NIM : 19201241033
Kelas : PBSI F 2019
Matkul : Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis
Dosen : Sudiati, M.Hum
ABSTRAK
Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala bentuk
gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi secara
normal dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan diri untuk
menghadapi masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang dengan
menggunakan kemampuan pengolahan stres.
Kesehatan mental merupakan hal penting yang harus diperhatikan selayaknya kesehatan
fisik. Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling
mempengaruhi. Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya
diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress berlebih akan
berdampak pada gangguan kesehatan mental yang lebih buruk.
Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi
gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari
populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih
kurang 150.000.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional
(Depkes, 2007). Data yang ada mengatakan bahwa penderita gangguan kesehatan mental
di Indonesia tidaklah sedikit sehingga sudah seharusnya hal tersebut menjadi sebuah
perhatian dengan tersedianya penanganan atau pengobatan yang tepat.
Di berbagai pelosok Indonesia masih ditemui cara penanganan yang tidak tepat bagi para
penderita gangguan kesehatan mental. Penderita dianggap sebagai makhluk aneh yang
dapat mengancam keselamatan seseorang untuk itu penderita layak diasingkan oleh
masyarakat. Hal ini sangat mengecawakan karena dapat mengurangi kemungkinan untuk
seorang penderita pulih. Untuk itu pemberian informasi, mengedukasi masyarakat
sangatlah penting terkait kesehatan mental agar stigma yang ada di masyarakat dapat
dihilangkan dan penderita mendapatkan penanganan yang tepat.
Kata Kunci : Kesehatan Mental, Gangguan Kesehatan Mental, Paradigma Masyarakat
PENDAHULUAN
Kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting bagi manusia sama halnya seperti
kesehatan fisik pada umumnya. Dengan sehatnya mental seseorang maka aspek
kehidupan yang lain dalam dirinya akan bekerja secara lebih maksimal. Kondisi mental
yang sehat tidak dapat terlepas dari kondisi kesehatan fisik yang baik.
Berbagai penelitian memberikan hasil bahwa adanya hubungan antara kesehatan fisik dan
mental seseorang, dimana pada individu yang menderita sakit secara fisik menunjukkan
adanya masalah psikis hingga gangguan mental. Sebaliknya, individu dengan gangguan
mental juga menunjukkan adanya gangguan fungsi fisiknya. Sehat dan sakit merupakan
kondisi biopsikososial yang menyatu dalam kehidupan manusia. Pengenalan konsep
sehat dan sakit, baik secara fisik maupun psikis merupakan bagian dari pengenalan
manusia terhadap kondisi dirinya dan bagaimana penyesuaiannya dengan lingkungan
sekitar.
Pada konsep Person in Environment menjelaskan bahwa keberadaan individu pada
sebuah lingkungan akan saling mempengaruhi. Hadirnya individu akan menghasilkan
kondisi yang dinamis bagi lingkungannya, dan juga lingkungan secara langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi individu dan berdampak pada perubahan di diri
individu tertentu. Hal ini menjelaskan bagaimana seseorang yang menderita gangguan
kesehatan mental merupakan hasil dari gagalnya individu dalam beradaptasi dengan
lingkungan di sekitarnya.
Kesehatan mental yang baik untuk individu merupakan kondisi dimana individu terbebas
dari segala jenis gangguan jiwa, dan kondisi dimana individu dapat berfungsi secara
normal dalam menjalankan hidupnya khususnya dalam menyesuaikan diri untuk
menghadapi masalah-masalah yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya. Menurut
WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu,
yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan
yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di
komunitasnya.
Saat ini lebih dari 450 juta penduduk dunia hidup dengan gangguan jiwa. Prevalensi
gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun 2000 memperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001
meningkat menjadi 13%. Tahun 2002 hasil survei menunjukkan bahwa 154 juta orang
secara global mengalami depresi dan 25 juta orang menderita skizofrenia, 15 juta orang
berada di bawah pengaruh penyalahgunaan zat terlarang, 50 juta orang menderita
epilepsy dan sekitar 877.000 orang meninggal karena bunuh diri tiap tahunnya.
Diprediksikan pada tahun 2015 menjadi 15%, dan pada negara-negara berkembang
prevalensinya lebih tinggi.
Dilihat dari angka penderita gangguan mental yang tiap tahun meningkat maka
seharusnya perawatan atau pengobatan yang ditawarkan juga semakin beragam, namun
sayangnya hal ini tidak berlaku di Indonesia dimana penderita gangguan kesehatan
mental masih dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan penderitanya harus dikucilkan.
Berbagai stigma diberikan pada penderita gangguan kesehatan mental sehingga untuk
keluarga penderitapun lebih memilih menutupi kondisi anggota keluarganya.
Hal ini sangat disayangkan mengingat di zaman sekarang ini masyarakat diberikan
berbagai opsi untuk pengobatan penderita gangguan kesehatan mental namun lebih
memilih untuk berobat ke dukun atau orang pintar karena masih beranggapan bahwa
sakit mental atau sakit jiwa itu dikarenakan adanya gangguan makhluk halus atau
sebagainya. Oleh karena itu, sudah seharusnya masyarakat diedukasi tentang kesehatan
mental, dan bagaimana cara penanganannya, agar penderita dapat diminimalisir kondisi
buruk mentalnya dan masyarakat akan menghilangkan pandangan-pandangan yang tidak
sesuai terhadap para penderita gangguan kesehatan mental
PEMBAHASAN
Gangguan kesehatan mental merupakan kondisi dimana seorang individu mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi di sekitarnya. Ketidakmampuan
dalam memecahkan sebuah masalah sehingga menimbulkan stres yang berlebih
menjadikan kesehatan mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya
dinyatakan terkena sebuah gangguan kesehatan mental.
Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi
gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari
populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih
kurang 150.000.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional
(Depkes, 2007).
Menurut data Riskesdas 2007 angka rata-rata nasional gangguan mental emosional
(cemas dan depresi) pada penduduk usia 15 tahun adalah 11,6% atau sekitar 19 juta
penduduk. Sedang gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,46% atau sekitar 1 juta
penduduk. Dari angka yang besar tersebut, penderita gangguan mental yang diberikan
fasilitas pengobatan sangatlah sedikit. Menurut perhitungan utilisasi layanan kesehatan
jiwa di tingkat primer, sekunder dan tersier kesenjangan pengobatan diperkirakan >90%
(Diatri, 2011). Hal ini berarti bahwa hanya <10% orang dan masalah kesehatan jiwa
terlayani di fasilitas kesehatan. Kerugian ekonomi minimal akibat masalah kesehatan
jiwa berdasarkan hasil Riskesdas 2007 tersebut mencapai Rp.20T, merupakan jumlah
yang sangat besar jika dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya (Depkes, 2007).
Gangguan kesehatan mental dapat diperoleh semenjak anak dari dalam kandungan
maupun ketika seseorang tumbuh dewasa namun dalam perkembangannya ditemui hal-
hal yang dapat berdampak pada stres yang berlebihan. Kehidupan yang semakin modern
membawa berbagai macam tuntutan yang harus dipenuhi. Bukan hanya karena sifatnya
yang wajib atau penting melainkan keinginan diakui oleh masyarakat menjadikan
individu merasa harus mengikuti trend yang sedang berlangsung tanpa sadar akan
kapasitasnya.
PENUTUP
Kesehatan mental atau kejiwaan merupakan hal vital bagi manusia sama halnya seperti
kesehatan fisik atau tubuh pada umumnya. Dengan sehatnya mental atau kejiwaan
seseorang maka aspek kehidupan yang lain dalam dirinya akan bekerja secara lebih
maksimal.
Indonesia sebagai negara yang terus berkembang dalam berbagai aspek menjadikan
masyarakatnya semakin modern, yang identik dengan meningkatkatnya tuntutan
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sehingga berdampak pada tekanan yang berlebihan
di pikiran masyarakat, sehingga menjadi rentan terkena stress yang secara tidak langsung
(sedikit-banyak) dapat menimbulkan gangguan kesehatan mental atau kejiwaan.
Penderita gangguan kesehatan mental masih dianggap sebagai hal yang memalukan atau
sebuah aib bagi keluarga atau kerabat yang salah satu anggota keluarga mengalami
gangguan kesehatan mental atau kejiwaan. Masyarakat Indonesia beranggapan bahwa
gangguan kesehatan mental atau kejiwaan tidak dapat disembuhkan sehingga bagi
penderitanya layak dikucilkan.
Kuatnya stigma negatif masyarakat pada penderita gangguan kesehatan mental
menjadikan penderita tidak mendapatkan perawatan yang sesuai. Dianggap sebagai
sebuah aib, keluarga penderita gangguan kesehatan mental lebih memilih mengurung
anggota keluarga yang terkena gangguan mental di rumah, bahkan masih sering ditemui
yang memilih memasung karena berpikiran bahwa penderita gangguan kesehatan mental
dapat membahayakan keselamatan orang lain.
Dengan stigma negatif tersebut maka akan sulit institusi kesehatan yang menangani
pesoalan ini untuk membantu mereka yang membutuhkan perawatan. Minimnya
pengetahuan tentang kesehatan mental,maupun gangguan kesehatanmental menjadikan
masyarakat memilih untuk diam, dan melakukan hal yang sangat sederhana sebagai
bentuk pengobatan. Kurangnya keterbukaan masyarakat terhadapa gangguan kesehatan
mental menjadikan masyarakat terjebak di perspektif masing-masing.
Abstrak
Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari
segala bentuk gejala-gejala gangguan mental.
Kesehatan mental merupakan hal penting yang harus diperhatikan selayaknya
kesehatan fisik. Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan
fisik saling mempengaruhi.
Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa
prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan
depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa.
Di berbagai pelosok Indonesia masih ditemui cara penanganan yang tidak
tepat bagi para penderita gangguan kesehatan mental.
Pendahuluan
Kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting bagi manusia sama
halnya seperti kesehatan fisik pada umumnya.
Berbagai penelitian memberikan hasil bahwa adanya hubungan antara
kesehatan fisik dan mental seseorang, dimana pada individu yang menderita
sakit secara fisik menunjukkan adanya masalah psikis hingga gangguan
mental. Sebaliknya, individu dengan gangguan mental juga menunjukkan
adanya gangguan fungsi fisiknya.
Pada konsep Person in Environment menjelaskan bahwa keberadaan individu
pada sebuah lingkungan akan saling mempengaruhi.
Kesehatan mental yang baik untuk individu merupakan kondisi dimana
individu terbebas dari segala jenis gangguan jiwa, dan kondisi dimana
individu dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan hidupnya
khususnya dalam menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah
yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya.
Saat ini lebih dari 450 juta penduduk dunia hidup dengan gangguan jiwa.
Prevalensi gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut World
Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data gangguan
mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13%. Tahun 2002 hasil
survei menunjukkan bahwa 154 juta orang secara global mengalami depresi
dan 25 juta orang menderita skizofrenia, 15 juta orang berada di bawah
pengaruh penyalahgunaan zat terlarang, 50 juta orang menderita epilepsy dan
sekitar 877.000 orang meninggal karena bunuh diri tiap tahunnya.
Diprediksikan pada tahun 2015 menjadi 15%, dan pada negara-negara
berkembang prevalensinya lebih tinggi.
Dilihat dari angka penderita gangguan mental yang tiap tahun meningkat
maka seharusnya perawatan atau pengobatan yang ditawarkan juga semakin
beragam, namun sayangnya hal ini tidak berlaku di Indonesia dimana
penderita gangguan kesehatan mental masih dianggap sebagai sesuatu yang
aneh dan penderitanya harus dikucilkan.
Hal ini sangat disayangkan mengingat di zaman sekarang ini masyarakat
diberikan berbagai opsi untuk pengobatan penderita gangguan kesehatan
mental namun lebih memilih untuk berobat ke dukun atau orang pintar karena
masih beranggapan bahwa sakit mental atau sakit jiwa itu dikarenakan adanya
gangguan makhluk halus atau sebagainya.
Pembahasan
Gangguan kesehatan mental merupakan kondisi dimana seorang individu
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi di
sekitarnya.
Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa
prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan
depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah
populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 ada 1.740.000
orang saat ini mengalami gangguan mental emosional (Depkes, 2007).
Menurut data Riskesdas 2007 angka rata-rata nasional gangguan mental
emosional (cemas dan depresi) pada penduduk usia 15 tahun adalah 11,6%
atau sekitar 19 juta penduduk. Sedang gangguan jiwa berat rata-rata sebesar
0,46% atau sekitar 1 juta penduduk. Dari angka yang besar tersebut, penderita
gangguan mental yang diberikan fasilitas pengobatan sangatlah sedikit.
Gangguan kesehatan mental dapat diperoleh semenjak anak dari dalam
kandungan maupun ketika seseorang tumbuh dewasa namun dalam
perkembangannya ditemui hal-hal yang dapat berdampak pada stres yang
berlebihan.
Penyebab Gangguan Kesehatan
Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan
memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam
hubungannya dengan manusia lain.
Seseorang yang “sehat jiwa atau mental” mempunyai ciri-ciri merasa senang
terhadap dirinya sendiri, merasa nyaman berhubungan dengan orang lain,
serta mampu memenuhi tuntutan hidup.
Gangguan kesehatan mental adalah kondisi individu yang memiliki gejala-
gejala gangguan kejiwaan.
Faktor somatogenik yang terdiri dari neroanatomi, nerofisiologi, nerokimia,
tingkat kematangan dan perkembangan organik, dan faktor-faktor pre dan
perinatal. Faktor psikogenik meliputi interaksi ibu-anak yang tidak abnormal.
Faktor sosiogenik yang di dalamnya terdapat kestabilan keluarga.
Dari ketiga faktor tersebut diketahui bahwa penyebab gangguan kejiwaan atau
gangguan mental tidak hanya dapat disebabkan salah satu faktor, karena sifat
manusia yang utuh dimana sistem dalam diri manusia merupakan sebuah
kesatuan.
Menurut Santrock (1999) penyebab gangguan jiwa pada umumnya
dikategorikan menjadi aspek jasmaniah atau biologi.
Santrock juga menjelaskan bahwa gangguan jiwa juga dapat disebabkan oleh
faktor psikologi dimana seseorang dengan pengalaman frustasi, kegagalan dan
keberhasilan yang dialami akan mewarnai perilaku, kebiasaan, dan sifatnya di
masa yang akan datang.
Gangguan Kesehatan Mental di Indonesia
Ketika seseorang dituntut untuk memenuhi atau melakukan hal-hal di luar
kapasitasnya maka akan menimbulkan stres yang berlebihan, dan jika tidak
ditangani dengan tepat maka kondisinya akan menjadi lebih buruk dan
berakhir pada gangguan kejiwaan.
Diketahui dari Guru Besar ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Ascobat Gani kerugian ekonomi minimal akibat masalah kesehatan mental
berdasarkan Riskesdas 2007 adalah sebesar Rp 20 triliun.
Di negara-negara maju sudah banyak cara pecegahan dan juga
pengobatannya, berbeda dengan di Indonesia khususnya beberapa daerah yang
dalam urusan kesehatan mental masih jauh dari memadai, dan cenderung
bersifat primitif.
Menurut Pendiri Rumah Komunitas Penderita Skizofrenia Indonesia (KPSI)
Bagus Utomo, penanganan atau proses pemulihan pasien dengan gangguan
jiwa, salah satunya Skizofrenia di Indonesia masih buruk.
Data yang telah dijabarkan sebelumnya sedikit menggambarkan bagaimana
kondisi para penderita gangguan kesehatan mental.
Memberikan edukasi mengenai kesehatan mental, gangguan kesehatan
mental, berikut dengan penanganannya bukan hanya dibutuhkan oleh keluarga
yang memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan kesehatan mental,
melainkan kepada masyarakat pada umumnya.
Dengan memberikan pengetahuan mengenai kesehatan mental atau kejiwaan
(termasuk psikososial) kepada masyarakat maka secara bertahap stigma
‘orang aneh yang harus dikucilkan’ akan sedikit demi sedikit berkurang, dan
bagi keluarga yang anggotanya memiliki gangguan kesehatan mental atau
kejiwaan akan langsung memberikan pengobatan di tempat yang sesuai.
Dengan stigma negatif tersebut maka akan sulit institusi kesehatan yang
menangani pesoalan ini untuk membantu mereka yang membutuhkan
perawatan.
Apabila seseorang mengalami perubahan maka akan terjadi reaksi, baik secara
jasmani maupun kejiwaan yang disebut dengan stres.
Reaksi seseorang terhadap stres dapat bersifat positif maupun dapat bersifat
negatif.
Penutup
Kesehatan mental atau kejiwaan merupakan hal vital bagi manusia sama
halnya seperti kesehatan fisik atau tubuh pada umumnya.
Indonesia sebagai negara yang terus berkembang dalam berbagai aspek
menjadikan masyarakatnya semakin modern, yang identik dengan
meningkatkatnya tuntutan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sehingga
berdampak pada tekanan yang berlebihan di pikiran masyarakat.
Kuatnya stigma negatif masyarakat pada penderita gangguan kesehatan
mental menjadikan penderita tidak mendapatkan perawatan yang sesuai.
Dengan stigma negatif tersebut maka akan sulit institusi kesehatan yang
menangani pesoalan ini untuk membantu mereka yang membutuhkan
perawatan.
Perbedaan Persamaan
Tidak banyak orang yang Banyak orang yang terlihat baik-
mengalami gangguan mental baik saja namun ternyata
secara serius. Penyebab paling menyimpan banyak beban di
besar adalah gen pundaknya. Mereka melakukan
Indonesia sudah cukup baik kegiatan yang bisa membuat
dalam menerapkan ilmu mereka melupakan semua beban
Psikologi, dilihat dari tersebut. Baik melakukan
keikutsertaan pada program- kegiatan yang baik maupun yang
program Hari Kesehatan Mental buruk. Untuk membantu teman
Sedunia yang sedang mengalami ganguan
Orang yang memiliki gangguan mental, harus menjadi pendengar
mental selalu mendapatkan yang baik terlebih dahulu
pelabelan buruk dari masyarakat Gangguan kesehatan mental juga
karena merugikan lingkungan dapat menyebabkan gangguan
sekitar. kesehatan fisik karena semua
control fisik kita dikendalikan
oleh pikiran
Selama masil meiliki mental,
maka tetap berpotensi mengalami
gangguan kesehatan mental
Masyarakat tidak menganggap
sakit mental sebagai hal yang
serius karena dinilai hanya
kurang mendekatkan diri pada
agama padahal kedua topic
tersebut berbeda wadah.
Abstrak
Kesehatan mental sangat mahal dan berharga. Tanpa disadari banyak
orang yang mengalami gangguan kesehatan mental tetapi menolaknya
karena takut dikucilkan oleh masyarakat
Edukasi yang minim tentang mental menyebabkan buruknya cara
penanganan bagi penderita gangguan kesehatan mental
Pendahuluan
Jangan hanya menganggap penting kesehatan fisik. Karena kesehatan
mental jug adapat berpengengaruh terhadap kesehatan fisik.
Gangguan kesehatan mental umumnya dikarenakan masalah pada luar
diri manusia
Jumlah penduduk yang mengalami gangguan kesehatan mental
meningkat tiap tahunnya
Angka gangguan kesehatan mental paling tinggi pada anak-anak di
umur muda
Penyebab Gangguan Kesehatan Mental
Banyak faktor yang menjadi penyebab gangguan kesehatan mental dan
tentunya masyarakat masih minim pengetahuan akan hal tersebut
Gangguan kesehatan mental tidak hanya disebabkan oleh hal-hal yang
bisa dipastikan
Gangguan jiwa jasmaniah biasanya disebabkan oleh gen atau bentuk
fisik
Gangguan jiwa psikologis biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan
meraih suatu tuntutan
Gangguan Kesehatan Mental di Indonesia
Makin berubahnya zaman, berubah pula tuntutan, dan makin besar
potensi untuk mengalami gangguan kesehatan mental
Gangguan kesehatan mental yang paling banyak dialami adalah
Schizophrenia.
Cara pencegahan dan pengobatan di Indonesia masih sangat tertinggal
Masyarakat terjebak pada pemikiran sempit dan malah menyiksapara
penderita gangguan mental
Edukasi psikososial harus terus diberikan kepada masyarakat
Jika pandanganmasyarakat terbuka, pandangan medis penanganan pun
juga akan ikut terbuka
Penutup
Kesehatan mental perlu porsi perhatian yang sama dengan kesehatan
fisik
Indonesia memberikan banyak tuntutan, penduduk depresi dan didukung
dengan stigma buruk dari masyarakat
Gangguan kesehatan mental masih dianggap sebagai hal yang sangat
tabu
Sikap tertutup dari pandangan masyarakat hanya akan semakin
memperburuk tingkat gangguan kesehatan mental di Indonesia
LANGKAH 5. Sintesis
Kesehatan mental atau kejiwaan merupakan hal vital bagi manusia sama
halnya seperti kesehatan fisik atau tubuh pada umumnya. Indonesia sebagai
negara yang terus berkembang dalam berbagai aspek menjadikan
masyarakatnya semakin modern, yang identik dengan meningkatkatnya
tuntutan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sehingga berdampak pada
tekanan yang berlebihan di pikiran masyarakat, sehingga menjadi rentan
terkena stress yang secara tidak langsung (sedikit-banyak) dapat menimbulkan
gangguan kesehatan mental atau kejiwaan. Penderita gangguan kesehatan
mental masih dianggap sebagai hal yang memalukan atau sebuah aib bagi
keluarga atau kerabat yang salah satu anggota keluarga mengalami gangguan
kesehatan mental atau kejiwaan. Masyarakat Indonesia beranggapan bahwa
gangguan kesehatan mental atau kejiwaan tidak dapat disembuhkan sehingga
bagi penderitanya layak dikucilkan.
Kuatnya stigma negatif masyarakat pada penderita gangguan kesehatan
mental menjadikan penderita tidak mendapatkan perawatan yang sesuai.
Dianggap sebagai sebuah aib, keluarga penderita gangguan kesehatan mental
lebih memilih mengurung anggota keluarga yang terkena gangguan mental di
rumah, bahkan masih sering ditemui yang memilih memasung karena
berpikiran bahwa penderita gangguan kesehatan mental dapat membahayakan
keselamatan orang lain.
Dengan stigma negatif tersebut maka akan sulit institusi kesehatan yang
menangani pesoalan ini untuk membantu mereka yang membutuhkan
perawatan. Minimnya pengetahuan tentang kesehatan mental,maupun gangguan
kesehatanmental menjadikan masyarakat memilih untuk diam, dan melakukan
hal yang sangat sederhana sebagai bentuk pengobatan. Kurangnya keterbukaan
masyarakat terhadapa gangguan kesehatan mental menjadikan masyarakat
terjebak di perspektif masing-masing.
LANGKAH 6. Imajinasi
Penulis menginginkan agar pemerintah memberikan edukasi mengenai
kesehatan mental, gangguan kesehatan mental, berikut dengan penanganannya bukan
hanya dibutuhkan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita
gangguan kesehatan mental, melainkan kepada masyarakat pada umumnya. Dalam
konsep person in environment yang menjadi salah satu ciri khas dari pekerjaan sosial
menjelaskan bahwa keberadaan seseorang individu akan mempengaruhi dann
dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Untuk perihal kesembuhan penderita
gangguan kesehatan mental maka seluruh lapisan masyarakat wajib dan berhak
mendapatkan informasi yang selengkap-lengkapnya untuk menciptakan lingkungan
(sosial) yang proporsional bagi kesembuhan para penderita.
Dengan memberikan pengetahuan mengenai kesehatan mental atau kejiwaan
termasuk psikososial) kepada masyarakat maka secara bertahap stigma ‘orang aneh
yang harus dikucilkan’ akan sedikit demi sedikit berkurang, dan bagi keluarga yang
anggotanya memiliki gangguan kesehatan mental atau kejiwaan akan langsung
memberikan pengobatan di tempat yang sesuai, selain itu dengan terbukanya pikiran
masyarakat maka secara berkala profesi pekerja sosial dalam bidang medis khususnya
akan ikut terangkat. Tersedianya berbagai macam treatment seharusnya dapat
menjadi solusi atau jawaban bagi masyarakat yang mempertanyakan dan meragukan
akan kesembuhan bagi para penderita gangguan kesehatan mental atau kejiwaan.
Karena stigma negative yang sulitdihilangkan, kebanyakan penderita tiddak
memiliki keberanian untuk memeriksakan dirinya. Para penderita kebanyakan hanya
melakukan self disgnose karena takut dikucilkan oleh keluarganya. Pihak keluarga
pun juga mengetahui bahwa anggota keluarganya mengalami gangguan kesehatan
mental pasti hanya berdian diri dan fokus untuk menyembunyikannya dari
masyarakat
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang
kesehatan jiwa, pemerintah mulai mencanangkan program-program untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya kesehatan jiwa. Salah
satunya tujuan undang-undang ini adalah menghilangkan stigma yang beredar di
masyarakat mengenai ODGJ. Peningkatan fasilitas kesehatan jiwa dan penetapan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan jiwa juga menjadi salah satu
pembahasan di undang-undang tersebut. Tidak hanya itu, dalam Pasal 52 ayat (2) UU
No. 18 Tahun 2014, setiap provinsi harus memiliki setidaknya satu puskemas.
Pada Peringatan Hari Kesehatan Jiwa tahun 2009, telah disosialisasikan
bahwa pelayanan kesehatan jiwa sudah dapat dilakukan di sarana pelayanan
kesehatan primer, puskesmas, dengan biaya yang cukup terjangkau sehingga tidak
lagi memberatkan masyarakat. Dokter umum yang bertugas di puskesmas juga
diberikan pelatihan agar dapat menangani pasien dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) pelayanan kesehatan jiwa. Bila terdapat pasien yang dirasa tidak
dapat ditangani di puskesmas atau puskesmas tersebut tidak memiliki poli jiwa,
pasien akan mendapat rujukan ke rumah sakit. Kemudahan dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan jiwa juga dirasakan oleh para pengguna layanan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, karena biaya pelayanan kesehatan
jiwa dapat diklaim dengan BPJS. Sehingga, pasien yang seharusnya merogoh kocek
hingga jutaan rupiah saat melakukan pengobatan, dapat diminimalisir dengan
penggunaan BPJS selama diagnosa yang diberikan dokter masih sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 59 Tahun 2015.
Untuk mengurangi dan menghilangkan stigma masyarakat terhadap masalah
kesehatan mental diperlukan adanya keseimbangan antara edukasi, sosialisasi, dan
peningkatan fasilitas kesehatan jiwa. Sosialisasi diperlukan agar masyarakat
menyadari bahwa semua orang memiliki peluang yang sama untuk mengalami
gangguan jiwa, namun kesehatan jiwa merupakan suatu hal yang dapat dicegah dan
diobati. Pemahaman yang benar mengenai masalah kesehatan mental, dapat
dilakukan melalui edukasi seperti cara penanganan yang tepat terkait masalah
kejiwaan, dan bagaimana cara mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa mulai dari
Puskesmas hingga rumah sakit. Sementara itu peningkatan fasilitas kesehatan jiwa,
tidak hanya dilakukan pada kelengkapan alat dan obat-obatan, namun juga tenaga
profesional kesehatan jiwa seperti dokter dan perawat jiwa. Aksesibilitas untuk
mencapai rumah sakit atau bahkan sarana pelayanan kesehatan primer seperti
Puskesmas dari pemukiman juga harus diperbaiki, agar penderita gangguan kesehatan
jiwa dapat ditangani dengan baik serta sesuai, dan tidak dibiarkan di tempat
tinggalnya. Usaha ini tentu perlu dilakukan oleh beberapa pihak, tidak hanya
pemerintah, namun masyarakat, ahli kesehatan jiwa, tokoh masyarakat yang bergerak
di bidang kesehatan jiwa, serta tenaga profesional kesehatan jiwa.
Setelah adanya pandemi virus Corona (Covid-19), muncul praktik
telemedicine Secara khusus terkait kesehatan jiwa, terdapat metode telepsikiatri.
Prasilla menjelaskan, telepsikiatri adalah bagian dari telemedicine yang melibatkan
berbagai pelayanan medis terkait psikiatri. Di antaranya evaluasi psikiatri, terapi baik
terapi individu, kelompok maupun keluarga, edukasi pasien dan manajemen terapi.
Fasilitas telemedicine bermanfaat selama masa pandemi. Sebab, pasien memperoleh
kemudahan layanan, tak ada kecemasan akan penularan, mengurangi keterlambatan
pelayanan, jaminan keberlangsungan terapi, dan mengurangi beban biaya seperti
transportasi ke rumah sakit. Telepsikiatri juga mengurangi hambatan stigma (negatif)
pada pasien gangguan jiwa. Ada masyarakat yang keberatan mencari pertolongan ke
psikiater, masuk RSJ nanti ada stigma, ada dampak negatif dan label yang dipikirkan
orang,” terangnya.
Telemedicine bisa membantu mengurangi kekambuhan pada pasien dengan
gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Gangguan jiwa berat tersebut ditandai
dengan halusinasi dan ada gangguan pikiran berupa keyakinan yang tidak lazim
sehingga pasien sulit membedakan yang nyata dan tidak nyata. Sebagai contoh pada
pasien penderita bipolar, jika tidak ada terapi yang baik, maka timbul kekambuhan
yang makin sulit ditangani, stigma negatif, menimbulkan beban keluarga dan
gangguan psikososial jangka panjang.
Covid-19 atau yang dapat disebut juga virus corona ada sejak tahun 2019 dan
mulai masuk ke Indonesia sejak bulan Maret 2020. Sejak masuknya virus covid-19 ke
Indonesia, virus tersebut menyebarluas secara cepat sehingga pemerintah harus
melakukan lockdown atau penguncian diri di dalam rumah masing-masing untuk
menghambat atau menghentikan penyebaran virus corona tersebut. Virus corona
disinyalir sebagai virus yang ganas dan mematikan. Oleh sebab itu, segala aktivitas
sosial diberhentikan. Kegiatan yang biasanya dilakukan seperti sekolah, kuliah,
bahkan kerja, saat ini dilakukan dari jarak jauh melalui daring untuk menghindari
tatap muka.
Segala rutinitas bersosial mendadak terhenti dan digantikan oleh aktivitas
daring. Meskipun rutinitas lama masih dilakukan, namun yang membedakan adalah
dilakukan melalui daring baik memakai laptop, komputer, maupun telepon genggam.
Hal tersebut merupakan sebuah kebiasaan baru yang sangat signifikan. Ada banyak
sekali perubahan yang mengikuti setelah dilakukannya aktivitas secara daring ini.
Saya sebagai mahasiswa tentu saja juga mengalami banyak perubahan setelah
mengganti kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru yang serba daring dan serba dari
rumah. Tidak dapat dihindari dan ditampik bahwa kenyataannya, kondisi psikis dan
mental seseorang dapat sangat terpengaruh dari dibatasinya ruang gerak terhadap
lingkungan sosial. Mendapat tekanan dari berbagai pihak seperti tekanan dari pihak
kampus yaitu tugas yang menggunung, tekanan dari pihak rumah tentang satu dan
dua hal, tekanan psikis karena merasa kesepian, dan sebagainya.
Stress, kesepian, dan cemas berlebih bisa sangat mengganggu kondisi
Kesehatan mental suatu individu. Dari survey yang telah saya lakukan, saya
mendapat hasil bahwa sebagian besar mahasiswa merasakan penurunan kondisi
mentalnya dikarenakan banyak hal. Contohnya adalah kehidupan atau rutinitas yang
monoton, tidak bisa berinteraksi sosial, merasa terkurung karena dalam jangka waktu
yang lama selalu berada di rumah, interaksi di sosial media yang malah membuat
overthinking, memikirkan pemasukan keluarga yang kian menurun, dan lain-lain.
Karena selalu menumpuk beban pikiran yang begitu berat, tak jarang mereka
mengalami perubahan emosi yang drastis. Seperti, menangis sendirian ketika tengah
malam, perubahan emosi yang signifikan dan cepat (misalnya, pagi hari merasa
sangat senang, namun malam harinya berubah menjadi orang paling sedih di dunia),
merasa kesepian yang teramat sangat sampai badan bergetar, bahkan ada yang sampai
badannya sakit dan ngilu akibat beban pikiran yang berlebih. Penurunan kondisi
mental atau psikis yang seperti contoh di atas tidak boleh dibiarkan berlarut-larut
karena akan menggiring kondisi mental ke arah yang jauh lebih buruk.
Isu Kesehatan mental masih dianggap tabu oleh kebanyakan orang di
Indonesia. Mereka selalu menganggap bahwa orang yang mengidap stress akut,
depresi, bipolar, kecemasan tinggi, merupakan sosok yang jauh dari Tuhan dan tidak
mempunyai iman yang kuat serta harus dijauhi. Dicontohkan saja, ketika orang tua
salah seorang teman saya mengetahui bahwa teman saya ingin mengobati stressnya
dengan cara datang ke tenaga professional yaitu psikolog, mereka malah membawa
teman saya ke kyai untuk diruqyah dengan dalih bahwa orang yang datang ke
psikolog adalah orang gila yang jarang beribadah dan kurang imannya serta jauh dari
Tuhan. Stigma buruk tentang Kesehatan mental di masyarakat Indonesia masih
merajalela. Kesadaran tentang pentingnya menjaga Kesehatan mental masih kurang
dan masih sering dikaitkan dengan spiritualitas seseorang kepada Tuhannya. Padahal,
hal tersebut merupakan dua hal yang berbeda dan tidak bisa disamakan.
Men sana in corpore sano atau di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang
kuat membuktikan bahwa Kesehatan tidak hanya dimiliki oleh tubuh atau raga,
namun juga pada jiwa. Seharusnya merupakan hal yang wajar apabila jiwa juga dapat
lelah dan sakit. Solusi untuk menyehatkan dan menguatkan jiwa salah satunya dengan
meminta pertolongan pada tenaga professional dalam hal ini adalah ahli kejiwaan
atau biasa disebut dengan psikolog. Karya ini dibuat untuk mengajak pembaca untuk
terbiasa dan membiasakan diri dengan menjaga kesehatan dan kekuatan jiwanya.
Tidak masalah dan bukanlah suatu hal yang buruk untuk mendatangi ahli jiwa
maupun psikolog. Untuk mewujudkan hidup yang sejahtera, diperlukan kesehatan
jiwa yang merata.
Daftar Pustaka