Anda di halaman 1dari 13

Society and culture:

Contemporary American Patterns and Problems


(zais, Chapter 8)

MASYARAKAT DAN BUDAYA:


POLA DAN PROBLEM BANGSA AMERIKA KONTEMPORER

Dari ucapan bahwa kehidupan dan program dalam sebuah sekolah baru harus
dirancang dari budaya, maka perancang kurikulum harus berasal dari seorang
mahasiswa yang cermat terhadap budaya tersebut. Untuk membentuk sebuah aliran dari
aktivitas-aktivitas pendidikan yang dinamis bagi orang Amerika muda, maka dia harus
mengetahui Amerikannya - mode kehidupan rakyatnya, pencapaian dan kekurangannya,
kewajibannya serta aset-asetnya. Dia harus mengetahui tidak hanya peradaban
materialnya tapi juga lembaga dasarnya dan psikologi direktifnya. Dia harus secara
dinamis menyadari persoalan krusial dan masalahnya. Dia harus sensitif terhadap nilai-
nilai dan cita-cita yang dipegang semua orang, tabu dan objek kesetiaan (allegiancy)
nya. Tetapi untuk mengetahui semua hal ini dia harus memahami dasar psikologis dari
institusinya, tradisi dan pandangan yang unik bersama dengan mekanisme yang telah
mereka bentuk dalam melaksanakannya. Selanjutnya, dia harus benar-benar memahami
budaya induk Eropa yang telah melahirkan kehidupan Amerika… Singkatnya, untuk
menjadi seorang perancang kurikulum yang kompeten, dia wajib menjadi seorang
mahasiswa yang berkompeten dalam industri budaya baru.
Rugg, dalam kutipan di atas, telah memberi kita, sebagaimana yang diakuinya,
“sebuah orde besar yang absurd”. Sehingga, apa yang bisa kami katakan dalam pasal ini
hanya bisa menggores permukaannya saja.

Personalitas “Normal” Amerika


Budaya Amerika adalah lebih heterogen dibanding yang dijelaskan oleh Benedict.
Karena adanya tingkat spesialisasi tinggi yang ada dalam masyarakat teknologi maju,

1
masyarakat Amerika abad ke dua puluh ditandai dengan sejumlah besar sub-kelompok
yang mudah diidentifikasi karena adanya hubungan dengan Spesialitas khusus.
Selanjutnya, karena perubahan terjadi dengan cepat dalam masyarakat Amerika, maka
kita menemukan banyak individu dan kelompok yang bereksperimen dengan dan
mengadopsi Alternatif sebagai penentu gaya hidup. Karena adanya keragaman ini dalam
budaya, kami menemukan bahwa bangsa Amerika cenderung kurang mirip satu sama lain
dibanding anggota masyarakat yang lebih primitif; inilah yang menjadikannya begitu
sulit melukiskan personalitas Amerika yang normal dengan cara yang agak sama seperti
dilakukan oleh Benedict untuk budaya primitif. Meski demikian, adalah sulit
menyangkal bahwa terdapat sekelompok sifat yang, secara bersamaan disepakati, khas
Amerika, dan sesungguhnya sejumlah penulis telah menerbitkan studi yang berusaha
melukiskan karakter sosial Amerika. Suatu pemeriksaan terhadap beberapa tipe
personalitas Amerika bisa sangat membantu kita dalam menemukan banyak aspek-aspek
bagian bawah-permukaan gunung-es budaya Amerika. Gambaran tipe personalitas,
bagaimanapun, seharusnya dianggap sebagai penyelidikan sugestif terhadap pemahaman
berikut, dari pada sebagai representasi definitif tentang tipe orang Amerika.

TIPE “NORMAL” AMERIKA:


PERSONALITAS FRONTIER
Karakteristik pokok dalam personalitas frontier adalah bahwa perilakunya
diarahkan oleh pusat-dalam dari nilai-nilai atau prinsip-prinsip tergeneralisasi yang
dianggapnya sebagai imperatif moral – misalnya, ”kejujuran adalah kebijaksanaan yang
terbaik.” Sumber arahan tergeneralisasi tersebut mungkin disesuaikan secara baik dengan
kehidupan dalam Amerika abad ke-18 dan ke-19 karena di tempat dan waktu itu cara
hidup yang sama sekali baru sedang dikembangkan. Tradisi dan struktur kelas sosial dari
budaya induk Eropa, yang selalu mendikte pola perilaku tertentu, telah tersapu, dan setiap
individu akan merasakan dirinya sebagai manusia bebas yang baru, mencari kesempatan
dan kebahagiaan di bawah bentuk pengaturan yang sama sekali baru yang tidak bisa
memberi kontrol arbitrari terhadap kehidupannya.
Sumber-dalam dari arahan ini disamakan oleh Riesman (1969) dengan “Giroskop
Psikologis” yang mempertahan individu “pada jalannya” (on course) bahkan ketika

2
muncul situasi baru dimana tradisi belum memberi pola respon yang direktif . Seharusnya
diingat, walaupun struktur karakter frontier yang digambarkan disini dalam hal tertentu
menunjukkan suatu derajat kebebasan individu yang tinggi dalam budaya, namun
independensi (kemerdekaan) sama sekali tidak semenonjol dengan yang mungkin
kelihatan. Arahan-dalam, sekumpulan prinsip direktif, “ditanamkan sejak dini oleh
orang-orang tua,” dan meskipun prinsip-prinsip tersebut bersifat generalisasi, “namun
prinsip ini merupakan tujuan-tujuan mutlak” (Riesman 1969, hal. 21). Karena itu,
manusia frontier yang terarah-dalam akan melewati kehidupan dalam hubungan budaya
dengan banyak personalitas arahan-dalam lainnya, dimana semuanya telah mengadopsi
pusat-dalam yang sama dari prinsip-prinsip dan keluar dari jalur, yaitu melanggar prinsip-
dalam selalu menimbulkan perasaan bersalah. Jadi, kita bisa melihat bahwa mekanisme
arahan-dalam bekerja sebagai jenis semen budaya yang saling menguatkan masyarakat.
Apa jenis giroskop yang memilotkan personalitas frontier? Reich membuat
beberapa jawaban dalam penjelasan tentang apa yang dia sebut Kesadaran I karena ini
muncul pada masa-masa awal Republik:
Amerika akan makmur apabila rakyatnya terbukti energik dan bekerja keras. Hal
terpenting adalah membebaskan energi individual yang begitu lama dikekang
oleh kebiasaan kaum sosial yang keras dan bentuk pemerintahan yang hirarki.
Setiap individu yang baru berkuasa mungkin menjadi sumber prestasi dan
pemenuhannya sendiri. Orang bekerja untuk dirinya, bukan untuk masyarakat.
Tetapi kerja keras individu yang memadai akan menggerakkan roda (Reich 1970,
p. 21)
Sebagai bagian dari mimpi Amerika, penekanan pada persamaan individu
merupakan tanda tinggi dalam pemikiran Amerika, karena ia memberkahi personalitas
frontier dengan martabat manusia yang inviolable (mutlak). Akan tetapi, dalam usaha
kesejahteraan material, visi humanistik yang luas ini menjadi sangat diwarnai oleh
gagasan Dawrin tentang “survival of fittest.” Sehingga, kepentingan-diri yang kompetitif
berubah menjadi overlay yang tidak sama (meskipun dominan) dari persamaan individu
dan martabat dalam membentuk jiwa manusia arahan-dalam.
Yang cocok dengan kerangka umum dari kemandirian individual adalah sejumlah
keyakinan lain yang mengatur perilaku personalitas frontier. Sebagai contoh, dia percaya

3
bahwa, karena kesuksesan material tergantung pada kerja keras dan penolakan-diri, maka
kesejahteraan memperlihatkan kejujuran moral. Sebaliknya, kemiskinan adalah bukti
yang hampir prima facie dalam kelambanan dan/atau immoralitas. Dia percaya bahwa
menjadi “praktis” akan mendapatkan hasil dan itu sebaik-baiknya, “pemikir” adalah
pemimpi yang tidak-produktif, atau seburuk-buruknya. Adalah penekanan pada
kesejahteraan material ini yang menyebabkan beberapa penulis mengkarakterisasi tipe
personalitas frontier sebagai hal yang “anti-intelektual” dan “dangkal” (misal, Hofstadter
1963; Reich 1970).
Mungkin bahwa personalitas frontier digambarkan secara baik oleh Sinclair
Lewis’s Babbit; meski demikian, Reich (1970, hal. 25) mengusulkan sejumlah tipe sub-
kelompok Amerika sebagai model bagi manusia frontier (Kesadaran I): “petani, pemilik
semua bisnis kecil, immigran yang mempertahan rasa kebangsaan mereka, dokter tipe-
AMA, banyak anggota kongres, gangster, pendukung Republik, atau “hanya masyarakat
biasa.”
Mungkin poin sangat penting yang dibuat sehubungan dengan tujuan dan prinsip
yang memandu personalitas frontier adalah bahwa mereka dianggap sebagai sesuatu yang
absolut: mereka bisa berfungsi sebagai rambu-rambu untuk menserikatkan tindakan tepat
karena mereka adalah jenis abadi – Kebenaran tak pernah berubah. Adalah keyakinan ini
yang memberi manusia frontier keuletan yang dibutuhkan untuk berdiri sendiri, jika
mungkin, dan memenuhi sling and arrows dalam dunia yang bermusuhan dan
mengancam akan tetap bertahan.
PERSONALITAS FRONTIER DAN KURIKULUM. Karena perkembangan
personalitas frontier bergantung pada internalisasi individual dari nilai-nilai absolut
tertentu – terutama kemandirian demi keberhasilan sosial/ekonomi – maka kurikulum
Amerika tradisional secara tidak mengejutkan menekankan pencapaian intelektual
(akademik) dalam kepantasan personal dan sosial yang memadai. Penekanan tersebut,
tentu saja, meniadakan perlunya atas personalitas dalam kurikulum atau atas
pertimbangan kebutuhan, minat, atau problem emosional dari murid. Beberapa peran
didefinisi secara jelas, dan setiap individu adalah bertanggungjawab secara personal,
tentang sakit dari hukuman yang dipahami secara baik atas kegagalan, dalam memenuhi
keperluan sekolah dan mencapai keberhasilan akademik.

4
Impersonalitas yang bergerak melalui kurikulum frontier direfleksikan dalam
lingkungan fisik sekolah. Beberapa dekorasi terutama terdiri dari representasi dari masa
lalu yang mati dan jauh; pada dinding terdapat potret buram Parthenon dan reruntuhan
Pompeii, dan pada sudut terdapat patung dada plaster perential Caesar di atas tumpuan
ionik. Meja murid tentu saja disusun dengan baris teratur, dan semuanya mnghadap ke
depan. Seringkali, kedudukan alfabetik adalah aturannya, dan kadang-kadang jenis
kelamin dipisahkan
Pekerjaan guru adalah melihat bahwa para siswa mempelajari kurikulum, bukan
menjadikannya “relevan” atau bisa-dinikmati, dan murid tersebut pada gilirannya
mengerti bahwa hanya otak dan kerja keras akan dapat mambuat mereka memperlihatkan
skill dan kompetensi saat ujian tertulis. Kita tentu saja menyadari bias (prasangka) kelas
yang terbentuk ke dalam sistem akademik individualistik; akan tetapi sekolah frontier,
yang mengungkapkan standar keberhasilan yang tidak-ekuivokal dan tidak bisa dirubah,
tidak mengakuinya. Sebagai akibatnya, kurikulum sangat membebani siswa tersebut
(biasanya kelas bawah) yang tidak bisa mencapai sukses. Tapi, meskipun mereka telah
rusak secara psikologis oleh kegagalan, pada akhirnya mereka biasanya menerima dan
meng-internalisasi standar frontier. Sebenarnya, hanya kelas memadai mereka, berkat
usaha dan keberuntungan, akan berhasil mendukung keyakinan bahwa “setiap orang bisa
melakukannya apabila ia mencoba.”
Seperti yang telah diungkapkan, kurikulum frontier tidak berusaha menjadi
“relevan” dengan kehidupan. Jadi, guru mungkin dapat memperkuat standar diksi,
kejujuran, hal sebenarnya, atau kesopanan pakaian, tetapi energi utamanya akan terfokus
pada arahan impersonal dalam pembelajaran akademik formal: membaca, menulis, dan
aritmatika pada grade bawah; geometri, aljabar, kesusasteraan, sains, dan bahasa asing
pada grade atas..

TIPE “NORMAL” AMERIKA:


PERSONALITAS KORPORAT
Jika personalitas frontier adalah produk dari kesempatan bertujuan-terbuka dan
penghematan laissez faire, maka personalitas korporat ini di-validasi dalam kelembagaan
terhadap keadaan industri-teknologi. Whyte telah menggambarkan struktur karakter

5
Amerika “normal” ini secara ringkas sebagai “manusia organisasi,” serta Riesman dan
Riech, masing-masing telah menjulukinya “personalitas arahan-lain” dan “Kesadaran II.”
Sumber arahan dari personalitas korporat adalah bukan prinsip-dalam yang
konstan, tetapi persetujuan rekan-rekannya atau sejawat kontemporari.
Kualitas respon terhadap deviasi (penyimpangan) seseorang merupakan kontras
yang menarik dengan perasaan bersalah dari personalitas frontier dalam usaha dimana ia
melakukan pelanggaran prinsip terinternalisasi. Tetapi, ini juga memberi kita, dengan
wawasan ke dalam, sikap sekarang terhadap perlakuan pelanggar dengan perilaku
normatif. Rasa bersalah adalah perasaan yang teapt untuk dimiliki jika kita”bersalah”
dalam melanggar prinsip mutlak tentang benar atau salah; namun demikian, prinsip ini
dianggap sebagai Kebenaran murni. Maka tidaklah mengejutkan bahwa personalitas
frontier meresponi pelanggaran kode secara punitif dan kasar, karena sesuatu yang
dianggap suci telah dicemari. Orang-orang yang melakukan kejahatan seharusnya
dihukum.
Untuk personalitas korporat, bagaimanapun, pelanggaran hanya berarti
penyimpangan dari norma (kemudian, kecemasan dari pada bersalah). Pelaku
penyimpangan tidaklah melanggar prinsip eternal, ia hanya keluar dari aturan; maka
hukuman sama sekali tidak cocok ataupun tidak ”beradab;” apa yang dibutuhkan adalah
“konseling,” “rehabilitasi,” atau “disesuaikan secara baik dengan kelompok,” jika jargon
ini terjadi.
Apa yang menyebabkan perubahan sosial dan budaya yang menghasilkan
personalitas korporat? Hal ini akan jadi jelas sekitar akhir abad 18 dan masa-masa
sebelum Perang Dunia I dimana individualisme sengit yang merupakan basis dari arahan-
dalam telah menghasilkan sejumlah konsekuensi yang fantatis: persaingan tajam telah
meng-improvisasi dan me-degradasi massa pihak yang lemah atau tidak-beruntung; anak
lelaki dan perempuan dengan umur sebelas dan dua-belas dibayar hanya sedikit sekali
sebagai ganti hari kerja 12 jam di tempat kerja banting-tulang atau pertambangan batu
bara.
Sejak tahun 1930, koordinasi dan manajemen, hirarki dan organisasi, telah
menjadi tanda keadaan industri-korporat Amerika. Tetapi, korporat besar memilih
(seringkali dengan tes standarisasi) lulusan perguruan tinggi memungkinkan untuk posisi

6
top management dan eksekutif. Ini kemudian diteruskan melatih eksekutif junior dalam
protokol “profesi.”
Seharusnya dicatat di sini bahwa, sementara personalitas frontier sama sekali
tidak bebas atau nonkonformis, ia sedikitya diberi dengan cadangan-dalam agar berdiri
sendiri, apabila mungkin, demi prinsip eternal yang telah tertanam dini dalam jiwanya.

PERSONALITAS KORPORAT DAN KURIKULUM. Sebuah kurikulum yang


dirancang untuk menghasilkan personalitas korporat bisa ditemui di banyak sekolah
Amerika modern. Secara khas, sekolah-sekolah ini terdapat dalam komunitas suburban
kelas-menengah-atas yang dihuni oleh para eksekutif korporasi yang muda, profesional
terdidik dan sedang bangkit.
Jika kurikulum frontier adalah bersifat impersonal dan menekankan akademik dan
kepantasan, maka lawan korporatnya adalah sangat terpersonalisasi dan menekankan
kerja sama dan informalitas yang gampang. Seperti yang diperlihatkan Riesman (1969,
hal. 30), bukanlah tidak lazim agar performansi intelektual outstanding dipandang dengan
curiga, sebagai tanda maladjustment sosial.
Susunan kedudukan juga terpersonalisasi dan terinformalisasi. Jenis kelamin
selalu dibaur dan tempat duduk digabung menjadi kelompok kecil. Sebuah alat sosiogram
atau sosiometrik lainnya, bukan alfabet, digunakan untuk menentukan komposisi
kelompok dan bahkan para guru ikut serta dalam aktivitas mereka. Dalam sekolah
modern, kesalahan pokok bukanlah kegagalan akademik (yang biasanya tidak ada), akan
tetapi ketidak-kooperatifan.
Secara tidak mengejutkan, guru korporat tidak menganggap dirinya ahli pokok
mata ajaran seperti dengan spesialis dalam hubungan manusia. Secara umum, ia lebih
konsen dengan kebutuhan, minat, dan problem emosional siswa dibanding berkenaan
dengan IQ atau pencapaian intelektualnya. Seperti lawan frontiernya, bagaimanapun,
guru korporat melihat bahwa murid mempelajari kurikulum.

7
TIPE AMERIKA SEKARANG:
PERSONALITAS LIBERAL

Menurut Riech (1970, hal. 241-244), personalitas liberal (Kesadaran III) hidup
dengan tiga perintah: (1) jujur pada diri sendiri; (2) tidak pernah menghakimi siapapun
(3) jujur sepenuhnya dengan orang lain, tidak menggunakan orang lain sebagai alat.
Kesadaran III mendalilkan diri dan integrasinya sebagai sesuatu yang inviolable.
Sehingga, personalitas liberal menolak tujuan yang diusulkan untuknya oleh masyarakat
dan tidak membiarkan dirinya menjadi instrumentalitas dimana dengan ini tujuan publik
atau sosial dicapai. Namun demikian, Reich mengingatkan bahwa berpusat pada diri ini
bukan merupakan kepentingan-diri atau “ego trip;” tetapi ia merupakan subjektivitas
radikal yang dirancang untuk mencari nilai-nilai dalam dunia yang nilai resminya adalah
salah dan terdistorsi” (Reich 1970, hal. 242).
Yang lebih erat kaitannya, dan ekstensi logis dari dua perintah pertama adalah
yang ketiga: Jujur dengan orang lain, tidak menggunakan orang lain sebagai alat. Menjadi
jujur dengan orang lain, menjadi diri sendiri sebenarnya tentu saja sama artinya dengan
membiarkan diri rentan, sesuatu di luar kemungkinan bagi manusia frontier atau korporat.
Akan tetapi, menghadirkan diri dengan cara ini akan menghalangi apa yang terjadi begitu
sering dalam masyarakat saat ini: “manipulasi orang lain, yang memaksa seseorang
melakukan sesuatu yang menentang keinginannya, menggunakan orang lain unuk tujuan
diri seseorang, ironi dan sarkasme, kekakuan defensive” (Reich 1970, hal. 244-245).
PERSONALITAS LIBERAL DAN KURIKULUM. Gambaran yang relatif baru
(serta longgar) dari personalitas liberal tentu saja menghalangi institusionalisasinya
sebagai bentuk kurikulum di sekolah publik Amerika. Meskipun demikian, banyak
penulis (yang umumnya diketahui sebagai reformer sekolah bersifat “mengasihi” atau
“radikal”) telah menjelaskan kurikulum yang mereka klaim akan membantu sifat karakter
yang sama dengan sifat dari personalitas liberal. Hal ini semata menyatakan dukungan
budaya: karena perkembangan melalui pendidikan dari tipe personalitas liberal adalah
tidak cukup giat untuk mempertahan gerakan ini. Kami masih bisa menggores tulisan
tentang reformer radikal dan praktek kurikulum dari sekolah alternatif untuk memahami
implikasi kurikulum dalam mengembangkan personalitas liberal.

8
Kebebasan lain diberikan dengan memasukkan dalam peluang kurikulum untuk
mengalami semua cara lingkungan esktra-sekolah: jalan kota, pertanian, pabrik, dan
negeri terbuka. Buku teks dan materi lainnya yang terkait dengan kurikulum
konvensional umumnya ditolak sebagai hal yang memaksa dan terlalu-terstruktur.
Sambutan tanpa penghakiman, komitmen lain dari personalitas liberal,
menafsirkan sebagai tiadanya evaluasi dan grading dalam sekolah alternatif. Sebagai
akibatnya, bukan tidak lazim bagi siswa individual untuk menempati waktu sekolah
dengan pencarian begitu beragam seperti membuat barang pecah-belah, menanam bunga
dan sayuran, menulis puisi, membaca majalah, berbicara dengan teman, atau hanya
berjalan-jalan sekitar halaman sekolah.
Bahasa dan topik yang biasanya dianggap tidak memadai dalam budaya pokok
diberi peran penuh dalam sekolah alternatif. Ledakan kemarahan
”dipahami” dan diterima dengan empati. Sehingga, kurikulum bertujuan membentuk
komunitas dari “diri-diri yang autentik” yang mana dapat berhubungan satu sama lain
sebagai makhluk manusia “sesungguhan” daripada hanya sebagai peran.
Pengalaman, bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa masalah sentral dalam
hubungan masyarakat – hubungan manusia dengan pengikutnya – adalah terlalu
kompleks dan dilibatkan agar diatasi dengan resep kebebasan absolut yang diatur oleh
homili sederhana: Jujurlah sepenuhnya dengan orang lain, jangan gunakan orang lain
sebagai alat.
Mundurnya roman Amerika dengan apa yang dianggap menjadi integritas murni
dari gerakan pemuda (sumber dari personalitas liberal) telah dipercepat sejak 1970
dengan penemuan bahwa budaya muda mampu dalam sebagian besar kebiasaan buruk
dari budaya orang dewasa, serta beberapa penemuannya sendiri. Kebanyakan spesialis
kurikulum sekarang berpendapat bahwa akan membutuhkan lebih dari sekedar kurikulum
melakukan-sesuatu-dengan-cara-anda-sendiri untuk menghasilkan tipe personalitas yang
mampu dalam mengembangkan dan mendukung masyarakat yang baik

Sistem Nilai Amerika


Eksposisi komprehensif dari sistem nilai dari begitu beragamnya masyarakat tentu saja di
luar skop teks ini. Namun, suatu gagasan sehubungan dengan konfigurasi nilai yang

9
umum dianggap sebagai khas Amerika bisa diperoleh dalam ruang terbatas ini jika kita
memfokuskan pembahasan kita pada nilai pusat – orientasi nilai luas yang menghasilkan
banyak nilai dan petunjuk spesifik budaya.

NILAI-NILAI TRADISIONAL AMERIKA


Untuk tujuan kita, “nilai tradisional Amerika” berarti nilai-nilai yang diadopsi
oleh kelas menengah yang dominan. Sebuah contoh dari asumsi tersebut adalah apa yang
disebut DuBois (1969, hal.10) “mode opposional.” Meskipun kita bicara mengenai sistem
nilai total yang khas Amerika, namun seharusnya diketahui bahwa banyak nilai
“Amerika” tunggal dianggap sama oleh sejumlah masyarakat lain, khususnya orang-
orang yang merupakan produk dari tradisi Eropa Timur. Sebagian produk dari struktur
bahasa Indo-Eropa (kita diingatkan di sini dari analisis B.L Whorf), mode opposional me-
dikotonomi pengalaman dalam hal kontradiksi. Proses ini, yang meliputi pola gagasan
Barat, terlihat dalam proposisi seperti lelaki-perempuan, baik-buruk, ramah-jahat, subjek-
prediket, pikiran-tubuh, rasional-emosional. Kondisi bipolar ini telah menghasilkan dua
nilai yang sangat dihargai dalam budaya kita: (1) kompromi, gagasan yang mendasar bagi
beroperasinya realitas dari proses demokratis, dan (2) kecendrungan untuk perubahan,
suatu nilai memanifestasikan dirinya dalam disposisi Amerika terhadap arah
“keberlangsungan” dan mobilitas ke arah atas.
Sehubungan dengan penghargaan terhadap kompromi, ekspresi khas Amerika
“yang membagi-bagi perbedaan” mengungkapkan khususnya suatu apresiasi terhadap
kualitas palsu dari opposisi, karena ini mengimplikasikan bahwa tidak satupun istilah
opposisional menunjukkan ‘kebenaran’ …. “ (Du Bois 1969, hal.10).
Penghargaan terhadap perubahan dalam budaya Amerika adalah berkenaan
dengan nilai inti yang kompleks, yang demi kemudahan disebut usaha-optimisme (Du
Bois 1969, hal. 11). Usaha-optimisme memanifestasikan dirinya dengan nilai tinggi yang
ditempatkan orang Amerika pada pekerjaan. Sehingga, Amerika secara tradisional telah
menjadi masyarakat yang ditandai dengan aktivitas, gerakan, dan perubahan yang
gamblang, dan individu yang “melakukan sesuatu” selalu telah menjadi yang sangat
dihargai dan diganjari.

10
Nilai pusat lainnya yang mengontrol banyak spesifik dari struktur nilai Amerika
adalah kesejahteraan material (Du Bois 1969, hal.12). Perihal dimana nilai ini banyak
dipegang banyak diperlihatkan dengan standar hidup Amerika maupun sumber asing.
Nilai pusat yang nampaknya memperoleh perederan tinggi dalam budaya Amerika
adalah konformitas. Faktanya, nilai-nilai indepedensi, kemandirian, inisiatif, dan
kebebasan adalah bagian dari struktur nilai Amerika dan memanifestasikan dirinya
dengan sejumlah besar cara selama masa-masa awal Republik. Asimilasi sangat lengkap
dari kelompok imigran yang beragam dengan nilai kelas menengah yang tradisional
merupakan kesaksian atas operasi efektif dari nilai konformitas.

MUNCULNYA ALTERNATIF
Tiga dalil yang konkomitan muncul dari nilai ini: (1) Individu seharusnya
menerima dirinya, seorang manusia, seperti apa adanya, demi apapun; sebab itu (2) ia
seharusnya real dan sungguh-sungguh, tidak mengambang, memainkan peran, atau
berpura-pura menjadi apa yang bukan dirinya, dan akhirnya (3) setiap diri seharusnya
diberi kebebasan tindakan personal yang mutlak sepanjang tindakan tersebut tidak
menghalangi kebebasan yang sama pada diri orang lain.
Dalam hal yang terbaik, struktur nilai baru ini adalah tidak bersifat egosentris dan
hedonistik, seperti yang mungkin terjadi. Di antara nilai berpusat-non-diri yang beralih
dari orientasi ini adalah sebagai berikut: (1) persamaan diri-diri; (2) sikap tidak-menilai,
menyambut terhadap individu lain; (3) kejujuran absolut dalam hubungan seseorang
dengan orang lain, sehingga kemungkinan menggunakan orang lain untuk mencapai
tujuan seseorang akan terhindari; (4) penolakan persaingan di antara individu (5)
penghormatan tinggi atas demokrasi partisipatori tipe pertemuan-kota; (6) penolakan
materialisme, dan (7) gagasan bahwa semua orang yang pernah ditemui atau tidak adalah
anggota-anggota dari keluarga yang sama.
Kecendrungan nilai dari moralitas baru bukan tanpa preseden dalam tradisi Barat.
Kemunculan sistem nilai baru ini dan gaya hidup alternatif yang telah dihasilkannya telah
menjadi respon terhadap peristiwa dan kondisi dari kehidupan modern yang merupakan
akibat dari “nilai-nilai yang salah” dalam budaya dominan. Yang sangat umum
diungkapkan dari kondisi ini tentu saja adalah perang, bom, kemiskinan, rasisme, dan

11
kehancuran ekosistem oleh manusia – termasuk polusi, ledakan jumlah penduduk, dan
pembinasaan komersial terhadap sumber daya alam.
Tapi protes terhadap kondisi ini – yang begitu vokal pada tahun 1960-an – dewasa
ini telah surut, memberi jalan kepada mood reasesmen, pengunduran diri, dan kepasifan.
Beberapa pengamat melihat dalam mood baru ini asedensi (pengaruh) nilai lama dan
buruk: kepentingan diri yang sinis.
Sebagai buktinya, kita bisa melihat bahwa sesungguhnya setiap kelompok
subkultural – yaitu penambang batu bara, trucker, guru, dokter, pedagang, orang kulit
hitam, wanita, etnis, petani, industriawan, dan perusahaan minyak – dewasa ini telah
menolak kewajibannya kepada masyarakat, selagi ia secara sinis menggunakan setiap
kebijakan yang ada untuk mencapai tujuan dirinya sendiri.
Nilai yang melekat dalam moralitas baru memberikan sebuah alternatif menarik
kepada nilai yang membentuk konfigurasi Amerika tradisional. Meskipun demikian,
pemenuhan moralitas baru dalam gerakan kembali-ke-alam nampaknya sama sekali tidak
memadai untuk menghadapi kondisi mengkhawatirkan dari masyarakat modern. Fakta-
fakta dari teknologi, komunikasi elektrik instan, dan populasi tidak bisa diabaikan. Fakta
ini nampaknya dikenal, meski demikian, oleh sejumlah orang muda yang dewasa ini
terlibat secara politik dan sosial. Nader’s Raiders, Organisasi Nasional untuk Wanita, dan
Sebab Umum adalah contoh terbaik dari jenis aktivisme ini.

Persoalan Sosial dalam Budaya Amerika Kontemporer


Problem-problem ini adalah banyak sekali dan berada dalam keadaan fluks yang
konstan. Karena mereka sering berasal dari benturan nilai-nilai budaya yang berkonflik,
maka Amerika menghadapi problem monumental dalam analisis, apalagi resolusinya.
Contoh-contoh dari konflik dan variasi dalam persepsi persoalan sosial bisa
dilihat dari hasil-hasil poll opini publik yang diambil oleh Samuel Lubell selama
kampanye kepresidenan 1972 (Akron Beacon Journal, September 17 dan 18 1972).
Dalam sebuah contoh, Lubell (1972a) melaporkan bahwa wawancara dengan mantan
atasan Hubert Humphrey mengindikasikan bahwa peralihan mereka ke Nixon dimotivasi
oleh keyakinan bahwa ia mungkin menghentikan tekanan pemerintah atas nama kulit
hitam, bahkan sampai pada tingkatan mendesak persoalan rasial seperti busing dan

12
preferensi kerja dari politik nasional. Hal ini nampaknya mengindikasikan bahwa banyak
mantan pendukung persamaan ras, dengan alasan-alasan bahwa kita tidak seharusnya ke
sini, tidak lagi melihat rasisme dan diskriminasi sebagai problem sosial; persoalan ini
merupakan perlakuan preferensial bagi kulit hitam.

13

Anda mungkin juga menyukai