Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ALUR DALAM PROSA FIKSI


MAHASISWA PESERTA MATA KULIAH APRESIASI PROSA FIKSI
PROGRAM S1, SEMESTER 6 TAHUN 2018/2019

OLEH :
ASRI RAMADHANI 1605075041
FITRIANI 1605075048
DWI JAYANTI 1605075062
GURITNA PUJI ASTUTI 1605075067
YOLANDA KRESENSIA DEW 1605075088
NUR EKA HASWATI 1605075071
ANDI SELFY BENGKE 1605075091

Alfian Rokhmansyah, S.S., M.Hum.


(DOSEN PEMBINA MATA KULIAH APRESIASI PROSA FIKSI)

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2018/2019
PEMBAHASAN

Alur dan Pemahan Alur dalam Prosa Fiksi

A. Pengertian Alur

Dalam buku Pengantar Apresiasi Karya Sastra oleh Drs. Aminuddin, M.Pd.
Mengatakan bahwa pengertian alur dalam cerpen atau dalam karya fiksi pada umumnya
adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin
suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Menurut Robert Stanton dalam buku Teori Fiksi alur merupakan rangkaian
peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas dalam peristiwa-
peristiwa yang terhubung secara kausal. Peristiwa kausal merupakan merupakan
peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak
dapat diabaikan karena berpengaruh pada keseluruhan karya.
Dalam buku Pengkajian Prosa Fiksi oleh Andri Wicaksono,M.Pd. Alur
merupakan salah satu unsur fiksi yang penting, bahkan bisa jadi orang menganggapnya
sebagai unsur fiksi yang paling penting dibandingkan dengan unsur fiksi yang lain. Alur
yang mendasari kisah. Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Oleh
sebab itu antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dalam alur harus saling
berhubungan. Dengan kata lain, alur harus memiliki keterpaduan sehingga apabila salah
satu peristiwa dihilangkan dengan sengaja maka keseluruhan cerita akan rusak.
Sudjiman (1998: 29) mengatakan bahwa alur adalah rangkaian berbagai peristiwa
yang disajikan dalam urutan tertentu sehingga membangun tulang punggung cerita.
Peristiwa-peristiwa yang dipilih akan mempengaruhi perkembangan alur. Walau cerita
merupakan deretan peristiwa yang terjadi sesuai dengan urutan waktu secara kronologis
dalam sebuah karya fiksi, urutan peristiwa itu sering disiasati dan dimanipulasi sehingga
menjadi kompleks. Peristiwa yang dikisahkan tak harus urut dari awal sampai akhir,
melainkan dapat dimulai dari titik peristiwa mana saja sesuai dengan keinginan dan
kreavitas pengarang
Jadi dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa alur adalah tahapan-
tahapan peristiwa yang membentuk sebuah cerita.

B. Peristiwa, Konflik, dan Klimaks


1. Peristiwa

Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang
lain (Luxemburg, dkk, 1984: 150). Peristiwa dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu
peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan:
a. Peristiwa fungsional yaitu peristiwa yang mempengaruhi pengembangan alur
atau plot. Rangkaian peristiwa-peristiwa fungsional merupakan inti dari cerita.
Jika sebuah peristiwa fungsional dihilangkan akan menyebabkan cerita itu
menjadi lain atau bahkan menjadi tidak logis.
b. Peristiwa kaitan, yaitu peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengaitkan
peristiwa-peristiwa yang penting dalam pengurutan penyajian cerita.
c. Peristiwa acuan, yaitu peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh atau
berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsure-
unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana
yang melengkapi batin seorang tokoh.

Sebagai contoh peristiwa pada novel Pintu karya Fira Basuki, peristiwa
fungsional dapat dilihat dari kehidupan Bowo terlahir sebagai bayi kuning yang ternyata
memiliki indra keenam yang mampu melihat kehidupan yang tidak kasat mata. Bowo
yang menjalinn hubungan dengan beberapa wanita yang ditemuinya yang memiliki watak
berbeda sehingga akhirnya mengetahui kenyataan jika seorang wanita yang dulu
dicintainya masih setia menunggunya yang terjawab pada akhir cerita pintu hati pun
terbuka.

Peristiwa kaitan yang kurang mempengaruhi pengembangan plot cerita adalah


dialami oleh Bowo saat menjalin hubungan bersama Erna, ternyata pada akhirnya
diketahui memiliki niat yang jahat. Selain itu, juga mengenai peritiwa Bowo bersama
Paris yang menyembunyikan identitasnya sebagai istri orang lain dan menjalin hubungan
hingga akhirnya berpisah dan meniikahi seorang wanita idaman orang tuanya. Untuk
peristiwa acuan, dapat dilihat ketika Bowo memilih bekerja untuk membiayai hidupnya
pada saat ayahnya tidak lagi bisa membiayainya. Bowo akhirnya bekerja kepada Antoni
yang menjerumuskan dirinya berurusan dengan kepolisian.

2. Konflik
Awal struktur yang kadang-kadang juga disebut “mengawali aksi” atau “titik
serangan” tidak harus berupa tahap awal tindakan yang dibawa ke klimaks dalam
karya fiksi. Banyak cerita pendek dimulai pada titik klimaks itu sendiri dan penulis
drama sering menangkap perhatian pembaca/penonton dalam adegan pembuka
dengan insiden representative, terkait erat dan sebelum acara yang mengendap situasi
pusat atau konflik (Abrams, 1999: 227). Konflik yang notabane adalah kejadian yang
tergolong penting. Jadi, ia berupa peristiwa fungsional, utama atau karnel; merupakan
unsure yang esensial dalam pengembangan plot.
Konflik adalah suatu yang dramatic mengacu pada dua kekuatan yang
seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balas (Wellek and Warren, 1993:
285). Konflik dibagi atas dua bagian yaitu eksternal-internal.
a. Konflik eksternal atau konflik fisik
Konflik yang teradi antara seseorang tokoh dengan sesuatu di luar dirinya, yaitu
dengan lingkungan alam atau dengan lingkungan manusia, seperti konflik fisik
dan konflik sosial. Konflik ini dibagi menjadi dua macam yaitu:
1) Konflik fisik
Konflik eksternal, dalam hal ini konflik fisik. Bisa saja konflik antara satu
tokoh dengan tokoh lainnya sebagai makhluk sosial. Selain itu, konflik fisik
dapat diartikan adanya ketegangan antara tokoh-tokoh cerita yang berkaitan
dengan perseteruan yang melibatkan anggota tubuh manusia, seperti: meninju,
menendang, demontrasi, peperangan, baku hantam, bekelahi dan sebagainya.
2) Konflik sosial
Konflik jenis ini terjadi karena adanya kontak sosial antarmanusia. Masalah
muncul akibat adanya hubungan sosial antar manusia. Konflik sosial bisa
terjadi antara manusia lawan manusia atau manusia lawan masyarakat .
misalnya saja berupa masalah penindasan, peperangan, pengkhianatan,
pemberontakan terhadap adat lama dan sebagainya.

3. Klimaks
Klimaks menurut Stanton (1965: 16) adalah saat konflik telah mencapai tingkat
intensitas tertinggi dan saat hal itu merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari
kehadirannya., artinya berdasarkan tuntutan dan kelogisan cerita. Peristiwa saat itu
harus terjadi dan tidak boleh tidak. Klimaks sangat menentukan arah perkembangan
plot, klimaks mungkin tidak bersifat spektakuler. Klimaks merupakan titik pertemuan
kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagimana oposisi tersebut dapat
terselesaikan.

C. Kaidah-Kaidah Alur
Ada beberapa faktor penting dalam alur. Kenney (1966:19) menyebutkan dengan
empat hukum alur. Empat hukum alur ini diharapkan ada dalam alur.
1. Plausibility (Kebolehjadian/Kelogisan/Masuk Akal)
Cerita harus meyakinkan, meyakinkan tidak mensyaratkan cerita yang realistis,
tetapi yang masuk akal. Plausibilitas mengarah pada pengertian sesuatu hal yang
dapat dipercaya sesuai dengan cerita. Sebuah cerietaka dikatakan memiliki sifat
plausibilitas jika tokoh-tokoh, cerita dan dunia dapat diimajinasi. Adanya
kebolehjadian itu dapat juga diartikan bahwa penyelesaian masalah pada akhir
cerita sesungguhnya sudah terbayang diawal cerita dan biasanya sudah terbayang
pada waktu klimaks tercapai.
2. Suspense (Tegangan/Rasa Ingin Tahu)
Tegangan ialah ketidakpastian yang berkepanjangan dan semakin menjadi-jadi.
Adanya ketegangan cerita menimbulkan rasa ingin tahu yang sangat besar bagi
pembaca untuk mengetahui lanjutan cerita. Dengan tegangan kita memaknai
ketidakpastian yang mengandung harapan mengenai hasil cerita. Sebenarnya
tegangan lebih dari sebuah masalah dari ketidaktahuan sesuatu itu akan berakhir.
Sebuah cerita-cerita yang baik harus mampu membangkitkan suspense
pembacanya. Salah satu cara untuk membangkitkan suspense sebuah cerita adalah
menampilkan apa yang disebut foreshadowing atau penampilan peristiwa tertentu
yang bersifat mendahului. Namun peristiwa biasanya ditampilkan secara tak
langsung terhadap peristiwa yang penting yang akan dikemukakan kemudian.
3. Surprise (Kejutan)
Sebuah cerita yang baik selain harus mampu membangkitkan suspense juga
mampu menciptakan surprise kepada pembacanya. Jika apa yang sebenarnya
terjadi pertentangan harapan tokoh telah terbentuk, ini dikenal sebagai kejutan.
Ketegangan dan kejutan adalah sumber utama dari kekuatan cerita secara awam.
Alur sebuh karya fiksi dikatikan memberikan kejutan jika sesuatu yang
dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau
bertentangan harapan pembaca.
4. Unity (Keutuhan)
Seluruh aspek cerita saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang
utuh-padu. Sebuah plot umumnya dikatakan memiliki kesatuan jika dapat
ditangkap dan dimengerti oleh pembaca. Karya sebagai struktur yang lengkap,
tidak ada bagian atau struktur karya yang menonjol (Abrams, 1999:225-226)

D. Tahapan-Tahapan Alur
1. Tahap Awal; tahap awal sebuah cerita merupakan tahap pengenalan. Pada
umumnya berisi informasi yang berkaitan dengan bebagai hal yang akan
dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Fungsi pokok tahapan awal adalah
memberikan informasi dan penjelasan seperlunya yang berkaitan dengan
pelataran dan penokohan. Pada tahapan ini, juga sudah dimunculkan konflik,
pertentangan-pertentangan dan lain-lain yang akan memuncak dibagian tengah.
2. Tahap Tengah; tahap tengah sebuah cerita sering juga disebut sebagai tahap
tikaian. Pada tahap ini konflik yang suidah mulai dimunculkan pada tahap awal
mengalami peningkatan, semakin menegangkan hingga mencapai titik intensitas,
semakin menegangkan hingga mencapai titik intensitas tertinggi atau klimaks.
3. Tahap Akhir; tahap akhir sebuah cerita biasa disebut sebagai tahapan peleraian
yang menampilkan adegan tertentu sebagai akibat dari klimaks. Tahapan ini
merupakan tahapan penyelesaian masalah atau biasa disebut sebagai tahpan anti
klimaks. Penyelesaian sebuah cerita dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
penyelesaian terutup dan penyelesaian terbuka. Peyelesaian tertutup menunjuk
pada keadaan keadaan akhir sebuah karya fiksi yang memang sudah selesai.
Sedangkan penyelesaian terbuka lebih membuka peluang bagi kelanjutan cerita
sebab konflik belum sepenuhnya selesai dan membuka peluang untuk berbagai
penafsiran dari pembacanya.

Dalam cerita fiksi tahapan peristiwa dapat beraneka ragam. Montage dan
henshaw, misalnya menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita
dapat tersusun dalam tahapan expocition, yakni tahapan awal yang berisi penjelasan
tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang
mendukung cerita; rising action, yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam
cerita mulai berkonflik; crisis. Situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi
gambaran nasib oleh pengarangnya; climax, situasi puncak ketika konflik berada
dalam kadar yang paling tinggi hingga parah pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya.
Sendiri-sendiri; falling action, kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan
dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita.

Loban dkk menggambarkan gerak tahapan alur cerita seperti halnya gelombang.
Gelombang itu berasal dari :
1. Eksposisi
2. Komplikasi atau intrik-intrik awal yang akan berkembang menjadi konflik
3. Klimaks
4. Revelasi atau penyingkatan tabir suatu problema
5. Denouement atau penyelesaian yang membahagiakan yang dibedakan menjadi
catastrotph yakni penyelesaian yang menyedihkan dan solution yakni
penyelesaian yang bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang dipersilahkan
menyelesaikan lewat gaya imajinasinya

EKSPOSISI KOMPLIKASI KLIMAKS REVELASI DENOUEMENT


DAN KONFLIK
E. Jenis Alur

Perbedaan alur dapat di kategorikan dalam beberapa jenis yang berdasarkan tinjauan
atau kriteria yang berbeda sebagai berikut.

1. Alur Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu


Urutan waktu yang dimaksudkan adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Berdasarkan urutan waktu, plot
dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu kronologis dan tak kronologis. Cerita tidak
dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir,
baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.
a. Alur Progresif
Pengungkapan cerita lebih dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini atau
masa lalu menuju ke masa yang akan datang. Plot progresif biasanya menunjukan
kesederhanaan cara penceritaan, tidak berbelit-belit, dan mudah diikuti. Peristiwa-
peristiwa disusun berurutan mulai dari situation ( melukiskan keadaan ), generating
circumtancer ( peristiwa-peristiwa mulai bergerak ), rising action ( keadaan mulai
memuncak ) , climax ( mencapai titik puncak ), dan denoument ( pemecahan sosial,
penyelesaian ).
Alur dalam novel ayat-ayat cinta karya Habiburrahman El- Shirazy adalah alur maju atau
progresif. Pengungkapan cerita dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa kini ke
masa yang akan datang. Namun, pada penjalinan cerita, pengarang tidak hanya
mengisahkan cerita berjalan ke masa depan saja namun kadang juga kembali ke masa
lalu.
b. Alur Regresif
Alur tak kronologis di sebut sebagai alur sorot balik ( flashback ) atau regresif. Urutan
kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat
kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan dari tahap tengah atau bahkan
tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan ( Nurgiantoro, 2009.2-153-
154).
Peristiwa dalam cerita disusun tidak berurutan. Pengarang dapat memulainya dari
peristiwa terakhir atau peristiwa yang ada ditengah, kemudian menengok kembali pada
peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya. Susunan demikian disebut alur sorot balik atau
alur “flashback”, seperti diterangkan berikut : penyelaan urutan kronologis didalam karya
sastra dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya; balikan didalam urutan cerita
kepada peristiwa yang terjadi sebelumnya; acaranya dengan pengacuan, dengan
menyajikan renungan atau kenangan salah satu tokoh, mimpi, atau dialog; istilah lain :
sorot balik, atau tinjau balik ( Rahmanto dan Harianto,1998:2.11).
Dalam novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata, macam alur atau plot yang
dipaki adalah regresif atau sorot balik. Alur yang dipakai penulis dalam novel tersebut
terdapat cerita mundur atau kilah balik ke masa lampau untuk menceritakan suatu
permasalahan untuk memperjelas sesuatu.Di bagian awal buku diceritakan secara
flashback kenangan masa kecil ikal bersama keluarganya di Belitog. Sosok ayahnya yang
pendiam tapi penuh kasih kepada keluarganya nampaknya memiliki porsi yang istimewa
di buku ini. Sososk ayah ini pula yang menginspirasi Ikal untuk tidak menyerah pada
nasib bahkan melecut semangatnya dalam mewujudkan mimpi-mimpi. Dalam salah satu
bagian Andrea mengungkapkannya seperti ini :

“jika dulu aku tak menegakkan sumpah untuk sekolah setinggi-setingginya demi
maetabat ayahku, aku dapat melihat diriku dengan terang sore ini; sedang berdiri
dengan tubuh hitam kumal, yang kelihatan hanya mataku,..” (Maryamah Karpov, hal:17)

a. Alur Campuran
Alur campuran adalah alur yang diawali klimaks, kemudian melihat lagi masa lampau
dan dilanjutkan sampai pada penyelesaian. Alur yang diceritakan dari masa lalu ke
masa sekarang kembali lagi ke masa lalu, kemudian ke masa yang akan datang atau
sebaliknya. Oleh karena itu, cerita yang menggunakan alur ini ada bagian yang
menceritakan masa lalu dan masa mendatang.

Novel Para Priyayi karya Umar Karam menggunakan dominasi alur campuran.

Setelah menceritakan segala tentang Sastrodarsono dan keluarganya pada bagian


kedua, selanjutnya menceritakan begaimana kisah hidup tiap tokoh.

Dengan menggunakan alur campuran seperti itu, novel ini menjadi lebih hidup. Dengan
menceritakan lika-liku kehidupan semua tokoh yang ada, dapat membuat pembaca
merasa mengenal semua tokoh dalam novel.

Novel ini juga merupakan salah satu novel yang menarik karena alurnya. Banyak novel-
novel di Indonesia yang menggunakan alur campuran semacam itu. Alur campuran dapat
merangsang pembaca utnuk terus mengikuti cerita sehingga memunculkan rasa penasaran
terhadap jalan cerita dan akan terus membaca sampai selesai serta mengungkap semua
rasa penasaran akan jalan cerita yang terangkai dalam novel.

Selain novel Para Priyayi, mari kita cermati novel dengan alaur campuran dalam
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Alur atau plot dalam novel ini menggunakan alur
maju-mundur. Cerita adalah kilas balik ingatan tokoh utama akan masa silam ketika
menimaba ilmu di Pondok Pesantaren Madani hingga membuahkan hasil yang
membanggakan di masa kini, yaitu bisa melanjutkan studi di Amerika. Ini terlihat dari
kisah Alif Fikri yang berada di Washington DC.

Wangshington DC, Desember 2003 jam 16:00

Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun
putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiran
langsug terbagun jauh ke masa lalu, masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku
(Negeri 5 Menara, hal:1).

Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala


Sekolahku memberi selamat karena ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di
Kabupaten Agama (Negeri 5 Menara,hal:5).

2. Alur Berdasarkan Kualitas (Kriteria Kepadatan)


Alur berdasarkan kualitasnya dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Alur Erat
Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur yang
terbentuk apabila sub-plot (alur pembantu) mendukung alur pokoknya. Hubungan
antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya begitu padu sehingga tidak
memungkinkan apabila bagian-bagian pembentuk peristiwa itu dilepaskan. Peristiwa
yang dimunculkan semuanya penting. Jalinan peristiwa sangat padu sehingga apabila
salah satu peristiwa ditiadakan maka dapat mengganggu keutuhan cerita secara
keseluruhan.

b. Alur Longgar

Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita, hubungan
antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya terjalin secara renggang. Pengarang
menyelingi peristiwa-peristiwa yang ada itu dengan peristiwa lain yang tidak begitu
berhubungan dengan inti cerita sehingga bila peristiwa-peristiwa ditinggalkan tidak
mengganggu struktur cerita secara keseluruhan. Hubungan antara peristiwa yang satu
dengan yang lainnya terjalin secara renggang. Pengarang menyelingi peristiwa-
peristiwa yang ada itu dengan peristiwa lain yang bisa jadi tidak berkaitan dengan
keberlangsungan cerita, tidak begitu berhubungan dengan inti cerita jika peristiwa-
peristiwa ditanggalkan maka tidak mengganggu struktur cerita secara keseluruhan.

3. Alur Berdasarkan Kuantitas (Kriteria Jumlah)


a. Plot Tunggal

Dalam alur tunggal biasanya cerita menampilkan serang tokoh utama dan hanya
mengembangkan sebuah cerita. Cerita hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh
tersebut. Alur ini hanya terjadi pada fiksi yang memiliki satu jalan cerita saja, hanya
terjadi pada fiksi yang memiliki satu jalan cerita saja, biasanya terjadi pada cerpen.
Selain pada cerpen, plot jenis ini mudah ditemui untuk novel/roman Era 1920-an atau
jenis Novel Teenlit. Tokoh utama pembawa cerita pada Roman Siti Nurbaya, tokoh
utama Siti Nurbaya dari awal sampai pada bagian akhir yang menentukan dominasi
jalan cerita ( setidaknya sampai ketika tokoh Siti Nurbaya meninggal dunia). Hal itu
juga dapat dijumpai pada roman Salah Asuhan. Cerita difokuskan pada perjalanan
hidup dan segala yang berkaitan pada tokoh utama, yaitu Hanafi.

Contoh lainnya pada novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Alur dan penguluran
yang pengarang gunakan adalah alur tunggal. Pengarang hanya berpusat pada satu
tokoh utama, yakni Nayla dengan teknik flashback digunakan untuk memaparkan
cerita dari masa lalu, masa sekarang, dan kembali ke masa lalu. Berkisah tentang
kehidupan seorang perempuan (tokoh Nayla) yang mengalami trauma di masa kecil
oleh didikan ibunya yang sangat keras dan kejam serta adanya pelecehan seksual
yang dilakukan pacar ibunya ketika Nayla berumur sembilan tahun. Nayla mengalami
siksaan fisik dari ibunya berupa tusukan peniti ke selangkangan serta vagina hanya
karena Nayla masih mengompol. Oleh karena itu, dalam membaca novel Nayla ini,
pembaca harus benar-benar mengerti alur yang digunakan oleh pengarang dalam
pendeskripsian tokoh Nayla serta dibutuhkan ketelitian untuk mengerti tindakan apa
yang dilakukan Nayla, baik secara langsung maupun tidak langsung atau sekedar
prolog dalam novel tersebut.

b. Plot Jamak (Sub-subplot)

Cerita menampilkan lebih dari satu tokoh Protagonis. Perjalanan hidup tiap tokoh
ditampilkan dan memiliki lebih dari satu alur cerita. Plot jamak dalam fiksi mudah
ditemui untuk jenis novel dengan adanya alur utama tokoh utama pembawa cerita dan
satu atau lebih alur bawahan yang diturunkan oleh tokoh-tokoh utama lain dan
pendukung cerita.

Alur bawahan disebut juga alur Subplot, misalnya untuk cerita tambahan atau
perluasan yang bertujuan untuk mencipta keseimbangan cerita atau sebagai ilustrasi
alur utama. Subplot sebagai peristiwa dan konflik sekunder pada cerita, secara
lengkap dan menarik pembaca dalam suatu karya yang memungkinkan untuk
memperkuat atau bahkan bertentangan dengan plot utama.

Dalam alur, akan ada lebih dari satu Subplot, dan kadang-kadang sebanyak tiga,
empat, atau bahkan lebih, mengalir di tiap bagian dari fiksi. Subplot secara hukum
baik dianalogikan plot utama dapat meningkatkan pemahaman kita pada jalinan jalan
cerita.
Alur dalam kategori ini dapat dijumpai pada novel Para Priyayi dan Jalan Menikung
Karya Umar Kayam dan novel Karya Ayu Utami, Saman dan Larung. Jalan cerita
ditentukan oleh pergantian tokoh sebagai pembawa cerita, tiap bab pada novel-novel
tersebut menentukan alur dari sudut pandang tokoh tertentu.

Para Priyayi dan Jalan Menikung (para Priyayi2) merupakan dua buah novel karya
Umar Kayam yang sudah tidak asing lagi bagi penikmat kesusastraan Indonesia.
Melalui keduanya, pembaca mendapatkan gambaran yang menyeluruh menyangkut
kehidupan, pola pikir, serta dinamika Masyarakat Jawa dalam rentang waktu yang
cukup panjang (abad 19-20).

F. Perbedaan Alur dengan Plot

Penyamaan begitu saja antara plot dan alur (jalan cerita) atau bahkan
mendefinisikan plot sebagai jalan cerita,sebenarnya kurang tepat.Plot memang
mengandung unsure jalan cerita atau tepatnya;peristiwa dengan peristiwa yang susul-
menyusul,namun sekedar jalan cerita itu sendiri. Atau tepatnya; ialebih dari sekedar
rangkaian peristiwa. Sedangkan plot lebih menekankan permasalahan hubungan
kausalitas (sebab-akibat),kelogisan hubungan antar-peristiwa yang dikisahkan dalam
karya naratif yang bersangkutan. Forster mencontohkan pernyataan yang berbunyi
;”Sang raja meninggal,kemudian sang ratu menyusulnya” merupakan alur,sedang
pernyataan “Sang raja meninggal,kemudian sang ratu menyusulnya karena sedih”

Tuntutan untuk plot dalam teks fiksi lebih daripada sekedar


cerita.Sebagaimana dikatakn Foster (1970:34,94),plot merupakan sesuatu yang lebih
tinggi dan kompleks daripada cerita.Plot mengandung misteri disamping
memahaminya,menuntut adanya unsur intelegensia. Plot menuntut adanya kejelasan
antarperistiwa yang dikisahkan dan tidak sekedar urutan temporal saja.

Jika sekedar ingin tahu isi dan kehebatan cerita,hal itu sudah dapat dipenuhi
dengan membaca sinopsis atau ringkasan cerita. Sinopsis tidak memberikan detil-detil
cerita secara rinci tetapi hanya mengemukakan peristiwa-peristiwa atau konflik yang
penting saja. Namun,jika bermaksud memahami sebuah novel secara lebih
serius,khususnya yang berkaitan dengan masalah plot (dan atau pemplotan),kita harus
membacanya secara keseluruhan dan bahkan berkali-kali. Plot dalam karya fiksi tidak
dapat diterangkan hanya dengan sinopsis saja. Urutan peristiwa dalam sinopsi
biasanya telah disederhanakan,pada umumnya secara kronologis sehingga tidak
sesuai dengan urutan peristiwa yang tersaji dalam novel aslinya.
Kesimpulan

Menurut Robert Stanton dalam buku Teori Fiksi alur merupakan rangkaian peristiwa
yang terjadi dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas dalam peristiwa-
peristiwa yang terhubung secara kausal. Peristiwa kausal merupakan merupakan
peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan
tidak dapat diabaikan karena berpengaruh pada keseluruhan karya.

Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain
(Luxemburg, dkk, 1984: 150). Peristiwa dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu
peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan .

Konflik adalah suatu yang dramatic mengacu pada dua kekuatan yang seimbang dan
menyiratkan adanya aksi dan aksi balas (Wellek and Warren, 1993: 285).

Klimaks menurut Stanton (1965: 16) adalah saat konflik telah mencapai tingkat
intensitas tertinggi dan saat hal itu merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari
kehadirannya., artinya berdasarkan tuntutan dan kelogisan cerita

Kenney (1966:19) menyebutkan dengan empat hukum alur. Empat hukum alur ini
diharapkan ada dalam alur yaitu Plausibility, Suspense, Surprise, dan Unity.

Tahapan alur yaitu, Tahap Awal, Tahap Tengah, dan Tahap Klimaks. Jenis-jenis alur,
alur berdasarkan kriteria waktu, Alur berdasarkan kualitas ( Kriteria kepadatan), Alur
berdasarkan kuantitas (Kriteria Jumlah).

Perbedaan alur dengan plot yaitu, Penyamaan begitu saja antara plot dan alur (jalan
cerita) atau bahkan mendefinisikan plot sebagai jalan cerita,sebenarnya kurang
tepat.Plot memang mengandung unsure jalan cerita atau tepatnya;peristiwa dengan
peristiwa yang susul-menyusul,namun sekedar jalan cerita itu sendiri. Atau tepatnya;
ialebih dari sekedar rangkaian peristiwa. Sedangkan plot lebih menekankan
permasalahan hubungan kausalitas (sebab-akibat),kelogisan hubungan antar-peristiwa
yang dikisahkan dalam karya naratif yang bersangkutan.
Daftar Pustaka

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.


Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru
Algensindo
Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wicaksono, Andri. 2017. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Garudhawaca

Anda mungkin juga menyukai