DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Saat ini masih ditemui penanganan yang tidak tepat bagi para penderita
gangguan kesehatan mental di Indonesia terkhususnya di daerah-daerah yang masih
tergolong pelosok. Penderita gangguan kesehatan mental dianggap sebelah mata
sehingga dijauhi oleh masyarakat. Hal tersebut akan memperburuk keadaan dimana
penderita gangguan kesehatan mental akan sulit untuk sembuh. Maka dari itu,
perlunya edukasi serta pemberian pemahaman yang tepat kepada masyarakat terkait
kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan agar tidak ada
lagi stigma yang berkembang di masyarakat dan penderita gangguan kesehatan mental
dapat segera memperoleh penanganan yang tepat.
Salah satu pendekatan yakni preventif, cara ini memiliki tujuan mengurangi
faktor risiko, mencegah masalah kejiwan serta kambuhnya gangguan jiwa dan
mencegah adanya dampak masalah sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia sangat besar. Diperkirakan ada 1 juta kasus
gangguan jiwa berat. Dari jumlah itu, sekitar 18.000 kasus “ditangani” dengan
dipasung. Terkait dengan itu, pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, telah
mencanangkan Program Indonesia Bebas Pasung dengan berusaha menemukan pasien
yang dipasung di masyarakat. Namun, penemuan pasien pasung hanya fokus pada
pelayanan kuratif dan rehabilitatif, belum menyelesaikan masalah kesehatan jiwa.
Gangguan jiwa dan perilaku menurut The World Health Report 2001 dialami
kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya. Sekitar 30% dari
seluruh penderita yang dilayani dokter di pelayanan kesehatan primer (Puskesmas)
adalah penderita yang mengalami masalah kesehatan jiwa. Prevalensi orang dengan
gangguan jiwa di Indonesia sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi
penduduk mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa (Kemenkes, 2021).
Data Riskedas menyatakan bahwa masalah gangguan kesehatan mental emosional
mengalami peningkatan jika dibandingkan data Riskesdas tahun 2013 dan 2018 yaitu
sebanyak 6%. menjadi 9,8% (Kemenkes, 2018). Selain itu, data Riskesdas juga
menunjukkan bahwa 7 dari 1000 Rumah Tangga terdapat anggota keluarga dengan
Skizofrenia/Psikosis. Lebih dari 19 juta penduduk usia di atas 15 tahun terkena
gangguan mental emosional, lebih dari 12 juta orang berusia diatas 15 tahun
diperkirakan mengalami depresi. Kondisi ini telah menyerap dana BPJS Kesehatan
sebesar 730 miliar (Kemenkes, 2019). Dengan berbagai faktor biologis, psikologis
dan sosial dengan keanekaragaman penduduk di Indonesia, maka jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah. Peningkatan jumlah kasus gangguan jiwa akan
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia
untuk jangka panjang (Kemenkes, 2016).
Masyarakat
Upaya Pencegahan Kesehatan Jiwa (Keliat, Akemat, Daulima & Nurhaeni, 2014):
1) Pencegahan Primer
Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan
dan meningkatkan Kesehatan jiwa.
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa
sesuai dengan kelompok umur yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut
2) Pencegahan Sekunder
Tujuan pelayanan adalah menurunkan kejadian gangguan jiwa
Target pelayanan yaitu anggota keluarga masyarakat yang
berisiko/memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial dan gangguan jiwa
3) Pencegahan Tersier
Fokus pelayanan keperawatan pada peningkatan fungsi dan sosialisasi serta
pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada
tahap pemulihan.
C.
2. KONSEP RECOVERY
A. DEFINISI
Recovery merupakan suatu proses perjalanan mencapai kesembuhan dan
transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup bermakna
di komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya. Recovery
merupakan proses dimana seseorang mampu untuk hidup, bekerja, belajar dan
berpartisipasi secara penuh dalam komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap
penurunan atau pengurangan gejala secara keseluruhan. Orang dengan gangguan jiwa
berat yang mendapatkan dukungan tepat dan secara individual, dapat pulih dari
penyakitnya dan memiliki kehidupan yang memuaskan serta produktif (Damaiyanti, 2012)
Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem recovery yang berpusat
pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting dari recovery didefinisikan oleh setiap
individu dengan pertolongan dari pemberi layanan kesehatan jiwa dan orang-orang yang
sangat penting dalam kehidupannya. Individu menerima dukungan pemulihan melalui
aktivitas yang didefinisikan sebagai rehabilitasi, yang merupakan proses menolong
seseorang kembali kepada level fungsi tertinggi yang dapat dicapai. Recovery gangguan
jiwa merupakan gabungan pelayanan sosial, edukasi, okupasi, perilaku dan kognitif yang
bertujuan pada pemulihan jangka panjang dan memaksimalkan kecukupan diri
(damaiyanti, 2012)
Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan pemulihan meliputi :
treatment asertif komunitas, dukungan bekerja, manajemen dan pemulihan penyakit,
treatment terintegrasi untuk mendampingi kejadian berulang gangguan jiwa dan
penyalahgunaan zat, psikoedukasi keluarga, manajemen pengobatan. Dukungan pemulihan
dalam asuhan keperawatan jiwa meliputi bekerja dengan tim treatment multidisiplin yang
meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial, konselor, terapis okupasi, pakar konsumen dan
teman sejawat, manajer kasus, pengacara keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan
ini juga membutuhkan perawat untuk berfokus pada tiga elemen yaitu : individu, keluarga
dan komunitas (Keliat, 2008)
B. KARAKTERISTIK RECOVERY
Karakteristik recovery antara lain : self direction, person centered, empowerment
(pemberdayaan), holistik, non-linier, strengths based, peer support, respect, responsibility
dan hope (Tuwota, 2014). Berikut penjelasan dari masing-masing karakteristik tersebut :
1. Self Direction
Mengontrol diri sendiri merupakan bagian dari manajemen diri yang dapat diartikan
meskipun kehidupan dipengaruhi keadaan eksternal, namun kontrol tetap ada pada diri
kita sendiri. Walaupun intervensi dilakukan oleh professional kesehatan, namun inisiatif
ada pada diri, bukan menjadikan pasien ketergantungan. self direction adalah dimana
klien memimpin, mengendalikan, dan menentukan jalan mereka sendiri dalam proses
pemulihan. kontrol diri berkaitan dengan penentuan nasib sendiri, pilihan dan tanggung
jawab atas hal yang dilakukan, individu memegang kontrol atas bagaimana cara
mengatasi, mengelola atau meminimalkan segala sesuatu yang menghambat dan
membatasi kondisi gangguan jiwa, mengontrol bagaimana cara berkembang, merasa
bahagia dan puas meskipun pasien berada dalam keterbatasan
2. Person centered
Artinya didalam proses pemulihan, setiap individu memilih jalur yang berbeda-beda,
memiliki keunikan dan pengalaman yang berbeda pula. Dalam merawat pasien perawat
harus berpusat pada pasien atau patien centre care dimana perawatan bersifat individual
dan pasien secara utuh dapat bebas memilih bagaimana perawatan yang akan
dilakukan, memilih penyedia pelayanan kesehatan, dalam prosesnya individu
mendapatkan perawatan yang respek dan hangat. Klien sebagai pembuat keputusan dan
terlibat penuh dalam pelayanan keperawatan. Selain itu, perawat sebagai penyedia
pelayanan keperawatan harus memperhatikan hal-hal seperti pelayanan harus mudah
diakses oleh pasien, respek terhadap pasien, pelayanan dapat diberikan dimana saja,
melihat permasalahan dari sisi klien, melakukan pengkajian terhadap kondisi kognitif
pasien, status kesehatan pasien, inform consent dll.
3. Pemberdayaan
Pemulihan erat kaitannya dengan pemberdayaan pasien yang mengalami gangguan
jiwa. Pemberdayaan artinya klien memiliki kewenangan untuk menentukan pilihan dan
membuat keputusan yang akan berdampak pada kehidupan mereka. Pemberdayaan
didalamnya terdapat potensi faktor internal dan eksternal dikombinasikan, dimana
individu memfasilitasi dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri, peduli atas apa yang
terjadi. Sumber daya internal dan eksternal yang berfungsi untuk memulai dan
mempertahankan recovery itu sendiri.
4. Holistik. artinya proses recovery berfokus pada semua aspek dalam kehidupan manusia
termasuk emosi, sosial, body mind spirit. Proses pemulihan sendiri tidaklah linier,
artinya mengalami pertumbuhan dan kemunduran. Periode perubahan dapat cepat
ataupun lambat tergantung individu. Secara keseluruhan pertumbuhan terus maju ke
atas walaupun terkadang dalam prosesnya mengalami kemunduran.
5. Proses recovery bersifar non-linear artinya bahwa dalam proses pemulihan setiap
individu memiliki perbedaan dalam perkembangannya meskipun melalui langkah-
langkah yang sama. pemulihan bukanlah selangkah demi selangkah, akan tetapi satu
kesatuan yang pertumbuhannya yang terus menerus dengan kemunduran sesekali.
6. Dalam proses pemulihan hal lain yang penting yaitu strengths based. Dimana
pemulihan berfokus pada individu sendiri dalam menilai kekuatan yang dimiliki.
strengths based artinya ketahanan dan kemampuan dalam mengatasi masalah. kekuatan
dan mekanisme koping setiap individu berbeda-beda, kondisi kesehatan mental juga
berbeda maka kondisi ini perlu dilakukan pendekatan sesuai dengan kekuatan individu
itu sendiri.
7. Peer support
Peran sesama pasien yang juga mengalami gangguan jiwa sangat penting dalam
memberikan support bagi klien. Orang tersebut mendukung, menjadi orang terdekat,
dan ada saat dibutuhkan. Memberi dukungan namun tidak memaksa, mendengarkan,
memahami ketika ada permasalahan. peer support bagi gangguan jiwa membuat klien
merasa dihargai. Dalam proses pemulihan klien tidak berdiri sendiri, dibutuhkan
partisipasi masyarakat. Individu dengan gangguan jiwa ingin menjadi bagian dari
masyarakat, agar dihormati oleh masyarakat, memberikan kontribusi terhadap
masyarakat dan memiliki hubungan baik dengan masyarakat tersebut.
8. Dalam proses pemulihan juga diperlukan tanggung jawab klien atas dirinya sendiri.
Tanggung jawab tersebut meliputi manajemen diri, obat-obatan, otonomi dalam pilihan
hidup, tanggung jawab ketika mencoba kemudian gagal dan mencoba kembali.
Seseorang yang mengalami gangguan jiwa harus menentukan perjalanan hidupnya
sendiri, dengan bantuan dan bimbingan. tanggung jawab berperan penting dalam proses
pemulihan. Tanggung jawab yang dimaksud antara lain : manajemen diri & obat-
obatan, otonomi terhadap pilihan hidup, tanggung jawab terhadap tindakan, resiko atas
tindakan yang diambil, dll.
9. Orang dapat beranggapan bahwa klien tidak dapat dihargai secara sosial. Artinya klien
tidak dapat menjalankan perannya secara sosial. sebuah ktipan bijak disebutkan bahwa
“kita telah belajar bahwa kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri dan bisa maju
dan melakukan apa yang kita inginkan
10. Harapan. Proses pemulihan mustahil tanpa adanya harapan, harapan dilakukan untuk
mempertahankan motivasi, harapan juga mendukung individu dalam menjalani proses
pemulihan itu sendiri. harapan dapat berasal dari dalam diri individu, maupun dipicu
hal di luar individu. Harapan dapat muncul dari orang yang menjadi panutan, orang
yang di cintai, dan merupakan langkah awal proses pemulihan. Harapan bukan hanya
sebagai pemicu proses pemulihan tetapi juga dapat mempertahankan proses pemulihan
itu sendiri
4. Karakteristik lingkungan
a. Lingkungan Fisik
Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang merupakan
bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Tiga aspek yang mempengaruhi
terwujudnya lingkungan fisik terapeutik:
Lingkungan fisik yang tetap.
Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun internal. Bagian
eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai
dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa
masyarakat. Berada di tengah-tengah pemukiman penduduk atau masyarakat
sekitarnya serta tidak diberi pagar tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan
dapat membantu memelihara hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat.
Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien
serta menghindari kesan terisolasi.
Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal
yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ryang
makan. Masing-masing ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk
memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang mengalami gangguan mental,
merangsang memori dan mencegah disorientasi ruangan. Setiap ruangan harus
dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi aktivitas kelompok,
jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.
Lingkungan fisik semi tetap.
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi, meja,
peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan diatur
sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan
yang lainnya serta menjaga privasi pasien.
Lingkungan fisik tidak tetap.
Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat
dipengaruhi oleh sosial budaya.
b. Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien
berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi
terhadap tekanan eksternal. Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan
dalam berinteraksi dengan pasien:
Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah
tingkah laku pasien.
Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku
partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar.
Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai anggota
kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan.
Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien.
Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian
dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.
5. Jenis-jenis terapi supportive environment
a. Terapi rekreasi
Yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan pasien
dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta
mengembangkan kemampuan hubungan sosial.