Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP

KEMAMPUAN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN PADA KLIEN


PERILAKU KEKERASAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI NTB TAHUN 2013

Rusmini1, Awan Dramawan1


1
Politeknik Kesehatan Mataram Kemenkes RI Jurusan Keperawatan

ABSTRAK
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh
seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun non verbal,
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis. Dampak yang
dapat ditimbulkan oleh klien yang mengalami perilaku kekerasan adalah kehilangan
kontrol dirinya salah satu terapi yang digunakan untuk penanganan perilaku
kekerasan adalah terapi relaksasi progresif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap Kemampuan Mengontrol Perilaku
Kekerasan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian True Experimental jenis One Group
Pretest-Posttest. Dalam penelitian ini melibatkan 30 orang responden yang
mengalami masalah perilaku kekerasan yang Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi NTB, dengan tehnik pemilihan sampel yaitu Purposive Sampling. Data
dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi terapi relaksasi progresif. Uji
statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Rank Test dengan α= 0,05.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan mengontrol perilaku kekerasan
sebelum diberikan terapi relaksasi progresif 24 responden (80%) dengan kategori
tidak mampu, dan 6 responden (20%) dengan kategori cukup mampu, hal ini
disebabkan ketidakmampuan klien mengontrol perilaku kekerasan, sedangkan
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan sesudah diberikan terapi relaksasi
progresif 29 responden (97%) dengan kategori mampu, dan 1 responden (3%) dalam
kategori cukup mampu, hal ini disebabkan adanya ketertarikan responden terhadap
terapi relaksasi progresif.
Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa terapi relaksasi progresif mempunyai pengaruh
yang signifikan dalam mengontrol perilaku kekerasan, disarankan kepada perawat
yang melaksanakan terapi relaksasi progresif harus sesuai dengan prosedur dan
indikasi yang ada.
Kata Kunci : Terapi Relaksasi Progresif, Perilaku Kekerasan

ABSTRACT
Violent behavior is a response to stressors faced by a person, who is shown with
actual violent behavior, either in theirself, others and the environment, verbally and,
or non-verbally, intended to hurt another person physically and psychologically.

141
Impact that can be caused by a client who had violent behavior is lost him / her self
control. One of the therapies used for the treatment of violent behavior is progressive
relaxation therapy. This study aimed to determine the effect of the Progressive
Relaxation Therapy on Control Capabilities of violent behavior. This study uses True
Experimental method, types One Group Pretest-Posttest. In this study involving 30
respondents who experienced violent behavior problems Inpatient Mental Hospital in
West Nusa Tenggara Province, with a sample selection technique is purposive
sampling. Data was collected using progressive relaxation therapy observation sheet.
The statistical test used was the Wilcoxon Signed Rank Test with α= 0.05.
The results showed that the ability to control violent behavior before given
progressive relaxation therapy 24 respondents (80%) with a category cannot afford,
and 6 respondents (20%) with category capable enough, this is due to the inability of
clients to control violent behavior, while the ability to control violent behavior
progressive relaxation therapy is given after the 29 respondents (97%) with category
capable, and 1 respondent (3%) in the category of well-off, this is due to the
respondent's interest in progressive relaxation therapy.
The conclusion of this study, that the progressive relaxation therapy has a significant
influence in controlling violent behavior, it is recommended to nurses who perform
progressive relaxation therapy must be in accordance with existing procedures and
indications.
Keywords : Progressive Relaxation Therapy, Violent Behavior

Latar Belakang dilakukan maka ia cenderung


Salah satu sasaran pembangunan menganggap perbuatan tersebut benar,
kesehatan adalah mewujudkan bila kontrol lingkungan tidak
generasi muda yang sehat sebagai berfungsi, maka reaksi agresi tersebut
sumber daya manusia yang produktif bertambah kuat sampai dewasa.
dan mampu berperan secara aktif Sehingga apabila ia merasa benci atau
dalam pembangunan nasional. Upaya frustasi dalam mencapai tujuannya ia
untuk mewujudkan hal tersebut dengan akan bertindak agresif. Hal ini akan
meningkatkan kualitas non fisik yang bertambah apabila ia merasa
meliputi segi intelektual, emosional, kehilangan orang-orang yang dicintai
dan psikososial. (Sumiati, 2009) dan orang yang berarti. (Sumiati,
Keadaan emosi secara mendalam dari 2009). Menurut organisasi kesehatan
setiap orang sebagai bagian penting dunia (Word Health Organitation) /
dari keadaan emosional kita yang WHO. Sehat jiwa meliputi sikap yang
dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke positif terhadap diri sendiri, tumbuh
dalam diri atau secara destruktif. berkembang, memiliki aktualisasi diri,
Setelah berkembang dewasa ia keutuhan, kebebasan diri, memiliki
menampakkan reaksi yang lebih keras persepsi sesuai kenyataan dan
pada saat kebutuhan-kebutuhannya kecakapan dalam beradaptasi dengan
tidak terpenuhi. Seperti melempar, lingkungan, kondisi jiwa seseorang
menjerit, mencakar, merusak. Bila yang terus berkembang dan
reward and punishment tidak mempertahankan keselarasan dalam

142
pengendalian diri serta terbebas dari Sumbawa 6 orang, Kab. Bima 6 orang
stress yang serius. Sehat jiwa bukan (Laporan Tahun 2012 Rumah Sakit
hanya tidak ada gangguan jiwa, Jiwa Provinsi NTB), serta klien
melainkan mengandung karakteristik perilaku kekerasan juga meningkat di
yang positif yang menggambarkan ruang dahlia jumlah klien perilaku
keselarasan dan keseimbangan kekerasan di tahun 2012 berjumlah 43
kejiwaan yang mencerminkan orang serta jumlah klien dengan
kedewasaan kepribadiannya, gangguan perilaku kekerasan di ruang melati
jiwa memiliki hubungan yang tidak pada bulan Januari 2012 sebanyak 20
harmonis misalnya bermusuhan orang dan meningkat pada bulan
dengan orang lain, mengancam Oktober 2012 sebanyak 32 orang di
(aggression) atau curiga yang ruang angsoka jumlah klien perilaku
berlebihan (paranoid). kekerasan di tahun 2012 sebanyak 19
Gangguan jiwa sering kali tidak orang, di ruang flamboyan jumlah
produktif di masyarakat, bahkan klien perilaku kekerasan di tahun 2012
cenderung merugikan masyarakat sebanyak 35 orang dari total seluruh
misalnya sikap atau perilaku kasar atau jumlah klien di ruang melati, dahlia,
kata-kata yang menggambarkan angsoka, dan flamboyan rata-rata
perilaku amuk, permusuhan dan jumlah klien perilaku kekerasan
potensi untuk merusak secara fisik meningkat 11,5% selama tahun 2012.
atau dengan kata-kata, perilaku Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi (RSJP)
kekerasan dianggap sebagai sesuatu NTB, terapi untuk klien perilaku
akibat yang ekstrim dari marah atau kekerasan terbagi menjadi terapi
ketakutan. (Cecelia, 2009) farmakologis dan non-farmakologis,
Perilaku kekerasan merupakan respons terapi non-farmakologis yang sering
terhadap stressor yang dihadapi oleh diberikan berorientasi pada kelompok
seseorang, yang ditunjukkan dengan maupun individual. Relaksasi progresif
perilaku actual melakukan kekerasan, merupakan salah satu terapi yang
baik pada diri sendiri, orang lain sering diberikan. Akan tetapi efek
maupun lingkungan, secara verbal yang diakibatkan oleh relaksasi
maupun non verbal, bertujuan untuk tersebut tidak pernah di evaluasi
melukai orang lain secara fisik (laporan bulan Agustus 2011 Ruang
maupun psikologis. (Berkowitz, 2005) Rehabilitasi RSJP NTB).
Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB Salah satu bentuk terapi perilaku
dilaporkan bahwa jumlah pasien yang kekerasan adalah dengan teknik
dirawat inap terjadi peningkatan rata- relaksasi progresif. Berelaksasi
rata 20% setiap bulan selama tahun merupakan upaya untuk
2012, dan jumlah pasien dengan mengendurkan tegangan, pertama-
perilaku kekerasan selama bulan tama jasmaniah, yang pada akhirnya
Oktober 2012 Kota Mataram 383 mengakibatkan mengendurnya
orang, Kab. Lombok Barat 373 orang, keteganggan jiwa. Cara relaksasi dapat
Kab.Lombok Tengah 342 orang, Kab. bersifat respiratoris yaitu dengan
Lombok Timur 96 orang, Kab. mengatur mekanisme atau aktivitas
Lombok Utara 38 orang, Kab. pernafasan atau bersifat otot,
Sumbawa Barat 2 orang, Kab. dilakukan dengan tempo atau irama

143
dan intensitas yang lebih lambat dan dikehendaki peneliti berdasarkan ciri
dalam. Keteraturan dalam bernafas, atau sifat-sifat populasi yang sudah
khususnya dengan irama yang tepat, diketahui sebelumnya
akan menyebabkan sikap mental dan (Notoadmojo,2010)
badan akan rileks. Pelatihan otot Adapun kriteria inklusi dan eksklusi
akan menyebabkan otot makin dari penelitian ini adalah. Kriteria
lentur dan menerima situasi yang inklusi dalam penelitian ini adalah :
merangsang luapan emosi tanpa Sudah tidak terlalu gelisah, agresif,
membuatnya kaku (Perry & Potter, incoherent dan waham yang tidak
2004). terlalu berat sehingga dapat kooperatif
dan tidak mengganggu berlangsungnya
METODE terapi, Klien sudah mengenal perilaku
Penelitian ini menggunakan metode kekerasan
Pre Experimental. Adapun design Kriteria eksklusi
penelitian yang digunakan adalah Kriteia eksklusi adalah menghilangkan
dengan One Group Pre-test dan Post- atau mengeluarkan objek yang
test memenuhi kriteria inklusi dari studi
Rancangan Penelitian karena berbagai sebab (Nursalam,
Pre-test Perlakuan Post-test 2008). Adapun kriteria ekslusi dalam
1 X O2 penelitian ini adalah : Psikopat dan
Keterangan : sosiopat, Selalu diam dan autistic,
O1 : Kemampuan mengontrol Delusi yang tidak terkontrol, Klien
Perilaku Kekerasan sebelum yang mudah bosan, Klien rehabilitasi
diberikan Terapi Relaksasi ambulatori yang tidak termasuk
Progresif psikosis berat, tidak menunjukan
O2 : Kemampuan mengontrol gejala regresi, ilusi yang berat dan
Perilaku Kekerasan setelah orang-orang yang dengan kepribadian
diberikan Terapi Relaksasi schiozoid serta neurotic, Klien dengan
Progresif ego psiko patologi berat yang
X : Intervensi (diberikan Terapi menyebabkan psikotik kronik sehingga
Relaksasi Progresif yang terdiri menyebabkan toleransi terhadap
dari 1 sesi) kecemasan dan adaptasi yang kurang,
Populasi dari penelitian ini adalah Klien yang belum mengenal perilaku
klien skizofrenia dengan masalah kekerasan yang dialaminya
perilaku kekerasan yang Rawat Inap
di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB. HASIL
Sampel dalam penelitian ini adalah
Karakteristik responden pada
klien yang mengalami gangguan
penelitian ini dilihat berdasarkan umur
perilaku kekerasan yang Rawat Inap di
dan jenis kelamin, sebagai berikut :
Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB yang
1. Umur
memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Adapun karakteristik responden
tehnik penentuan sampel yang
berdasarkan umur di Ruang Melati,
digunakan adalah Purposive Sampling,
Dahlia, Angsoka dan Flamboyan
yaitu tehnik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu sesuai yang

144
RSJ Provinsi NTB dapat dilihat dilakukan tehnik relaksasi
pada tabel dibawah ini : progresif.
Kategori observasi kemampuan
Tabel 1 : Distribusi Responden responden mengontrol perilaku
Berdasarkan Umur Di Ruang kekerasan sebelum diberikan Terapi
Melati, Dahlia, Angsoka dan Relaksasi Progresif dapat dilihat
Flamboyan RSJ Provinsi NTB pada tabel dibawah ini :
Tahun 2013 (n=30).
Tabel 3 Distribusi Kemampuan
Responden perilaku kekerasan
sebelum diberikan Terapi Relaksasi
Progresif Di Ruang Melati, Dahlia,
Angsoka dan Flamboyan RSJ
Provinsi NTB Tahun 2013 (n=30).
Berdasarkan tabel 1 menunjukan
bahwa responden yang berumur
26-40 tahun memiliki jumlah yang
lebih tinggi yaitu 15 orang ( 50%.)

2. Jenis Kelamin
Adapun karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin di Ruang Berdasarkan table 3 menunjukan
Melati, Dahlia, Angsoka dan bahwa sebelum diberikan terapi
Flamboyan RSJ Provinsi NTB, relaksasi progresif kategori tidak
dapat dilihat pada tabel 2 dibawah mampu lebih tinggi dengan jumlah
ini : responden 24 ( 80%. )
4. Kemampuan responden mengontrol
Tabel 2 : Distribusi Responden perilaku kekerasan sesudah
Berdasarkan Jenis Kelamin Di dilakukan tehnik relaksasi
Ruang Melati, Dahlia, Angsoka dan progresif.
Flamboyan RSJ Provinsi NTB Kemampuan responden mengontrol
Tahun 2013 (n=30). perilaku kekerasan sesudah
diberikan Terapi Relaksasi
Progresif dapat dilihat pada tabel 4
dibawah ini :

Berdasarkan table 2 bahwa


responden pria 19 (63% )lebih
banyak, dibanding jumlah
responden wanita yaitu 11 orang (
37% ) dari 30 responden.
3. Kemampuan responden mengontrol
perilaku kekerasan sebelum

145
Tabel 4: Distribusi Hasil Berdasarkan tabel 5 diatas
Penilaian Kemampuan Responden didapatkan hasil uji statistic P value
perilaku kekerasan sesudah < α (0.00<0.05), maka dapat
diberikan Terapi Relaksasi disimpulkan bahwa ada pengaruh
Progresif Di Ruang Melati, Dahlia, terapi relaksasi progresif terhadap
Angsoka dan Flamboyan RSJ kemampuan klien mengontrol
Provinsi NTB Tahun 2013 (n=30). perilaku kekerasan pada klien
Kategori Jumlah Persentase perilaku kekerasan di Rumah Sakit
Mampu 29 97
Cukup 1 3 Jiwa provinsi NTB.
mampu
Tidak 0 0
mampu
PEMBAHASAN
Jumlah 30 100
Kemampuan mengontrol perilaku
kekerasan sebelum diberikan terapi
Berdasarkan tabel 4 menunjukan relaksasi progresif menunjukkan
bahwa sesudah diberikan terapi sebanyak 24 responden dengan
relaksasi progresif kategori mampu persentase 80% dalam kategori tidak
lebih tinggi dengan jumlah mampu mengontrol perilaku
responden 29 orang ( 97%. ) kekerasan, dan 6 responden dengan
5. Analisis pengaruh terapi relaksasi persentase 20% dalam kategori cukup
progresif terhadap kemampuan mampu mengontrol perilaku
klien mengontrol perilaku kekerasan.
kekerasan. Dari hasil penelitian dan observasi
Berdasarkan hasil analisis secara responden yang dirawat dengan
inferensial menggunakan Wilcoxon perilaku kekerasan banyak ditemukan
Signed Rank Test dengan bantuan dalam keadaan malas beraktivitas,
SPSS For Windows Rlease 16 pandangan tajam, berbicara kasar, dan
untuk membandingkan data petugas rumah sakit jiwa lebih
sebelum dan sesudah dilakukan mengutamakan pengobatan secara
terapi relaksasi progresif dengan farmakologis pada klien perilaku
Signifikansi p ≤ 0.05 dan tingkat kekerasan, disamping pengobatan
kepercayaan 95% dapat dilihat pada farmakologis harus juga didukung
tabel 5 dibawah ini : dengan pengobatan non farmakologis
dengan cara merehabilitasi klien yang
Tabel 5 : Analisis pengaruh terapi mengalami perilaku kekerasan secara
relaksasi progresif terhadap terfokus agar klien mampu mengontrol
kemampuan klien mengontrol perilaku kekerasan. Pengobatan non
perilaku kekerasan (n=30). farmakologis pada perilaku kekerasan
No Kemampuan Mean Std. Asymp.
Mengontrol Deviation Sig salah satunya bisa dilakukan dengan
Perilaku
Kekerasan
terapi relaksasi progresif.
1 Pre test 2.80 0.407 Menurut Gosana (2007) Agar lebih
2 Post test 1.03 0.183 0.000 fokus melakukan terapi relaksasi
α = 0.05
progresif seluruh tubuh dalam keadaan
homeostatis atau seimbang, dalam
keadaan tenang tapi tidak tertidur, dan

146
seluruh otot-otot dalam keadaan rileks sesudah terapi relaksasi progresif
dengan posisi tubuh yang nyaman. adalah adanya ketertarikan
Pendapat Keliat,B.A senada dengan responden terhadap terapi relaksasi
pendapat Rawlins dan dalam buku progresif yang sedang
Yosep Iyus (2009) yang mengatakan dilaksanakan. Terapi relaksasi
bahwa klien yang mengalami perilaku progresif ini menggunakan sebuah
kekerasan mengalami gangguan kelompok. Kelompok mempunyai
ancaman fisik, klien menganggap kelebihan suportif terhadap setiap
bahwa mengalihkan rasa marah klien. Kelompok dapat membantu
terhadap seseorang atau diri sendiri itu klien mengubah perilaku yang
untuk mempertahankan harga diri maladaptif menjadi adaptif.
akibat ketidakmampuannya, pada saat Selain itu menurut Keliat,B.A
itulah klien dapat menjadi agresif (2005) , didalam kelompok klien
secara tiba-tiba. dapat berbagi pengalaman dan
Selain itu menurut Fitria (2009) klien saling membantu satu sama lain
dengan perilaku kekerasan akan untuk menemukan cara
memperlihatkan tidak terpenuhinya menyelesaikan masalah. Kelompok
kepuasan dan rasa aman, yang dapat merupakan labolatorium tempat
mengakibatkan tidak berkembangnya mencoba dan menemukan
ego dan membuat konsep diri yang hubungan interpersonal yang baik
rendah. Kekerasan dapat memberikan serta mengembangkan perilaku
kekuatan yang dapat meningkatkan yang adaptif. Dalam kelompok
citra diri serta memberikan arti dalam klien merasa dimiliki, diakui, dan
kehidupannya secara terbuka terhadap dihargai eksistensinya oleh anggota
rasa ketidakberdayaannya dan kelompok yang lain.
rendahnya harga diri pelaku tindak Menurut Notoadmojo (2007)
kekerasan. mengatakan bahwa pembentukan
A. Kemampuan Responden pola tingkah laku dapat dilakukan
Mengontrol Perilaku Kekerasan dengan memberikan ganjaran atau
Sesudah Diberikan Terapi penguatan positif setelah tingkah
Relaksasi Progresif laku yang diharapkan muncul.
Kemampuan mengontrol perilaku Penguatan yang dapat menjadi alat
kekerasan sesudah diberikan terapi yang ampuh dalam merubah
relaksasi progresif menunjukkan tingkah laku antara lain adalah
sebanyak 29 responden dengan senyuman, pujian dan hadiah.
persentase 97% dalam kategori Begitu pula pada penelitian ini,
mampu mengontrol perilaku untuk membentuk pola tingkah laku
kekerasan, dan 1 responden dengan klien menjadi adaptif maka
persentase 3% dalam kategori diberikan penguatan positif berupa
cukup mampu mengontrol perilaku pujian dan hadiah berupa snack.
kekerasan B. Pengaruh Sebelum dan Sesudah
Salah satu faktor yang dapat Diberikan Terapi Relaksasi
mempengaruhi terjadinya Progresif Terhadap Kemampuan
peningkatan kemampuan Klien Mengontrol Perilaku
mengontrol perilaku kekerasan Kekerasan

147
Hasil analisa didapatkan P value < positif dalam upaya pencegahan,
α (0.00<0.05), sehingga H0 ditolak pengobatan, atau terapi dalam
dan H1 diterima, dimana ada memulihkan kesehatan jiwa
pengaruh terapi relaksasi progresif seseorang ( Darsana, W. 2011).
terhadap kemampuan klien Menurut Devis (2005) dari segi
mengontrol perilaku kekerasan. Jadi rehabilitatif terapi relaksasi
dapat disimpulkan bahwa terapi progresif mempunyai tujuan
relaksasi progresif memberikan memusatkan perhatian pada suatu
pengaruh terhadap kemampuan aktifitas otot dengan
klien mengontrol perilaku mengindetifikasi otot yang tegang
kekerasan. kemudian menurunkan ketegangan
Pada saat sebelum dilakukan terapi dengan melakukan teknik relaksasi
relaksasi progresif 24 responden untuk mendapatkan perasaan relaks,
dengan persentase 80% dalam Teknik ini didasari bahwa tubuh
kategori tidak mampu mengontrol bereaksi terhadap kecemasan
perilaku kekerasan, dan 6 dengan merangsang pikiran dan
responden dengan persentase 20% kejadian dengan ketegangan otot.
sisanya dalam kategori cukup Ketegangan fisiologis sebaliknya
mampu mengontrol perilaku akan meningkatkan pengalaman
kekerasan, hal ini sebagian besar subjektif terhadap kecemasan.
responden perilaku kekerasan Relaksasi otot yang dalam akan
banyak ditemukan dalam keadaan menurunkan ketegangan fisiologis
malas beraktivitas, pandangan dan berlawanan dengan kecemasan
tajam, berbicara kasar, namun kebiasaan untuk merespon terhadap
sesudah dilakukannya terapi satu keadaan akan menghambat
relaksasi progresif hampir semua kebiasaan merespon pada yang lain.
responden mampu mengontrol Terapi relaksasi progresif dapat
perilaku kekerasan dari 30 dijadikan sebagai alternatif pilihan
responden 29 responden mampu untuk penyembuhan pada klien
mengontrol perilaku kekerasan dan perilaku kekerasan secara non
1 responden cukup mampu farmakologis yang relatif tidak
mengontrol perilaku kekerasan. Hal menimbulkan efek samping.
ini terjadi dikarenakan adanya Hasil penelitian ini juga didukung
ketertarikan responden terhadap oleh penelitian yang dilakukan
terapi yang sedang dilaksanakan, Frida Agustina dalam Darsana W
dan terapi relaksasi progresif ini (2011) dengan judul Pengaruh
menggunakan sebuah kelompok. Terapi Relaksasi Progresif
Kelompok mempunyai kelebihan Terhadap Penurunan Tekanan
suportif terhadap setiap klien. Darah Pada Klien Hipertensi,
Kelompok dapat membantu klien adapun hasil penelitian yang
mengubah perilaku yang maladaptif didapatkan cukup signifikan yaitu P
menjadi adaptif. value < α (0.00<0.05). Dimana juga
Penggunaan terapi relaksasi pada klien perilaku kekerasan pada
progresif dalam praktek saat terjadinya atau timbulnya
keperawatan memberikan dampak perilaku kekerasan maka tekanan

148
darah klien tersebut meningkat, dan DAFTAR PUSTAKA
teknik relaksasi progresif ini Arikunto, S. 2010. Manajemen
memiliki beberapa manfaat salah Penelitian, Edisi Revisi. Jakarta:
satunya mengatasi tekanan darah PT Rineka Cipta.
tinggi. Adapun hasil penelitian Darsana.W. 2011. Pengaruh Terapi
dapat disimpulkan ada pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap
yang bermakna dari pelaksanaan Penurunan Tekanan Darah Pada
Terapi Relaksasi Progresif ini. Klien Hipertensi. Skripsi.
http://darsananursejiwa.blogspot.
SIMPULAN
com/2011/06/Pengaruh-Terapi-
Berdasarkan hasil penelitian maka Relaksasi-Progresif.html.
dapat disimpulkan bahwa kemampuan Diperoleh tanggal 23 Juni 2013
klien dalam mengontrol perilaku jam 20.35 Wita
kekerasan sebelum diberikan terapi Devis. 2005.Panduan Relaksasi &
relaksasi progresif terbanyak adalah Reduksi Stres. Edisi 3. Jakarta :
yang tidak mampu mengontrol EGC.
perilaku kekerasan yaitu sebanyak 24 Depkes. 2009. Golongan Umur.
responden dengan persentase 80%. http://ilmu-kesehatan-
Sedangkan sesudah diberikan terapi masyarakat.blogspot.com/2012/0
relaksasi progresif terbanyak adalah 5/kategori-umur.html. Diperoleh
yang mampu mengontrol perilaku tanggal 24 Juni 2013 jam 16.35
kekerasan yaitu sebanyak 29 Wita.
responden dengan persentase 97%. Hal Hartono. 2010. Pendekatan Holistik
ini berarti bahwa ada pengaruh terapi Pada Gangguan Jiwa. Jakarta:
relaksasi progresif terhadap EGC.
kemampuan klien mengontrol perilaku Keliat, B.A, dkk.2012. Proses
kekerasan (P value: 0,00). Dapat keperawatan Kesehatan Jiwa,
disarankan kepada klien dengan edisi 2. Jakarta: EGC.
perilaku kekerasan agar mampu Kusumawati. 2012. Buku Ajar
meningkatkan kemampuan Keperawatan Jiwa. Salemba
mengontrol perilaku kekerasan, dan Medika: Jakarta.
agar manajemen Rumah Sakit Jiwa Kusyati, dkk. 2006. Keterampilan dan
Provinsi NTB dapat meningkatkan Prosedur Laboratorium, edisi
motivasi kepada perawat dalam revisi. Jakarta: EGC.
memberikan terapi relaksasi progresif Maramis. 2005. Keperawatan Jiwa.
yang tepat dan benar melalui PT. Refika Aditama: Bandung.
pembuatan standar operasional Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
prosedur (SOP). sehingga dapat Penelitian Kesehatan. Jakarta:
mempercepat proses penyembuhan PT Rineka Cipta.
penyakit. Nugroho. 2008. Keperawatan
Gerontik & Geriatrik. Edisi 3.
Jakarta: EGC.

149
Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan
Metodelogi penelitian ilmu
Keperawatan : Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian.
Salemba Medika : Jakarta .
Perry & Potter. 2010. Fundamental
Keperawatan. edisi 7. Jakarta :
Salemba Medika.
Ramdani. 2006. Teknik Relaksasi
Progresif.
http://www.psikologizone.com/l
angkah-langkah-relaksasi-
ototprogresif/06511533.
Diperoleh tanggal 31 Januari
2013 jam 20.23 Wita.
Stuart,S. 2009. Buku Saku
Keperawatan Jiwa, Edisi 5.
Jakarta : EGC
Sugiyono. 2010. Statistik untuk
Penelitian. Jakarta : Alfabeta.
Suliswati, dkk. 2009. Konsep Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC.
Sumiati. 2009. Kesehatan Jiwa
Remaja Dan Konseling. Jakarta:
Trans Info Media.
Yosep. 2009. Keperawatan Jiwa. PT.
Refika Aditama: Bandung

150

Anda mungkin juga menyukai