Anda di halaman 1dari 10

STANDAR KOMPETENSI : 3.

Membaca
Memahami cerpen dan puisi melalui kegiatan membaca kritis
KOMPETENSI DASAR : 3.1 Menganalisis cerpen yang dianggap penting pada setiap
periode untuk menemukan standar budaya yang dianut
masyarakat dalam periode tersebut
INDIKATOR :
 Membaca cerpen yang dianggap penting dalam tiap periode
 Menunjukkan cerpen yang tidak memiliki dasar cerita/tema yang jelas, tetapi
menampilkan alur yang kronologis
 Menjelaskan standar budaya tentang baik dan buruk, benar dan salah yang dianut oleh
gambaran masyarakat dalam cerita

MATERI :
CERITA PENDEK (CERPEN)
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif.
Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi
yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya,
cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema,
bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya
bisa dalam berbagai jenis.
Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan
cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya
novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-
contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.
Ciri-ciri Cerpen
1. ceritanya singkat
2. memusatkan perhatian pada satu kejadian
3. mempunyai satu plot
4. menggambarkan tokoh cerita menhadapi suatu konfli untuk menyelesaikan masalah
5. setting yang tunggal
6. jumlah tokoh yang terbatas
7. sanggup meninggalkan suatu kesan dalam pembaca
Unsur-unsur Intrinsik Cerpen :
1. TEMA
Adalah pokok cerita yang terus-menerus dibicarakan sepanjang cerita. Tema
biasanya merupakan sesuatu yang tersirat bukan tersurat.
Dalam novel dan cerpen, tema dapat dilihat melalui persoalan-persoalan yang
dikemukakan, cara-cara watak itu bertentangan antara satu sama lain, bagaimana
cerita diselesaikan, semuanya menentukan rupa tema yang dikemukakan oleh
pengarang. Justeru, pokok persoalan atau tema merupakan pengertian yang
terkandung di sebalik sesebuah karya.
2. ALUR / PLOT
Ialah susunan peistiwa-peristiwa yang membentuk sebuah cerita.
Tahapan alur:
a. Tahap perkenalan/ Eksposisi
Ialah permulaan plot yiaitu bagian untuk memperkenalkan watak-watak dan latar.
melukiskan tempat, waktu, serta penampilan tokoh-tokohnya
b. Tahap Konflik
Konflik dalam cerita mungkin merupakan pertentangan fisikal, moral, pikiran,
emosi dan nasib sama ada sesama manusia, hewan, mahupun diri sendiri.
Lazimnya konflik digambarkan sebagai pertentangan antara watak protagonis
dengan watak Antagonis. Konflik diartikan juga pertikaian atau timbulnya
masalah dalam cerita
c. Tahap Komplikasi
Berlaku di peringkat pertengahan cerita apabila konflik menjadi semakin rumit
dan perlu dileraikan oleh watak-watak dalam cerita tersebut. Pertikaian sudah
mulai meruncing.
d. Tahap Klimaks
Klimaks ialah sinonim dengan krisis atau puncak cerita yang merupakan saat yang
paling tegang kepada sesuatu peristiwa atau detik ketegangan terakhir pada
pertikaian yang timbul sebelumnya. Dalam novel, cerpen atau drama, Klimaks
merupakan bahagian atau saat yang paling menarik minat pembaca. Ini kerana ia
menyentuh atau mencecah ke satu tanda yang paling tinggi atau pun berada dalam
keadaan yang genting, mendebarkan, mencemaskan atau mengerikan. Hasil
daripada ketegangan atau konflik itulah yang merupakan puncak dalam cerita..
e. Tahap Peleraian
Peleraian merupakan bahagian akhir urutan peristiwa, walaupun kadang-kadang
puncak merupakan pengakhiran cerita. Pertikaian mulai ada penyelesaian masalah
Gambaran Tahapan Alur
Alur/Plot

Tahap Perkenalan Tahap Pertikaian Tahap Penyelesaian

Tempat Waktu Tokoh Konflik Komplikasi Klimaks

Macam-macam Alur
a. Alur Maju, cerita bergerak maju hingga akhir cerita.
b. Alur Mundur, cerita mundur ke masa lalu tokoh
c. Alur Sorot Balik, cerita dimulai dari ujung cerita lalu baru kembali ke
pangkalnya.
3. PERWATAKAN DAN PENOKOHAN
Tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan
tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
Cara Penggambaran Watak Tokoh :
1. Metode diskursif atau cara analtik
Pelukisan bentuk lahir langsung
Bentuk lahir seseorng dapat mengungkapkan atak dan karakter orang. Bagaimana
wajahnya, hidung, tata cara bertingkah, berpakaian, dan sebagainya secara lahiriah
dapat mengungkapkan karakter tokoh cerita.
melihat cara berpakaian, pembaca atau penonton dapat menuga watak tokoh
tersebut.
Kelebihannya terletak pada keserdehanaan dan ekonomis.
Kelemahannya pembaca seakan-akan tidak diberi kebebasan menanggapi tokoh-
tokoh yang dihadapinya.
Contoh metode diskursif
Meskipun telah mempunyai tiga orang anak, Mani tetap lebih cantik dari istri
Parta yang diceraikan. Setiap orang Pegaten takkan membantah, apalagi
Karman. Juga semua orang yakin kecantikan Marnilah satu-satunya alasan Parta
tega melepas istri pertamanya.(Ahmad Tohari : Kubah)
(bahwa Marni sudah beranak tiga dan paling cantik di desa Pegaten, semua itu
secara langsung dikemukakan pengarang)
2. Metode Dramatis
Pelukisan Jalan Pikiran dan Perasaan .
pengarang membiarkan tokoh-tokohnya untuk menyatakan diri mereka sendiri
melalui kata-kata, tindakan-tindakan atau perbuatan mereka sendiriPengarang
melukiskan dari segi batiniah. Sebagai contoh,
misalnya ada orang yang melihat setumpuk uang yang bukan miliknya.
dalam pikiran tokoh A mungkin trelintas jika memiliki uang itu ia akan naik haji.
Sedangkan dalam pikiran tokoh B ia akan berhenti bekerja adan akan berfoya-
foya. Lain lagi pikiran tokoh C ia akan menabung uang itu untuk hari tua.
Contoh metode dramatis
Tini menunggu jawaban ibunya. Tapi Marni bahkan tertunduk. Rasa getir
menyapu hati perempuan itu. Tangan Tini digenggamnya erat-erat. Kelenjar air
mata Marni bekerja, meskipun ia berusaha menahannya. Kini Marni tidak
mempedulikan tangisnya.
“Tini ,Kau sudah besar. Kita sama-sama mempunyai hati perempuan. Tentu kau
dapat menduga apa yang sedang kurasai sekarang. Aku takut kepada ayahmu. Di
mata ayahmu aku seorang permpuan tidak bermartabat. Aku…
“Salah ibu sendiri mengapa ibu kawin lagi. Coba kalau tidak, aku tak pernah
disebut anak tiri.”
“Ya anakku. Dan segalanya sudah terjadi.”
“Ibu menyeal?”
“Andaikata penyesalan itu ada gunanya.”
“Tapi ibu masih mencintai ayah?”
Marni tidak mampu segera menjawab pertanyaan anaknya. Jantungnya berdebar.
Lalu sambil membuang muka ia balik bertanya.
“Kau mencintai Jabir?”
Kedua ibu anak itu berpandangan. Mendadak Tini merasa jauh dewasa.
Pengertian tentang perasaan ibunya makin mendalam. “Kasihan ibuku,” pikir
Tini. (Ahmad Tohari: Kubah hlm. 33-39)
3. Pelukisan Reaksi tokoh lain
Pengarang melukiskan atau menggambarkan bagaimana reaksi tokoh lain terhadap
pelaku lainnya. Dalam cara ini pengarang menuliskan bagaimana reaksi tokoh-
tokoh cerita yang lain terhadap tokoh lainnya.
4. Melukiskan Keadaan Sekeliling
Apakah seorang tokoh rajin, malas, saleh dapat dilihat pada keadan sekelilingnya.
Rumahnya, halamanya, kamarnya, pakaiannya, dan sebagainya.
kamar yang teratur, buku yang rapi tersusun pada tempatnya, tirai-tirai jendela
yang bersih dapat berbicara pada kita, apakah penghuni rumah itu rapih atau tidak.
4. SETTING/ LATAR
Secara garis besar setting/ latar dalam cerita terbagi tiga, yaitu:
a. Latar tempat, adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis cerita
tersbut. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapakan tercermin pemerian
tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku. Suasana, dan hal-hal lain yang
mungkin berpengaruh pada tokoh dan karakternya.
Misalnya tokoh yang tinggal di kota tentu tingkah laku berbeda dengan tokoh
yang tinggal di desa.
b. Latar waktu, ialah saat terjadinya peristiwa. Melalui pemerian waktu
kejadian jelas akan tergambar tujuan fiksi tersebut secara jelas pula.
c. Latar Sosial, merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat
seseorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat, maupun keadaan yang
terjadi pada tokoh tersebut.
5. SUDUT PANDANG/ POINT OF VIEW
Sudut pandang atau point of view di dalam cerita fiksi pada prinsipnya adalah siapa
yang menceritakan cerita tersebut. Sudut pandang itu seperti kita melihat sesuatu
peristiwa melalui mata 'seseorang'. Kejadian yang sama di mata anak-anak dan orang
dewasa tentu berbeda, sehingga sudut pandang sangat berpengaruh pada bagaimana
cerita itu akan diceritakan. Bagaimana nuansa, gayanya, dan bahkan makna cerita itu
bisa berbeda tergantung sudut pandang mana yang dipakai.
Ada dua sudut pandang yang biasa dipakai di dalam penulisan fiksi, antara lain:
1. First Person Point of View (Sudut Pandang Orang Pertama)
Di sini, narator berperan sebagai salah satu karakter. Karakter dipakai biasanya
adalah karakter utama di cerita. Biasanya sudut pandang ini mudah dikenali,
dengan 'aku' atau 'saya' sebagai karakter utama.
2. Third Person Point of View (Sudut Pandang Orang Ketiga) Sudut pandang
orang ketiga dipakai bila kita menggunakan narator yang tidak ikut menjadi salah
satu karakter fiksi tersebut. Namun, narator tersebut mengetahui apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh karakter-karakter tersebut. Mungkin bisa analogikan
sebagai reporter di cerita pembunuhan
Contoh sudut pandang penceritaan
Kutipan 1
SAKIT GIGI
Tiba-tiba datangnya, tiada disangka-sangka. Memang dari dulu saya sering ditimpa sakit
gigi. Jadi, sebetulnya tidak bisa saya katakan, sakit gigi sekali ini tiada saya sangka-sangka,
apalagi dalam kaadaan keluarga saya banyak yang sering sakit gigi, tetapi yang muda-muda
saja. Keluargaku yang tua-tua masih suka makan sirih.
...................................................................................................................................
(Adinata, Indonesia Th II Agustus-Sepetember)

Kutipan II
HARI TENANG DI TAMAN GERSANG
....................................................................................................................................
Sang ibu tak lagi seperti di waktu sakitnya, ketika ia walaupun lesu, masih
mempunyai daya gerak yang biasa. Sekarang ia dalam sehari hanya omomng satu
dua kata, itupun dengan bisikan lembut, nyaris tak terdengar. Makanya yang hanya
tiga empat sendok itu dengan susah payah harus disuapkan oleh anaknya dengan
paksaan halus. (Trisno Sumadjo)

Cermati cerpen berikut !


Lelaki yang Menangkap Rembulan
Desember 7th, 2006 by lubisgrafura
IA DUDUK di atas batu besar. Hanya dengan memakai celana pendek, bertelanjang dada, dan
sehelai sarung yang diselempangkan ke bahu. Dingin angin malam, gesekan daun dengan ranting
kering sama sekali tak dihiraukan. Wajahnya legam menengadah ke langit memandang bulan
sebentuk perahu yang berlayar di balik awan. Tangan kanannya memegang erat sebuah jaring.
“Aku pasti bisa menangkapmu.”
Laki-laki itu meloncat dari batu besar tempat duduknya. Cahaya bulan melukis bayangan
sesosok lelaki di atas tanah. Bayangannya lebih pendek dari tubuh aslinya. Ia hanya setinggi satu
setengah meter. Kepala bulatnya tersangga leher tembem di atas tubuhnya yang lemu. Ia selalu
membuat gerakan mematahkan leher ke arah kanan. Orang-orang desa menyebutnya pendono -
kebiasaan buruk.
Sepasang kaki telanjang berlari di atas tanah. Tangan kanannya menggapai-gapai ke langit
dengan jaring yang dipegang erat. Semakin kencang ia berlari, semakin cepat bulan menghidar dari
jaringnya. Ketika ia menghentikan langkah sepasang kaki telanjangnya, bulan sebentuk perahu itu
ikut berhenti dan memandang ke arahnya.
“Bulan,” seru lelaki pendek sambil terengah-engah “suatu hari aku pasti bisa menangkapmu.”
***
LELAKI pendek itu tinggal bersama seorang perempuan tua yang melahirkan lelaki pendek:
Poyo. Tidak ada arti khusus, mengapa perempuan itu memberi nama sependek tubuh anaknya. Yang
ia tahu lelaki yang tumbuh dengan air susunya itu memiliki arti yang istimewa baginya, walaupun ia
memiliki kelainan fisik dan mental.
Dalam melewati hari, mereka hidup di sebuah rumah berdinding bambu. Untuk keperluan
makan sehari-hari ibunya harus mengasak padi di sawah yang baru saja disiangi. Walaupun
demikian perempuan itu tak pernah meratapi hidup dengan kesedihan. Dirinya selalu
menterjemahkan segala penderitaan tentu akan memiliki akhir.
Beberapa hari yang lalu dirinya dipanggil oleh Marsudi untuk tanda tangan. Kata Marsudi,
orang miskin seperti dirinya akan mendapatkan sepetak tegal. Tegal yang sekarang ditanami morbei
oleh perhutani sesungguhnya adalah tanah milik tetua desa pada zaman Belanda. Bukti itu ada di
Supiran, untuk mendapatkan hak tegal dirinya bersama beberapa orang harus menandatangani surat
perjanjian, begitulah terang Marsudi kepadanya. Ia manut saja, lha wong banyak tetangganya yang
ikut juga.
“Poyo pasti dapat menangkap bulan” kata lelaki pendek sambil mengangkat kedua bahunya.
“Kalau makan jangan banyak omong”
“Tapi Poyo ingin telur rebus.”
“Sudah, makan saja sambal dan nasinya itu.”
“Poyo mau tangkap bulan!”
“Bulan itu tak bisa ditangkap. Sudah, habiskan nasimu!”
“Biar!” Poyo berdiri kemudian mengambil jaring yang menyelempit di dinding bambu
”Pokoknya Poyo mau tangkap bulan.”
“Poyo, kembali!”
Lelaki pendek itu tak menghiraukan perkataan ibunya. Perempuan itu hanya bisa
menggelengkan kepala sambil memandang nasi Poyo di alumunium yang tak disentuhnya sama
sekali. Apabila anaknya berlaku seperti itu ia tak bisa melarangnya. Ia tahu benar bahwa tak lama
lagi anaknya akan kembali dengan wajah yang murung kemudian menyusul tidur disampingnya.
***
SAMBIL mengayunkan jaringnya ke atas, lelaki itu berlari mengejar bulan. Bayangan tubuhnya
yang tergambar di bingkai tanah selalu menemani dirinya berlari. Semakin cepat ia berlari, maka
semakin cepat pula bulan menghindar dari pandangannya. Kemudian dengan nafas terengah-engah
akan menyumpahi bulan di atas sana.
“Dengarkan aku,” kata lelaki itu sambil terus menatap bulan “aku pasti bisa menangkapmu
suatu saat.”
Lelaki itu meloncat dari batu berjalan menuju rumah Pak Haji Rahman. Dirinya suka menatap
wajah Diyanti, putri pak haji, dari balik pohon jambu karena wajahnya memendar di kegelapan
bagai rembulan sebentuk belahan semangka. Apalagi ketika ia melihat Diyanti memakai kerudung
ketika pulang ngaji.
Malam ini ia harus membiarkan bulannya tetap mengapung jauh di langit kelam. Setelah
menyelempitkan jaringnya di dinding bambu, ia perhatikan ibunya yang tengah tertidur di balai
bambu. Di sampingnya ada sebuah meja dengan ublik yang menyala redup karena minyak tanahnya
hampir kering. Ia menyusul tidur di samping ibunya.
***
SIANG itu Poyo bersama ibunya menyusuri tegal yang telah diterimanya dari Tim Sukses.
Begitulah orang-orang menyebutnya. Sudikun, anggota Tim Sukses, menjelaskan kepadanya bahwa
tegal itu sudah menjadi hak milik warga desa. Uang yang telah dikumpulkan dalam buntalan kain
yang tersimpan di bawah bantal itu kini telah menjadi batang-batang jagung yang tumbuh di tegal
miliknya.
Perempuan itu tersenyum melihat usia jagung yang telah lewat satu bulan. Ia melihat tunas-
tunas daun hijau tumbuh di batangnya. Dua bulan kedepan ia pasti sudah dapat memetik jagung
yang tumbuh di tanah tegal miliknya.
Perempuan itu juga masih ingat kata-kata Marsudi ketika ia menandatangani surat perjanjian
sambil menyerahkan beberapa puluh rupiah, yang kata mereka untuk administrasi, bahwa apapun
nanti yang akan terjadi dirinya harus tetap menanam di tegal, walaupun perhutani melarangnya.
Tegal ini sudah menjadi milik warga dan untuk urusan sertifikat masih dalam proses pengadilan,
tambah lelaki yang menjadi ketua Tim Sukses.
Ketika ia menatap tanah seluas puluhan hektar, ia teringat kembali penjelasan Tim Sukses
bahwa dirinya bersama warga lain akan mendapatkan lagi jumlah yang lebih banyak dari sekarang.
Asalkan warga mau mendukung kegiatannya, maka tak lama tegal itu akan menjadi milik mereka.
Dirinya sangat bersyukur bahwa Allah telah memberikan rejeki yang cukup baginya.
Kebahagiaan ini telah menambah keyakinannya bahwa Allah menyayangi hambanya yang sabar dan
berusaha. Allah akan memberikan rejeki pada saat yang tak pernah diduga.
Ia tak mempersoalkan seperti sebagian warga yang benci perhutani. Asal dia bisa menggarap
tegal, baginya sudah lebih dari cukup, tak perlulah memusuhi perhutani yang kata sebagian warga
adalah pemeras rakyat.
Semalam, Marsudi datang kembali ke rumahnya dan ke beberapa tetangga menjelaskan bahwa
sertifikat tegal belum bisa jadi. Tim Sukses harus segera ke pengadilan pusat untuk mengalahkan
pihak perhutani yang tak mau melepas tegal.
Perempuan itu sudah tahu bahwa dirinya harus menyerahkan uang lagi untuk urusan
pengadilan. Kali ini Marsudi meminta sejumlah seratus limapuluh per orang, ia tak punya uang
sebanyak itu. Namun, Marsudi adalah orang baik dalam pikirannya karena kekurangan itu dapat
dicicil di kemudian hari.
Seorang tetangga di tegal lari ke arahnya dengan tergesa-gesa.
“Kita harus mbantu Tim Sukses demo di pengadilan.”
“Sekarang?”
Dengan sepasang kaki telanjang perempuan itu mengajak anaknya untuk segera pulang, karena
dirinya harus ikut tetangga untuk ke pengadilan.
***
POYO menatap jagung yang dulu ditanamnya, kini telah dilindas-tuntas oleh sebuah mesin besi.
Rata dengan tanah. Warga desa yang pernah menanam di tegal menatap haru tanaman mereka.
Kebencian, kemarahan, bingung, ketakberdayaan, dan kepasrahan tampak di wajah petani-petani
desa yang kini menundukkan kepala menatap tanah. Beberapa puluh polisi berada di sana, juga
seseorang pemuda yang mengarahkan sebuah kamera. Anak-anak tersenyum sambil bergaya, seolah
mereka akan masuk tv. Seorang polisi tengah berbicara di depan mereka.
“Bapak-bapak dan ibu-ibu apa yang telah kalian lakukan itu adalah melanggar hukum. Tegal
ini adalah milik pemerintah. Sebenarnya pemerintah bersama masyarakat menggarap tegal ini dalam
program PHBN. Penggarapan Hutan Bersama Negara. Masyarakat punya hak garap bukan hak jual
seperti yang telah dijanjikan oleh Tim Sukses. Apalagi mau menandatangani pernyataan kalau
saudara-saudara telah menggarap tegal ini selama 40 tahun. Itu namanya penipuan. Seharusnya
bapak dan ibu menolak memberikan dana Tim Sukses untuk menuntut perhutani di pengadilan. Itu
pelanggaran kepada negara dan hukumannya berat. Perhutani akan mengganti tanaman yang kini
dibabat. Pada saatnya nanti saudara-saudara sekalian juga akan diberi hak garap tegal sesuai
dengan jatah masing-masing.”
***
BULAN sebentuk perahu masih mengapung di langit malam. Bagaimana dirinya yang kecil ini
bisa terbang, memetiknya, dan memasukkan ke dalam jaring. Poyo berfikir sambil memandangi
bulan di atas batu besar. Kepalanya bergerak melukis wajah bulan. Ia teringat perkataan ibunya
sebelum dirinya meninggalkan rumah.
“Kamu tak usah sedih seperti itu, kita musti bersyukur apa yang diberikan Allah untuk kita.
Mulai minggu depan kita bisa menanam lagi di tegal. Tadi pak RT ngasih kartu garap kepada emak.”
Laki-laki itu mengangkat jaringnya dan mengarahkan ke wajah bulan, seolah-olah bulan itu
benar-benar masuk ke dalam jaringnya. Ia melonjak-lonjak di atas batu dan berteriak kegirangan.
“Aku berhasil, aku berhasil. Sudah aku katakan aku pasti bisa menangkapmu.”
Ia berniat akan memberitahu ibunya tentang bulan yang baru saja masuk ke dalam jaringnya.
Namun tiba-tiba ia membatalkan niatnya. Wajahnya kembali muram, dan ia duduk lagi di atas batu
besar sambil memandang bulan sebentuk perahu yang berlayar di balik awan .(Sumber http://www.
Cerpen Lubis Grafura)

Tagihan 1
1. Setelah membaca cerpen di atas, kalian dapat mengurutkan peristiwa-peristiwa
dalam cerpen ” Lelaki yang Menangkap Rembulan”. Temukan peristiwa-
peristiwa yang ada dalam cerpen tersebut!
No Peristiwa dalam cerpen Uraian peristiwa

1 ................................................................. .........................................................
................................................................. ........................................................
2 .................................................................. ..........................................................
.................................................................. ..........................................................
3 .................................................................. ..........................................................
................................................................. ..........................................................
4 ................................................................. ..........................................................
.................................................................. ..........................................................
5 ................................................................. ..........................................................
.................................................................. ..........................................................

2. Coba Anda memberikan kritik pada cerpen tersebut mengenai budaya tentang baik
dan buruk, benar dan salah yang dianut oleh gambaran masyarakat dalam cerita !
....................................................................................................................................
.
Tugas kelompok !
Diskusikan hal-hal berikut untuk memahami cerpen di atas berkaitan dengan :
a. Siapakah para pelaku cerpen tersebut?
b. Sebutkan seting cerita yang berhubungan dengan waktu dan tempat !
c. Babagimanakah bahasa yang dipakai penulis dengan majas dan ungkapan?
d. Bagaimana alur cerita tersebut ? Gambarkan pola alurnya
e. Pesan apakah yang disampaikan penulis lewat cerpennya?

Anda mungkin juga menyukai