Anda di halaman 1dari 6

Nama : Hajua Pridela

NPM : 1940602041

Lokal : A2/B

RINGKASAN PROSA FIKSI

BAB I

PROSA FIKSI

D. Tema cerita atau pokok pikiran

Tema adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Tema cerita mungkin dapat diketahui
oleh pembaca melalui judul atau petunjuk setelah judul namun yang banyak ialah melalui
proses pembacaan karya sastra yang perlu dilakukan beberapa kali, karena belum cukup
dilakukan dengan sekali membaca.

Tema berbeda dengan amanat cerita. Tema bersifat objektif, lugas, dan khusus.
Sedangkan amanat cerita bersifat subjektif, kias, dan umum. Objektif artinya semua
pembaca diharapkan menafsirkan tema suatu cerita dengan tafsiran yang sama. Amanat
dapat ditafsirkan secara berbeda – beda oleh pembaca.

Tema dapa diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu :

1. Tema yang bersifat fisik, menyangkut inti cerita yang bersangkung paut
dengan kebutuhan fisik manusia, contohnya tentang cinta.
2. Tema yang bersifat organik atau moral menyangkut soal hubungan antara
manusia, misalnya penipuan dan masalah keluarga.
3. Tema yang bersufat sosial berkaitan dengan problem kemasyarakatan.
4. Tema egoik atau reaksi individual berkaitan dengan protes pribadi pada
ketidakadilan, kekuasaan yang berlebihan, dan pertentangan individu.
5. Tema divine ( Ketuhanan) menyangkut renungan yang bersifat religius
hubungan dengan manusia dengan Sang Khalik.
E. Plot atau Alur Cerita

Plot sering juga disebut sebagai kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun
dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat yang memiliki
kemungkinan pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Rangkaian kejadian
yang menjalin plot meliputi:

1) Eksposisi artinya paparan awal cerita. Pengarang memperkenalkan tokoh-tokoh


cerita, wataknya, tempat kejadiannya dan hal-hal yang melatarbelakangi tokoh
itu sehingga akan mempermudah pembaca mengetahui jalinan cerita
sesudahnya.
2) Inciting moment artinya mulainya problem cerita itu muncul.
3) Rising action artinya konflik dalam cerita meningkat
4) Complication yaitu konflik yang semakin ruwet.
5) Climax adalah puncak dari kejadian dan jawaban dari semua problem.
6) Falling action dan Denouement (penyelesaian), Sementara itu, Kenny (1966)
menyebutkan tiga tahap plot, yaitu: (1) beginning atau exposition, merupakan
bagian awal yang berfungsi sebagai eksposisi yaitu bagian yang memberikan
informasi yang diperlukan oleh pembaca agar bisa memahami jalan cerita
selanjutnya; (2) the middle atau tengah cerita, yang diawali dengan hal-hal yang
bisa memicu konflik karena pada bagian tengah cerita ini berupa rangkaian
konflik yang intensitasnya semakin tinggi dan mencapai kepuncak dan disebut
dengan klimaks sebuah cerita; (3) end atau denouement, akhir cerita yang berisi
penyelesaian atas masalah-masalah yang terjadi dibagian tengah cerita.

Pada prinsipnya ada tiga jenis alur, yaitu :

a) Alur garis lurus atau disebut konvensional. Urutan pada alur ini berurutan dari
awal hingga akhir.
b) Alur flashback atau sorot balik misalnya terdapat dalam novel Atheis karya
Achidiat Kartamihardja. Novel itu dimulai dengan bagian akhir dari cerita.
c) Alur campuran, yaitu pemakaian alur garis lurus dan sorot balik sekaligus dalam
cerita ini.

Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan plot atau alur cerita ini, antara
lain:

1) Suspense adalah ketegangan cerita yang menimbulkan rasa ingin tahu bagi
pembaca cerita untuk mengetahui kelanjutannya.
2) Topping and dropping berkaitan dengan suspense, yaitu penurunan derajat
konflik dan juga penambahan kualitas emosional agar dapat ditimbulkan
konflik yang lebih besar lagi.
3) Foreshdowing merupakan kehidupan cerita yang melukiskan kejadian yang
akan datang.
4) Plausibility artinya apa yang diceritakan oleh pengarang hendaknya mungkin
terjadi di dunia ini, bukan hanya sesuatu khayalan semata, sehingga pembaca
seperti menghadapi kenyataan.
5) Deus exmachina (pengarang seolah-olah tuhan), bahwa ada kejadian dalam
cerita yang mendadak sekali dan tidak menunjukan hubungan sebab akibat
dengan cerita sebelumnya (misalnya dalam Layar Terkembang).

Alfred N. Friedman (1975) menyebutkan tiga jenis plot, yaitu: (1) plot peruntungan,
dikatakan alur peruntungan jika memaparkan kesedihan, sifat sinis, penghukuman, sifat
sentimental, atau kekaguman; (2) plot penokohan, dikatakan sebagai alur penokohan jika
menunjukkan perkembangan watak tokoh-tokohnya, perbaikan nasib hidup, atau
kedewasaan; dan (3) plot pemikiran, dikatakan sebagai alur pemikiran jika menunjukkan
peristiwa membuka rahasia atau perkembangan pemikiran tokoh-tokohnya.

Kenney (1966) menyebutkan Law of Plot yang berupa plausibility, surprise,


suspense, unity, subplot, dan ekspresi. Plausibility dalam bahasa Indonesia dinyatakan
sebagai kebolehjadian. Artinya bahwa rangkaian cerita itu bukalah hanya khayalan, namun
mungkin akan terjadi di dalam dunia nyata. Meskipun fiksi atau khayalan, namun rangkaian
cerita itu seperti betul-betul hidup dan hadir di hadapan pembaca.

Surprise atau kejutan artinya bahwa pembaca tidak dapat mengirakan bagaimana
rangkaian cerita itu terjadi. Suspense menimbulkan rasa ingin tahu yang sangat besar bagi
pembaca untuk mengikuti jalan ceritanya karena adanya daya tarik yang diciptakan
pengarang. Pembaca merasa geregetan agar segera mengetahui apa lanjutan cerita yang
dibaca itu. Unity hukum dari plot berikutnya adalah kesatuan. Rangkaian kejadian yang
disusun harus membentuk kesatuan yang padu. Subplot secara erat berhubungan dengan plot
induknya. Mungkin juga plot yang lainnya merupakan bagian cerita sebagai penjelas, seperti
dalam cerita Pada Sebuah Kapal karya Nh. Dini. Selanjutnya, plot sebagai ekspresi dari
makna cerita. Rangkaian kejadian haruslah diekspresikan dengan baik sehingga bermakna
dalam cerita.

F. Penokohan dan perwatakan

Bagian cerita fiksi ini membicarakan tokoh-tokoh cerita (penokohan) dan watak-
watak tokoh itu (perwatakan). Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Tokoh-tokoh
itu memiliki watak yang menyebabkan terjadi konflik dan konflik itulah yang kemudian
menghasilkan cerita.

1. Tokoh Pratagonis, Antagonis, Tokoh Sentral, Andalan, dan Bawahan.

Secara garis besar, tokoh yang menyebabkan konflik disebut tokoh


pratagonis dan tokoh antagonis. Tokoh pratagonis, yaitu tokoh yang membawakan
perwatakan positif dan menyampaikan nilai-nilai positif. Tokoh antagnis, yaitu tokoh
yang membawakan perwatakan negatig dan seringkali bertentangan dengan
pratagonis. Kedua jenis tokoh ini dapat diklasifikasikan sebagai tokoh sentral yang
berarti tokoh yang memegang peran utama. Dan tokoh bawahan yaitu tokoh yang
tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, akan tetapi sangat dibutuhkan sebagai
penunjang tokoh sentral. Tokoh bawahan yang dapat diandalkan disebut tokoh
andalan (tokoh figuran). Tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh yang dijadikan latar
belakang saja dan tidak dipandang penting.

2. Tokoh Bulat dan Tokoh Pipih (Simple and Complex Character)

Tokoh bulat adalah tokoh yang berwatak unik dan tidak bersifat hitam putih.
Memiliki bnyak detail karakter, baik maupun buruk. Tokoh pipih adalah tokoh yang
wataknya sederhana. Tindakan-tindakan dan perilaku tokoh pipih mencerminkan
satu karakter yang dimilikinya, dan mudah diklasifikasikan dan dimengerti oleh
pembaca, seperti Datuk Maringgih jahat (segala-galanya jelek dan tidak menarik),
sebaliknya Sitti Nurbaya dan Samsulbachri (segala-galanya baik dan menarik).

3. Tiga Dimensi Watak

Dalam menggambarkan watak tokoh, pengarang mempertimbangkan tiga


dimensi watak yaitu:

a) Dimensi psikis (kejiwaan), yang merupakan faktor utama yang terpenting


dalam penggambaran watak tokoh, apakah tokoh itu baik hati, penyabar,
murah hati, dermawan, ataukah ia sombong, pemarah pendendam dan
sebagainya
b) Dimensi fisik ( jasmaniah) dapat dikaitkan dengan umur, ciri fisik, penyakit,
keadaan diri dan sebagainya
c) Dimensi sosiologis yang melukiskan suku, kekayaan, kelas sosial,
pangkat/kedudukan, dan profesi atau pekerjaan.

4. Cara Menampilkan Watak Tokoh

Ada beberapa cara pengarang untuk menggambarkan watak tokoh-tokohnya,


antara lain:

a) Penggambaran secara langsung.


b) Secara langsung dengan diperintah.
c) Melalui pernyataan oleh tokohnya sendiri.
d) Melalui dramatisasi.
e) Melalui pelukisan terhadap keadaan sekitar pelaku.
f) Melalui analisis psikis pelaku.
g) Melalui dialog pelaku-pelakunya.

5. Setting atau Latar dan Latar Belakang

Setting adalah tempat kejadian cerita, segala petunjuk, keterangan, acuan


yang berkaitan dengan ruang, waktu, suasana dan situasi sosial terjadi peristiwa
dalam cerita. Jika dikaitkan dengan latar tempat berhubungan dengan lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam cerita. Yang berkaitan dengan waktu
berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
cerita.

Latar belakang (background) dalam menampilkan setting dapat berupa latar


belakang sosial, budaya, psikis, dan fisik yang kira-kira dapat memperhidup cerita
itu. Dengan deskripsi dan narasi, latar belakang dapat muncul, namun jika diperkaya
dengan latar belakang lain, cerita akan lebih hidup.

6. Point of View atau Sudut Pandang Pengarang

Point of View dinyatakan sebagai sudut pandang pengarang, yaitu posisi


pengarang dalam membawakan sebuah cerita. Posisi pengarang ini terdiri atas dua
macam, yaitu: (1) berperan langsung sebagai tokoh yang terlihat dalam cerita yang
bersangkuta; dan (2) hanya sebagai pihak ketiga yang berperan sebagai pengamat
dan tidak mengambil peran dalam cerita.

7. Dialog atau Percakapan

Semua cerita fiksi menggunakan dialog untuk memperkuat watak tokoh-


tokoh. Secara lebih lengkap, Kenney menyatakan dua jenis fungsi dialog yaitu: (1)
memperkongkret watak dan kehadiran pelaku; dan (2) memperhidup karakter tokoh.
Dialog harus dibuat secara natural, selektif, gaya “speech-act” atau tindak tutur
(percakapan tokoh yang satu disambut oleh tokoh lain atau lawan bicara).

8. Gaya Bercerita

Setiap pengarang memliki gaya bercerita yang khas. Ia juga menggunakan


gaya bahasa dan bahasa figuratif. Meskipun tidak sebanyak bahasa figuratif dalam
puisi, namun bahasa proa fiksi juga lain dari bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari.
Pengarang selalu berusaha menciptakan bahasa yang khas, yang lebih hidup,
ekspresif, dan estetis.

Anda mungkin juga menyukai