PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 adalah
keadaan sehat baik secara fisik, metal, spiritual maupun sosial yang
ekonomis. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa sehat itu tidak
hanya sehat jasmani tetapi juga sehat rohani (jiwa). Menurut Keliat tahun
hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup
gangguan jiwa yaitu suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan
individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran social. (Keliat, 2011).
World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta
atau lebih mengalami gangguan jiwa (NIMH, 2011). Kondisi ini tidak jauh
1
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang belakangan ini
sering mengalami bencana alam seperti gempa bumi, banjir, gunung meletus,
tsunami, dan ditambah lagi berbagai konflik terkait agama dan ras, juga
menunjukkan angka gangguan jiwa yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan
1,7 per mil. Artinya, 1-2 orang dari 1.000 penduduk di Indonesia mengalami
gangguan jiwa berat. Data diatas bagi sebagian besar individu mungkin tidak
tersebut dan apa dampak yang dapat ditimbulkan bagi mereka belum
menjadi tidak produktif bahkan sangat tergantung kepada orang lain. Mereka
yang sebelumnya biasa dilakukan. Studi bank dunia tahun 1995 menyatakan
bahwa, hari produktif yang hilang atau Dissability Adjusted Life Years
Deseace disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa. Angka ini lebih tinggi
(5,8%), penyakit jantung (4,4%) maupun malaria (2,6%). Hari produktif yang
hilang akibat gangguan jiwa menjadi 12,3% pada tahun 2000 dan
2010). Gangguan jiwa berat selain berdampak terhadap diri sendiri, keluarga
2
skizofrenia, atau 2,5 juta orang, dengan tidak mebedakan ras, kelompok etnis,
atau gender, terjadi mulai usia rata-rata17 25 tahun, laki laki rata- rata
menyebabkan kerugian bagi klien dengan gangguan jiwa. Oleh karena itu
gangguan jiwa adalah sindroma perilaku yang secara klinik bermakna atau
terhadap stressor dari dalam dan luar lingkungan yang berhubungan dengan
tubuh.
3
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),
terhadap masalah yang sedang dihadapinya yang dapat dilihat dari cara
dalam Hawari, 2007). Menurut Stuart (2009) klien gangguan jiwa berat tidak
Masalah kesehatan jiwa atau gangguan jiwa juga masih menjadi masalah
4
jiwa. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2007, diketahui
bahwa prevalensi gangguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga terdapat
140/1000 penduduk usia 15 tahun ke atas, dan diperkirakan sejak awal tahun
2009 jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa sebesar 25% dari
pasien gangguan jiwa ini mencapai 50% hingga 92% yang disebabkan karena
2012).
dalam Yosep (2006) meliputi klien, dokter, penanggung jawab klien, dan
Rumah sakit mempunyai karakteristik hiperaktif, tidak mau minum obat dan
pasien akan sembuh, tetap sakit, meninggal dan putus obat. Kesembuhan
itu agar mencegah kekambuhan dibutuhkan kepatuhan dari pasien untuk tetap
kepatuhan kontrol atau rawat jalan dan mengikuti program terapi atau
sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
5
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pasien gangguan jiwa
kontrol rutin. Kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku dari perilaku yang
pasien agar tidak terjadi putus obat dan para tenaga kesehatan juga dapat
dukungan dari keluarga, dukungan sosial dan juga dukungan dari petugas
utama yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu
merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang mereka miliki dengan apa
tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti dari
6
memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima
jiwa dengan baik, sumber gangguan jiwa dan strategi koping yang dapat
material berupa bantuan nyata, dimana benda atau jasa yang diberikan akan
ide, dan umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh pasien gangguan jiwa.
dalam berkomunikasi dengan pasien baik itu dengan gaya atau bahasa yang
2007).
Gondohutomo Semarang tahun 2012 dari empat orang responden yang diteliti
7
Semarang. Menurut Sisky (2010) di RSJ Prof HB Saanin Padang tentang
rendah, 61,3% memiliki emosi yang tidak slabil, 57,5% memiliki persepsi
yang negatif.
terdiri dari dua nagari kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 10.398
Piladang pada bulan Oktober tahun 2016, terdapat 202 kunjungan pasien rawat
jalan dengan gangguan jiwa selama tahun 2015, dimana terdapat 5 kunjungan
kontrol rutin dengan beberapa alasan diantaranya pasien ingin segera sembuh
adanya dorongan dari petugas kesehatan agar pasien kontrol rutin sementara 6
tidak ada keluarga yang menemani, dan merasa bosan dengan pengobatan
harus diwaspadai.
8
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Tahun 2016.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi motivasi dan keyakinan pasien
9
d. Mengetahui distribusi frekuensi kepatuhan berobat pasiengangguan
Tahun 2016,
e. Mengetahui hubungan motivasi dan keyakinan dengan kepatuhan
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pasien dan keluarga
Dengan adanya penelitian ini diharapkan, keluarga dan pasien
berkurang.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi
10
kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan berobat pada pasien gangguan
jiwa.
3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan dan Perawat Kesehatan Jiwa
Pendidikan
Akomodasi
Modikasi lingkungan dan
sosial
Perubahan model terapi
faktorpredisposisi
kepercayaan
geografi
dukunganpetugas
kesehatan
Motivasi dan keyakinan
individu
dukungankeluarga
Dukungan keluarga
faktor enabling
Dukungan petugas
ketersediaan kesehatan
fasilitas
kesehatan
Dukungan sosial
11
Kerangka teori faktor faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien
Dukungan keluarga
Kepatuhan berobat
Dukungan profesional pasien gangguan
\ jiwa
kesehatan
Dukungan sosial
Keterangan Bagan :
12
13