Anda di halaman 1dari 16

NEED ASSESSMENT DALAM PEMBELAJARAN

MAKALAH

Oleh :

TRIYATMINI
NIM. 19013288

PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
PRODI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
1442 H/2020 M
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1. Latar Belakang....................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................2

1.3. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

2.1. Need Assessment................................................................................................3

2.2. Kebutuhan Belajar..............................................................................................3

2.3. Fungsi Analisis Kebutuhan Belajar....................................................................9

2.4. Model-model Kebutuhan Belajar........................................................................9

2.5. Langkah-langkah Analisis Kebutuhan Belajar...................................................3

BAB III PENUTUP.........................................................................................................12

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kekuatan spriritual keagamaan,


pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti proses pendidikan
berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta
pengembangan keterampilan anak sesuai kebutuhan (Sanjaya, 2009: 3). Selanjutnya
menurut Miarso Yusufhadi (2015: 8) bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang berakibat terjadinya perubahan pada diri
pribadinya. Prinsip ini mengandung arti bahwa yang harus diutamakan adalah “kegiatan
belajar anak didik” bukannya “sesuatu yang diberikan kepada anak didik”.

Dalam melaksanakan proses belajar mengajar terlebih dahulu kita akan ditanya
kenapa manusia itu melakukan proses pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan tujuan
dari orang atau manusia itu sendiri dalam mengikuti proses pembelajaran. Atau dapat
dikatakan ini adalah sebuah kebutuhan yang secara lahiriah maupun batiniah harus
tercapai. Dalam proses pembelajaran peserta didik juga memiliki kebutuhan agar dalam
proses pembelajaran berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang direncanakan. Tujuan
dari peserta didik untuk belajar tentunya untuk menjadi lebih baik sehingga kelak ilmu
yang mereka peroleh melalui proses belajar mengajar dapat diterapkan dalam
kehidupannya. Belajar diartikan sebagi proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu
menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil
dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan
maupun individu itu sendiri (Trianto, 2009: 16).

Kebutuhan dalam proses belajar sangat diperlukan, karena kebutuhan dalam


belajar merupakan dasar yang menggambarkan jarak antara tujuan belajar yang
diinginkan oleh peserta didik atau keadaan belajar yang sebenarnya. Setiap peserta didik
memiliki kebutuhan yang berbeda-beda hal ini perlu diidentifikasi untuk menentukan

1
2

kebutuhan mana yang dimiliki peserta didik yang akan menjadi potensial dan pada
akhirnya menjadi kebutuhannya.

Dalam upaya untuk mencapai proses pembelajaran yang diinginkan oleh peserta
didik, maka peran pendidik (guru) dalam mengajar akan menjadikan suatu faktor
penentu keberhasilan tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran. Seorang
pendidik perlu melakukan identifikasi terlebih dahulu kepada masing-masing peserta
didiknya, hal ini berguna untuk apa yang telah disampaikan oleh pendidik dalam proses
pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Menurut Sanjaya (2009:
96-97) dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peranan yang sangat penting.
Guru menentukan segalanya. Mau diapakan siswanya? apa yang harus dikuasai siswa?
bagaimana cara melihat keberhasilan belajar? semua tergantung guru. Oleh karena itu
pentingnya peran guru, maka biasanya proses pengajaran hanya akan berlansung
manakala ada guru, dan tak mungkin ada proses pembelajaran tanpa guru.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi kebutuhan belajar?


2. Fungsi analisis kebutuhan belajar?
3. Apa saja model-model kebutuhan belajar?
4. Langkah-langkah Analisis Kebutuhan Belajar

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan
masalah sebagai beikut:

1. Mengetahui identifikasi kebutuhan belajar


2. Mengetahui fungsi analisis kebutuhan belajar
3. Mengetahui model-model kebutuhan belajar
4. Mengetahui langkah-langkah Analisis Kebutuhan Belajar
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Need Assessment

Menurut pendapat Roger Kaufman dan Fenwick W. English dalam


bukunya Needs Assessment, Concept, and Application, (1979) mengungkapkan
bahwa analisis kebutuhan tidak dapat melepaskan diri dari pembicaraan sistem
pendidikan secara keseluruhan.1 Dari pendapat kedua ahli tersebut mengajak kita
untuk memasuki proses transformasi seperti model evaluasi yang dikemukakan
oleh Stufflebeam, yaitu mendasarkan pembicaraan pada empat unsur evaluasi,
yaitu konteks, masukan, proses, dan produk (hasil).

Dalam bukunya, Kaufman dan English menekankan perlunya analisis


kebutuhan di dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Dalam
menggunakan analisis sistem, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah,
kemudian menentukan gejala dan asumsi penyebab timbulnya masalah
merupakan ciri khusus yang tidak dapat diabaikan. Dalam hal ini analisis
kebutuhan merupakan satu alat yang tepat sebagai pelengkap bagi evaluator
program ketika mempertimbangkan kejelasan masalah, serta memberikan
rekomendasi kepada penentu kebijakan.

Di dalam ensiklopedia evaluasi yang disusun oleh Anderso, dkk., analisis


kebutuhan diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk
mengidentifikasi kebutuhan sekaligus menentukan prioritas di antaranya.

Roger Kaufman dan Fenwick W. English (1979, dalam Arikunto, 2014)


mendefinisikan analisis kebutuhan sebagai suatu proses formal untuk
menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran dan dampak yang nyata
dengan keluaran dan dampak yang diinginkan, kemudian menempatkan deretan
kesenjangan ini dalam skala prioritas, lalu memilih hal yang paling penting
untuk diselesaikan masalahnya.2

1
Suharsini Arikunto. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2014.
2
Ibid
4

2.2. Langkah-langkah Analisis Kebutuhan Belajar

Sebagai suatu proses, need assessment terdiri atas rangkaian kegiatan yang
diawali oleh kegiatan mengumpulkan informasi dan berakhir pada perumusan masalah.
1. Tahapan Pengumpulan Informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami
terlebih dahulu informasi tentang siswa dapat mengerjakan apa, siapa memahami apa,
siapa yangakan belajar, kendala-kendala apa yang akan dihadapi, dan bagaimana
pengaruh keadaan tertentu terhadap karakteristik siswa. Berbagai informasi yang
dikumpulkan akan bermanfaat dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai beserta
skala prioritas dalam pemecahan suatu masalah.
2. Tahapan Identifikasi Kesenjangan
Dalam identifikasi kesenjangan Kaufman dan English (1979), menjelaskan
identifikasi kesenjangan melalui Organizational Elements Model (OEM). Dalam model
OEM, Kaufman menjelaskan adanya lima elemen yang saling berkaitan. Duaa elemen
pertama, yaitu input dan proses adalah bagaimana menggunakan setiap potensi dan
sumber yang ada; sedangkan elemen terakhir meliputi produk, output dan outcome
merupakan hasil akhir dari suatu proses.3
Komponen input, meliputi kondisi yang tersedia pada saat ini misalnya tentang
keuangan , waktu, bangunan, guru, pelajar, kebutuhan, problem, tujuan, materi
kurikulum yang ada. Komponen proses, meliputi pelaksanaan pendidikan yang berjalan
yang terdiri atas pola pembentukan staf, pendidikan yang berlangsung sesuai dengan
kompetensi, perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan kurikulum yang berlaku.
Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan dan
sikap yang dimiliki, serta kelulusan tes kompetensi.
Komponen Output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi.
Komponen Outcome meliputi kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat ini
dan masa depan.
Outcome merupakan hasil akhir yang diperoleh. Melalui analisis hasil, desainer
dapat menentukan sejauh mana hasil yang diperoleh dapat berkontribusi pada
pencapaian tujuan. Inilah proses yang pada hakikatnya menentukan kesenjangan antara
harapan dan apa yang terjadi. Berdasarkan analisis itulah, desainer dapat
3
Sanjaya, W. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana: Jakarta.
2009, h.95.
5

mendeskripsikan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen yakni input, proses,
produk, dan output.
3. Analisis Performance
Tahap ketiga dalam proses need assessment, adalah tahap menganalisis
performance. Menganalisis performance dilakukan setelah desainer memahami
berbagai informasi dan mengidentifikasi kesenjangan yang ada. Ketika kita
menemukan adanya kesenjangan, selanjutnya kita identifikasi kesenjangan mana yang
dapat dipecahkan melalui perencanaan pembelajaran dan mana yang memerlukan
pemecahan dengan cara lain, seperti melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan
struktur organisasi yang lebih baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan alat
– alat. Untuk mennetukan semua itu kita perlu memahami faktor – faktor penyebab
terjadinya kesenjangan dan pemahaman tersebut dapat dilakukan pada saat need
assessment berlangsung.4
4. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-Sumbernya
Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai
kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Dalam pelaksanaan suatu program
berbagai kendala bias muncul sehingga dapat berpengaruh terhadap kelancaran suatu
program. Berbagakendala dapat meliputi, waktu fasilitas, bahan, pengelompokan dan
komposisinyapilosofi, personal, dan organisasi. Sumber-sumber kendala bisa berasal
dari pertamaorang yang terlibat dalam suatu program pembelajaran, misalnya guru-
kepala sekolah,dan siswa itu sendiri. Termasuk juga dalam unsure orang ini adalah
unsure filsafat atau pandangan yang terhadap pekerjaannya, motivasi kerja, dan
kemampuan yang dimilikinya. Kedua, fasilitas yang ada, di dalamnyameliputi
ketersediaan dan kelengkapan fasilitas serta kondisi fasilitas. Ketiga, berkaitan dengan
jumlah pendanaan beserta pengaturannya.5
5. Identifikasi karakteristik siswa
Tahap kelima dalam need assessment adalah mengidentifikasi siswa. Tujuan
utama dalam desain pembelajaran adalah memecahkan berbagai problema yang
dihadapi siswa, oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan siswa adalah bagian dari
need assessment. Identifikasi yang berkaitan dengan siswa di antaranya adalah tentang
usia, jenis kelamin, level pendidikan, tingkat social ekonomi, latar belakang, gaya
4
Ibid,h.96
5
Ibid,h.98
6

belajar, pengalaman dan sikap. Karakteristik siswa seperti di atas, akan bermanfaat
ketika kita menentukan tujuan yang harus dicapai, pemilihan dan penggunaan strategi
pembelajaran yang di anggap cocok, serta untuk menentukan teknik evaluasi yang
relevan.
6. Identifikasi Tujuan
Kaufman (1983) mendefinisikan need assessment sebagai suatu proses
mengidentifikasi, mendokumentasi dan menjustifikasi kesenjangan antara apa yang
terjadi dan apa yang akan dihasilkan melalui penentuan skala prioritas dari setiap
kebutuhan.6 Definisi yang dikemukakan oleh Kaufman berhubungan erat dengan tujuan
yang ingin dicapai. Oleh sebab itu, mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai
merupakan salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam proses need assessment.
Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan dalam desain intruksional. Seorang
desainer perlu menetapkan kebutuhan-kebutuhan apa yang dianggap mendesak untuk
dipecahkan sesuai dengan kondisi. Ini hakikatnya menentukan skala prioritas dalam
need assessment. Terdapat beberapa teknik dalam menentukan skala prioritas dari data
yang telah terkumpul. Misalnya teknik perangkingan meliputi Teknik Delphi, Fokus
Group Discussion, Q-Sort, dan Storyboarding. Teknik-teknik ini digunakan untuk
menjaring berbagai tujuan yang dianggap perlu melalui penilaian para ahli yang terlibat
pada diskusi. Dengan demikian, rumusan tujuan benar-benar hasil suatu studi yang
dibutuhkan dan diperlukan untuk dipecahkan.
7. Menentukan Permasalahan
Tahap akhir dalam proses analisis masalah adalah menuliskan pernyataan
masalah sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain intruksional. Penulisan
masalah pada dasarnya merupakan rangkuman atau sari pati dari permasalahan yang
ditentukan. Pernyataan masalah harus ditulis secara singkat dan padat yang biasanya
tidak lebih dari satu-dua paragraf.
Salah satu format yang sederhana dikembangkan oleh Jung, Pino dan Emory
(1979), yang dinamakan dengan RUPS (Research Utilizing Problem Solving). Tujuan
RUP adalah merumuskan latar belakang dan konteks permasalahan, bagaimana tipe
permasalahan dan memberikan tujuan berdasarkan permasalahan untuk dikembangkan.
Teknik RUPS merupakan teknik yang dianggap paling baik ketika kita ingin menjawab

6
Ibid, h.99
7

permasalahan yang harus dipecahkan. Terdapat lima pokok pertanyaan yang harus
dijawab manakala kita menentukan permasalahan dengan menggunakan teknik RUPS,
yakni:7
a. Siapa yang menjadi sasaran permasalahan, apakah Anda sendiri, team
teaching, kelompok lain? Atau masyarakat?
b. Siapa dan apa factor-faktor penyebab permasalahan, apakah karena factor
organisasi? Lemahnya bahan dan alat pendukung?
c. Macam apa permasalahan yang dihadapi, apakah karena ketidaksepakatan
tentang tujuan? Apakah karena lemahnya kemampuan? Tidak adanya
sumber yang memadai? Lemahnya komunikasi? Adanya konflik dalam
membuat keputusan?
d. Apakah tujuan pengembangan itu, apa yang akan berbeda manakala tujuan
telah berhasil dicapai? Siapa dan akan mengerjakan apa? Apa target yang
harus dicapai?

2.3. Kebutuhan Belajar

Belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh ilmu, berlatih serta


dapat merubah tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman belajar. Menurut
Miarso Yusufhadi (2015: 9), belajar dapat diperoleh dari siapa dan apa saja, baik
yang sengaja dirancang maupun yang diambil manfaatnya. Konsep ini
mengandung arti bahwa bila seseorang mempunyai kesadaran dan minat untuk
belajar dia dapat mengambil pelajaran dari siapa saja, dan anggota masyarakat
lainnya. Bahkan juga belajar dari media radio yang didengarnya, telivisi yang
dilihatnya, serta tatanan dan lingkungan fisik, maupun kebudayaan dimana dia
hidup.8

Kebutuhan belajar dapat bersumber dari adanya kebutuhan yang dari


bawah dipunyai individu semenjak ia dilahirkan. Kebutuhan ini akan menjadi
tenaga pendorong bagi individu untuk hidup dalam beberapa situasi dan kondisi
tertentu serta untuk berkembang terus. Menurut Maslow, seoarang ahli psikologi
kebutuhan dasar manusia itu berjenjang dari tingkat yang paling rendah sampai

7
Ibid, h.100.
8
Miarso Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2015, h.9
8

ketingkat yang paling tinggi. Teori ini disebut sebagai teori “jenjang kebutuhan
manusia”. Selanjutnya menurut M, Atwi Suparman (2001: 63), kebutuhan
belajar didefinisikan sebagai suatu kesenjangan keadaan saat ini dibandingkan
dengan keadaan yang seharusnya dalam redaksi yang berbeda tapi sama. Dengan
kata lain setiap keadaan yang kurang dari seharusnya menunjukkan adanya
“kebutuhan” apabila kesenjangan itu besar atau menimbulkan akibat lebih jauh
perlu ditempatkan sebagai prioritas yang harus diatasi. Jangan melompat ke
pemecahan masalah sebelum yakin apa masalahnya.9

Kebutuhan belajar itu beragam setiap orang cenderung memiliki


kebutuhan belajar yang berbeda. Seperti kebutuhan belajar yang dirasakan oleh
seseorang yang berada di daerah pedesaan mungkin akan berbeda dengan
kebutuhan belajar yang dirasakan orang yang tinggal di daerah kota. Kebutuhan
belajar yang dirasakan tahun lalu mungkin akan berbeda pula dengan kebutuhan
belajar yang dirasakan pada tahun mendatang. Apabila suatu kebutuhan belajar
telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan belajar lainnya yang harus
dipenuhi melalui kegiatan belajar, kebutuhan belajar perlu diidentifikasi melalui
pendekatan perorangan.

Kebutuhan adalah kecenderungan yang berisfat permanen yang ada di


dalam diri seseorang yang akan menimbulkan dorongam dalam upaya untuk
mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan belajar perlu diidentifikasi sebagai
landasan penyusunan program belajar. Dimana kebutuhan belajar yang telah
diidentifikasi akan memberikan arahan kemana program kegiatan itu di tujukan.
Kebutuhan pembelajaran merupakan suatu kopetensi peserta didik saat ini
dibandingkan dengan kopetensi peserta didik yang seharusnya dikuasai.
Kesenjangan yang dimaksud adalah kesenjangan pengetahuan, keterampilan
atau sikap, bukan kesenjangan yang lain yang akan diatasi dengan desain
pembelajaran.

Perencanaan pelaksanaan kebutuhan belajar, keterlibatan peserta didik


sangat diperlukan, karena sumber-sumber atau potensi yang ada pada peserta

9
Atwi Suparman. Desain Instructional, Proyek pengembangan Universitas Terbuka Ditjen Dikti
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. h.63
9

didik masing-masing, dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran akan di


petakan sesuai kelompoknya, yang kemudian akan dibuat kelompok sesuai
kebutuhan belajar masing-masing. Kebutuhan belajar tersebut akan ditata secara
cermat dan berurutan, selanjutnya ditentukan prioritas kebutuhan belajar atau
dasar kepentingan dan kesegarannya untuk dipenuhi melalaui kegiatan belajar.
Ada tiga hal yang perlu dilakukan dalam mengidentifikasi kebutuhan
pembelajaran:

1. Menentukan kesenjangan penampilan siswa yang disebabkan kekurangan


kesempatan mendapatkan pendidikan/pelatihan.
2. Mengidentifikasi bentuk kegiatan pembelajaran yang paling tepat.
3. Menentukan populasi sasaran yang dapat mengikuti kegiatan pembelajaran.

2.4. Fungsi Analisis Kebutuhan Belajar

Analisis kebutuhan merupakan alat yang konstruktif dan positif untuk


melakukan perubahan. Perubahan yang didasarkan atas logika yang bersifat rasional,
perubahan fungsional yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok dan individu.
Metode Need Assessment dibuat untuk bias mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi
dalam pembelajaran siswa dari apa yang diharapkan dan apa yang sudah didapat. Dalam
pengukuran kesenjangan seorang analisis harus mampu mengetahui seberapa besar
masalah yang dihadapi. Metode analisis kebutuhan (need assessment) dibuat agar bisa
mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi dalam pembelajaran siswa dari apa yang
diharapkan dan apa yang sudah dapat. Dalam hal pengukuran kesenjangan seseorang
analisis harus bias atau mampu mengetahui beberapa masalah yang dihadapi. Fungsi
need assessment menurut Marisson (2001: 27) yaitu:10

1. Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang


yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
2. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang berkait dengan finansial, keamanan
atau masalah lain yang menggangu pekerjaan atau lingkungan pendidikan.
3. Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
4. Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.
10
Gary. R, Morrison, Steven M, Ross, Jerrold E Kemp. Designing Effective Instruction, Third
Edition John Wiley and Sons, inc printed in the USA. 2001. h.27
10

2.5. Model-model Kebutuhan Belajar

Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil
atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu
yakni mengalami11 (Hamalik, 2010: 36). Ketika guru mulai melaksanakan
tugasnya untuk mengajar, seorang guru harus memusatkan perhatikan kearah
penyampaian tujuan lalu memperhatikan materi yang menunjang tujuan serta
menetukan cara penyampaiannya. Setelah terpilih materi yang akan diajarkan,
guru menelaah kembali materi terpilih untuk dicocokkan dengan kebutuhan
siswa. Setelah guru yakin dengan materi kemudian guru menentukan strategi
yang tepat untuk penyampaian materi tersebut.

Model pengukuran kebutuhan belajar merupakan bentuk pengukuran


terhadap hal-hal yang harus ada dan dibutuhkan dalam kegiatan belajar, yang
disajikan oleh pendidik (guru) dan disesuaikan dengan program pembelajaran
yang dilakukan. Terdapat tiga model pengukuran dalam mengidentifikasi
kebutuhan belajar, yaitu model induktif, model deduktif, dan model klasik
(Koufman, 1972).

1. Model induktif

Model ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar yang


bersifat kebutuhan terasa atau kebutuhan belajar dalam pendidikan yang
dirasakan langsung oleh peserta didik. Dalam pelaksanaan identifikasi pun harus
dilakukan secara langsung kepada peserta didik itu sendiri. Keuntungan dalam
menggunakan meodel ini adalah dapat diperoleh informasi yang langsung dan
tetap mengenai jenis kebutuhan peserta didik sehingga memudahkan guru untuk
memilih materi belajar yang sesuai dengan kebutuhan. Kelemahan dari model ini
adalah dalam upaya menerapkan materi pendidikan yang bersifat menyeluruh
dan umum untuk peserta didik yang banyak dan luas akan membutuhkan waktu,
dana dan tenaga yang banyak. Karena setiap peserta didik yang mempunyai
kecenderungan ingin atau harus belajar diminta informasinya mengenai
kebutuhan yang mereka inginkan. Langkah-langkah dalam model induktif:

11
Hamalik, O. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Bandung. 2010. h.36
11

a. Mulai dari pengukuran tingkah laku siswa pada saat sekarang.


b. Mengelompokkan dalam kawasan program dari sudut tujuan yang
diharapkan.
c. Harapan-harapan tersebut dibandingkan dengan tujuan besar yang ada pada
kurikulum, baru lahirlah kesenjangan.
d. Untuk menyediakan program maka disusun tujuan secara terperinci dalam
program yang tepat, dilaksanakan, dievaluasi, dan direvisi.
2. Model deduktif

Model deduktif diidentifikasi bahwa kebutuhan pembelajaran yang dilakukan


secara umum dengan sasaran yang luas. Artinya apabila akan menetapkan
kebutuhan belajar untuk peserta didik yang memiliki karakteristik yang sama,
maka perlu dilakukan pelaksanaan identifikasinya dengan dilakukan pengajuan
pertimbangan kepada semua peserta didik. Dimana hasil identifikasi ini diduga
akan dibutuhkan untuk keseluruhan peserta didik yang mempunyai ciri-ciri yang
sama. Hasil dari identifikasi seperti ini akan digunakan dalam penyusunan
materi belajar yang bersifat universal. Keuntungan model deduktif adalah bahwa
hasil dari identifikasi dapat diperoleh dari sasaran yang luas, sehingga dapat
dikatakan ada kecenderungan penyelesaiannya dengan penyelanggaraan proses
belajar dalam pelatihan secara umum. Sendangkan kelemahan dari model ini
adalah dari segi efektifitasnya karena belum tentu semua peserta didik (sasaran)
diprediksi memiliki karakteristik yang sama akan memanfaatkan dan
membutuhkan hasil identifikasi tersebut. Karena hal ini didasarkan atas
kenyataan bahwa keanekaragaman peserta didik tersebut. Karena hal ini
didasarkan atas kenyataan bahwa keanekaragaman peserta didik cenderung
memiliki minat dan kebutuhan belajar yang berbeda. Langkah-langkah dalam
model deduktif:

a. Dimulai dari tujuan umum berupa pertanyaan hasil belajar yang diharapkan.
b. Kembangkan ukuran/kriteria untuk mengukur tingkah laku tertentu.
c. Kumpulan data untuk mengetahui adanya kesenjangan.
d. Dasar kesenjangan-kesenjangan tersebut disusun dengan tujuan khusus
secara detail.
12

e. Program dikembangkan, dilaksanakan, dan dievaluasi.


3. Model klasik
Model klasik ditujukan untuk menyelesaikan bahan belajar yang telah ditetapkan
dalam kurikulum atau program belajar dengan kebutuhan belajar yang dirasakan
peserta didik (sasaran). Tujuan model klasik adalah untuk mendekatkan
kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan dipelajari,
sehingga peserta didik tidak akan memperoleh kesenjangan dan kesulitan dalam
mempelajari bahan belajar yang baru. Keuntungan menggunakan moedel klasik
ini adalah untuk memudahkan peserta didik dalam mempelajari bahan belajar
disamping kemampuan yang telah dimiliki akan menjadi modal utnutk
memahami bahan belajar yang baru. Sedangkan kelemahan dari model ini
adalah bagi peserta didik yang terlalu jauh kemampuan dasarnya dengan bahan
belajar yang akan dipelajari menuntut untuk mempelajari terlebih dahulu
kesenjangan kemampuan tersebut, sehingga dalam mempelajari kebutuhan
belajar yang diharapkan membutuhkan waktu yang lama. Langkah atau kegiatan
dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar model klasik ini dilakukan pendidik
kepada peserta didik dengan cara pemberian tes, wawancara, atau kartu
kebutuhan belajar untuk menetapkan kemampuan awal peserta didik.
Kemampuan awal tersebut akan dibandingkan dengan susunan pengetahuan
yang terdapat dalam materi seperti modul yang sudah ada. Apabila pendidik
memperoleh hasil kemampuan peserta didik di bawah batas awal bahan belajar
yang terdapat pada program belajar, maka pendidik perlu memberikan
supplement terlebih dahulu sampai mendekati batas bahan pelatihan yang akan
dipelajari. Namun apabila pendidik sudah memperoleh hasil kemampuan awal
sudah berada pada pokok bahasan yang ada pada program maka pendidik dalam
pembelajaran bertugas untuk menetapkan strategi belajar dalam pelatihan yang
teapat untuk membelajarkan peserta didik dari pokok bahasan pertama.
Penetapan metode belajar ini ditujukan untuk menghilangkan kebosanan pada
diri peserta didik.
13

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Roger Kaufman dan Fenwick W. English (1979, dalam Arikunto, 2014)


mendefinisikan analisis kebutuhan sebagai suatu proses formal untuk menentukan jarak
atau kesenjangan antara keluaran dan dampak yang nyata dengan keluaran dan dampak
yang diinginkan, kemudian menempatkan deretan kesenjangan ini dalam skala prioritas,
lalu memilih hal yang paling penting untuk diselesaikan masalahnya.
Sebagai suatu proses, need assessment terdiri atas rangkaian kegiatan yang
diawali oleh kegiatan atau tahapan pengumpulan informasi, tahapan identifikasi
kesenjangan, analisis performance, mengidentifikasi kendala beserta sumber-
sumbernya, identifikasi karakteristik siswa, identifikasi tujuan dan berakhir pada
menentukan permasalahan.
Secara umum ada dua jenis sumber analisis kebutuhan, yakni analisis kebutuhan
akademis dan nonakademis.
DAFTAR PUSTAKA

Atwi Suparman, 2001. Desain Instructional, Proyek pengembangan Universitas Terbuka


Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional.

Gary. R, Morrison, Steven M, Ross, Jerrold E Kemp, 2001. Designing Effective


Instruction, Third Edition John Wiley and Sons, inc printed in the USA.

Hamalik, O. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Bandung.

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Kencana: Jakarta.

Suharsini Arikunto (2014). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Miarso Yusufhadi, 2015. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai