Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERSPEKTIF METODOLOGIK STUDI PENDIDIKAN ILMIAH

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Sarbaini, M. Pd.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:


I Dewa Made Purdiyante (1810130210003)
Jhony Maulana (1810130110009)
Muhammad Hasby (1810130110010)
Muhammad Rifani (1810130210021)
Muhammad Bahrudin (1810130210030)
Muhammad Ihsan (1810130210029)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT. sebab karena limpahan rahmat serta
anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan judul “Perspektif
Metodelogik Studi Pendidikan Ilmiah “ini.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT. untuk kita
semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Makalah ini di tulis untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Desain Instruksinal..
Dalam menyusun makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan
dari segi sistematika penulisan. Untuk perbaikan dan pengembangan makalah ini kedepannya
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca semoga makalah ini memberi manfaat
bagi kita semua terima kasih.

BANJARMASIN, 25 MARET 2020

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………ii


Daftar Isi ………………………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………..….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………..….2
C. Tujuan…………………………………………………………………………...……..2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Metodologi Pengetahuan Ilmiah………………………….……….………3

B. Fenomena Pendidikan sebagai Obyek Studi Pendidikan………………………...……3

C. Prinsip – Prinsip Etika Dalam Studi Pendidikan …………………………………...…6

D. Komparasi Sebagai Alternaif Metode Penelitian …………………………………..…10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………………………………………….…..13
Daftar Pustaka………………………………………………………………………….…15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika kita mempelajari ilmu perbandingan pendidikan, banyak hal yang dapat kita
analisis dan kita telaah dari ilmu perbandingan pendidikan itu sendiri. Perbandingan pendidikan,
memiliki banyak unsur-unsur dan aspek-aspek yang sangat menarik untuk kita pelajari. Diantara
aspek-aspek itu ialah mengenai beragam definisi yang dikemukakan para ahli, terkait ilmu
perbandingan pendidikan, apa saja unsur yang dipelajari dan diperbandingkan, kemudian apa
tujuan dari kita mempelajari ilmu ini, manfaatnya bagi perkembangan dunia pendidikan di suatu
negara khususnya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui usaha pendidikan,
sangatlah penting dan vital bagi suatu negara.
Selain dari aspek-aspek yang telah disebutkan tadi, perbandingan pendidikan juga masih
mempunyai aspek-aspek lainnya, yang sangat menggugah semangat kita, untuk mempelajarinya,
terutama terkait dengan bagaimana para ahli memandang, dan melakukan pendekatan dengan
ilmu ini, melalui berbagai macam sudut pandang yang mereka gunakan dalam memahami dan
mendiskripsikan perbandingan pendidikan itu sendiri. Kemudian metode-metode apa saja yang
dilakukan para ahli dalam melakukan penelitian dan membandingkan pendidikan dalam suatu
negara, atau antar negara yang satu dan lainnya.
Suatu pengetahuan dapat disebut ilmiah atau menjadi suatu disiplin ilmu apabila
memenuhi beberapa persyaratan. Syarat disiplin ilmu adalah apabila ia memiliki obyek studi,
memiliki kekhasan metodologik, dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil studi dengan
kekhasan metodologik tersebut kemudian disusun secara sistematis dengan mengandalkan
obyektifitas. Dalam makalah ini akan diulas tentang metodologi pengetahuan ilmiah dilanjutkan
dengan fenomena pendidikan sebagai obyek studi pendidikan, kemudian prinsip-prinsip etika
dalam studi pendidikan, dan berakhir pada komparasi sebagai alternatif metode penelitian
pendidikan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan metodologi pengetahuan ilmiah?

2. Bagaimana pendidikan sebagai obyek studi pendidikan?

3. Apa saja prinsip-prinsip etika dalam studi pendidikan?

4. Mengapa komparasi sebagai alternaif metode penelitian?

C. Tujuan

1. Memaharmi sekilas tentang metodologi pengerahuan ilmiah

2. Memahami fenomena pendidikan sebagai obyek studi pendidikan.

3. Memahami prinsip-prinsip etika dalam studi pendidikan.

4. Memahami komparasi sebagai alternaif metode penelitian

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metodologi Pengetahuan Ilmiah

Metode masing-masing disiplin ilmu umumnya dikenal dengan metode ilmiah (scientific
method). Ada istilah metode ilmiah dan metodologi ilmiah. Metode adalah cara sedangkan
metodologi adalah kajian konsep teotitik tentang aneka macam metode beserta kelebihan dan
kelemahannya (Noeng Muhadjir, 1 996). Dengan demikian metodologi ilmiah (scientific
methodology) adalah kajian, konsep teoritik tentang aneka, macam metode untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah beserta kelebihan dan kelemahannya.

Menurut Val D. Rust (2003), istilah “metbod” dan “metbodology” merupakan dua istilah
yang telah begitu terjalin erat sehingga sulit dipisahkan satu sama lain. Namun, dalam
pemahaman kita perlu dapat membedakannya. Hal ini sangat penting agar kita lebih dapat
memahami pendidikan kompatatif dalam konteks penelitian. Pemahaman kita berangkat dari
pemahaman para ahli yang sedang menggunakan istilah “method” mengacu pada semua aspek
penelitian, sehingga tidak selalu jelas apa yang seharusnya dicari ketika mencoba untuk datang
meneliti dengan sesuatu seperti pendidikan komparatif dengan kekhasan metode, atau bahkan
masih dipetanyakan apakah sebenamya metode komparasi pendidikan .

B. Fenomena Pendidikan sebagai Obyek Studi Pendidikan

Diketahui bersama bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu aktivitas


yang telah berlangsung berabad-abad lamanya dimasyarakat. Bahkan diyakini bahwa pendidikan
telah berlangsung seiak manusia ada dalam rangka mengenal diri sendiri dan lingkungannya
demi memajukan peradabannya menuju yang lebih baik. Keberadaan pendidikan merupakan
khas yang hanya pada dunia manusia dan sepenuhnya ditentukan oleh manusia, tanpa manusia
pendidikan tidak pernah ada, human life is just the matter of education (Supadan suhartono,
2008). Oleh karenanya, keberadaan pendidikan tidak hanya menembus dimensi waktu tetapi juga
dimensi tempat sehingga para ilmuan menyebut penyelenggaraan pendidikan sebagai sesuatu
yang bersifat fandamental, universal, dan fenomenal.

3
Bersifat fundamental karena pendidikan memiliki kedudukan yang diyakini sebagai salah
satu instrumen utama dan penting dalam meningkatkan segenap potensi anak menjadi sosok
kekuatan sumberdaya manusia (human resource) unggul bagi suatu bangsa. Sebaliknya, tanpa
melalui pendidikan seorang anak diyakini tidak akan dapat menfadi manusia unggul sebagai
sosok manusia utuh (a fully functioning person). Bersifat universal karena pendidikan telah
dilakukan umat manusia dalam sejarahnya yang amat panjang, yakni sejak adanya,manusia
dalam dimensi waktu maupun tempat. Pada waktu kapan pun dan di mana pun pendidikan selalu
diselenggarakan. Sedang bersifat fenomenal karena pendidikan terlihat selalu menggeiala secara
berubah-ubah penyelenggaranya dari sisi otientasi, strategi, pendekatan, dan manajemen dari
waktu ke waktu antar masyarakat satu dengan masyarakat lainnya (Arif Rohman, 2009)
.Pendidikan dalam khasanah petundang-undangan di Indonesia memiliki beberapa dimensi,yaitu
satuan, jalur, jenjang, dan jenis.

Ki Hadjar Dewantara menyebut satuan pendidikan sebagai pusat-pusat Penyelenggara


pendidikan yang dikenal dengan istilah trisentra pendidikan. Yakni pusat-pusat di mana anak
memperoleh pengalaman pendidikan yang beraneka ragam yakni tiga tempat yang berbeda.
Istilah trisentra pendidikan dari Ki Hadiar Dewantara tersebut kemudian dipakai oleh pata ahli
dengan Tripusat pendidikan. Menutut Ki Hadjar Dewantata, tiga tempat anak memperoleh
pengalaman pendidikan adalah:

1. Satuan pendidikan di sekolah,

2. Satuan pendidikan dikeluarga, dan

3. Satuan pendidikan di masyarakat.

Satuan pendidikan di sekolah adalah salah satu satuan pendidikan jalur formal yang
terstruktur dan berjenjang atas terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah. sekolah
yang merupakan jenjang pendidikan dasar merupakan satuan pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah. Sekolah yang tergolong sebagai pendidikan formal dasar berbentuk
sekolah dasat (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah
menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Sedangkan sekolah yang merupakan jenjang pendidikan menengah metupakan lanjutan dari
pendidikan sebelumnya, yang berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA),

4
sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat. Ciri-ciri pendidikan sekolah dapat diidentifikasi:
1. Penyelenggaraannya dilakukan secara formal baik dari segi kelembagaan, pengelolaan,
maupun sistemnya.
2. Diselenggankan oleh pemerintah maupun masyarakat.
3. Usia siswanya relatif homogen.

4. Lama. pendidikan untuk SD,MI, dan sekolah lain yang sederajat adalah 6 tahun, lama
pendidikaan untuk SMP, MTs, daa sekolah lain yang sederajat adalah 3 tahun, Iama pendidikaan
untuk SMA,SMK, MA, dan sekolah lain yang sederajat adalah 3 tahun.

5. Muatan isi kurikulumnya relatif sama untuk masing-masing jenjang dan jenis.

6. Guru-gurunya dipilih berdasarkan kualifikasi akademik dan penguasaan kompetensi keguruan


yang dimilikinya.
7. Kegiatan kurikuler yang diselenggarakan berupa kegiatan intrakurikuler ,kokurikuler dan
ekstrakurikuler
8. Metode mengajarnya diusahakan disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan ienis mated
ingin disampaikan.

9. Ada evaluasi yang dilakukan di awal pertengahan dan akhir pembelaiaran.

l0.Pembiayaan ditanggung oleh pemerintah, orang tua, dan masyatakat.

Berbeda dengan rumusan pembagian jenis pendidikan di atas, Philip H Coombs (1973)
menyebutkan pembagian jenis pendidikan yang meliputi: formal, non-formal dan informal.
Sanapiah Faisal (1991), pada jens pendidikan formal umumrya ditandai dengan beberapa
karaktetistik antara lain: sudah terstandarisasi sedemikian rupa paling tidak didalam wujud
legalitas formalnya, dalam jenjang-jenjang lama belajar nya, paket kurikulumnya, persyaratan
unsur-unsur pengelolaannya, persyaratan usia dan tingkat kemampuan enrolmentnya, perolehan
dan keberartian nilai dari kredensialnya, prosedur evaluasi hasil belajarnya, dan sekuensi
penyajian mated dafl latihan-latihannya. Dengan demikian pendidikan formal ini memiliki
sejumlah persyaratan organisasi dan pengelolaan yang relatif ketat, lebih formalistis dan lebih
terikat pad legalitas formal -administratif.

5
Sedangkan jenis pendidikan non-formal ditandai oleh paket pendidikannya berjangka
pendek, setiap program pendidikannya merupakan suatu paket yang sangat spesifik dan biasanya
lahir dari kebutuhan yang mendadak persyaratan entolmentnya lebih fleksibel baik dalam usia
maupun tingkat kemampuan, persyaratan unsur-unsur pengelolanya juga lebih fleksibel, sekuensi
materi pelajaran lebih luwes, tidak berjenjang kronologis, serta perolehan dan keberartian nilai
kredensialnya tidak begitu terstandardisasi. Sehingga secara umum bisa dikatakan lebih lentur
dan berjangka pendek.
C. Prinsip – Prinsip Etika Dalam Studi Pendidikan

Studi-studi ilmiah tentang pendidikan secara ideal dilakukan dengan berpedoman pada
kode etik studi ilmiah. Kode etik ini pada umumnya difokuskan pada perlindungan tethadap
partisipasi manusia dan penghormatan kepada norma sosial masyarakat dalam kegiatan studi
itmiah. Kode etik tersebut ditujukan untuk dapat memastikan dan memberikan jaminan agar
tetap terjaganya. hak-hak otonomi (autonomy), kesejahteraan (beneficence), dan keadilan (justic)
baik bagi peneliti, bagi subyek atau responden yang diteliti, dan bagi masyarakat luas pada
umumnya.

Ada empat prinsip etika dalam studi pendidikan. Menurut Ivan Malik, keempat prinsip
etika tersebut meliputi hormat kepada orang lain, kesejahteraan , keadilaan, dan kerahasiaan.
Keempat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Hormat kepada orang lain (Respect for Others)

Prinsip ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam studi pendidikan harus memberikan
penghormatan kepada orang lain, lebih-lebih mereka yang menjadi obyek studi. Prinsip etika ini
bila dijabarkan akan mencakup tiga isu, yaitu (1) bahwa setiap individu harus diperlakukan
secara manusiawi sebagai subyek yang otonom, (2) setiap individu yang kehilangan hak
otonominya harus memperoleh perlindungan, dan (3) semua bentuk perlindungan kepada
individu tidak boleh melanggar dan bertentangan dengan kebebasan dia sebagai subyek.
Pemakaian konsep otonomi dalam studi pendidikan mempunyai arti bahwa setiap individu
mempunyai hak untuk memutuskan apa yang ingin dilakukan dan apa yang tidak ingin
dilakukan. Oleh karenanya, seorang pelaku studi tidak dapat memaksa untuk melibatkan individu
dalam studinya. Misalnya memaksa individu sebagai responden atau subyek studi tanpa
memberikan kebebasan untuk memilih bersedia atau tidaknya. Seandainya individu tersebut

6
tidak mempunyai hak otonomi dikarenakan kendala usia, cacat fisik, atau gangguan kesehatan,
maka pelaku studi mempunyai kewajiban untuk menjaga hak-haknya individu tersebut. Prinsip
penghormatan kepada orang lain ini menjadi dasar bagi langkah pengamanan etika (etbical
safeguard) yang utama dalam studi yang melibatkan manusia.

Meskipun telah banyak diupayakan pengamanan yang dibuat untuk mencegah terjadinya
pemaksaan terhadap keikutsertaan individu di dalam studi pendidikan, namum realitasnya masih
banyak terjadi aneka pemaksaan. Pemaksaan yang dimaksud umumnya dilaksanakan secara
implisit atau tersamar. Contohnya adalah studi penelitian yang populasinya para siswa bolos
sekolah, hal ini terjadi pemaksaan kepada mereka dengan berlindung di bawah ijin pejabat dinas,
kepala sekolah, atau dewan guru. Bentuk pemaksaan umrunnya terjadi abila responden berada
dalam posisi yang lemah sebaliknya pelaku studi atau peneliti memiliki otoritas yang lebih kuat.
Prinsip ini bukan berarti bahwa individu-individu yang rentan pemaksaan kemudian tidak
diperbolehkan terlibat dalam studi pendidikan. Justru prinsip ini memungkinkan mereka untuk
terlibat bila memang mereka menghendakinya.

Wujud dari kesediaan subyek atau tesponden untuk berpartisipasi dalam penelitian yang
dilakukan oleh peneliti hendaknya melalui pernyataan kesediaan (Consent) Pernyataan kesediaan
yang diterima dari subyek atau responden untuk terlibat dalam penelitian ini hendaknya
mengandung tiga unsur:

a. Adanya kemampuan (competence) subyek atau responden untuk mengikuti prosedur-prosedur


yang akan dilakukan dan menentukan pilihan rasionalnya.

b. Adanya pemahaman (knowingness) subyek atau responden terhadap butir petama di atas.

c. Adanya kesukarelaan (voluntariness) subyek atau responden yang dinyatakan secara sadar dan
tertulis.

2. Kesejahteraan (well-being)

Prinsip kesejahteraan memberikan batasan bahwa pelaksanaan studi pendidikan tidak


boleh merugikan partisipan, yakni responden (penelitian kuantitatif) dan subyek (penelitian
kualitatif). Sebaliknya segala kerugian dan ketidaknyaman yang secara potensial akan dirasakan
ataupun dialami oleh patisipan tersebut harus segera diminimalisir. Oleh karenanya, semua

7
penelitian lebih-lebih dalam studi pendidikan yang bertujuan mengembangkan khazanah
pengetahuan ilmiah pendidikan, tidak boleh didapat dengan cata menyakiti, mengecewakan,
bahkan membahayakan jiwa para partisipan.

Dalam penelitian pendidikan, tidak diseyogyakan anak dijadikan sebagai kelinci


percobaan dalam arti dijadikan sebagai obyek untuk eksperimen efektivitas suatu model yang
memungkinkan berhasil atau gagal. Apabila eksperimen tersebut berhasil tentu akan bermanfaat
bagi anak, tetapi apabila eksperimen tersebut gagal sudah barang tentu akan merugikan anak
berupa cacat fisik, cacat mental atau bahkan hilangnya nyawa anak. Hal ini mengandung dilema
moral yang barangkali tidak ditemui dalam penelitian ilmu lain.

Untuk dapat membedkan rasio manfaat terhadap risiko (benefit-to-risk ratio) dalam suatu
studi atau penelitian pendidikan, maka semua aspek dan alternatif dari penelitian itu sebaiknya
harus kaji terlebih dahulu oleh suatu badan pengkaji institusional (institutional review board )
yang dibentuk secara internal oleh lembaga asal para peneliti dengan tugas utama sebagai
berikut.

a. Memastikan ketetandalan atau validitas dari asumsi-asumsi yang dipakai sebagai dasar
penelitian.

b. Mengerti dan memahami secara jelas kemungkinan munculnya risiko.

c. Memastikan bahwa kalkulasi yang dipakai oleh peneliti mengenai rasio manfaat terhadap
risiko memang masih pada derajat yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis-ilmiah dan
etis-humanis.

3. Keadilan (Justice)

Keadilan dalam suatu penelitian sangat diperlukan terutama, berkaitan dengan proses
pemilihan responden atau subyek penelitian. Responden atau subyek penelitian yang dipilih
dalam penelitian herus diperoleh oleh peneliti melalui mekanisme seleksi yang adil (fair). Prinsip
keadilan amat ditekankan mengingat setiap individu responden atau subyek penelitian hidup dan
berasal dari konteks baik secara sosial, gender, ras atau etnis tertentu sehingga tidak terjadi bias
dan diskriminasi.

8
Implementasi prinsip keadilan juga berkaitan dengan perlakuan peneliti terhadap
responden atau subyek penelitian, yakni bagaimana seharusnya atau tidak seharusnya ia
diperlakukan. Penelitian komparasi yang betujuan untuk mengetahui efektivitas suatu metode
baru yang diuji cobakan antara kelompok anak yang mendapat peralakuan dengan anak yang
tidak mendapat perlakuan, mengandung sebuah dilema moral. Dilemanya adalah anak
diperlakukan secara tidak adil dengan dipaksa menjadi anggota salah satu kelompok.
Pertanyaannya adalah apakah anak tersebut dikelompokkan oleh peneliti secara sepihak ataukah
mereka diminta untuk memilih masuk kelompok yang mana? Apabila pengelompokan anak
dilakukan secara sepihak oleh peneliti maka karakteristik dua kelompok tersebut akan dengan
mudah disamakan oleh peneliti, tetapi apabila anak diminta secara sukarela memiilih maka
karakteristik kedua kelompok yang terbentuk akan berbeda sehingga menyulitkan peneliti untuk
menguji metode baru tersebut.

Jalan tengah yang memungkinkan dapat menjadi solusi bagi peneliti atas dilema etika moral
adalah dengan cara:

a. Subyek atau responden supaya diberikan informasi secara jelas bahwa mereka terpilih menurut
kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk diminta menjadi subyek penelitian atau
responden, sehingga mereka dapat menentukan kesediaan atau tidak.

b. Seyogyanya subyek atau responden dapat diyakinkan oleh peneliti bahwa mereka akan
diperlakukan tertentu beserta hasil-hasil akan diperoleh dari proses penelitian.

c. Subyek atau responden diberikan apresiasi dalam bentuk yang proporsional atas kesediaannya
ikut betpatisipasi dalam kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Bentuk minimal dari
apresiasi terhadap mereka adalah ucapan terima kasih.

4. Kerahasiaan (Confidentiality)

Prinsip kerahasiaan ini memberikan perlindungan subyek atau responden dalam hal
penggunaan semua informasi yang dianggapnya sebagai sesuatu yang bersifat rahasia. Biasanya
peneliti tidak menyebutkan identitas subyek atau resporden kepada publik dari laporan
penelitiannya. Namun seandainya toh peneliti mencantumkan identitas subyek atau responden,

9
biasanya disamarkan yaitu hanya berupa inisal semata. Hal tersebut dalam rangka menjaga
kerahasiaan diri subyek atau responden dan memelihara kerahasiaan seluruh informasi dari
mereka yang dilindungi secara hukum.

Oleh karenanya pada diri peneliti harus menyadari konsekuensi yang mungkin muncul
dari bocornya informasi rahasia, maka peneliti secara logis tidak boleh tidak atau harus
memahami hukum dan peraturan yang berlaku untuk menghindari akibat hukum yang dapat
menyengsarakan dirinya.

D. Komparasi Sebagai Alternaif Metode Penelitian

Karena menurut kami komparasi itu sangat diperlukan untuk studi banding, dan menjadi
referensi setiap metode yang digunakan, agar terciptanya metode baru yang lebih bagus.dengan
begitu kita bisa menganalisis, mengembangkan, dan memperbaiki setiap kelemahan dari metode
yang digunakan. Komparasi ini juga banyak jenisnya seperti berikut.

Penelitian pendidikan bila dilihat dari segi tujuannya dibedakan menjadi empat (Suharsimi Ari
kunto, 2002), yaitu:

1. penelitian eksploratif, yaitu penelitian yang bertujuan menggali secara luas tentang sebab-
sebab atau hal-hal yang mempengatuhi terjadinya sesuetu;

2. penelitian developmental atau penelitian pengembangan, yaitu penelitian yang bertujuan


mengadakan percobaan dan penyempurnaan;

3. penelitian verifikatif, yaitu penelitian yang bertujuan uotuk meogcccl atau melihat kembali
kebenaran hasil penelitias lain;

4. penelitian kebijakan, yaitu penelitian,vang bertujuan merencanakan dan mengukur efektivitas


implementasi kebijakan yang dilakukan pemerintah.

Ditinjau dari segi pendekatannya, penelitian Pendidikan dibedakan menjadi delapan


(Sukardi dkk, 2004), yaitu

10
1. Penelitian survey, yaitu penelitian yang umumnya dilakukan untuk membuat generalisasi dari
suatu pengamatan terbatas menjadi kesimpulan yang berlaku umum bagi populasi. Penelitian ini
dapat digunakan untuk tujuan deskriptif, eksplanatori, dan eksploratori;

2. Penelitian Ex Post Facto, yaitu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah
terjadi dan kemudian merunut ke belakang melalui daya untuk menemukan faktor-faktor yang
mendahului atau yang diperkirakan sebagai penyebab bagi peristiwa yang diteliti;

3. Penelitian experiment, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menemukan hubungan sebab
akibat antar variable dengan melakukan manipulasi melalui control langsung terhadap variable
bebas;

4. Penelitian kualitative. Yaitu penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena social dari
pandangan pelakunya, sehingga pengumpulan datanya melalui wawancara mendalam dan
observasi secara berpartisipan.

Penelitian dengan jenis pendekatan lainnya adalah:

1. Penelitian content Analysis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menggali isi
atau makna pesan simbolik dalam bentuk dokumen lukisan, tarian, lagu, karya sastra, artikel,
buku, undang-undang, surat keputusan, surat perjanjian, dan lain-lain.;

2. Action Research, yaitu penelitian yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok yang
menghendaki pembahasan dalam situasi tertentu dengan cara mengubah situasi, perilaku, atau
organisasi termasuk struktur, mekanisme kerja, dan iklim kerja;

3. Penelitian historis; yaitu penelitian yang dilakukan untuk dapat merekonstrukso dan
mengaktualisasikan kembali peristiwa dan perkembangan masyarakat yang terjadi pada masa
lampau;

4. Penelitian kebijakan, yaitu penelitian yang bertujuan menghasilkan alternative rekomendasi


kebijakan dengan cakupan luas, yakni kebutuhan informasi untuk formulasi, implementasi, dan
evaluasi kinerja kebijakan.

Adapun jenis penelitian Pendidikan bila dilihat dari segi eksplanasinya, dapat dibedakan
menjadi macam, (Suharsimi Arikunto, 2002)yaitu:

11
1. Penelitian Deskriptif, adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan suatu variable
secara mandiri, baik satu variable atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan
variable dengan variable lainnya.

2. Penelitian Asosiatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
hubungan antara dua variable atau lebih.

3. Penelitian Komparatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk membandingkan suatu variable
sebagai objek penelitian, antara subjek yang berbeda, atau waktu yang berbeda.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dimensi epistemologis suatu disiplin ilmu adalah aspek metode atau cara. dalam
memperoleh pengetahuan ilmiah dan validitasnya beserta standar-standar dan dasar argumen dari
standar-standar tersebut. Metode disiplin ilmu dikenal dengan metode ilmiah (scientfic method).

Penelitian terhadap penyelenggaraan pendidikan mencakup tiga jenis satuan


penyelenggaraan pendidikan yang oleh Ki Hadjar Dewantara dikenal dengan istilah trisentra
pendidikan, yaitu: (1) Satuan pendidikan di sekolah, (2) satuan pendidikan di keluarga, dan (3)
Satuan pendidikan di masyarakat. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui pesera didik
untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tuiuan yanrg akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu
satuan pendidikan, meliputi pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi" keagamaan,
dan khusus. Pelaksanaan pendidikan non-formal di negara berkembang meliputi: (1) pendidikan
dasar, (2) pendidikan peningkatan keadaan keluarga, (3) pendidikan peningkatan keadaan
masyarakat, (4) pendidikan untuk suatu jenis pekerjaan.

Studi ilmiah tentang pendidikan secara ideal dilakukan dengan berpedoman pada kode
etik. Ada empat prinsip etika dalam studi pendidikan, yaitu: (1) Hormat kepada orang lain
(Respect for Others), (2) kesejahteraan (well-being), (3) keadilan (justice), dan (4) kerahasiaan
(confidentialily). Penelitian pendidikan bila dibedakan menurut tujuannya meliputi penelitian
eksploratif, penelitian developmental atau penelitien pengembangan, penelitian verifikatif, dan
penelitian kebijakan.Ditinjau dari segi pendekatannya, penelitian pendidikan dibedakan :
penelitien survey, penelitian Ex Post Facto, penelitian experiment, penelitian kualitative,
penelitian Content Analysis, action Research, penelitian historis, dan penelitian kebijakan.

13
Ditinjau dari eksplanasinya penelitian pendidikan dibedakan menjadi : penelitian deskriptif,
penelitian asosiatif, dan penelitian komparatif. Penelitian komparatif adalah penelitian yang
dilakukan untuk membandingkan suatu variabel sebagai objek penelitian, antara subjek yang
berbeda, atau waktu yang berbeda. Berusaha membandingkan dua atau lebih sistem pendidikan.

14
Daftar Pustaka

Arif Rohman . 2009. Memahami Pendidikan dan llmu Pendidikan.Yogyakarta

Laksbang Merliatama.
Coombs, Philip H. 1973. Non-formal Education for Rural Development.
United State of America.

15

Anda mungkin juga menyukai