Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : SOSIALISASI

DI RUANG GELATIK RS JIWA MENUR SURABAYA

Disusun Oleh

Rabiatul Adawiyah
Khasna Kamalia
Sihah Rianie Said
M. Addin Ridhani Putra
Ma’rufi Alwan
Nurul Jannah

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TA 2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya
dengan manusia lain. Secara alamiah individu selalu Manusia merupakan individu yang
hidup berkelompok dimana satu dengan yang lainnya saling behubungan untuk
memenuhi kebutuhan sosial. Jadi, pada dasarnya individu memerlukan hubungan timbal
balik, hal ini bisa didapat melalui kelompok.

Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk adalah penyakit yang sering dijumpai di semua
lapisan masyarakat. Penyakit ini dialami oleh siapa saja, tidak memandang jenis
kelamin, usia, serta status sosial.

Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa memberikan dampak positif


dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemulihan kesehatan seseorang.
Meningkatnya penggunaan kelompok terapeutik, modalitas merupakan bagian dan
memberikan hasil yang positif terhadap perubahan perilaku pasien atau klien, dan
meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif.

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan suatu bentuk treatment yang melibatkan
sekelompok orang yang bertemu pada waktu yang telah direncanakan dengan seorang
terapis yang profesional. TAK dilakukan untuk meningkatkan kematangan emosional
dan psikologis klien yang mengalami gangguan jiwa dalam jangka waktu yang lama.
(Stuart and Laraia, 2005).

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh individu atau klien melalui terapi aktifitas
kelompok meliputi dukungan (support), pendidikan meningkatkan pemecahan masalah,
meningkatkan hubungan interpersonal dan juga meningkatkan uji realitas (reality
testing) pada klien dengan gangguan orientasi realitas (Birckhead, 1989). Terdapat pula
penelitian yang mengatakan bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori terhadap
kemampuan kerjasama pasien dengan masalah isolasi sosial dapat meningkatkan
kemampuan kerjasama pasien dengan masalah isolasi sosial dengan hasil nilai pretest
rata-rata 52.00 dan posttest rata-rata 73.33 (Masdelita, 2012). Penelitian lain juga
mengatakan bahwa Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) dapat menurunkan
tingkat depresi yang dialami lansia dan dapat meningkatkan interaksi sosial antar
sesama lansia penghuni panti dengan p = 0,0023 yang berarti TAKS efektif untuk
meningkatkan interaksi sosial (Sairozi, 2014).
Berdasarkan penjelasan di atas, kelompok menyimpulkan perlunya membahas pengaruh
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Pasien dapat bersosialisasi dengan individu disekitar pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
b. Pasien dapat bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.

1.3 Manfaat
1. Bagi profesi keperawatan
Perawat dapat menerapkan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): sosialisasi untuk
meningkatkan hubungan social antar pasien.
2. Bagi mahasiswa
Sebagai tambahan pengetahuan tentang terapi modalitas yaitu Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK): sosialisasi antar pasien dengan gangguan jiwa. Sebagai sarana
melatih mahasiswa untuk belajar tentang Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
3. Bagi instirutusi pendidikan
Sebagai sumber informasi dan pedoman bagi makalah berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gangguan Jiwa


2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairement) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia, yaitu fungsi psikologi, perilaku, biologi, dan gangguan itu tidak hanya
terletak didalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Maslim,2002; Maramis,2010).

Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak


yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan panyakit tidak selalu bersifat
kronis, pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya efek yang tidak wajar atau
tumpul (Maslim,2002)
Gangguan Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik
kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009)

2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa


Manusia bereaksi secara keseluruhan—somato-psiko-sosial. Dalam mencari
penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala gangguan jiwa
yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap
sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010).

1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada neuroanatomi,


neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan
perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak,
peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga,
pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat
perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi
kemampuan untuk menghadapi masalah.
3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan
yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.

2.1.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa


Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ)
pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM, tetapi pada
PPDGJ III ini disusun berdasarkan ICD X. Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III
meliputihal berikut.
1. F00 – F09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental
simtomatik).
2. F10 – F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
3. F20 – F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.
4. F30 – F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
5. F40 – F48 : gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait
stres.
6. F50 – F59 : sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan faktor fisik
7. F60 – F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
8. F70 – F79 : retardasi mental.
9. F80 – F89 : gangguan perkembangan psikologis.
10. F90 – F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
anak dan
Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan jiwa berat/kelompok
psikosa dan (2) gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental
emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan
sebagainya. Untuk skizofrenia masuk dalam kelompok gangguan jiwa berat.
Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat ditegakkan
berdasarkan kriteria NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
ataupun NIC (Nursing Intervention Classification) NOC (Nursing Outcame
Criteria). Untuk di Indonesia menggunakan hasil penelitian terhadap berbagai
masalah keperawatan yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa. Pada
penelitian tahun 2000, didapatkan tujuh masalah keperawatan utama yang paling
sering terjadi di rumah sakit jiwa di Indonesia, yaitu: 1. perilaku kekerasan; 2.
halusinasi; 3. menarik diri; 4. waham; 5. bunuh diri; defisit perawatan diri
(berpakaian/berhias, kebersihan diri, makan, aktivitas sehari-hari, buang air); 7.
harga diri rendah.

2.1.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala gangguan jiwa Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep
(2007) adalah sebagai berikut :

a. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-
perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu
mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi.
c. Gangguan kemauan
d. Gangguan emosi.
e. Gangguan psikomotor.

2.1.5 Penatalaksanaan

a. Terapi psikofarmaka adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem
Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental
dan perilaku. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan,
diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas,
antiinsomnia, anti-panik, dll (Hawari, 2001).
b. Terapi somatic Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan
akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem
tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy.
(Townsend alih bahasa Daulima, 2006).
c. Terapi Modalitas Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan
klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien
gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang
adaptif. Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
1) Terapi Individual
2) Terapi Lingkungan
3) Terapi Kognitif
4) Terapi Keluarga
5) Terapi Kelompok
6) Terapi Bermain

2.2 Konsep TAK


2.2.1 Definisi TAK
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001
dikutip dari Cyber Nurse, 2009). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi
yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas
kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah
Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007).

Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok


untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal
(Yosep, 2008).

2.2.2 Manfaat TAK


Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat yaitu :

1. Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing)
melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b. Membentuk sosialisasi
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran
tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku
defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
2. Khusus
a. Meningkatkan identitas diri.
b. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-
hari.
d. Bersifat rehabilitatif

2.2.3 Tujuan TAK


Depkes RI mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai
berikut:

1. Tujuan Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh
pemahaman dan cara membedakan sesuatu yang nyata dan
khayalan.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk
berkumpul, berkomunikasi dengan orang lain, saling
memperhatikan memberikan tanggapan terhadap pandapat maupun
perasaan ortang lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri
sendiri dengan prilaku defensif yaitu suatu cara untuk
menghindarkan diri dari rasa tidak enak karena merasa diri tidak
berharga atau ditolak.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti fungsi kognitif dan afektif.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai
identifikasi diri tentang mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
b. Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat
dibutuhkan oleh seseorang untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di
dalam kelompok akan ada waktu bagi anggotanya untuk
menyalurkan emosinya untuk didengar dan dimengerti oleh anggota
kelompok lainnya.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan
sehari-hari, terdapat kesempatan bagi anggota kelompok untuk
saling berkomunikasi yang memungkinkan peningkatan hubungan
sosial dalam kesehariannya.

BAB III
SATUAN ACARA KEGIATAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : STIMULASI SENSORI

Topik : Terapi aktivitas kelompok sosialisasi.


Sasaran : semua pasien diruang Gelatik
Jumlah pasien : 50 orang
Hari/Tanggal : Kamis, 25 Januari 2018
Pukul : 10.00 WIB- 11.30 WIB
Tempat : ruang Gelatik RS Jiwa Menur Surabaya

I. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Pasien dapat bersosialisasi dengan individu di sekitar pasien.
b. Tujuan Khusus
1. Pasien dapat bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
2. Pasien dapat bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
II. Sasaran
Semua pasien ruang gelatik
III. Metode
Metode yang digunakan adalah dinamika kelompok dalam permainan estapet bola
IV. Alat
1. Kertas HVS
2. Bola kecil
3. Buku absensi
4. Lembar absensi dan sosialisasi
V. Proses TAK
1. Persiapan
a. Menentukan sasaran kegiatan
b. Memilih pasien sesuai dengan indikasi yang telah ditentukan
c. Membuat kontrak kerja dengan pasien
d. Mempersiapkan alat dan tempat pelaksanaan
2. Orientasi
1) Salam teraupetik
a. Salam dari terapis kepada pasien
b. Perkenalan nama lengkap dan nama panggilan terapis (menggunakan name
tag)
2) Orientasi
a. Menanyakan perasaan klien saat ini
3) Kontrak
a. Menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilakukan yaitu melakukan
permainan estapet bola
b. Menjelaskan aturan main sebagai berikut:
i. Waktu pasien untuk bermain + 20 menit
ii. Pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
iii. Semua pasien dilarang bertengkar dengan teman yang lain
iv. Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok harus meminta izin
kepada terapis
v. Lama dari seluruh kegiatan yang dilakukan total + 40 menit
3. Fase Kerja
1. Terapis dan pasien berdiri bersama dengan membentuk barisan memanjang
2. Kegiatan:
a. Pembukaan, perkenalan perawat dan klien sesuai dengan kontak waktu
b. Mengatur pasien agar berbaris dalam kelompok masing-masing.
c. Membagikan kertas HVS pada masing-masing pasien.
d. Menjelaskan cara kerja permainan estafet bola
e. Memulai permainan estafet bola selama 20 menit.
f. Menentukan pemenang dan memberikan hadiah.
g. Beri kesimpulan tentang makna dari permainan estafet bola.

VI. Antisipasi Masalah


Masalah yang timbul dalam TAK diantaranya :
1. Klien tidak memperhatikan
Intervensi : peran leader untuk memanggil nama peserta dan memberitahu agar
mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Klien yang melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan
Intervensi: Bila ada peserta TAK yang melakukan kegiatan tidak sesuai dengan
tujuan, leader memperingatkan dan mengarahkan kembali bila tidak bisa,
dikeluarkan dari kelompok.
3. Klien yang mudah marah/ membuat keributan
Intervensi: Anjurkan kepada terapis agar dapat menjaga perasaan anggota
kelompok, menahan diri untuk tertawa atau sikap yang menyinggung.
4. Klien yang ingin ingin keluar saat sesi TAK
Intervensi: Bila ada anggota yang ingin keluar, dibicarakan dan diminta
persetujuan dari peserta TAK yang lain.
5. Resistensi baik individu maupun kelompok
Intervensi : peran fasilitator sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang
mendukung keberhasilan terapi.
6. Klien memiliki keterbatasan dalam mengikuti TAK
Intervensi : leader memperbolehkan mengikuti TAK dengan syarat mengikuti
aturan permainan dan bersedia untuk tidak mengganggu klien lain.
7. Klien meninggalkan permainan
Intervensi : panggil nama klien, tanyakan mengapa meninggalkan tempat dan
berikan penjelasan.
8. Klien tidak bisa tenang dalam permainan
Intervensi : peran fasilitator sangat diperlukan untuk memanajemen waktu, agar
permainan tidak terlalu lama dan tidak membosankan.
9. Klien yang tidak menaati aturan
Intervensi: Bila ada peserta yang tidak menaati tata tertib, diperingatkan dan jika
tidak bisa diperingatkan, dikeluarkan dari kegiatan setelah dilakukan penawaran
10. Klien tidak mengerti tentang permainan
Intervensi : fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang permainan dan
memeberikan motivasi agar klien aktif dalam permainan.

VII. Kriteria Evaluasi


1. Evaluasi Struktur
a. TAK dimulai tepat waktu, dengan tolak ukur keterlambatan maksimal 5 menit.
b. Jumlah peserta yang mengikuti TAK, target bisa terpenuhi.
c. Para terapis dapat menjalankan tugasnya sesuai tugas yang yang telah diberikan.
d. Peserta yang mengikuti TAK bisa berperan aktif dalam permainan.
2. Evaluasi Proses
a. Peraturan TAK dijelaskan oleh terapis
b. Semua anggota kelompok mematuhi peraturan TAK
c. Terapis memantau setiap perilaku peserta selama TAK berlangsung
d. Semua peserta bisa mengikuti proses TAK tanpa ada masalah
3. Evaluasi hasil
Penilaian terhadap kemampuan pasien selama mengikuti TAK membuat origami,
antara lain :
a. Klien mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
b. Klien mengungkapkan pendapatnya setelah membuat origami
c. Klien memberi tanggapan terhadap pendapat klien lain
d. Klien mampu menceritakan origami yang telah dibuat

VIII. Pengorganisasian
Leader :
Co Leader :
Fasilitator 1 :
Fasilitator 2 :
Fasilitator 3 :
Fasilitator 4 :
Fasilitator 5 :
Fasilitator 6 :
Fasilitator 7 :
Fasilitator 8 :
Fasilitator 9 :
Fasilitator 10 :
Observer1 :
Observer 2 :
Deskripsi tugas (job description)
1. Leader
Tugas:
a. Menyusun rencana TAK
b. Mengarahkan kelompok mencapai tujuan
c. Membuka acara dan memperkenalkan diri dan anggota tim terapi
d. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
e. Menetapkan dan menjelaskan aturan permainan
f. Memotivasi anggota kelompok untuk mengemukakan pendapat dan member
umpan balik
g. Sebagai role model
h. Sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
2. Co. Leader
Tugas:
a. Membuka acara TAK
b. Membantu leader mengatur anggota
c. Mengambil alih posisi leader jika leader mengalami blocking
d. Menyerahkan kembali posisi kepada leader
e. Menutup acara TAK

3. Fasilitator
Tugas:
a. Ikut serta dalam kegiatan kelompok
b. Membantu leader memfasilitasi anggota untuk berperan aktif dan
memotivasi
c. Mempertahankan kehadiran anggota
d. Mencegah adanya gangguan dan hambatan terhadap kelompok baik dari
luar maupun dari dalam kelompok
4. Observer
Tugas :
a. Mengobservasi respon klien
b. Mengamati dan mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan
perilaku klien (jumlah anggota yang hadir, yang terlambat, daftar hadir,
yang memberi ide, dan pendapat, topik diskusi, respon verbal dan non
verbal)
c. Memberi umpan balik pada kelompok
d. Mengidentifikasi strategi yang digunakan leader
e. Memprediksi respon anggota kelompok

IX. Settingan

F F L Co. L
F F

K K K K K K
K K

F F O F F

F : fasilitator
O : observer

K : klien Co. L : Co-leader


L : leader

X. Evaluasi dan Dokumentasi


Dokumentasi kemampuan yang dimilikiklien saat TAK pada catatan proses
keperawatan setiap klien. Anjurkan klien melakuakn perkenalan, aktif bersosialisasi,
menyampaikan perasaan setelah mengikuti TAK.

LEMBAR OBSERVASI
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : SOSIALISASI
Di Ruang Gelatik RS Jiwa Menur Surabaya
Tanggal 25 Januari 2018

No Kegiatan Ya Tidak
1. Evaluasi Struktur
1. Jumlah pasien semua pasien
2. Memilih pasien sesuai dengan sasaran
3. Membuat kontrak dengan pasien
4. Mempersiapkan alat dan tempat permainan
2. Evaluasi Proses
A. Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Terapis memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan kegiatan
4. Menjelaskan peraturan TAK
B. Fase Kerja
1. Pembukaan, perkenalan perawat dan klien sesuai
dengan kontak waktu
2. Mengatur pasien agar berbaris dalam kelompok
masing-masing.
3. Membagikan kertas HVS pada masing-masing
pasien.
4. Menjelaskan cara kerja permainan estafet bola
5. Memulai permainan estafet bola selama 20 menit.
6. Menentukan pemenang dan memberikan hadiah.
7. Beri kesimpulan tentang makna dari permainan
estafet bola.
C. Fase Terminasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah
mengikuti TAK
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan
kelompok
3. Terapis menganjurkan klien untuk melatih
kemampuan membuat origami saat waktu luang
4. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang
3. Evaluasi Hasil
1. Penilaian terhadap pasien selama menjalani TAK
2. Hasil observasi klien
- 85-100% : sangat mampu
- 75-84% : cukup mampu
- < 75% :kurang mampu

Sesi 1: TAK
Stimulasi
Kemampuan Sosialisasi
No Nama klien Aspek yang dinilai
Kemampuan Kemampuan Mengkuti kegiatan
pemahaman dalam bekerja sampai selesai
permaianan sama antar pasien
Petunjuk :
1. Di bawah judul nama pasien , tulis nama panggilan pasien yang mengikuti TAK
2. Untuk setiap pasien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda centang jika
ditemukan pada pasien atau X jika tidak semua
Catatan :
DAFTAR PUSTAKA

Cochrane, E.M., Barkway P., Nizette D. 2010. Mosby’s Pocketbook of Mental Health.
Australia: Elsevier. Depkes RI. 2014.
Elder, R, Evans K., Nizette D. 2012. Psychiatric and Memtal Health Nursing 2nd.
Australia: Elsevier.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas.
Kedokteran Universitas Indonesia.
Katona, C., Cooper C., dan Robertson M, 2012. At a Glance Psikiatri 4th. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta :
FK Unika
Townsend, Mary C. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri:
Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Alih bahasa, Novi Helena C.
Daulima: editor, Monica Ester. Edisi 5. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika
Aditama

Anda mungkin juga menyukai