Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah Utama
Deficit perawatan diri
B. Proses Terjadinya
1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya. (Depkes, 2000 dalam Wibowo, 2009).
Poter, Perry (2005), dalam Anonim (2009), mengemukakan bahwa Personal Hygiene
adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis. Wahit Iqbal Mubarak (2007), juga mengemukakan
bahwa hygiene personal atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam
memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperolah kesejahteraan fisik
dan psikologis.
Seseorang yang tidak dapat melakukan perawatan diri dinyatakan mengalami deficit
perawatan diri. Nurjannah (2004), dalam Wibowo (2009), mengemukakan bahwa
deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, dan toileting).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), dalam Anonim (2009), kurang perawatan
diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya.
Pasien yang mengalami gangguan jiwa kronik sering kali tidak memperdulikan
perawatan diri. Hal ini menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga dan
masyarakat (Keliat, 2009).
Klien dengan gangguan jiwa hampir semuanya mengalami defist perawatan diri. Hal
ini disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakberdayaan yang berhubungan dengan
keadaannya sehingga terjadilah deficit perawatan diri (Muslim, 2010).
2. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri
Menurut Nanda (2012), jenis perawatan diri terdiri dari:
a. Deficit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas
perawatan diri untuk diri sendiri.
b. Deficit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian
dan berhias untuk diri sendiri.
c. Deficit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan
secara mandiri.
d. Deficit perawatan diri : eliminasi/toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi
sendiri.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2000), dalam Anonim (2009), tanda dan gejala klien dengan deficit
perawatan diri yaitu:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor.
2) Rambut dan kulit kotor.
3) Kuku panjang dan kotor.
4) Gigi kotor disertai mulut bau.
5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologi
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Social
1) Interaksi kurang.
2) Kegiatan kurang.
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
4) Cara makan tidak teratur.
5) BAB dan BAK disembarang tempat.
6) Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

Selain itu, tanda dan gejala tampak pada pasien yang mengalami deficit perawatan
diri adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan kemampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran dan makan tidak pada tempatnya.
d. Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK tidak
pada tempatnya, dan tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK
(Keliat, 2009).

Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akhirnya dapat juga menimbulkan
penyakit fisik seperti kelaparan dan kurang gizi, sakit infeksi saluran pencernaan dan
pernapasan serta adanya penyakit kulit, atau timbul penyakit yang lainnya (Harist,
2011).

Adapun tanda dan gejala deficit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah sebagai
berikut:

1) Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
2) Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, mananggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3) Makan
Klien mempnyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4) Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk
toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram
toilet atau kamar kecil.
4. Etiologic
a. Faktor predisposisi
1) Perkembangan, keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis, penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun, klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Social, kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri. (Depkes, 2000, dalam Anonim, 2009), menyatakan bahwa
kurangnya perawatan diri disebabkan oleh:
1) Kelelahan fisik
2) Penurunan kesadaran
5. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pola perawatan Kadang perawatan Tidak melakukan


diri seimbang diri tidak seimbang perawatan diri

Keterangan:
a. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stressor dan mampu untuk
berperilaku adapted, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien
masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stressorkadang-
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stressor.

6. Pohon Masalah
Resiko tinggi isolaso social Effect

Deficit perawatan diri Core Problem

Harga diri rendah Causa

Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri (Fitria, 2009).

7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor
meliputi status social ekonomi, keluarga, jaringan interpersonal, organisasi yang
dinaungi oleh lingkungan social yang lebih luas, juga menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, music, atau tulisan (Stuart and
Sundeen, 1998 dalam Lili Kadir, 2018).
8. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-apa.
b. Data objektif
Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan bau,
kulit kotor.
2. Isolasi social
a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apaapa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat
tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan.
3. Defisit perawatan diri
a. Data subektif
1) Pasien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya
b. Data objektif
1) Rambut rontok, acak-acakan
2) Badan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau
4) Kulit kusam dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawatt
C. Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
Pasien yang mengalami gangguan jiwa kronik sering kali tidak memedulikan perawatan
diri. Hal ini menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga dan masyarakat.
1. Pengkajian
Deficit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan
proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Deficit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri, makan, berhias diri, dan eliminasi (buang air besar dan buang air
kecil) secara mandiri.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien yang mengalami deficit perawatan diri
adalah :
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
d. Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang air besa
(BAB) dan buang air kecil (BAK) tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat, masalah keperawatannya adalah deficit perawatan
diri: hygiene diri, berhias, makan, dan eliminasi.
3. Rencana Keperawatan
a. Tujuan keperawatan
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2) Pasien mampu melakukan berhias secara baik
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4) Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri.
b. Tindakan keperawatan
1) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara :
a) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri
2) Membantu pasien latihan berhias
Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita. Pada pasien
laki-laki, latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut, dan
bercukur, sedangkan pada pasien perempuan, latihan meliputi latihan
berpakaian, menyisir rambut, dan berhias/berdandan.
3) Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara:
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan
d) Menjelaskan cara makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri dengan cara:
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
STRATEGI PELAKSANAAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
a. Data objektif:
Paien merasa lemah, malas untuk beraktivitas, dan merasa tidak berdaya.
b. Data subjektif
Rambut kotor dan acak-acakan, badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan
gigi bau, kulit kusam dan kotor.
2. Diagnosa keperawatan
Deficit keperawatan diri
3. Tujuan tindakan
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
b. Pasien mampu melakukan berhias secara baik.
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
d. Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri.
4. Tindakan keperawatan
a. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara :
1) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
b. Membantu pasien latihan berhias
Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita. Pada pasien laki-laki,
latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut, dan bercukur, sedangkan
pada pasien perempuan, latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut,
dan berhias/berdandan.
c. Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara:
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
2) Menjelaskan cara makan yang tertib.
3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan.
4) Menjelaskan cara makan yang baik
d. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri dengan cara:
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

B. Strategi Pelaksanaan
1. Strategi pelaksanaan 1
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih pasien
tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.
2. Strategi pelaksanaan 2
Melatih pasien berhias (laki-laki: berpakaian, menyisir rambut, dan bercukur,
perempuan : berpakaian, menyisir rambut, dan berhias).
3. Strategi pelaksanaan 3
Melatih pasien makan secara mandiri (menjelaskan cara mempersiapkan makan,
menjelaskan cara makan yang tertib, menjelaskan cara merapikan peralatan makan
setelah makan, praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik).
4. Strategi pelaksanaan 4
Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri (menjelaskan tempat
BAB/BAK yang sesuai, menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK,
menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK).

Anda mungkin juga menyukai