DI PUSKESMAS DORO II
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas I
PENDAHULUAN
A. PROGRAM
Program jiwa, jenis pelayanan kesehatannya yang dapat diberikan kepada posyandu
berupa pengkajian penderita gangguan jiwa, pemeriksaan aktivitas sehari-hari,
pemeriksaan status mental, pengukuran tekanan darah, memberikan pengetahuan tentang
gangguan jiwa, memberikan terapi pengobatan dan penatalaksanaan mekanisme koping
yang adaptif bagi penderita gangguan jiwa serta keluarga. (pratiwi, 2015)
Keterampilan berbahasa dan budaya merupakan dua hal yang sangat penting ketika
layanan kesehatan jiwa di integrasikan dalam layanan dasar / puskesmas. (Hooper, 2014)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di puskesmas doro II
sudah dilakukan program jiwa yaitu posyandu jiwa untuk pasien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa, serta
diberikan terapi pengobatan. Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan
di puskesmas sudah sesuai yang diatur pada Depkes RI tahun 2006.
B. KEBIJAKAN PROGRAM
Berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018, Indonesia memiliki
prevalensi rumah tangga dengan gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis sebesar 7 per
1.000, artinya setiap 1000 penduduk Indonesia, terdapat 7 kasus penderita skizofrenia.
Angka ini menunjukkan peningkatan dari tahun 2013 yang berkisar di angka 1,7 per
1.000. Selain itu, prevalensi gangguan emosional pada penduduk berumur lebih dari 15
tahun pada tahun 2018 mencapai 9,8%, angka ini juga mengalami peningkatan dari tahun
2013 yang sebelumnya sebesar 6%. Peningkatan masalah kesehatan jiwa ini
menunjukkan perlunya perhatian khusus terhadap kesehatan jiwa masyarakat Indonesia.
Upaya bersama antar pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat diperlukan
untuk mengatasi masalah ini.
Sebagai langkah awal untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa, pemerintah telah
melakukan revisi terhadap UU No. 18 Tahun 2014 yang dijadikan sebagai landasan
utama mengenai aturan kesehatan jiwa di Indonesia. Pada pasal satu dijelaskan bahwa
kesehatan jiwa adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya. UU No. 18 Tahun 2014 ditujukan untuk menjamin
setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik, serta memberikan pelayanan
kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Upaya promotif dan preventif termasuk dalam upaya pencegahan. Sedangkan upaya
pengobatan, berupa upaya kuratif dan rehabilitatif. Sesuai dengan UU No. 18 Tahun
2014, upaya promotif merupakan suatu kegiatan dan/atau rangkaian kegiatan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa yang bersifat promosi kesehatan jiwa. Upaya
promotif bertujuan agar kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan jiwa
dapat meningkat. Sedangkan upaya preventif merupakan suatu kegiatan untuk mencegah
terjadinya masalah kejiwaan dan gangguan jiwa. Menurut Riskesdas tahun 2018, dari
total penduduk berumur lebih dari 15 tahun yang mengalami depresi, hanya 9% yang
melakukan pengobatan. Stigma atau anggapan negatif menjadi salah satu alasan
masyarakat Indonesia enggan berkonsultasi ke psikolog/psikiater.
Sejak tahun 2016 lalu, pemerintah mulai menjadikan tindakan preventif sebagai fokus
utamanya. Pemerintah bersama dengan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) mulai
memberikan edukasi mengenai cara menjadi ibu hamil yang tangguh, baik secara fisik
maupun emosional sang ibu selama mengandung. Tidak hanya itu, disediakan pula
konseling pra-nikah, edukasi parenting, hingga penyuluhan program yang berfokus
kepada sekolah. Program yang berfokus pada sekolah dilakukan melalui guru konseling
atau BK, umumnya konselin tersebut mengenai tindakan perundungan (bullying),
seksual, dsb yang dilaporkan dengan rapor kesehatan.
Upaya promotif yang telah dilakukan oleh Klinik Makara berupa sosialisasi
keberadaan pelayanan konseling dan program Peer Conselor and Health Educated
(PCHE). Peer Conselor merupakan mahasiswa yang diseleksi berdasarkan kriteria untuk
menjadi konselor sebaya dan pendidik kesehatan yang bertujuan melakukan tindakan
preventif dan promotif. Kelompok ini bertugas untuk melakukan pendektesian dini
masalah psikologis yang dialami oleh orang-orang sekitar, terutama mahasiswa. Tidak
hanya itu, mahasiswa yang telah menjadi peer counselor juga bertugas untuk
mempromosikan keberadaan pelayanan konseling.
C. INDIKATOR
Untuk pencapaian tujuan dan sasaran selama 5 yaitu tahun 2015-2019, maka perlu dibuat
target komulatif dan indicator pada direktorat pencegahan dan pengendalian masalah
kesehatan jiwa, sebagai berikut :
1. Indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan
upaya kesehatan jiwa sebanyak 280 kab/kota
2. IndikatorJumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan
pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor
(IPWL) sebanyak 200 kab/kota
3. Indikator Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan
pengendalian masalah kesehatan jiwa di 30% SMA dan yang sederajat sebanyak 34
provinsi.
D. KEGIATAN
1. Revisi petunjuk
dan remaja
Biddokkes
Supervisi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyalahgunaan
Napza
Pengelolaan Kepegawaian
1. DATA PROGRAM
Program kesehatan jiwa adalah sebagai berikut :
No Program Sasaran
1. Pelayanan kesehatan di Penderita gangguan jiwa
Puskesmas
2 Kunjungan di rumah pasien Pasien
2. INDIKATOR PROGRAM
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di puskesmas doro II sudah
dilakukan program jiwa yaitu posyandu jiwa untuk pasien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa, serta diberikan terapi
pengobatan. Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas sudah
sesuai yang diatur pada Depkes RI tahun 2006.
Setiap pelaksanaan maupun hasil pencapaian indikator kinerja yang tidak sesuai
dengan rencana/ target akan dievaluasi atau diidentifikasi penyebab masalahnya dan disusun
rencana perbaikan peningakatn mutu dan kinerja program. Indikator Kinerja Program
Kesehatan Jiwa yang tidak tercapai harus dilakukan kaji banding terhadap Puskesmas
lainnya yang telah berhasil mencapai kinerja pada indikator yang sama. Pelaksanaan
menyesuaikan kerangka acuan kegiatan yang terkait.
Evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh Penanggung Jawab (PJ) UKM
Pengembangan dan atau Kepala Puskesmas setiap bulan terhadap pelaksana dengan
membandingkan antara jadwal kegiatan dengan pelaksanaan. Hasil evaluasi pelaksanaan
kegiatan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas setiap bulannya oleh PJ UKM
Penegmbangan melalui pertemuan Lokakarya mini setiap bulan (Lokmin Bulanan). Setiap
hasil evaluasi yang tidak ada kesesuaian antara jadwal dan pelaksanaan dievaluasi
penyebabnya dan disusun rencana tindak lanjutnya (tindakan koreksi). Tindakan koreksi
tersebut disusun menjadi rencana kegiatan selanjutnya (jelas siapa melaksanankan apa
dimana dan kapan).
B. SARAN
Dalam mencapai tujuan, sasaran dan target indikator yang telah di susun, perlu
adanya dukungan dan bantuan dari lintas program dan lintas sektor terkait, sehingga perlu
adanya koordinasi yang baik dan terus menerus, sehingga tujuan dan target indikator dapat
tercapai.
REFERENSI
file:///E:/SEMESTER%205/KOMUNITAS/1-401733-4tahunan-209.pdf
Diunduh pada tanggal 4 desember 2019 pada pukul 09.05 WIB
https://id.scribd.com/document/389131201/Kap-Pelayanan-Kesehatan-Jiwa-Masyarakat
diunduh pada tanggal 4 desember 2019 pada pukul 13.50 WIB
https://www.economica.id/2019/10/07/program-dan-kebijakan-kesehatan-mental-tanggung-
jawab-siapa/
diunduh pada tanggal 4 desember 2019 pada pukul 15.50 WIB