Anda di halaman 1dari 8

Kaidah Pemlotan

Dalam usaha pengembangan plot, pengarang memiliki kebebasan kreativitas. Kebebasan


membangun konflik,menyiasati peristiswa, dan sebagainya sesuai dengan selera estetisnya.
Namun dalam karya fiksi yang tergolong konvesional, kebebasan itu bukannya tanpa
“aturan”. Ada semacam ketentuan, konvensi, atau kaidah pengembangan plot yang perlu di
pertimbangkan. Namun, “aturan” itu bukan merupakan “harga mati”. Sebab adanya
penyimpangan terhadaap sesuatu yang telah mengonvensi merupakan sesuatu hal yang wajar,
yang dapat ditemukan pada karya-karya yang tergolong inkonvesional. Menurut
Kenny,1966:19-22, Kaidah-kaidah plomatan yang dimaksud meliputi Masalah
plausibilitas(plausibility), adanya unsur kejuatan (surprise), rasa ingin tahu(suspense), dan
kepaduan(unity).

1. Plausibilitas
Plausibilitas menunjuk pada suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan
logika cerita. Plot sebuah cerita harus memiliki sifat plausibel yang menjadi hal
esensial dalam cerita fiksi,khususnya fiksi konvesional. Pengembangan plot cerita
yang tidak plausibel dapat membingun dan meragukan pembaca. Plusibilitas mungkin
dikaitkan dengan realita kehidupan, sesuatu yang ada dan terjadi didunia nyata.
Banyak cerita jika di ukur dengan kriteria tersebut tergolong tidak masuk akal namun
cerita-cerita tersebut memiliki kadar plausibilitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
Di samping itu, penilaian bersifat realistik atu tidaknya sebuah karya tidak semata-
mata disebabkan oleh situasi, tokoh, peristiwa, dan latar bersifat tipikal dan
kenyataan, sebagai ataupun seluruhnya.
Sebuah cerita dikatakan memiliki sifat plausibel jika tokoh-tokoh cerita dan
dunianya dapat di imajinasi ( imaginable ) dan jika parah tokoh dan dunianya tersebut
serta peristiwa-peristiwa yang dikemukakan mungkin saja dapat terjadi ( Stanton,
1965:13 ). Untuk itu sebuah cerita haruslah memiliki sifat konsisten suatu hal yang
amat esensial dalam sebuah cerita. Cerita fiksi memang sering menampilkan tokoh,
situasi, dan kejadian yang bersifat khusus, plausibilitas cerita fiksi ada kaitannya
dengan kebenaran yang ingin disampaikan. kebenaran dalam dunia fiksi, sebagaimana
dikemukakan , adalah kemungkinan, probabilitas, atau kemasuk akalannya ( Alder &
Doren, 2012:233 ). Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran situsional. Maka,
masalah plausibilitas juga terkait dengan plausibilitas dan logika situasional.
2. Suspense
Sebuah cerita yang baik tentunya harus mampu membangkitkan rasa ingin tahu
pembaca. Suspense tidak semata-mata hanya berurusan dengan ketidaktahuan
pembaca, tetapi lebih dari itu, mampu mengikat pembaca seolah-oleh terlibat dalam
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan dialami oleh tokoh cerita. Suspense
akan mendorong, menggelitik dan memotivasi pembaca untuk setia mengikuti cerita,
mencari jawaban dari rasa ingin tahu terhadap kelanjutan dan akhir cerita. Suspense
menunjuk pada perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang
akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh
pembaca(Abrams,1999:225). Atau, menunjuk pada adanya harapan yang belum pasti
pada pembaca terhadap akhir sebuah cerita (Kenny, 1966: 21).
Salah satu teknik yang dipakai untuk menimbulkan suspense adalah foreshadowing.
Foreshadowing merupakan penampilan peristiwa yang mendahului namun biasanya
ditampilkan secara tidak langsung terhadap peristiwa penting yang akan dikisahkan
kemudian. Dengan demikian,dapat dipandang sebagai semacam petanda akan terjadi
peristiwa atau konflik yang lebih besar atau lebih serius.
Foreshadowing semacam pertanda bahwa di masa depan akan terjadi peristiwa-
peristiwa besar yang akan dialami tokoh novel. Mengatur suspense memang tidak
mudah. Ada penulis yang memberikan fakta sedikit demi sedikit. Ada juga penulis
yang menampilkan peristiwa besar yang seharusnya secara kronologis terjadi di
tengah-tengah novel tetapi sudah ditampilkan di bab awal. Ada juga yang terang-
terangan mendeklarasikan bahwa A dan B berpacaran dan sepanjang novel sampai
sebelum klimaks, penulis mengocok-ocok rasa penasaran pembaca “Kapan nih A dan
B bahagia” dengan menampilkan penderitaan-penderitaan mereka berdua dalam
perjuangan mereka untuk bersama.
3. Surprise
Plot sebuah cerita fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang
dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpan atau bertentangan
dengan harapan pembaca (abrams,1999:225). Sesuatu yang bertentanga itu dapat
menyangkut berbagai aspek pembangunan karya fiksi, misalnya sesuatu yang
diceritakan peristiwa-peristiwa,peokohan-perwatakan,cara berpikir,cara pengucapan
dan gaya bahasa, dan sebagainya. Contoh pada novel belenggu bagi para pembaca
sangat mengejutkan karena sifat kontradiktifnya menelangjangi kehidupan rumah
tangga tokoh terpandang, agak berbau porno, tidak mendidik, menampillan tokoh
terpandang yang tidak pantas diteladani.
Demikian juga novel burung burung manyar yang juga dapat disebut sebagai
novel yang menampilkan kejutan yang luar biasa. Ia hadir dengan menampilkan
berbagai unsur kontra mitos dengan melaggar mitos yang tampaknya selama ini
dianggap dengan baik. Dan tokoh Setadewa yang dipasang sebagai tokoh
antirepublik,dengan seenaknya sendiri menghina, mengecam, mencaci maki para
tokoh pada pejuang republik yang baru saja lahir.
Novel novel sejenis detektif biasanya memberikan kejutan dengan isi cerita.
Teori detektif lain , yang dikemukakan ( diperkirakan) sebelumnya yang tampak
meyakinkan dalam sebuah plot yang baik supense,suprise ,laosibility, dan unity “
kesatupaduan. penemuan terdakwa yang sebenarnya pada novel detektif tersebut pada
akhir cerita, walaupun mengejutkan, harus tetap dapat dipertanggung jawabkan.
Artinya, ada argumentasi fakta,logika, dan plot yang mendukungnya. Jika tidak, cerita
itu akan mengandung unsur deus ex machine, dan itu dapat dipandang sebagai sebuah
kecacatan.
4. Unity
Unity atau kesatupaduan menunjukkan pada pengertian bahwa berbagai unsur
yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang
mengandung konflik, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak
dikomunikasikan, memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.
Masalah kesatupaduan yaitu suatu hal yang dapat dipenuhi dalam teks cerita
pendek namun itu dapat menjadi masalah untuk novel-novel panjang. Contoh pada
novel maut dan cinta, burung-burung manyar dan cantik atau yang terdiri dari
beberapa jilid seperti bentuk trilogi misalya ronggeng duduk paruk, lintang kemukus
dini hari, laskar pelangi dan sang pemimpi. Sebuah novel yang relatif panjang
biasanya tidak menampilkan plot tunggal melainkan sub-subplot disampingnya
adanya plot utama. Plot utama adalah plot yangdijalani oleh tokoh- tokoh utama, yang
mempunyai konflik dan masalah utama. Sub plot sebaliknya dapat dipandang sebagai
log utamayang perlu ditumbangkan (baca) dijelaskan secara sendiri,luas, rinci, yang
berfungsi untuk memperkuat log utama.
Komposisi penyajian plot dalam karya fiksi yang menampilkan yang
dibedakan dalam awal dan tengah akhir, tentu tidak selalu urut secara kronologis awal
tengah akhir. Dengan demikian, pengarang cenderung akan memanipulasi waktu
penceritaannya, sehingga tidak sejalan sengan peristiwa itu sendiri. Namun, terhadap
pemanipulasian waktu penceritaan merupakan suatu bentuk kreativitas, akibat adanya
pertautan makna logis yang bersebab akibat. Pada umumnya pembaca akan mampu
merekontruksi kaitan berbagai peristiwa cerita secara logis kronologis. Seluruh unsur
yang terdapat saling menentukan kemenyeluruhan dan sebuah totalitas.

Penempatan Plot

Plot sebuah cerita tentulah mengandung unsur urutan waktu,baik dikemukakan secara
eksplisit maupun emplisit. Oleh karena itu,dalam sebuah cerita,sebuah teks naratif, tentulah
ada awalnya kejadian, kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya.
Namun, plot sebuah cerita fiksi sering tidak menyajikan urutan peristiwa secara kronologis
dan runtut melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang man
pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan
kejadian (ter-)akhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal cerita
atau di bagian awal teks , melainkan dapat terletak di bagian mana pun. Secara teoretis plot
dapat diurutkan atau dikembangkan ke dalam tahap-tahap tertentu secara kronologis. Namun,
dalam praktiknya, dalam langkah “operasional” yang dilakukan pengarang tidak selamanya
tunduk pada pada teori itu. Secara teoritis-kronologis tahap-tahap pengembangan struktur
plot dibicarakan pada uraian di bawah.

1. Tahapan Plot : Awal Tengah Akhir


Tahapan Awal
Tahapan sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahapan perkenalan. Tahapan
perkenlan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan
dengan berbagai hal yang menunjukkan dan pengenalan latar, seperti nama-nama
tempat, suasana alam, waktu kejadiannya (misalnya ada kaitannya dengan waktu
sejarah, dan lain-lain pada garis besarnya berupa deskripsi seting).
Fungsi pokok tahapan awal (pembukaan) sebuah cerita adalah untuk memberikan
informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan peralatan
dan penokohan. Dengan pembaca pelukisan latar yang hidup itu, pembaca yang
berpengalaman sudah akan dapat “menilai” gaya, kejelian, ketelitian, dan
kepekaan pengarang terhadap keadaan latar yang di ikiskan tersebut.
Sepasang burung bangau melayang meniti angin berputar-putar tinggi dilangit tanpa sekali pun
mengepak sayap. Mereka mengapung berjam-jam lamanya. (Ronggeng Dukuh
Paruk,1985:5)
Pada dasarnya setiap adegan cerita membutuhkan pembukaan, baik berada diawal
maupun ditengah cerita. Oleh karena itu, deskripsi latar seperti contoh diatas dapat
berkali-kali dijumpai dalam sebuah karya (novel). Mungkin pada setiapbab,
bahkan mungkin juga disisipkan dibagian tengah bab-bab tertentu. Tahapan awal
berupa pengenalan tokoh akan membawa pembaca untuk segera perkenalan
(mengenali) dengan tokoh yang akan dikisahkan. Dengan cara ini kita pembaca
segera mengetahui tentang “usia dan siapa dan bagaimana“ tokoh-tokoh ini
berhubungan dengan jati diri tokoh-tokoh tersebut.
Tahap Tengah
Tahapan tengah cerita yang dapat juga disebut sebagai tahapan pertikaian
menampilkan pertentangan dan komplit yang sudah mulai ditampilkan pada
tahapan sebelumnya, Menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan.
Konflik yang dikisahkan seperti telah dikemukakan diatas, dapat berupa konflik
internal, komplit yang terjadi dalam diri seseorang tokoh, konflik eskternal atau
pertentangan yang terjadi antar tokoh cerita, antara tokoh-tokoh protagonis dan
tokoh-tokoh dalam kekuatan antagonis, atau keduanya sekaligus.
Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dalam sebuah
cerita fiksi yang bersangkutan. Pada bagian inilah inti cerita disajikan: tokoh-
tokoh memainkan peran, peristiwa-peristiwa penting fungsional dikisahan, konflik
berkembang semakin meruncing, menegangkan dan mencapai klimaks, dan pada
umumnya tema pokok, makna pokok cerita diugkapkan. Pada bagian inilah
terutama pembaca memperoleh cerita, memperoleh suatu dari kegiatan
pembacanya.
Tahap Akhir
Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut tahapan pelarian, menampilkan
adegan tertentu sebagai akibat klimas. Jadi, bagian ini misalnya (antara lain),
berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyarankan pada hal bagaimanakah
akhir sebuah cerita. Membaca sebuah karya cerita yang menegangkan, yang tinggi
kadar suspense-nya, dan bagaimanakah pula akhirnya (pengakhirannya) yang
pada hal ini biasanya dikaitan dengan bagaimana “nasib” tokoh-tokoh. Bagaimana
bentuk penyelesaian sebuah cerita, dalam banyak hal ditentukan (atau
dipengaruhi) oleh hubugan antar tokoh dan konflik termasuk klimaks yang
dimuculkan.
Dalam teori klasik yang berasal Aristoteles, penyelesaian cerita dibedakan
kedalam dua macam kemungkinan: Kebahagian (Happy End) dan kesedihan (Sad
End). Pembedaan itu lebih didasarkan pada kenyataan karya-karya yang telah
pada waktu itu, misalnya buku-buku drama tragedi karya Sophocles. Kedua jenis
penyelesain tersebut juga banyak dijumpai dalam novel-novel indonesia pada
awal pertumbuhannya. Penyelesaian cerita yang dapat dikategorikan sebagai
cerita yang berakhir dengan kebahagian misalnya berupa perkawinan dua anak
manusia yang saling mencintai seperti pada novel pertemuan jodoh, asmara jaya.
Salah pilih, layar terkembang, dan ayat-ayat cinta.
Pada umunya pembaca diam-diam menuntuk agar cerita diselesaikan. Artinya,
para tokoh akan memperoleh “Imbalan” dari perilakunya selama ini. Jika tidak,
mereka boleh jadi merasa kecewa atau kurang puas karena harapannya tidak
kesampaian. Pembaca menhendaki adanya katarsis dan sekaligus keadilan
puitis:Tokoh baik dibahagiakan, sedangkan Tokoh jahat dihukum.
Jika pembaca secara kritis berbagai novel yang ada didalam kesastraan indonesia,
dengan mendasarkan pada dua jenis penyelesaian cerita seperti diatas, berangkali
kita akan lebih sering merasa kerepotan untuk menentukan apakah sebuah novel
berakhir dengan kebahagian atau kesedihan bahkan lebih dari itu, kita pun
merasakan kesulitan untuk mengatakan apakah novel itu memang sudah
“berakhir” tersebut tentu saja dalam kaitan dengan logika cerita, artinya cerita
memang sudah selesai. Cerita sudah habis karena, Misalnya tokoh-tokoh cerita
dimatikan seperti pada asap dan sengsara dan Siti Nurbaya.
Namun, Novel-novel seperti belenggu, pada sebuah kapal kemeluk hidup,
Burung-burung manyar, Burung-burung Rantau, Jantera biang lala, super nofa,
bilangan fu, dan lain-lain adalah contoh yang (penyelesaiannya) merepotkan.
Apakah belengguh berakhir dengan kebahagiaan? Namun, benarkah ceritanya
telah berakhir habis tidak ada lagi kelanjutannya. Penyelesaian cerita yang masih
“menggantung” masih menimbulkan tanda tanya tidak jarang menimbulkan,
bahkan rasa ketidakpuasan pembaca sepenuhnya diselesaikan.
Dilihat dari kesempatan pembaca untuk ikut serta “campur tangan” dalam
pemikiran penyelesaian cerita itu, Pada penyelasaian tertutup pembaca tidak
mempunyai kesempatan “ikut” menentukan kemungkinan penyelesaian cerita itu
secara lain. Penyelesaian cerita telah ditentukan secara pasti (dan sepihak) oleh si
empunya cerita dan pembaca tinggal menerima apa adanya, mau tidak mau
sependapat atau tidak sependapat.
Akhirnya perlu kembali ditegaskan bahkan ketiga tahap plot di atas saling
berkaitan untuk membentuk sebuah kepaduan cerita, lepas darimana letak mereka
masing-masing pada urutan sintakmatik cerita. Tahap awal cerita membawa kita
dari eksposisi dan pengenalan setting ke tanda-tanda munculnya konflik, tahap
tengah menyajikan semakin meningkatnya konflik pertautan dan kompleksitas
konflik untuk akhirnya sampai ke klimaks yang semuanya itu merupakan inti
cerita, dan tahap akhir membawa kita dari klimaks ke penyelesaian.

2. Tahapan Plot : Rincian Lain


Selain rincan tahapan plot sebagaimana dikemukakan di atas, ada tahapan lain
yang dimaksud adalah yang ditemukan oleh tasrif (dalam Mochard Summer?)
yaitu yang membedakan tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu
adalah sebagai berikut:
1. Tahapan situation (Tasrif juga memakai istilah dalam Bahasa Inggris): Tahap
penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar
dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita,
Pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama. Fungsi untuk melands
tumpai dikisahkan pada tahap berikutnya.
2. Tahap Generating circumstances: Tahap pemunculan konflik, masalah dan
peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadi konflik mulai dimunculan. Jadi
tahapan, ini merupakan tahapan awal munculnya konflik, dan konfik itu
sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik
pada tahap berikutnya.
3. Tahap rising acition: Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah
dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan
intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi mengarah ke klimaks yang
semakin tidak dapat dihidari.
4. Tahap climax: Tahapan klimaks, komplit atau pertentangan yang terjadi, yang
dilakukan atau ditimpahkan kepada para tokoh cerita mencapai. Insentitas
puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang
berperan sebagai pelaku dan penderita tejadinya konflik utama.
5. Tahap denouement: Tahap penyelesaian, konflik yang mencapai klimaks yang
diberi jalan keluar,cerita diakhiri. Tahap ini berkesesuaian dengan tahap akhir
di atas.

Daftar Pustaka:

Nugiyantoro, Burhan. 2013.Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.

Mansyur, U. (2016). Pemanfaatan Nilai kejujuran dalam Cerpen sebagai Bahan Ajar
Berbasis Pendidikan Karakter. In Mengais Karakter dalam Sastra: HISKI Makassar (pp.
330–339). https://doi.org/10.17605/OSF.IO/Z4T3Y

Mansyur, U. (2018). Kiat dan Teknik Penulisan Skripsi bagi Mahasiswa. INA-Rxiv.
https://doi.org/10.31227/osf.io/juds7

Mansyur, U. (2018). Kiat dan Teknik Penulisan Skripsi bagi Mahasiswa. INA-Rxiv.
https://doi.org/10.31227/osf.io/juds7

Muliadi. (2017). Buku Ajar Telaah Prosa: Sebuah Terapan. Makassar: De La Macca.

Anda mungkin juga menyukai