Anda di halaman 1dari 8

SARTIKEL ILMIAH

KESEHATAN JIWA

Diajukan oleh:

LIDIA KAROLIN TAN

1B D-lll Keperawatan

P07520122060

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

POLTEKES MEDAN

2022
ABSTRAK : Kesehatan jiwa merupakan pengendalian diri dalam menghadapi stresor di
lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik
dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan
emosional . Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada
gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental,
sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan
akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi
pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun.

(WHO, 2009) Menurut National institute of mental health gangguan jiwa mencapai 13% dari
penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030.
Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke
tahun di berbagai negara. hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2
% penduduk yang berusia 18 – 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan
jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan
bahwa pada setiap 1000 orang, penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan
jiwa. Di Jawa Tengah sendiri terdapat 3 orang perseribu penduduk yang mengalami gangguan
jiwa dan 50% adalah akibat dari kehilangan pekerjaan. Dengan demikian dari 32.952.040
penduduk Jawa Tengah terdapat sekitar 98.856 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sejalan
dengan paradigma sehat yang dicanangkan departemen kesehatan yang lebih menekankan upaya
proaktif melakukan pencegahan daripada menunggu di rumah sakit, kini orientas upaya
kesehatan jiwa lebih pada pencegahan (preventif) dan promotif.

Berdasarkan data pada seluruh bangsal inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta (RSJD)
pasien dengan perilaku kekerasan mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir,
dan penderita gangguan jiwa yang dirawat di RSJD pada tahun 2010 sebanyak 2.576 pasien,
pada tahun 2011 sebanyak 2.663 pasien dan pada tahun 2012 sebanyak 3.605 pasien. (Rękam
medik RSJD Surakarta, 2013) Menurut hasil laporan Rekam Medik RSJD Surakarta didapatkan
data dari bulan Februari- April 2013 tercatat jumlah pasien rawat inap sebanyak 915 pasien,
Jumlah pasien dengan perilaku kekerasan sebanyak 232 pasien Data pada bangsal Sumbadra
RSJD Surakarta selama bulan April 2013 tercatat pasien dengan perilaku kekerasan sebanyak 25
pasien. Hal ini membuktikan bahwa gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan di RSJD
Surakarta masih cukup tinggi, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan gangguan
jiwa perilaku di Rs.

Kata Kunci : Kesehatan Jiwa Ganguan Jiwa Dan Mental

A. PENDAHULUAN

Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan
orang lain”. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan
memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan
manusia lain.

kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras
dengan perkembangan orang lain.

Yang mengatakan kesehatan jiwa adalah keadaan terkait kesejahteraan seseorang, di mana
setiap individu menyadari potensinya sendiri, ia dapat mengatasi tekanan kehidupan sehari-hari,
dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta mampu memberikan kontribusi kepada
komunitas tempat ia bernaung. Definisi dari WHO ini kemudian diadopsi pada pengertian
tentang kesehatan jiwa pada Undang-undang (UU) no.18 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 1 yang
berbunyi,

“Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuannya sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.”

Dalam UU no.18 Tahun 2014 juga dijelaskan tentang ODMK dan ODGJ. pernahkah kamu
mendengar tentang kedua istilah tersebut?

Orang Dengan Masalah Kejiwaan adalah individu yang memiliki masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami
gangguan jiwa. Sementara itu, Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah individu yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
kumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia [2 ]

Walaupun termasuk dalam dua kategori yang harus diperhatikan ketika berbicara mengenai
kesehatan jiwa, pada dasarnya adalah manusia biasa sama seperti kamu. Jikalau ada hal yang
berbeda, tentu saja terkait dengan isu kesehatan yang bersemayam di dalam tubuhnya. Mereka
yang termasuk dalam pengkategorian ODMK dan ODGJ mempunyai kondisi kesehatan jiwa
yang kurang atau tidak sehat. Mereka perlu ditolong, diobati, dan dijauhkan dari stigma yang
melekat atau bahkan kata-kata kasar seperti “ Orang Gila”, “Sinting”, “Miring”, hingga “less
than human”. Sebab, sejatinya kesehatan jiwa merupakan bagian yang terintegrasi dari kesehatan
-termasuk kesehatan fisik-. Sehingga dengan kata lain, tidak ada kesehatan tanpa kesehatan jiwa.

B. Motode Penelitian

Salah satu gangguan jiwa yang sering dijumpai dimasyarakat adalah gangguan berhubungan
sosial yaitu isolasi sosial. Salah satu terapi untuk mengatasi isolasi sosial adalah dengan terapi
kognitif. Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi kognitif
terhadap kemampuan berinteraksi pasien ganguan jiwa dengan isolasi sosial di RS Jiwa Daerah
(Ny J) Metode penelitian : Isolasi sosial merupakan gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap lingkungan yang tidak realistis. Terapi kognitif
dilakukan pada pasien ganguan jiwa yang mengalami isolasi sosial. Terapi kognitif ini dilakukan
untuk memperbaiki kemampuan berinteraksi pasien sehingga masalah isolasi sosial pasien dapat
diatasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah RS Jiwa Daerah . Penelitian ini merupakan
penelitian quasi-eksperimen

Menunjuk kan bahwa kemampuan interaksi pasien ganguan jiwa dengan isolasi sosial
mengalami peningkatan setelah dilakukan terapi kognitif. Terapi perilaku kognitif atau cognitive
behavioural therapy adalah terapi yang dilakukan dengan berkonsultasi pada ahli seperti psikolog
atau psikiater dengan tujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku. Terapi ini paling umum
dilakukan untuk mengatasi gangguan kecemasan dan depresi dan dapat juga mengurangi amarah
si pasien yg melakukan keributan di RS Jiwa Daerah. Selain itu, terapi kognitif perilaku juga bisa
dilakukan untuk membantu penderita mencari pendekatan dan solusi masalah yang terjadi secara
mandiri. Selain gangguan kecemasan dan depresi, terapi kognitif perilaku juga terbukti efektif
dalam menangani gangguan kesehatan mental lainnya.

PEMBAHASAN

Mental illness (mental disorder), disebut juga dengan gangguan mental atau jiwa, adalah kondisi
kesehatan yang memengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau kombinasi
diantaranya. Kondisi ini dapat terjadi sesekali atau berlangsung dalam waktu yang lama
(kronis) . Dalam ganguan mental ini juga dapat merugikan orang seperti kasus di RS jiwa
Daerah yg melakukan keribuatan seperti melempar barang" yg ada disitu.

Penyebab Gangguan Jiwa Gangguan jiwa dapat dipicu oleh banyak faktor, terutama
faktor genetik dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
*Sifat-sifat yang diwariskan. Gangguan jiwa lebih rentan dialami oleh individu dengan riwayat
keluarga yang mengidap gangguan jiwa. Melansir dari Mayo Clinic, gen tertentu nyatanya dapat
meningkatkan risiko gangguan jiwa dan gejalanya bisa dipicu dari situasi tertentu.

*Paparan lingkungan sebelum lahir. Paparan lingkungan, peradangan, racun, alkohol, atau obat-
obatan saat berada di dalam rahim juga sering dikaitkan dengan penyakit mental.

*Kimia otak. Neurotransmitter adalah bahan kimia otak yang membawa sinyal ke bagian lain
dari otak dan tubuh. Ketika jaringan saraf ini terganggu, fungsi reseptor saraf dan sistem saraf
berubah dapat berubah yang menyebabkan depresi maupun gangguan emosional lainnya.

Faktor Risiko Gangguan Jiwa

Sejumlah faktor yang meningkatkan risiko gangguan jiwa, yaitu:

 Punya riwayat keluarga yang mengidap gangguan jiwa, seperti orang tua atau saudara
kandung.

 Situasi kehidupan yang penuh tekanan, seperti masalah keuangan, kematian orang yang
dicintai, atau perceraian.

 Kondisi medis (kronis) yang sedang berlangsung, seperti diabetes, kanker, penyakit
autoimun, dan lain-lain.

 Kerusakan otak akibat cedera serius (cedera otak traumatis), seperti pukulan keras di
kepala.

 Pengalaman traumatis, seperti pertempuran militer, pelecehan seksual, atau penelantaran


masa kecil.

 Penggunaan alkohol atau obat-obatan.

 Tidak memiliki teman atau hubungan yang sehat.

 Pernah mengidap gangguan jiwa sebelumnya.

 Efek dari penyakit mental bisa bersifat sementara atau tahan lama. Seseorang juga dapat
memiliki lebih dari satu gangguan jiwa pada saat yang bersamaan.

Gejala Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala gangguan jiwa dapat bervariasi yang tergantung pada gangguan, keadaan, dan
faktor lainnya. Gejala gangguan jiwa biasanya mempengaruhi emosi, pikiran, dan perilaku.
Namun, umumnya gangguan jiwa menyebabkan gejala berikut ini:

 Merasa sedih sepanjang waktu.


 Bingung atau tidak mampu berkonsentrasi.

 Ketakutan atau kekhawatiran yang berlebihan, atau perasaan bersalah yang ekstrem.

 Perubahan suasana hati yang ekstrem .

 Menarik diri untuk berhubungan dengan teman atau melakukan aktivitas.

 Kelelahan yang signifikan, seperti kekurangan energi atau masalah tidur.

 Mengalami delusi, paranoia atau halusinasi.

 Tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari atau stres.

 Kesulitan memahami situasi dan berhubungan dengan orang-orang.

 Masalah dengan alkohol atau penggunaan narkoba.

 Perubahan besar dalam kebiasaan makan.

 Perubahan gairah seks.

 Kemarahan, permusuhan, atau kekerasan yang berlebihan.

 Punya pikiran bunuh diri.

Pertolongan pertama pada ganguan kesehatan jiwa adalah bantuan yang diberikan kepada
seseorang yang mengalami masalah kesehatan jiwa (yaitu memburuknya gangguan jiwa yang
dialami seseorang, atau sedang mengalami krisis kesehatan jiwa). Pertolongan pertama pada
ganguan kesehatan jiwa dapat dipelajari oleh semua anggota masyarakat.

Saat kita menemukan seseorang yang terjatuh dan terjadi luka di bagian tubuhnya, hal pertama
yang mungkin terlintas dalam pikiran kita adalah saya harus memberikan pertolongan pertama
kepada orang tersebut. Kita mungkin akan segera mengamankan korban, mencari antiseptik dan
perban untuk membersihkan dan menutup luka. Mencari bantuan lebih untuk fasilitas kesehatan
bila kondisinya cukup parah.

Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan jiwa. Dengan demikian pertolongan pertama pada
gangguan kesehatan jiwa juga harus diutamakan. Pertanyaan yang muncul adalah: apakah kita
akan melakukan hal yang sama apabila kita menemukan seseorang atau anggota keluarga kita
yang mengalami masalah kesehatan

Dengan memberikan pertolongan pertama pada kesehatan jiwa berarti:

 Kita mengutamakan keselamatan, kesetaraan, dan hak setiap orang


 Kita melakukan tindakan sesuai norma/budaya orang lain yang mengalami masalah
kesehatan jiwa

 Kita tetap mewaspadai adanya respon kegawatdaruratan lainnya

 Kita tetap mewaspadai keselamatan kita sendiri.

KESIMPULAN

Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Dalam menghadapi ganguan jiwa juga kita harus berkorban dan harus memiliki
kesabaran yg sangat kuat. Begitu juga kita harus meneliti pasien tersebut dgn terapi kognitif

Begitu juga dengan keluarga tidak boleh melantar kan nya kita harus peduli Penangan ganguan
jiwa juga harus kita tanganin, kombinasi dari obat , psikoterapi , dukungan dan sosial supaya
ganguan jiwa itu sembuh kita harus memberi penanganan yg tepat, cepat, dan komprehensif
maka penderita ganguan jiwa bisa pulih dan hidup optimal seperti orang lain Jadi sebagai
perawat yg menangani ganguan jiwa jangan berkecil hati kenali, tangani, dan kelolah.

DAFTAR PUSTAKA
https://rs-amino.jatengprov.go.id/memaksimalkan-penyembuhan-pasien-gangguan-jiwa-dengan-
berbagai-terapi-keperawatan-2/

http://eprints.ums.ac.id/25847/2/3._BAB_I.pdf

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesehatan_jiwa

https://www.halodoc.com/kesehatan/gangguan-jiwa

https://www.neliti.com/id/publications/243409/pengaruh-terapi-kognitif-terhadap-kemampuan-
berinteraksi-pasien-skizofrenia-deng

https://www.halodoc.com/kesehatan/gangguan-jiwa

Anda mungkin juga menyukai