempunyai
kemampuan dalam menghadapi stres dengan lebih baik dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan Mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki tingkat kepekaan yang
tinggi terhadap suatu kehilangan dan berisiko untuk kambuh kembali.
4. Pengalaman Kehilangan Sebelumnya
Kehilangan dan perpisahan denngan orang yang berarti di masa kanak-kanak akan
memengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi individu dan
kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial,seperti kondisi sakit,kehilangan fungsi
seksual,kehilangan harga diri,kehilangan peran,dan kehilangan posisi di masyarakat.
c. Perilaku
1. Menangis atau tidak mampu menangis
2. Marah
3. Putus asa
4. Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain
d. Mekanisme Koping
1. Denial
9
2. Regresi
3. Intelektualisasi/rasionalisasi
4. Supresi
5. Proyeksi
10
1. Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihan (marah, menangis)
2. Dengarkan dengan empati. Jangan mencela.
3. Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
11
2.2.4 Tindakan Keperawatan
Langkah selanjutnya setelah menegakkan diagnosa keperawatan dan menentukan
masalah utama pada kasus kehilangan adalah melakukan tindakan keperawatan.
a. Tindakan Keperawatan pada Pasien
Tujuan
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
2. Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami pasien.
3. Peasien dapat memahami hubungan anatara kehilangan yang dialami dengan
keadaan dirinya.
4. Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
5. Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung
Tindakan
1. Membian hubungan saling percaya dengan pasien.
2. Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran, perasaan, fisik,
sosial, dan spiritual sebelum atau sesuadah mengalami kehilanagn yang
terjadi)
3. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami.
a) Cara verbal (mengungkapkan perasaan).
b) Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik).
c) Cara sosial (sharing melalui self help group)
d) Cara spiritual (berdoa, berserah diri).
Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk saling
memberikan pengalaman dengan saksama.
1. Membantu pasien memasukan kegiatan dalam jadwal harian.
2. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.
12
4. Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
Tindakan
1. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka dan
dampaknya pada pasien.
2. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami oleh
pasien.
3. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien dengan berduka
disfungsional.
4. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat dimanfaatkan
oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami oleh pasien.
2.2.5 Evaluasi
Keberhasilan tindakan keperawatan tampak dari kemampuan pasien diantaranya :
a. Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami pasien.
b. Pasien dapat memahami hubungan anatara kehilangan yang dialami dengan
keadaan dirinya.
c. Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
d. Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung
e. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
f. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
g. Keluarga dapat mempraktikan cara merawat pasien berduka disfungsional.
h. Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
13
BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN
2. Strategi Komunikasi
a. Orientasi
1) Salam Teraupetik
“Selamat pagi ibu, saya suster D. Saya dari poltekkes Jakarta 3, nama ibu siapa?
Senang di panggil apa?”
14
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu?”
3) Kontrak
a) Topik
“Baiklah pak/ibu, bagaimana sekarang kita berbincang – bincang tentang
yang bapak/ibu rasakan.”
b) Waktu
“Kita akan berbincang selama 15 menit. Apakah bapak/ibu setuju?”
c) Tempat
“Bagaimana jika kita mengobrol disini saja?”
d) Tujuan
Agar dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan sehingga lebih tenang
b. Fase kerja
“Baiklah pak/ibu, coba ceritakan bagaimana perasaan bapak/ibu saat ini mengerti
betapa sulitnya menerima fase itu? Ada baiknya jika bapak/ibu tetap sabar, karena
kehidupan ini harus tetap berlanjut, karena tuhan tidak akan menguji umatnya diluar
kemampuannya. Jika kita bisa melewati maka kita akan menemukan kehidupan yang
lebih baik dari sebelumnya pak/ibu.”
c. Terminasi
1) Evaluasi
a) Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak/ibu sekarang? Apakah bapak/ibusudah mulai
memahami kondisi saat ini?”
b) Objektif
“Kalau begitu coba bapak/ibu jelaskan langkah yang bapak/ibu ambil untuk
rencana selanjutnya.”
c) Rencana tindak lanjut
“Baiklah pak/ibu, itu adalah langkah yang baik. Kalua begitu langkah yang
tadi kita masukan ke jadwal harian bapak/ibu.”
2) Kontrak yang akan datang
a) Topik
15
“Baiklah pak/ibu besok dijam yang sama saya akan kembali kesini untuk
berbicang Bersama bapak/ibu.”
b) Waktu
“Besok kita akan berbicara selama 15 menit ya pak/ibu.”
c) Tempat
“Baiklah untuk besok bapak/ibu silahkan memilih tempat untuk berbincang
yang bapak/ibu sukai.”
2. Strategi komunikasi
a. Orientasi
16
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi bapak/ibu!”
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini, apa sudah lebih dari kemarin? Bagus
kalau begitu,coba bapak/ibu sebutkan ciri mengalami ketakutan.”
3) Kontrak
a) Topik
“Bagaimana kalua sekarang kita melanjutkan topik yang kemarin untuk
mendiskusikan rasa takut. Rencana dan harapan dimasa yang akan datang.”
b) Waktu
“Bagaimana kalua kita berbincang – bincang salama 15 menit pak/ibu.”
c) Tempat
“Dimana bapak/ibu mau berbincang? Bagaimana kalau disini.”
d) Tujuan
“Supaya bapak/ibu bisa mengungkapkan rasa takut.”
b. Fase kerja
“Saya mengerti perasaan yang bapak/ibu alami saat ini? Coba bapak/ibu ceritakan
tentang ketakutan bapak/ibu rasakan dan bagaimana bapak/ibu mengatasi ketakuan
tersebut? Langkah yang ibu/bapak lakukan adalah bagus. Bagaimana kalua harapan
ibu/bapak ditulis dikertas kosong? Nah bagus, nantinya rencana ini coba dilakukan
dengan bapak/ibu sendiri maupun dengan anggota keluarga yang lain?”
c. Terminasi
1) Evaluasi
a) Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak/ibu sekarang? Apakah bapak/ibu merasa lebih
tenang saat ini?”
b) Objektif
“Kalau begitu, coba bapak/ibu jelaskan langkah – langkah yang bapak/ibu
ambil untuk rencana selanjutnya.”
2) Rencana tindak lanjut
17
“Baiklah bapak/ibu, bagaimana rencana yang tadi kita masukan ke jadwal
kegiatan harian.”
3) Kontrak yang akan datang
a) Topik
“Bagaimana kalau besok kita melanjutkan topik pembahasan cara
mengekspresikan perasaan kehilangan.”
b) Waktu
“Besok pada jam 10.00 pak/ibu, sekitar 10 menit ya pak/ibu.”
c) Tempat
“bagaimana tempatnyadikursi saja pak/ibu agar lebih relax?”
18
6) Beri dukungan pada pasien untuk mengimplementasikan budaya, religius, dan sos
ial serta kehilangan.
2. Strategi Komunikasi
a. Orientasi
1) Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak/bu.”
2) Evaluasi
“Bagaimana kondisi bapak/ibu hari ini? Apakah sudah membaik dari sebelumny
a?”
3) Kontrak
a) Topik
“Sesuai janji saya kemarin, sekarang kita akan membicarakan tentang bagaim
ana mengekspresikan perasaan kehilangan.”
b) Waktu
“Bagimana kalau kita berbincang selama 10 menit apakah bapak/ibu setuju?”
c) Tempat
“Bagimana jika kita berbincang dikursi agar lebih relax?”
b. Fase Kerja
“Bapak/ibu saya melihat ada kehilangan yang mendalam pada bapak/ibu. Saya paham
dengan kondisi bapa/ibu, bapak/ibu kondisi berduka punya tahapan dalam prosesnya,
yang pertama itu meyangkal saat masalah itu datang, kedua marah terhadap masalah
yang kita hadapi, ketiga tawar menawar karena belum bisa menerima, empat mengala
mi kesedihan yang mendalam karena ketakutan terhadapa kehilangan dan terakhir kit
a menerima kenyataan yang ada. sekarang coba bapak/ibu hubungkan kehilanagn yan
g bapak/ibu alami menurut budaya, agama, norma soasial yang berlaku dilingkungan
kerluarga. Bagus jika bapak/ibu mengerti kehilangan dan berduka namun harus disika
pi dewasa.”
c. Terminasi
1) Evaluasi
a) Subjektif
19
“Bagaimana perasaan bapak/ibu apakah bapak/ibu sudah bisa menerima?”
b) Objektif
“Coba bapak ibu sebutkan bagaimana kehilangan dengan budaya, agama yang
bapak/ibu anut?”
c) Rencana Tidak Lanjut
“Kapan bapak/ibu mengungkapkan perasaan kehilangan yang muncul kembali?
Dan kepada siapa bapak/ibu akan mengungkapkannya, coba bapak/ibu ungka
pkan kepada orang yang dimaksud.”
2) Kontrak yang akan datang
a) Topik
“Baiklah pak/bu besok kita akan berbincang dengan mekanisme pertahanan ji
wa yang efektif untuk mengatasi kehilangan.”
b) Waktu
“Bagimana jika berbincang-bincang selama 15 menit?”
c) Tempat
“Dimana tempat yang bapak/ibu sukai untuk berbincang?”
20
3) Beri buku dan liferatur untuk dibaca pasien sebagai dukungan
4) Buat jadwal follow up untuk mengevaluasi kebersihan pasien atau untuk kebutuha
n reinforcement.
2. Strategi Komunikasi
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi pak/bu.”
2) Evaluasi
“Bagaimaan perasaan bapak/ibu hari ini?”
3) Konrak
a) Topik
“Baiklah pak/bu sesuai janji saya kemarin, sekarang kita akan berdiskusi tenta
ng macam-macam mekanisme koping yang efektif sesuai dengan kehilangan.”
b) Waktu
“Bagaimana jika berbincang-bincang selama 15 menit?”
c) Tempat
“Tempatnya disini saja ya pak/bu, apakah bapak/ibu menyukainya?”
d) Tujuan
“Agar bapak/ibu punya mekanisme koping yang efektif sesuai dengan kehilan
gan.”
b. Fase Kerja
“Bapak/ibu kehilangan dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan. Tetapi ada mekanisme
jiwa dalam diri kita yang bekerja untuk mempertahankan kesehatan jiwa. Mekanisme
yang berkaitan dengan kehilangan ada yang positif dan negatif, positifnya menerima
kehilangan dengan ikhlas, dan tabah. Negatifnya terus menerus menyangkal marah
dan sedih berkepanjangan. Nah sekarang kita coba melakukan koping yang sesuai
untuk memotivasi diri bapak/ibu dengan cara menarik napas dalam untuk
memberikan ketenangan, mengekspresikan rasa sedih, mengungkapkan rasa marah
yang baik, menerima kondisi saat ini dengan lapang dada.”
a. Terminasi
21
1) Evaluasi
a) Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu sekarang?”
b) Objektif
“Nah coba sebutkan mekanisme koping yang sesuai.”
2) Rencana tindak lanjut
“Selanjutnya kita akan melanjutkan perbincangan kita sesuai jadwal yang kita
buat.”
3) Kontrak yang akan datang
a) Topik
“Bagaimana jika besok kita akan berdiskusi tentang sumber daya pendukung
bagi bapak/ibu dilingkungan?”
b) Waktu
“Bagaimana jika kita akan melanjutkan besok selama 10 menit, apakah
bapak/ibu bersedia?”
c) Tempat
“Bagaimana jika tempatnya disini?”
22
2. Strategi keperawatan
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi pak/bu, masih ingat dengan siapa?”
2) Evaluasi
“Bagaimana keadaan bapak/ibu hari ini? Apakah lebih baik dari kemarin, coba
bapak/ibu sebutkan teknik mekanisme koping yang sudah bapak/ibu lakukan?
3) Kontrak
a) Topik
“Hari ini kita akan berdiskusi sumber daya apa aja yang ada disekitar
lingkungan bapak/ibu?
b) Waktu
“Bagaimana kita berbincang-bincang selama 10 menit?”
c) Tempat
“Bagaimana jika kita berbincang-bincang disini saja?”
d) Tujuan
“Agar ibu/bapak dapat mengetahui dan memanfaatkan sumber daya yang
ada”
b. Kerja
“bapak/ibu perlu merasa sendirian dalam menghadapi kehilangan. Ada sumber
daya pendukung yang bisa dimanfaatkan untuk membantu bapak/ibu seperti
kelompok arisan, kelompok pkk, kelompok senam, majelis talim dan masih
banyak lagi atau bisa juga berkonsultasi dengan psikolog untuk membantu
bapak/ibu menyelesaikan masalah.”
c. Terminasi
1) Evaluasi
a) Subjektif
“bagaimana perasaan ibu dan bapak saat ini?”
b) Objektif
23
“coba bapak/ibu sebutkan sumber pendukung yang ada disekitar
selanjutnya ikuti kegiatan.”
2) Rencana tindak lanjut
“baiklah jika ibu/bapak sudah memilih sumber pendukung yang ada disekitar
selanjutnya ikuti kegiatan.”
3) Kontrak yang akan datang
a) Topik
“baiklah besok kita akan berbincang-bincang kembali. Kira-kira topik apa
lagi yang bapak/ibu bahas besok?”
b) Waktu
“besok pagi akan berbincang-bincang 10 menit. Apakah bapal/ibu
bersedia?”
c) Tempat
“tempatnya disini saja ya pak/bu agar lebih tenang dan relax.”
24
BAB IV
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau
tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada,
baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan
ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
25
Daftar Pustaka
Ah, Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Nurhalimah. 2016. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPGDJ - III
dan DSM – 5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-UnikaAtmajaya
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and Classification,
2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia:Kehilangan, Kematian, dan
Berduka dan Proses Keperawatan. Jakarta:Sagung Seto
Dalami, Ermawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta:
Trans Info Media
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC
iii