Anda di halaman 1dari 10

Upaya Penyembuhan Penderita Gangguan Kesehatan Jiwa Pada

Usia Remaja

Nadhira Salsabila Cehan


Nadirasalsabila197@gmail.com

ABSTRAK

Mental illness (mental disorder), disebut juga dengan gangguan mental atau jiwa,
adalah kondisi kesehatan yang memengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau
kombinasi diantaranya. Kondisi ini dapat terjadi sesekali atau berlangsung dalam waktu yang
lama (kronis).
Ada enam gangguan mental di kalangan remaja yang biasanya diukur oleh lembaga
ini. Keenamnya adalah, fobia sosial, gangguan kecemasan umum, gangguan depresi mayor,
gangguan perilaku, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan gangguan defisit
perhatian/hiperaktivitas (ADHD).
Berbagai faktor mempengaruhi kesehatan mental. Semakin banyak faktor risiko yang
dihadapi remaja, semakin besar potensi dampaknya terhadap kesehatan mental mereka.
Faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap stres selama masa remaja meliputi
keterpaparan terhadap kesulitan, tekanan untuk menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dan
eksplorasi identitas. Pengaruh media dan norma gender dapat memperburuk perbedaan antara
realitas kehidupan remaja dan persepsi atau aspirasi mereka untuk masa depan. Penentu
penting lainnya termasuk kualitas kehidupan rumah mereka dan hubungan dengan teman
sebaya. Kekerasan (terutama kekerasan seksual dan intimidasi), pengasuhan yang keras dan
masalah sosial ekonomi yang parah diakui sebagai risiko kesehatan mental.

1
1. Pendahuluan

Mental illness (mental disorder), disebut juga dengan gangguan mental atau jiwa,
adalah kondisi kesehatan yang memengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau
kombinasi diantaranya. Kondisi ini dapat terjadi sesekali atau berlangsung dalam waktu yang
lama (kronis).Gangguan ini bisa ringan hingga parah, yang dapat memengaruhi kemampuan
seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ini termasuk melakukan kegiatan sosial,
pekerjaan, hingga menjalani hubungan dengan keluarga.Meski rumit, gangguan kesehatan
mental termasuk penyakit yang dapat diobati. Bahkan, sebagian besar penderita mental
disorder masih dapat menjalani kehidupan sehari-hari selayaknya orang normal.( dr. Antari
Puspita Primananda - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang). Sementara pada orang
dewasa, kondisi ini memengaruhi satu dari empat orang di dunia. Adapun dari kasus tersebut,
sekitar setengahnya dimulai pada remaja di bawah usia 14 tahun. Ini merupakan usia rawan
munculnya gangguan mental yang kerap terjadi.

WHO melaporkan bahwa 450 juta orang di seluruh dunia memiliki gangguan
kesehatan mental, dengan prevalensi 20% kejadian terjadi pada anak-anak (O’Reilly, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Hightower yang dikutip dalam buku Desmita (2013)
menemukan bahwa hubungan yang harmonis dengan teman sebaya selama masa remaja,
berhubungan dengankesehatan mental yang positif pada masa dewasa.

“Remaja dengan gangguan mental mengalami gangguan atau kesulitan dalam


melakukan kesehariannya yang disebabkan oleh gejala gangguan mental yang ia miliki,”
terang Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc., Sc.D., Guru Besar Fakultas Kedokteran,
Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM yang merupakan peneliti utama
I-NAMHS.

Diseminasi hasil penelitian ini dilakukan Kamis (20/10) di Hotel Grand Melia Jakarta
Selatan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa gangguan mental yang paling banyak
diderita oleh remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan
cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan
perilaku (0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%.  

Berdasarkan data diatas, penulis tertarik mengangkat masalah terkait penyebab dari
gangguan kesehatan jiwa pada remaja dan upaya penyembuhan/penanganan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi permasalahan kesehatan jiwa pada remaja.

2
A. Pengertian Gangguan Kesehatan Jiwa Secara Umum

Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang
tersebut merasa sehat dan bahagia mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima
orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain (WHO, 2015). 1
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual dan social sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Kondisi yang tidak sesuai pada individu disebut gangguan jiwa (UU
No.18 tahun 2014). Apabila seseorang dapat berespon positif terhadap suatu stressor maka
akan tercapai jiwa sehat yang ditandai dengan kondisi sejahtera baik secara emosional,
psikologi, maupun perilaku sosial, mampu menyadari tentang diri dan harga diri.

B. Pengertian Gangguan Kesehatan Jiwa Menurut Para Ahli

Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (APA) adalah sindrom


atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara klinis, yang terjadi pada individu
dan sindrom itu dihubungkan dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri, menyakitkan)
atau disabilitas (ketidakmampuan pada salah satu bagian atau beberapa fungsi penting) atau
disertai peningkatan resiko secara bermagna untuk mati, sakit, ketidakmampuan, atau
kehilangan kebebasan (APA, 1994 dalam Prabowo, 2014).

Gangguan jiwa yang menjadi salah satu masalah utama di negara-negara berkembang
adalahSkizofrenia. Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari
seluruh gangguan jiwa yang ada (Nuraenah, 2012). Skizofrenia adalah Suatu penyakit yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan
perilaku yang aneh dan terganggu.

Gangguan jiwa adalah gangguan secara psikologis atau perilaku yang terjadi pada
seseorang, umumnya terkait dengan gangguan afektif, perilaku, kognitif dan perseptual.
Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial (Insel &Wang,
2010).

Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja
gangguan jiwa bersifat lebih kompleks mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut,
hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila (Fajar 2016).

Gangguan jiwa atau mental illnes adalah keadaan dimana seseorang mengalami
kesultan mengenai persepsinya tentang kehidupan, hubungan dengan orang lain, dan
1

3
sikapnya terhadap dirinya sendiri. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang sama
halnya dengan gangguan jasmaniah lainnya, tetapi gangguan jiwa bersifat lebih kompleks,
mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut hingga tingkat berat berupa sakit jiwa
(Budiono,2010).

C .Penyebab Gangguan Kesehatan Jiwa

Diseminasi hasil penelitian ini dilakukan Kamis (20/10) di Hotel Grand Melia Jakarta
Selatan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa gangguan mental yang paling banyak
diderita oleh remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan
cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan
perilaku (0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%.  

Meskipun pemerintah sudah meningkatkan akses ke berbagai fasilitas kesehatan,


hanya sedikit remaja yang mencari bantuan profesional untuk masalah kesehatan mental
mereka. Padahal, hampir 20% dari total penduduk Indonesia berada dalam rentang usia 10 –
19 tahun, sehingga populasi remaja dapat dikatakan memiliki peran penting bagi
perkembangan Indonesia, terutama untuk meraih bonus demografi dan merealisasikan visi
Indonesia Emas 2024.

Pada usia remaja (15-24 tahun) memiliki persentase depresi sebesar 6,2%. Depresi
berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) hingga bunuh
diri. Sebesar 80 – 90% kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan. Kasus
bunuh diri di Indonesia bisa mencapai 10.000 atau setara dengan setiap satu jam terdapat
kasus bunuh diri. Menurut ahli suciodologist 4.2% siswa di Indonesia pernah berpikir bunuh
diri. Pada kalangan mahasiswa sebesar 6,9% mempunyai niatan untuk bunuh diri sedangkan
3% lain pernah melakukan percobaan bunuh diri. Depresi pada remaja bisa diakibatkan oleh
beberapa hal seperti tekanan dalam bidang akademik, perundungan(bullying), faktor
keluarga, dan permasalahan ekonomi

a. Faktor ekonomi

Kondisi status sosial ekonomi juga ternyata berkaitan dengan tingkat gejala depresi.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa orang-orang dengan pendapatan, status pekerjaan,
dan pendidikan yang tinggi cenderung lebih bahagia dan mempunyai kemungkinan yang
lebih kecil untuk terjangkit gejala depresi atau gangguan kejiwaan lainnya daripada orang-
orang dengan status social ekonomi yang lebih rendah (Hwan and Lee, 2011). Beberapa
penelitian juga telah mempelajari mengenai dampak status sosial ekonomi khususnya pada
kalangan siswa. Menurut National Institute of Mental Health tahun 2010, depresi dan
kecemasan juga merupakan satu dari beberapa gangguan pada psikologis yang paling umum
terjadi pada mahasiswa di Amerika Serikat dengan tingkat pelaporan mencapai 43% dalam
12 bulan terakhir dari periode penelitian.

4
b.Faktor bullying

Bullying menjadi hal yang sering terjadi, bullying merupakan aktivitas sadar dan
tujuannya untuk melukai dan menyakiti seseorang dan dilakukan secara berulang-ulang.
Bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak
nyaman/terluka dan biasanya terjadi secara berulang yang ditandai dengan munculnya
ketidakseimbangan kekuasaan antara  pelaku dan korban (Olweus, 2016). Perilaku bullying
ini tidak lepas dari yang namanya keinginan untuk berkuasa dan juga menjadi seseorang yang
ditakuti di lingkungannya.

Bullying diartikan sebagai perangkat tingkah laku yang dilakukan secara sengaja dan
menyebabkan kecederaan fisik serta psikologikal yang menerimanya. Sehingga dapat
diartikan bahwa pelaku bullying ini menyerang korban secara sadar dan sengaja tanpa
memikirkan kondisi korban (Yusuf & Fahrudin, 2012). Pada masa remaja sering ditemukan
kasus bullying.

c. Faktor Keluarga (didikan orang tua)

Pola asuh ini sangat berdampak pada masalah mental emosional remaja, yaitu rata-
rata berada pada kategori borderline.Kategori borderline berarti bahwa remaja berisiko
mengalami emosional symptoms, conduct problem, hyperactivity, dan peer problem serta
berpeluang untuk mengalami masalah psikososial.
Pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang bertindak keras dan cenderung
diskriminatif. Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-
anak dengan aturan yang ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti
dirinya(orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi, anak jarang
diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua (Ayun,
2017). Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Santrock (2012) ia mengatakan
bahwa kebanyakan anak dari orang tua yang otoriter memiliki peluang lebih besar mengalami
masalah emosional.

Pola Permisif adalah membiarkan anak bertindak sesuai dengan keinginannya, orang
tua tidak memberikan hukuman dan pengendalian. Pola asuh ini ditandai dengan adanya
kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri,
orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak, sehingga anak akan
berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri walaupun terkadang bertentangan dengan
norma sosial. (Ayun, 2017).

d. Faktor Akademik

Pada mahasiswa, gangguan kesehatan mental yang dialami dapat berpengaruh


terhadap kondisi akademik. Penelitian yang dilakukan Heiligenstein et al. (2015) menyatakan
bahwa penurunan nilai akademik sangat sering terjadi pada mahasiswa yang mengidap
depresi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa siswa dengan gangguan akademik, 16 persen

5
mengalami depresi ringan, 43 persen menunjukkan depresi sedang, dan 41 persen mengalami
depresi berat. Dapat disimpulkan bahwa terganggunya kesehatan mental secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan seseorang yang pada akhirnya akan
mempengaruhi aktivitasnya dalam menjalani peran kehidupannya. Dengan adanya kasus-
kasus di atas menunjukkan bahwa perlu untuk mengkaji lebih jauh mengenai kondisi
kesehatan mental mahasiswa agar dapat mengantisipasi dampak-dampak yang akan
merugikan bagi mahasiswa itu sendiri, institusi, keluarga, dan lingkungan sekitar.2

D. Jenis-jenis Gangguan Jiwa

Tahun 2012, World Health Organization (WHO) mencatat jumlah penderita gangguan
jiwa di dunia mencapai 450 juta jiwa, dan pada tahun 2016 data World Health Organization
(WHO) menunjukkan terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena demensia.

Adapun gangguan jiwa dapat dibedakan menjadi lima jenis (WHO,2016) , yaitu:

1. Depresi

Depresi merupakan gangguan mental yang umum dan merupakan salah satu dari
penyebab utama disabilitas di dunia. Selain itu, depresi juga merupakan penyebab utama
seseorang melakukan bunuh diri. Secara global, diperkirakan 350 juta orang mengalami
depresi. Depresi ditandai dengan perasaan bersedih, perasaan putus asa, pesimis, perasaan
bersalah, tidak berharga, kesulitan berkonsentrasi, mengingat dan membuat keputusan,
pikiran bunuh diri bahkan percobaan bunuh diri. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
individu mengalami depresi seperti faktor genetik, trauma, kehilangan orang yang berharga,
ketidakmampuan menjalin hubungan atau situasi lainnya yang dapat menyebabkan stres.
Depresi seringkali terjadi pada dewasa awal antara usia 20 sampai 30 tahun. Depresi dapat
ditangani menggunakan obat-obatan berupa antidepresan dan psychotheraphy atau talk
therapy (National Institute of Mental Health)

2. Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar dialami oleh lebih dari 60 juta orang di dunia. Bipolar terdiri dari
dua episode manik dan depresi yang biasanya di perantarai oleh episode normal. Episode
manik ditandai dengan peningkatan mood, aktifitas berlebih, harga diri meningkat, penurunan
kebutuhan untuk tidur. Orang yang mengalami episode manik tanpa mengalami episode
depresi juga di klasifikasikan mengalami gangguan bipolar.

3. Skizofrenia

6
Skizofrenia diderita oleh lebih dari 21 juta jiwa di dunia. Skizofrenia ditandai dengan
distorsi pikiran, perspesi, emosi, bahasa, dan perilaku. Skizofrenia di tandai dengan adanya
halusinasi penglihatan, pendengaran, atau merasakan sesuatu yang tidak ada. Gejala lain dari
skizofrenia dapat berupa delusi, dan juga perilaku abnormal seperti penampilan aneh, bicara
tidak koheren, berkeliaran, bergumam atau tertawa sendiri, pengabaian diri. Skizofrenia dapat
tangani dengan penggunaan obat-obatan dan dukungan psikososial.

4. Demensia

Diperkirakan sekitar 47,5 juta orang mengalami demensia. Demensia biasanya


bersifat kronik atau progresif dimana terdapat penurunan fungsi kognitif (kemampuan
memproses pikiran) malampaui apa yang dapat diharapkan dari penuaan normal. Demensia
mempengaruhi memori, proses pikir, orientasi, kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan
pengambilan keputusan. Keruskan fungsi kognitif umumnya disertai dan kadang kadang
didahului dengan penurunan pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.

E. Upaya Mengatasi Gangguan Kesehatan Jiwa

Untuk para remaja yang merasakan perubahan hidup akibat wabah lalu merasa cemas,
terisolasi, dan kecewa karenanya, ketahuilah: kamu tidak sendirian. berbicara dengan Dr.
Lisa Damour, seorang psikolog remaja, penulis best-seller dan kolumnis bulanan New York
Times, berikut tentang hal-hal yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan
jiwa pada diri sendiri:

1.Cari pengalihan

“Menurut para psikolog, ketika kita berada dalam kondisi yang sangat sulit, akan
sangat membantu untuk mengenali masalah menjadi dua kategori: Hal-hal yang bisa kita
kendalikan, dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan,” kata Dr. damour.

Saat ini ada banyak hal yang jatuh pada kategori kedua, dan itu tidak apa-apa. Tapi
satu hal yang bisa membantu kita untuk menghadapi situasi tersebut adalah dengan mencari
pengalihan untuk kita sendiri. menonton film kesukaan, atau membaca novel sebelum tidur
atau hal-hal menyenangkan lainnya yang bersifat positif

2.Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi bicara yang memberikan media yang aman untuk
pengidap dalam mengungkapkan perasaan dan meminta saran. Psikiater akan memberikan
bantuan dengan membimbing pengidap dalam mengontrol perasaan. Psikoterapi beserta
perawatan dengan menggunakan obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk
mengobati penyakit mental. Beberapa contoh psikoterapi, antara lain cognitive behavioral
therapy, exposure therapy, dialectical behavior therapy, dan sebagainya.

7
3.Memiliki Tidur yang Cukup

Stress akan menyebabkan seseorang sulit untuk tidur. Namun, tidur adalah waktu
ketika otak dan tubuh beristirahat. Kualitas dan jumlah tidur dapat mempengaruhi suasana
hati, energi, konsentrasi dan fungsi tubuh secara keseluruhan. Miliki tidur yang berkualitas
dengan merilekskan diri sebelum jadwal tidur, mendengarkan musik yang menenangkan dan
membuat suasana kamar menjadi nyaman seperti dengan aromaterapi.

4.Sadari bahwa kecemasanmu adalah hal yang wajar

Jika penutupan sekolah dan judul-judul mengkhawatirkan di media membuatmu


merasa cemas, kamu tidak sendirian. Malah, itu adalah hal yang sudah seharusnya kamu
rasakan.“Para psikolog sudah lama menyadari bahwa kecemasan adalah fungsi normal dan
sehat yang bisa membuat kita waspada terhadap ancaman, dan membantu kita untuk
mengambil tindakan untuk melindungi diri,” kata Dr. Damour. “Kecemasanmu akan
membantumu mengambil keputusan yang harus dibuat saat ini, seperti tidak menghabiskan
waktu bersama orang lain atau dalam kelompok besar, mencuci tangan dan tidak menyentuh
wajah.”Perasaan-perasaan tersebut tidak hanya membantu menjaga dirimu, tapi juga orang
lain. Hal inilah yang mencerminkan “bagaimana kita ikut menjaga anggota masyarakat. Kita
juga memikirkan orang-orang di sekitar kita, lho.”

Bagi orang tua dalam mengatasi stress pada anak dapat meLuangkan waktu untuk
menyemangati mereka Masa remaja artinya anak-anak mulai belajar untuk mandiri. Mereka
memerlukan ruang untuk dunianya sendiri. Orang tua dapat memberikan dukungan pada
mereka dengan mengarahkan upaya kemandirian itu agar tetap di jalur yang benar. Di
samping itu, tidak ada salahnya orang tua turut membantu menyelesaikan masalah mereka
ketika frustrasi. Pencarian solusi tersebut dilakukan dengan diskusi sembari menasihati, dan
bukan pemaksaan kehendak. Belajar saling mengendalikan diri saat berkonflik dengan
anak ,Orang tua dan anak pastikan akan mengalami konflik dalam kehidupan sehari-hari.
Hanya saja, saat usia anak sudah remaja, mereka mungkin akan lebih menggunakan perasaan
dan ego mereka. Saat situasi sedang memanas, baiknya masing-masing pihak saling
meredakan emosi terlebih dahulu. Bahas solusi dari konflik ketika pikiran sudah dingin
sehingga didapatkan diskusi yang sehat. Dari sini anakpun turut belajar untuk mengendalikan
stresnya.3

Kesimpulan

Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual dan social sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,

8
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Kondisi yang tidak sesuai pada individu disebut gangguan jiwa (UU
No.18 tahun 2014). Apabila seseorang dapat berespon positif terhadap suatu stressor maka
akan tercapai jiwa sehat yang ditandai dengan kondisi sejahtera baik secara emosional,
psikologi, maupun perilaku sosial, mampu menyadari tentang diri dan harga diri.
Ada beberapa jenis kesehatan jiwa yaitu, depresi, bipolar, skizofrenia, dimensia, gangguan
tumbuh kembang.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan kesehatan jiwa seperti bullying,
faktor keluarga, akademik, lingkungan sekitar. Upaya yang dapat dilakukan dalam
menangani permasalah kesehatan jiwa ini diantaranya yaitu, cari pengalihan/mencari hal
yang menghibur dan member dampak positif, psikoterapi,dan menyadari bahwa
kecemasanmu adalah hal yang wajar

DAFTAR PUSTAKA

Aloysius, dkk. 2021. Analisis Kesehatan Mental Mahasiswa Perguruan Tinggi


Pada Awal Terjangkitnya Covid-19 di Indonesia. Jakarta: Jurnal Citinzenship
Virtues, 1(2), 83-97
Rahmawati fetty, dkk. 2022. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehtan
mental pada remaja. Palangka Raya, Kalimantan: Vol 8 No 3 Desember, Page 276-
281
Dewi yustika, dkk. 2021. Analisis faktor socioeconomic status (SES) terhadap
kesehatan mental:gejala depresi di Indonesia.
World Health Oranization. 2016.Diakses di
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/

9
10

Anda mungkin juga menyukai