Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Alur : Adalah rangkaian peristiwa yang disusun berdasar hubungan kausalitas.

(Sayuti, 2017:76)
Stanton (1965: 14) rnisalnya, mengemukakan bahwa plot adalah
cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny (1966: 14)
mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan
dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun
peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Jauh sebelurnnya,
seperti ditunjukkan di atas, Forster juga telah mengernukakan hal
yang senada. Plot, menurut Forster (1970 (1927): 93) adalah peristiwaperistiwa
cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan
kausalitas. cerita dengan plot, mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi
merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat
dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk
mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu.

Struktur Alur :

Tahap Awal :
1. Pemaparan atau eksposisi :
- Untuk memberitahukan berbagai informasi yang diperlukan dalam pemahaman cerita
- Merupakan fungsi primer dalam kaitannya dengan awal suatu cerita
2. Instabilitas

Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada tahap awal cerita :


1. Merupakan pilihan terakhir yang dilakukan oleh pengarang
2. Merupakan peristiwa yang terkait erat dengan karakter tokoh utama, tetapi peristiwa
itu merupakan mata rantai pertama bagi peristiwa-peristiwa yang berkausalitas
3. Merupakan penggambaran khusus tentang konflik yang akan berbuntut pada peristiwa
berikutnya.
4. Sebuah peristiwa besar dalam latar tertentu dan ia mengandung konflik tertentu pula.
5. Merupakan peristiwa kecil untuk melukiskan watak tokoh.
6. Merupakan pengenalan tokoh utama.
7. Merupakan deskripsi atau narasi tertentu.
8. Merupakan informasi tempat, waktu, dan sosial budaya.
9. Merupakan komplikasi tertentu yang akan mengarahkan minat tertentu pada diri
pembaca.
10. Merupakan hal yang mengarah pada sudut pandang.

Tahap Tengah :

Konflik dalam cerita mulai berkembang dalam perpindahan awal cerita menuju tengah cerita.

Konflik dibedakan menjadi tiga jenis :


1. Psychological conflict atau konflik kejiwaan
2. Social conflict atau konflik sosial
3. Physical or element conflict atau konflik alamiah

Komplikasi dan Klimaks :


- Komplikasi merupakan perkembangan konflik permulaan atau konflik permulaan
yang bergerak dalam mencapai klimaks.
- Klimaks merupakan titik intensitas tertinggi komplikasi, yang darinya titik hasil
(outcome) cerita akan diperoleh dan tak terelakkan.

Kaidah Alur :
1. Plausibilitas (kemasukakalan)
- Jika tokoh-tokoh cerita dan dunianya dapat diimajinasikan (imajinable)
- Jika memiliki kebenaran untuk dirinya sendiri
- deus ex machina (dewa dari langit)
2. Suspense
- Membangkitkan rasa ingin tahu
- Ketidaktentuan harapan atau perasaan kurang pasti terhadap peristiwa yang akan
terjadi
3. Surprise (kejutan)
- Jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang
atau bahkan bertentangan dengan harapan pembaca
- Memperlambat atau mempercepat klimaks
4. Unity (keutuhan)
Seluruh aspek cerita berhubungan membentuk satu kesatuan yang utuh dan padu.

Jenis Alur :
A. Berdasar penyusunan peristiwa:
- Alur progresif/kronologis/maju: alur yang peristiwa-peristiwanya disusunsecara
kronologis.
- Alur regresi/flash back/sorotbalik/mundur: alur yang peristiwa-peristiwanya disusun
secara tidak kronologis.
- Alur campuran: alur yang merupakan perpaduan alur progresif dan regresif

Dalam Novel Cintaku di Kampus Biru menggunakan alur progresif/kronologis/maju.


Dibuktikan dari keurutan peristiwa yang dialami oleh tokoh utama yaitu Anton. Tidak ada
sorot balik atau alur mundur maupun campuran di dalam keberlangsungan ceritanya.
Dimulai dari Anton yang Bersama dengan Marini, kemudian ia bertemu Erika lalu jatuh
cinta, lalu ia yang ditolak oleh ibunda Erika, Lalu Anton yang jatuh cinta dengan
dosennya sendiri yang bernama ibu Yusnita, dan lain sebagainya. Urutan peristiwa dalam
novel ini terjadi secara runtut.

B. Berdasarkan Kualitasnya :
- Alur Rapat : alur yang alur utamanya tidak dapat disisipi alur lain.
- Alur longgar : alur yang alur utamanya masih dapat disisipi alur lain.

Dalam novel Cintaku di Kampus Biru menggunakan alur longgar. Dibuktikan dari
penggambaran atau penjabaran kehidupan Anton sebagai Alur utamanya dan disisipi
dengan cerita hidup tokoh lain sebagai sisipannya. Ketika Anton bertemu dengan
seseorang, penulis menceritakan secara singkat tentang kehidupan tokoh tersebut.
Misalnya, Ketika ia Bersama dengan Marini, penulis menggambarkan sosok Marini dan
kehidupannya dari sudut pandang Marini sendiri dan dari sudut pandang Anton. Tidak
hanya dari segi fisik, penggambaran tokoh juga berupa sifat, sikap , dan perilakunya. Lalu
Ketika Anton bertemu dengan Erika, penulis lagi-lagi menggambarkan atau menjabarkan
kehidupan Erika dari kedua sudut pandang. Seperti itu terus sampai Anton bertemu
dengan banyak tokoh dan cerita kehidupan tokoh tersebut menjadi sisipan alur utama.

C. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan

Dengan kriteria kepadatan dimaksudkan sebagai padat atau tidaknya pengembangan


dan perkembangan cerita pada sebuah karya fiksi. Peristiwa demi peristiwa yang dikisahkan
mungkin berlangsung susul-menyusul secara cepat, tetapi mungkin juga sebaliknya. Keadaan
yang pertama digolongkan sebagai karya yang berplot padat, rapat,
sedang yang kedua berplot longgar, renggang.
Plot Padat. Di samping cerita disajikan secara cepat, peristiwaperistiwa fungsional
terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antarperistiwajuga terjalin secara erat, dan
pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk terus-menerus mengikutinya. Antara peristiwa
yang satu dengan yang Jain-yang berkadar fungsional tinggi-tak dapat dipisahkan atau
dihilangkan salah satunya. Jika hal itu dilakukan, kita sebagai pembaca akan merasa
kehilangan cerita, kurang dapat memahami hubungan sebab akibat, atau bahkan kurang
memahami cerita secara keseluruhan. Setiap peristiwa yang ditampilkan terasa penting dan
berperanan menentukan dalam rangkaian cerita itu, Namun, yang perlu dicatat adalah bahwa.
kadar kepadatan antar tiap bab, episode, atau bagian sebuah novel biasanya tidak sarna. Jika
kehilangan pad a bagian yang padat inilah kita pembaca dapat merasa kehilangan. Novel
yang berplot pad at, sebagai konsekuensi ceritanya yang padat dan cepat, akan kurang
menampiikan adegan-adegan penyituasian yang berkepanjangan. Hal itu disebabkan
pelukisan keadaan atau penyituasian itu akan mempunyai efek memperlambat cerita, atau
paling tidak mengendorkan "ketegangan" pembaca. Barangkali tidak mudah mencari contoh
karya yang secara keseluruhan bersifat padat, walau pada sebagian besar episodenya padat.
Novel-novel seperti Belenggu, Kemelut Hidup, dan Siklus kiranya dapat dikategorikan
sebagai novel lebih banyak mengandung bagian yang pada\. Novel-novel Sydney Sheldon-
yaitu seorang pengarang Amerika yang karya-karyanya pada umumnya menjadi best seller
tingkat dunia dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia-
seperti Butir-butir Waktu, Garis Darah, Larut Tengah Malam, Konspirasi Hari Kiamat , dan
lain-lain boleh dikatakan bersifat padat secara keseluruhan. Membaca novel-novel tersebut
seolah-olah kita selalu dituntut tanpa henti karen a setiap bagian teras a penting dan
menentukan.
Plot Longgar. Dalam novel yang berplot IOP.ggar, pergantian peristiwa demi
peristiwa penting (baca: fungsional) berlangsung lambat di samping hubungan antarperistiwa
tersebut pun tidaklah erat benar. Artinya, antara peristiwa penting yang satu dengan yang lain
diselai oIeh berbagai peristiwa "tambahan", atau berbagai pelukisan tertentu seperti
penyituasian latar dan suasana, yang kesemuanya itu dapat memperlambat ketegangan cerita.
Banyaknya (barangkali juga: panjangnya) pelukisan tersebut menyebabkan sebuah novel
menjadi tebal walau ceritanya sendiri mungkin tidaklah terlalu panjang. Dialogdialog tertentu
yang berkepanjangan yang tak secara langsung men entukan jalannya plot, misalnya saja
yang berisi berbagai pesan moral, juga mengurangi ketegangan dan hanya lebih mempertebal
buku. Dalam kaitan ini pengarang mungkin sengaja memanfaatkan apa yang disebut digresi.
Digresi, yang berasaJ dari istilab Latin digression yang dapat diindonesiakan menjadi
lanturan, rnenyaran pada pengcrtian penyimpang~n dari tern a pokok sekedar untuk
mempercantik cerita dengan unsur-unsur yang tidak langsung berkaitan dengan tema
(Hartoko & Rahmc.nto, 1986: 33). Pengarang sellgaja memasukkan unsur-ullsur tertentu,
baik yang berupa ketelitian pelukisan setting, keadaan fisik seorang tokoh, dialog-dialog yang
sengaja dibuat segar at au sengaja diplesetkan, maupun hal-hal yang lain yang dapal men
ambah kelengkapan informasi yang disampaikan. Penampilan hal-hal tersebut, misalnya pada
karya-karya yang tergolong "kering" dapat menjadikan cerita terasa segar dan lebih menarik.
Selain itu, pemasukan unsur-unsur itu dapat juga menciptakan "ketegangan" yang lain.
Dengan demikian, pemanfaatan unsur digresi dalam karya fiksi, walau bersifat melonggarkan
ketegangan kisah yang ditampilkan, dapat memberikan kemanfaatan yang lain. Namun, hams
dicatat pula bahwa tak selamanya penambahan unsur-unsur ter~ebut tepat dan menarik.
Membaca novel yang berplot longgar, dengan demikian, kita dapat meninggalkan adegan-
adegan tertentu, pelukisan-pelukisan tertentu yang berkepanjangan yang barangkali bagi
pembaca tertentu membosankan, tanpa harus kehilangan alur utama cerita. Walau membaca
novel dengan meloncati halaman-halaman tertentu, atau alenia-alenia tertentu, kita masih
tetap dapat memahami keseluruhan cerita dengan baik. Bahkan barangkali dengan meloncati
bab{-bab) tertentu, untuk contoh kasus yang ekstrem, kita masih juga dapat memahami isi
keseluruhan cerita. Hal yang demikian lebih banyak dijumpai dalam novel-novel Indonesia
pada awal pertumbuhannya seperti Siti Nurbaya dan Pertemuan Jodoh. Bahkan, novel Pada
Sebuah Kapal pun pada bagian awal terlalu berkepanjangan, kendor, dan longgar.
Namun, perlu dicatat bahwa pengkategorian plot ke dalam padat dan longgar lebih
bersifat gradasi. Pada kenyataannya tidak mudah dan cukup riskan untuk mengkategorikan
plot sebuah novel ke dalam padat atau longgar. Sebab, setiap novel akan mengandung
bagian-bagian tertentu yang berJangsung cepat, menegangkan, menentukan, sangat
fungsional, namun di bagian lain ada yang terasa longgar, lambat, dan berkepanjangan
padahal kurang fungsional. Jika peristiwa-peristiwa yang dikemukakan terus-menerus
fungsional-artinya, mempengaruhi perkembangan plot-sehingga ketegangan senantiasa
terjaga, ia merupakan plot pad at. Sebaliknya, jika lebih banyak peristiwa selingan atau kaitan
yang kurang fungsional yang ditampilkan, atau peristiwa acuan yang lebih merupakan unsur
digresi. ketegangan akan selalu dikendorkan dan ia akan menghasilkan plot yang long gar.
Plot sebuah novel akan mengandung balk peristiwa fungsional maupun yang kurang
fungsional. Yang berbeda adalah kadarnya, dan itu bersifat gradasi. Artinya, ada novel yang
lebih banyak menyajikan peristiwa-peristiwa fungsional, ada yang seimbang antara
keduanya, dan ada yang lebih menonjol peristiwa selingannya. Hal inilah kiranya yang dapat
dipakai seQagai kriteria menentukan apakah sebuah novel tergolong berplot padat atau
longgar.
Dalam novel Cintaku di Kampus Biru, Anton mencoba menyeselsaikan masalah
dalam hidupnya satu persatu. Masalah dengan Bu Yusnita dapat diselesikan ketika diadakan
riset di Dieng. Melalui segla perhatian, dan kebaikan Anton akhrnya Bu Yusnita mampu
meluluhkan hatinya, bahkan Bu Yusnita dan Anton memiliki hubungan khusus. Kisah cinta
Anton dengan Marini harus berakhir. Akhirnya Anton tersadar bahwa saat ini Erikalah yang
benar-benar membutuhkan dirinya dan cerita ditutup dengan bersatunya cinta Erika dan
Anton. Bagian ini merupakan jawaban atas teka-teki siapa sebenarnya yang menjadi jodoh
Anton.
Dari segi cerita, novel Cintaku di Kampus Biru ini beralur padat atau tertutup. Di akhir cerita
pengarang memberi kesimpulan kepada pembaca. Pembaca tidak diberikan kesempatan untuk
menafsirkan sesuatu yang mungkin terjadi kepada tokoh-tokohnya. Semua permasalahan
yang dihadapi oleh tokoh mampu diatasi dengan baik. Akhir dari cerita pun tidak
menggantung melainkan sudah ditentukan.

D. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria lsi


Dengan isi dimaksudkan sebagai sesuatu, masalah, kecenderungan masalah, yang
diungkapkan dalam cerita. Jadi, sebenarnya, ia lebih merupakan isi cerita itu sendiri secara
keseluruhan daripada sekedar urusan plot. Friedman (dalam Stevick, 1967: 157-65)
membedakan plot jenis ini ke dalam tiga golongan besar, yaitu plot peruntungan (plot ot
fortune), plot tokohan (plot of character), dan plot pemikiran (plot of thought).
Plot Peruntungan. Plot peruntungan berhubungan d engan cerita yang
mengungkapkan nasib, peruntungan, yang menimpa tokoh (utama) cerita yang bersangkutan.
Manusia, memang, sering dipermainkan nasib. Friedman sendiri tidak menjelaskan apa yang
dimaksudkan dengan plot peruntungan, melainkan langsung menunjuk pada bermacam
bentuknya. Plot peruntungan dibedakan menjadi: (a) plot gerak (action plot), (b) plot sedih
(pathetic plot), (c) plot tragis (tragic plot), (d) plot penghukuman (punitive plot), (e) plot
sentimental (sentimental plot), dan (f) plot kekaguman (admiration plot).
Plot Tokohan. Plot tokohan menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh. tokoh
yang menjadi. fokus perhatian. Plot tokohan lebih banyak menyoroti keadaan tokoh daripada
kejadian-kejadian yang ada atau yang berurusan dengan pemplotan. Kejadian-kejadian
sendiri menjadi penting sepanjang mengungkapkan did tokoh. Hal ini berbeda dengan novel
yang bersifat plotan yang lebih menekankan pentingnya peristiwa dan bagaimana urutan serta
keterikatan antarperistiwa. Jadi, jika yang pertama itu disebut sebagai novel tokohan, yang
kedua dinamakan sebagai novel plotan. Plot tokohan dibedakan ke dalam (a) plot
pendewasaan (maturing plot), (b) plot pembentukan (reform plot), (c) plot pengujian (testing
plot), dan (d) plot kemunduran (degeneraion plot).
Plot Pemikiran. Plot pemikiran mengungkapkan sesuatu yang menjadi bah an
pemikiran, keinginan. perasaan, berbagai mac am obsesi, dan lain-lain hal yang menjadi
masalah hidup dan kehidupan manusia . Unsur-unsur pemikiran tersebut dalam novel jenis ini
mendapat penekanan, lebih daripada pada rnasalah keja:lian dan tokoh ceritanya itu sendiri.
Friedman membedakan plot pemikiran ke dalam (a) plot pendidikan (education plot), (b) plot
pembukaan rahasia (revelation plot), (c) plot afektif (affektil'e plot), dan (d) plot kekecewaan
(disillusionment plot).
Pembagian di atas terlihat lebih bersifat teoretis dan mungkin seka:li tumpang tindih.
Sebuah novel mungkin. saja dapat dikelompokkan dalam dua kategori sekaligus. Misalnya,
novel Kemelut hidup dapat dikategorikan sebagi novel berplot tragis, jika berdasarkan
ketragisan tokoh Abdulrahman, atau berplot kekecewaan, mengingat masalah kejujuran justru
dianggap sebagai melawan arus dan terkesan sebagai menggelikan dan tidak populer.
Akhirnya perlu juga dikemukakan bahwa pembagian di atas tidak populer, dalam arti tidak
banyak diikuti orang. Orang tampaknya lebih banyak mendeskripsikan plot suatu karya ke
dalam kategori-kategori yang dibicarakan sebelumnya
Dalam novel Cintaku di Kampus Biru, plot menurut kriteria isi dapat dikategorikan
kedalam plot tokohan. Hal ini dibuktikan dari segi konflik dan pengembangan konflik, pusat
penceritaan yaitu pada keadaan tokoh daripada kejadian-kejadian lainnya. Fokus penceritaan
keadaan tokoh disini yaitu permasalahan yang dialami oleh toloh Anton. Anton dihadapkan
pada permasalahan Bu Yusnita, dosen berpasar cantik, tetapi terkesan galak. Permasalahan
dengan Bu Yusnita berawal Saat Anton kurang bisa menerima pemberian nilai mata kuliah
yang diberikan oleh Bu Yusnita. Anton melakukan protes, dan tuntutan anton ternyata
berakibat buruk. Bu Yusnita menuntut agar para dosen melakukan siding akibat ulah Anton
yang memprotes dan meremehkan keputusan Bu Yusnita sebagai dosen. Mengetahui hal
tersebut, Pak Gunawan memanggil Anton secara pribadi dan ingin mendengar peristiwa yang
sesungguhnya dari Anton. Beliau mempertahankan Anton yang dapat ancaman DO. Pak
Gunawan cenderung sebagai penengah dalam masalah itu, tanpa memihak siapapun beliau
berusaha menetralkan situasi antara Anton dan Bu Yusnita yang saat itu memanas.

Anda mungkin juga menyukai