Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL

“MENTAL ILLNES: GEJALA, PENYEBAB, DAN TERAPINYA”

DISUSUN OLEH:

NAMA : DHEA AULIA PUTRI

NIM : G 701 20 001

KELAS : B

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU 2022
Nalar: Jurnal Pemikiran Akademik
Vol. 3, No. 1, November 2022

MENTAL ILLNESS: GEJALA, PENYEBAB, DAN TERAPINYA

Dhea Aulia Putri


Universitas Tadulako Palu, Indonesia
dheaauliap4@gmail.com

Abstrak
Article History: Artikel ini mengkaji tentang bagaimana gejala, penyebab,
dan terapi dari mental illness. Jika tidak ditangani dengan
tepat, gangguan mental bisa bertambah parah dan
akhirnya dapat membebani keluarga, masyarakat, serta
pemerintah. Dari hasil Penelitian menunjukkan bahwa
prevalensi gangguan mental berat pada penduduk
Indonesia 7% dan terbanyak terdapat di Bali, Yogyakarta,
NTB dan Aceh. Adapun gangguan mental emosional
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan sebesar 9,8%
dan terbanyak terdapat di Sulawesi tengah, Gorontalo,
NTT dan Maluku. Oleh karena itu, diperlukannya gerakan
kesehatan mental yang mana harus lebih mengedepankan
aspek pencegahan dan peran komunitas untuk membantu
optimalisasi fungsi mental individu.

This article examines the symptoms, causes, and therapy of


mental illness. Mental disorders if not handled properly,
will get worse, and in the end can burden families,
communities, and the government. The research results
show that the prevalence of severe mental disorders in the
Indonesian population is 7% and most were in Bali,
Yogyakarta, NTB and Aceh. As for mental emotional Nalar
Nalar: Jurnal Pemikiran Akademik
Vol. 3, No. 1, November 2022

disorders with symptoms of depression and anxiety of 9.8%


and most of them are in Central Sulawesi, Gorontalo, NTT
and Maluku. Therefore, there is a need for a mental health
movement which must prioritize aspects of prevention and
the role of the community to help optimize individual
mental function.

Pendahuluan
Setiap hari melalui media informasi baik cetak ataupun elektronik, selalu
muncul berita kriminalitas, tragedi kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan,
pelecehan seksual, prostitusi, dan beragam bentuk kejahatan yang lain. Hal ini
menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat kita sedang sakit. Masyarakat
mengalami krisis identitas yang bermuara pada krisis moral dan spiritual.
Fenomena krisis moral dan spiritual yang marak akhir- akhir ini ternyata tidak
hanya menimpa orang dewasa, tetapi telah melibatkan anak-anak. Dari kondisi
masyarakat saat ini, terlihat bahwa kesehatan mental pada tiap individu tidak
dapat disamaratakan (Radiani, 2018).
Seorang pakar psikiatri mengatakan bahwa masalah gangguan dan
kesehatan jiwa memiliki dimensi cukup kompleks. Kesehatan mental tidak hanya
terkait masalah medis atau psikologis semata, tetapi juga mempunyai dimensi
sosial budaya sampai dimensi religius dan spiritual.
Kesehatan mental yang baik dapat menyadari seseorang atas potensi yang
dimiliki, membantu mengatasi tekanan kehidupan yang normal, bekerja secara
produktif, dan berkontribusi pada komunitas.
Kesehatan mental yang buruk dapat menyebabkan turunnya produktivitas
pasien dan akhirnya menimbulkan beban biaya besar yang dapat membebani
keluarga, masyarakat, serta pemerintah.
Gangguan kesehatan mental tidak bisa kita remehkan, karena jumlah
kasusnya saat ini masih cukup mengkhawatirkan. Terdapat beberapa juta orang
menderita gangguan mental dan perilaku di seluruh dunia. Diperkirakan hanya
sedikit orang yang akan menderita gangguan mental selama masa hidup mereka.
Menurut WHO regional Asia Pasifik (WHO SEARO) jumlah kasus gangguan
depresi terbanyak yaitu di India dan terendah di Maldives (WHO, 2017)
Hal yang menjadi pertimbangan dalam penanganan gangguan kesehatan
mental di indonesia adalah minimnya pelayanan dan fasilitas kesehatan jiwa di
berbagai daerah sehingga masih banyak penderita gangguan kesehatan mental
belum tertangani dengan baik (Riskesdas,2018).
Depresi adalah awal dari gejala gangguan jiwa yang lebih berat yang
bisa berasal dari berbagai faktor seperti biologis, psikologis dan sosial. Jika
tidak segera ditangani maka jumlah kasus gangguan jiwa kemungkinan akan
terus bertambah. Oleh karena penting di setiap negara memiliki upaya
penanggulangan akibat dari gangguan kesehatan mental ini (Riskesdas,2018).

Pembahasan
Mental illness atau biasa disebut dengan gangguan mental atau jiwa,
merupakan kondisi kesehatan yang memengaruhi perasaan, pemikiran, perilaku,
suasana hati, atau kombinasi diantaranya yang dapat terjadi sesekali atau
berlangsung dalam waktu yang cukup lama (kronis). Gangguan tersebut bisa
ringan hingga parah, yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Gangguan kesehatan mental ini merupakan
penyakit yang dapat diobati. Sebagian besar penderita masih dapat menjalani
kehidupan sehari-hari selayaknya orang normal (Primananda, 2022).
Mental illness umum terjadi pada siapapun. Menurut WHO, kebanyakan
anak-anak dan remaja di dunia memiliki gangguan mental dibandingkan orng
dewasa.. Dari kasus tersebut, mentall illness ini dapat dimulai dari remaja di
bawah usia 14 tahun.
Pada kondisi yang lebih buruk, seseorang mungkin perlu mendapat
perawatan intensif di rumah sakit untuk menangani kondisinya. Tak jarang,
kondisi ini dapat memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri atau mengakhiri
kehidupannya.
Tanda dan gejala mental illness yang umum terjadi yaitu sering merasa sedih,
kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi, perubahan mood, ketakutan atau
kekhawatiran yang berlebihan atau perasaan bersalah yang menghantui, halusinasi
dan berpikir untuk bunuh diri.
Selain gejala terkait mental, bisa dilihat juga dari tanda fisik yang muncul
pada penderita mental illness seperti sakit perut, nyeri punggung, sakit kepala dan
nyeri di bagian lain dari tubuh yang tidak diketahui penyebab pastinya.
Beberapa kasus mental illness tidak dapat membaik tanpa adanya bantuan
profesional. Meski demikian, ada beberapa cara yang juga bisa dilakukan untuk
membantu proses pengobatan dan pemulihan dari gangguan mental. Cara ini
umumnya terkait dengan perubahan gaya hidup, serta penyusunan rencana selama
menjalani pengobatan dan masa pemulihan.
Cara yang dapat dilakukan yaitu: Jalankan terapi sesuai dengan yang
disarankan, hindari konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, tetap aktif,
seperti berolahraga, atau aktivitas fisik lainnya yang menyenangkan, ,
menerapkan, belajar bersikap positif dan fokus pada hal-hal positif, berpartisipasi
dalam kegiatan sosial dan berkumpul dengan keluarga atau teman secara teratur.

Terapi Farmakologi
Dalam manajemen penyakit psikiatri, digunakan obat-obat psikofarmaka,
yaitu obat dengan efek utama terhadap proses mental di sistem saraf pusat. Proses
mental di antaranya mencakup perasaan, proses pikir, dan/atau tingkah laku.
Menurut (Kemenkes RI, 2021) Psikofarmaka dapat dibedakan menjadi empat
kelompok besar berdasarkan efek klinisnya, yaitu menjadi antipsikotik,
antidepresan, antiansietas, dan mood stabilizer.

a. Antipsikotik
Antipsikotik digolongkan menjadi antipsikotik tipikal atau generasi I
(APG-I) dan antipsikotik atipikal atau generasi II (APG-II). APG-I merupakan
dopamine receptor antagonist (DA) seperti haloperidol, klorpromazin, dan
trifluoperazin. Sementara itu, APG-II merupakan serotonin- dopamine antagonis
(SDA), yaitu di antaranya risperidon, aripiprazole, quetiapin, klozapin, dan
olanzapin. APG-II memberikan efek klinis yang sebanding dengan APG-I, namun
memiliki efek samping yang lebih ringan. Antipsikotik dapat menimbulkan
berbagai efek samping, yang dapat dibedakan menjadi neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis di antaranya yaitu akatisia, distonia akut,
parkinsonisme, dan sindroma neuroleptik maligna (SNM).

b. Antidepresan
Antidepresan adalah golongan obat dengan efek utama mengontrol gejala
depresi. Selain itu, antidepresan juga dapat pula digunakan untuk mengobati
gangguan cemas. beberapa contoh antidepresan yaitu imipramin, fluvoksamin,
moklobemid, duloksetin. Efek samping yang dapat timbul di antaranya adalah
hipotensi, gangguan saraf otonom, gangguan susunan saraf pusat, dan gangguan
jantung.

c. Antiansietas
Antiansietas utamanya digunakan dalam pengobatan kecemasan. Selain
itu, golongan obat ini juga biasanya memiliki efek relaksasi otot, sedasi, amnestik,
dan menangani kejang. Obat ini seringkali disalahgunakan. Contoh obat ini yaitu
golongan benzodiazepin seperti diazepam, alprazolam. Antiansietas, khususnya
golongan benzodiazepin, relatif aman untuk digunakan. Beberapa efek samping
yang dapat terjadi di antaranya mengantuk, sakit kepala, nafsu makan meningkat,
disartria, dan ataksia. Selain itu, perlu diperhatikan pula potensi toleransi dan
ketergantungan obat.

d. Mood Stabilizer
Mood stabilizer disebut pula sebagai antimanik dan digunakan dalam
pengobatan perubahaan mood seperti gangguan skizoafektif dan gangguan afektif
bipolar. Mood stabilizer digolongkan menjadi Garam Litium dan Antikonvulsan
seperti karbamazepin, asam valproat, dan natrium divalproat.
Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang dapat diberikan bagi orang yang terkena
mental illness adalah dengan Menjalankan psikoterapi, Pendekatan humanistik
(konseling), Relaksasi, dan Terapi Fisik (Kemenkes RI, 2021)

Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil analisis yang didapatkan dari berbagai literatur
adalah Mental illness merupakan kondisi yang umum terjadi pada siapapun,
kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan pemikiran, perasaan, perilaku, suasana
hati, atau kombinasi diantaranya. Kondisi ini dapat terjadi sesekali atau
berlangsung dalam waktu yang lama (kronis). Tanda mental illnes yang umum
terjadi yaitu sering merasa sedih, perubahan mood, kehilangan kemampuan untuk
berkonsentrasi, dan masih banyak lagi.
Adapun terapi farmakologi dan non farmakologi yang dapat diberikan
pada orang-orang yang menderita kondisi ini yaitu untuk terapi farmakologi dapat
diberikan golong obat antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan mood
stabilizer. Terapi non farmakologi yaitu dengan menjalankan psikoterapi,
pendekatan humanistik (konseling), relaksasi, dan terapi fisik.
Daftar Pustaka

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI

Kementrian Kesehatan RI. (2021). Pedoman Pelayanan Kefarmasian Pada


Pasien Gangguan Jiwa. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Primananda. (2022). Definisi Mental Illnes (Gangguan Mental). Artikel


KEMENKES RI

Radiani. (2019). KESEHATAN MENTAL MASA KINI DAN PENANGANAN


GANGGUANNYA SECARA ISLAMI. Journal Of Islamic And Law Studies
Vol.3 No.1

WHO. (2017). Factsheet on Mental Disorders. Geneva: World Health


Organization.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai