Anda di halaman 1dari 8

NAMA : VANDAM TUMEWU WALINTUKAN

NIM : 19142010205
KELAS : A2 KEPERAWATAN
SEMESTER : II

TOPIK : “TREND ISSUE DALAM KEPERAWATAN JIWA GLOBAL”


Kecenderungan Trend Issue Keperawatan Jiwa Trend Issue dalam keperawatan jiwa adalah
masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah
tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan
jiwa baik dalam tatanan regional maupun global.
1. Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi Di Indonesia banyak gangguan jiwa terjadi mulai pada
usia 19 tahun dan kita jarang sekali melihat fenomena masalah sebelum anak lahir.
Perkembangan terkini menyimpulkan bahwa berbicara masalah kesehatan jiwa harus dimulai
dari masa konsepsi atau bahkan harus dimulai dari masa pranikah. Banyak penelitian yang
menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan kesehatan fisik dan mental
seseorang di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian berikut membuktikan bahwa
kesehatan mental seseorang dimulai pada masa konsepsi. Diantara hasil penelitian: Marc Lehrer
( 300 bayi yg diteliti): stimulasi dini ( berupa suara, musik, getaran, sentuhan ) setelah dewasa
memiliki perkembangan fisik, mental dan emosional yg lebih baik. Mednick : ada hubungan
skizofrenia dengan infeksi virus dalam kandungan. Mednick membuktikan bahwa mereka yang
pada saat epidemi sedang berada pada trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang
lebih tinggi untuk menderita skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini menunjukkan
bahwa lingkungan luar yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam kandungan dapat
meningkatkan risiko menderita skizofrenia. Mednick menghidupkan kembali teori
perkembangan neurokognitif, yang menyebutkan bahwa pada penderita skizofrenia terjadi
kelainan perkembangan neurokognitif sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif
seperti berkurangnya kemampuan dalam mempertahankan perhatian, membedakan suara
rangsang yang berurutan, working memory, dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai pada
penderita skizofrenia. Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan
dan dalam kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat dalam
kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang mempengaruhi fungsi otak
seperti narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah berkembang ini menjadi dasar dari gejala-
gejala skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan proses pikir, waham/delusi, perilaku yang aneh
dan gangguan emosi.
2. Trend Peningkatan Masalah Kesehatan Jiwa Masalah kesehatan jiwa akan meningkat di era
globalisasi, sudah terbukti dua tahun terakhir, hal ini dikarenakan beban hidup yang semakin
berat. Klien gangguan jiwa tidak lagi didominasi kalangan bawah tetapi kalangan mahasiswa,
PNS, pegawai swasta, kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga tersentuh
gangguan psikotik dan depresif. Penyebab dikalangan menengah ke atas sebagian besar akibat
tidak mampu mengelola stress dan ada juga akibat post power syndrome atau mutasi jabatan.
Kasus-kasus gangguan kejiwaan yang ditangani oleh para psikiater dan dokter di RSJ
menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal baik strata sosial maupun usia. Ada orang
kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah kehilangan semua harta bendanya akibat kebakaran.
Selain itu kasus neurosis pada anak dan remaja, juga menunjukkan kecenderungan meningkat.
Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami stress,
kecemasan yang berlebihan, gangguan tidur, dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas
penyebabnya. Neurosis menyebabkan merosotnya kinerja individu. Mereka yang sebelumnya
rajin bekerja, rajin belajar menjadi lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat kecenderungan
penyakit jiwa pada anak dan remaja kebanyakan adalah kasus trauma fisik dan nonfisik. Trauma
nonfisik bisa berbentuk musibah, kehilangan orang tua, atau masalah keluarga. Tipe gangguan
jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang menunjukkan gejala perilaku yang
abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap mengoceh tidak karuan, dan melakukan
hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain, seperti mengamuk.
3. Kecenderungan Faktor Penyebab Gangguan Jiwa Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis
ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan
berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia. Menurut data World Health Organization
(WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah
yang sangat serius. WHO (2001) menyataan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Bukti lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita
gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang
yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh
diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri dari
para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya. Adanya gangguan
kesehatan jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun, menurut Aris Sudiyanto, (Guru
Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS)
Solo, ada tiga golongan penyebab gangguan jiwa ini. Pertama, gangguan fisik, biologis atau
organic. Penyebabnya antara lain berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit
infeksi (tifus, hepatitis, malaria dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol dan lainlain. Kedua,
gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan
(pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota keluarga disebabkan frustasi,
konflik, dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan sosial aau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa
stressor psikososial (perkawinan, problem orangtua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan
atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor
keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain).
4. Kecenderungan Situasi di Era Globalisasi Perkembangan IPTEK yg begitu cepat dan
perdagangan bebas sebagai ciri globalisasi, akan berdampak pada semua faktor termasuk
kesehatan. Perawat dituntut mampu m’berikan askep yg profesional dan dpt m’pertanggung
jawabkan secara ilmiah. Perawat dituntut senantiasa m’kembangkan ilmu dan teknologi di
bidang keperawatan khususnya keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus
membekali diri dgn bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan teknologi
komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.

5. Globalisasi dan Perubahan Orientasi Sehat Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan


yankes termasuk keperawatan adalah tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan
penyelenggaraan pelayanan. (persaingan kualitas). Tenaga kesehatan (perawat “jiwa” ) hrs
mempunyai standar global dalam memberikan pelayanan kesehatan, jika tdk ingin ketinggalan.
Fenomena masalah kesehatan jiwa, indicator keswa di masa mendatang bukan lagi masalah
klinis spt prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pd konteks kehidupan sosial. Fokus
kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit, melainkan pada peningkatan kualitas hidup.
Jadi konsep kesehatan jiwa buka lagi sehat atau sakit, tetapi kondisi optimal yang ideal dalam
perilaku dan kemampuan fungsi social Paradigma sehat Depkes, lebih menekankan upaya
proaktif untuk pencegahan daripada menunggu di RS, orientasi upaya kesehatan jiwa lebih pada
pencegahan (preventif) dan promotif. Penangan kesehatan jiwa bergeser dari hospital base
menjadi community base. Empat Ciri Pembentuk Struktur Masyarakat Yang Sehat : a) Suatu
masyarakat yang di dalamnya tak ada seorang manusia pun yg diperalat oleh orang lain. Oleh
karena itu seharusnya tidak ada yang diperalat/ memperalat diri sendiri, diman manusia itu mjd
pusat dari semua aktivitas ekonomi maupun politik diturunkan pada tujuan perkembangan diri
manusia. b) Mendorong aktivitas produktif setiap warganya dalam pekerjaannya, merangsang
perkembangan akal budi dan lebih jauh lagi, mampu membuat manusia untuk mengungkapkan
kebutuhan batinnya berupa seni dan perilaku normatif kolektif. c) Masyarakat terhindar dari
sifat2 rakus, eksploitatif, pemilikan berlebihan, narsisme, tidak mendapatkan kesempatan meraup
keuntungan material tanpa batas. d) Kondisi masyarakat yang memungkinkan orang bertindak
dalam dimensi2 yang dpt dipimpin dan diobservasi. Partisipasi aktif dan bertanggung jawab
dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan struktur masyarakat sehat, kuncinya : Setiap
org harus meningkatkan kualitas hidup yang dpt menjamin terciptanya kondisi sehat yang
sesungguhnya. Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain merupakan orientasi paradigma
kesehatan jiwa.
6. Kecenderungan Penyakit Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “The global burdan of
disease“ (Michard & Chaterina, 1999). Hal ini akan menjadi tantangan bagi ”Public Health
Policy” yang secara tradisional memberi perhatian yang lebih pada penyakit infeksi. Standar
pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara tradisional adalah angka kematian akibat
penyakit. Ini telah menyebabkan gangguan jiwa seolah-olah bukan masalah. Dengan adanya
indikator baru, yaitu DALY (Disabilitty Adjusted Life Year) diketahuilah bahwa gangguan jiwa
merupakan masalah kesehatan utama secara internasional. Perubahan sosial ekonomi yang amat
cepat dan situasi sosial politik yang tidak menentu menyebabkan semakin tigginya angka
pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan, situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis
dan gangguan jiwa dalam kehidupan manusia ( Antai Otong, 1994). Untuk menjawab tantangan
ini diperlukan tenaga-tenaga- kesehatan seperti psikiater, psilolog, social Worker, dan perawat
psikiatri yang memadai baik dari segi kuantitas. Saat terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang
yang terpapar dengan kejadian Traumatis, yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian
yang berupa ancaman kematian atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera serta
yang dalam ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain. Respons yang terjadi
berupa rasa takut yang kuat serta tidak berdaya, sedangkan bagi anak-anak apa yang
menghadapinya akan dieksperikan dengan perilaku yang kacau Trauma itu merupakan sesuatu
yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang. Pengalaman trauma yang umum dialami manusia
dalam kejadian sehari-hari. Pengalaman katastropik dalam berbagai bentuk, baik peperangan
(memang sedang terjadi), pemerkosaan (banyak dialami sebagian wanita di Aceh), maupun
bencana alam, (gempa dan bencana tsunami), sungguh mengerikan. Ini akan membuat mereka
dalam keadaan stress berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang
sedemikian. Dalam kriteria klinik seperti yang disusun dalam Diagnostic and Statical Manual Of
Mental Disorder lll dan Lv serta Pedoman Pengggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa lll di
Indonesia menyatakan, gejala yang ditemukan pada mereka itu menggambarkan suatu yang
stress yang terjadi berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Dengan demikian mereka menjadi
manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat dan resultante akhir penderita ini
akan menjadi tidak produktif. Padahal seperti diketahui ada diantara mereka yang berkali-kali
telah mengalami pengalaman katastropik yaitu saat daerah tersebut ada dalam kondisi
berlangsungnya Daerah Operasi Militer dan peristiwa-peristiwa sesudahnya. Kondisi itu memang
amat melumpuhkan tidak hanya ragawi, tetapi juga kondisi kejadian masyarakat di daerah NAD.
Di kemudian hari, mereka menjadi manusia yang tanpa alasan selalu berusaha menghindar
terhadap kejadian yang mirip, terutama terhadap kekerasan yang sebernarnya tidak akan terjadi.
Mereka juga menjadi manusia yang selalu bermimpi menakutkan terjadi secara berulang-ulang.
Akibatnya, tidur yang seharusnya kan membuat restorasi terhadap kondisi tubuh, namun yang
terjadi adalah sebaliknya. Mereka berada dalam keadaan lelah dan seakan berada dalam kondisi
depresi. Mungkin saja mereka kan berperilaku atau merasa seakan-akan kejadian traumatis itu
terjadi kmbaki, termasuk pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik dalam bentuk
disosiatif. Penelitian mutakhir tentang kajian trauma (trauma studies) mulai memahami bahwa
trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat individual. Trauma muncul sebagai
akibat dari saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang
mengguncang eksistensi kejiwaan. Dalam konteks tsunami Aceh dan bencana-bencana besar
lainnya di Indonesia, kompleksitas sosial dan kultural sangat penting mengingat bahwa
masyarakat telah mengalami dan menjadi saksi berbagai macam kekerasan sejak berlangsungnya
operasi keamanan di daerah ini. Oleh karena itu, pemahaman tentang trauma sebagai proses
sosial dan sekaligus proses kejiwaan yang bersifat personal mutlak diperlukan untuk mencari
jalan keluar dari lingkaran ingatan traumatis yang dialami oleh klien-klien yang mengalami yang
mengalami bencana di seluruh penjuru Indonesia. Menariknya, Sigmund Freud sendiri pernah
mengemukakan bahwa trauma adalah suatu ingatan yang direpresi. Dan, karena direpresi itulah
maka trauma sering berlangsung secara tidak sadar dalam periode yang cukup lama. Guncangan
psikologis yang disebabkan oleh ingatan mengerikan tentang gelombang tsunami, tentang mayat-
mayat yang berserakan, dan tentang kehilangan banyak anggota keluarga sekaligus berpotensi
untuk membentuk ingatan yang traumatis. Perawat jiwa pada masa akan datang penting untuk
menekuni kajian trauma, juga menggarisbawahi proses yang dalam studi psikologi sering disebut
sebagai transference. Istilah ini merujuk pada ‚“transfer“ pengalaman traumatis yang terjadi dari
orang yang secara fisik langsung mengalami peristiwa yang mengerikan kepada orang lain yang
tak secara langsung mengalaminya. Freud memberi contoh bahwa psikoanalis juga dapat
mengalami proses transference saat ia secara tak sadar melakukan identifikasi dengan korban
trauma tersebut. Dori Laub, psikiater yang terlibat dalam pembuatan Shoah, mengatakan bahwa
transference itu bisa terjadi saat psikoanalis, atau siapapun juga yang melakukan wawancara
dengan korban.
7. Meningkatknya Post Traumatic Syndrome Disorder Trauma yang katastropik, yaitu trauma di
luar rentang pengalaman trauma yang umum di alami manusia dlm kejadian sehari-hari.
Mengakibatkan keadaan stress berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang
demikian. Mereka menjdi manusia yang invalid dlam kondisi kejiwaan dengan akibat akhir
menjadi tidak produktif. Trauma bukan semata2 gejala kejiwaan yang bersifat individual, trauma
muncul sebagai akibat saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang
peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan.
8. Meningkatnya Masalah psikososial Lingkup kesehatan jiwa sangat luas dan kompleks, juga
saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pd UU No. 23 1992
tentang Kesehatan Dan Ilmu Psikiatri, masalah kesehatan jiwa secara garis besar digolongkan
menjadi : a) Masalah perkembangan manusia yg harmonis dan peningkatan kualitas hidup, yaitu
masalah kejiwaan yang berkaitan dengan makna dan nilai-nilai kehidupan manusia. Misalnya:
Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan lifecycle kehidupan manusia, mulai dari
persiapan pranikah, anak dalam kandungan, balita, anak, remaja, dewasa, usia lanjut. Dampak
dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas. Pemukiman yang sehat.
Pemindahan tempat tinggal. b) Masalah psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang
timbul akibat terjadinya perubahan sosial, meliputi : Psikotik gelandangan (seseorang yang
berkeliaran di tempat umum dan diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik dan dianggap
mengganggu ketertiban/keamanan lingkungan). Pemasungan penderita gangguan jiwa Masalah
anak jalanan Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan) Penyalaggunaan Narkotik dan
psikotropik Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual dll) Tindak kekerasan
sosial (kemiskinan, penelantaran tdk diberi nafkah, korban kekerasan pd anak, dll) Stress pasca
trauma (ansietas, gangguan emosional, berulang kali merasakan kembali suatu pengalaman
traumatik, bencana alam, ledakan, kekerasan, penyerangan/ penganiayaan fisik/seksual, termasuk
pemerkosaan, terorisme, dll) Stress pascatrauma (ansietas, gangguan emosional, berulangkali
merasakan kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam, ledakan, kekerasaan
penyerangan/penganiyaan secara fisik atau seksual, termasuk pemerkosaan, terorisme dan lain-
lain). Migrasi ( masalah psikis/ kejiwaan akibat perubahan sosial, spt cemas, depresi, stress pasca
trauma, dll) Masalah usia lanjut yang terisolasi (penelataran, penyalahgunaan fisik, gangguan
psikologis, gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan, perubahan minat, gangguan tidur,
kecemasan, depresi, gangguan pada daya ingat, dll). Masalah kesehatan tenaga kerja di tempat
kerja (penurunan produktivitas, stress di tempat kerja, dll).

9. Trend Bunuh Diri pada Anak dan Remaja Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia
yang sangat mengancam, angka kejadian terus meningkat dan sangat mengancam Sejak tahun
1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh diri.
Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, dan Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama
diduduki Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24 menit
seorang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya 10 kali lebih
besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan trend bunuh diri
mulai tampak meningkat terjadi pada anak-anak dan remaja. Di Benua Asia, Jepang dan Korea
termasuk Negara yang sering diberitakan bahwa warganya melakukan bunuh diri. Di Jepang,
harakiri (menikam atau merobek perut sendiri) sering dilakukan bawahan untuk melindungi
nama baik atasannya. Sebagai contoh, sekretaris pribadi mantan Perdana Menteri Takeshita
melakukan bunuh diri, ketika skandal suap perusahaan Recruits Cosmos terbongkar pada tahun
1984 atau yang paling terkenal kasus bunuh dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri
Tanaka, ketika skandal suap Lockheed terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya, demi menjaga
kehormatan pimpinannya. Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003
mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau terjadi dalam seiap
40 detiknya. Bunuh diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34
tahun, selain faktor kecelakaan. Metode yg paling disukai = menggunakan pistol, menggantung
diri dan minum racun. Keberhasilan BD pd pria lebih banyak 3 x dr wanita. Bunuh diri : suatu
tindakan mencabut nyawa sendiri dengan sengaja (jalan pntas yang dikutuk Tuhan). Latar
belakangnya beragam : asmara, pekerjaan, cek-cok rmh tangga, ekonomi, perasaan malu dan
terlilit utang.
10. Masalah Napza dan HIV/ AIDS Gangguan penggunaan zat adiktif ini sangat berkaitan dan
merupakan dampak dari pembangunan serta teknologi dari suatu negara yang semakin maju. Hal
terpenting yang mendukung merebaknya NAPZA di negara kita adalah perangkat hukum yang
lemah bahkan terkadang oknum aparat hukum seringkali menjadi backing, ditambah dengan
keragu-raguan penentuan hukuman bagi pengedar dan pemakai, sehingga dampaknya SDM
Indonesia kalah dengan Malaysia yang lebih bertindak tegas terhadap pengedar dan pemakai
NAPZA. Kondisi ini akan semakin menigkat untuk masa yang akan datang khususnya dalam era
globalisasi. Dalam era globalisasi tersebut terdapat gerakan yang sangat besar yang disebut
dengan istilah “Gerakan Kafirisasi“. Bila beberapa dekade yang lalu kita mengenal istilah
zionisme, maka dengan ini sejalan dengan globalisasi kita berhadapan dengan dengan ideologi
kafirisasi yang disebut dengan Neozionisme, sebuah ideologi yang ingin menciptakan tatanan
dunia global yang sekuler dan terlepas sama sekali dari ajaran agama yang mereka anggap
sebagai kepalsuan, racun, dan dogmatis fundamentalis. Gerakan konspirasi mereka telah
membuat carut marut dan tercabiknya wajah kaum beragama, utamanya umat muslim, mereka
menuduh umat islam sebagai fundamentalis, ekstrimis, dan tiran. Bahkan Hungtington
(Misionaris Yahudi) pernah mengatakan : “Musuh Barat terbesar setelah Rusia hancur adalah
Islam“. Salah satu program mereka adalah menghancurkan islam melalui penghancuran generasi
mudanya dengan cara menebarkan narkotik dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Sekarang para
imperalis dan konspirasi Yahudi telah memanfaatkan energi yang tersimpan dalam generasi
negeri ini (1,3 juta orang pemuda) yang berusia 15-25 tahun melalui NAPZA (Narkotik dan Zat
Adikif lainnya) dan telah membunuh 30 orang perbulannya. Masalah lainnya muncul seiring
dengan merebaknya pemakaian NAPZA. Menjelang tahun 2008 pertumbuhan HIV AIDS di
dunia dapat mencapai 4 orang permenit. Ini merupakan ancaman hilangnya kehidupan dan
runtuhnya peradaban. Kita semua,khususnya tim Kesehatan harus merasa terpanggil
menyelamatkan generasi penerus bangsa dari cangkraman NAPZA (Narkotika, Alkohol,
psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya). Perawat merupakan komponen terbesar dari seluruh tim
kesehatan, maka upaya-upaya pengcegahan dan penatalaksanaan keperawatan menjadi hal yang
sangat penting karena perawat senantiasa berada di sisi klien dalam rentang waktu yang lama di
banding tim kesehatan lainnya. Melalui forum presentasi orientasi keperawatan jiwa kami
berusaha memaparkan suatu topic dengan tema Asuhan Keperawatan pada Pengguna NAPZA.

11. Paterrn of Parenting dalam Kep. Jiwa Dengan banyaknya kasus bunuh diri dan depresi pd
anak, maka pola asuh keluarga kembali menjadi sorotan Pola asuh yang baik adalah pola asuh
dimana orang tua menerapkan kehangatan yang tinggi disertai dengan kontrol yang tinggi.
Kehangatan adalah Bagaimana orang tua menjadi teman curhat, teman bermain, teman yang
menyenangkan bagi anak terutama saat rekreasi, belajar dan berkomunikasi. Berbagai upaya agar
anak dekat dan berani bicara pada ortunya saat punya masalah. Ortu menjadi teman dalam
ekspresi feeling anak sehingga anak menjadi sehat jiwanya. Kontrol yg tinggi ad. Bagaimana
anak dilatih mandiri dan mengenal disiplin di rumahnya. Kemandirian mjd hal yg sangat penting
dalam kesehatan jiwa, karena akan memiliki self confidence yang cukup. Orang tua juga melatih
anak bertanggung jawab mengerjakan tugas2 di rumah spt. Mencuci, menyiram bunga dll. Tipe
Pola Asuh : Autoratif = kontrol tinggi & kehangatan tinggi Otoriter = kontrol tinggi, kehangatan
rendah Permisif = kontrol rendah, kehangatan tinggi Neglected = kontrol rendah, kehangatan
Rendah.
12. Masalah Ekonomi dan Kemiskinan Pengangguran telah menyebabkan rakyat indonesia
semakin terpuruk. Daya beli lemah, pendidikan rendah, lingkungan buruk, kurang gizi, mudah
teragitasi, kekebalan menurun dan infrastruktur yg masih rendah menyebabkan banyak rakyat
mengalami gangguan jiwa. Masalah ekonomi paling dominan menjadi pencetus gangguan jiwa
di Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan bahwa saat terjadi kenaikan BBM selalu dsertai dengan
peningkatan dua kali lipat angka gangguan jiwa. Hal ini diperparah dengan biaya sekolah yang
mahal, biaya pengobatan tak terjangkau dan penggusuran yang kerap terjadi.
Trend dalam pelayanan keperawatan mental psikiatri, Sehubungan dengan trend masalah
kesehatan utama dan pelayanan kesehatan jiwa secara global, maka fokus pelayanan
keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas (community based care) yang member
penekanan pada preventif dan promotif. Sehubungan dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat cepat, perlu peningkatan dalam bidang ilmu pengetahuan dengan cara
mengembangkan institusi pendidikan yang telah ada dan mengadakan program spesialisasi
keperawatan jiwa. Dalam rangka menjaga mutu pelayanan yang diberikan dan untuk melindungi
konsumen, sudah saatnya ada “licence” bagi perawat yang bekerja di pelayanan. Sehubungan
dengan adanya perbedaan latar belakang budaya kita dengan narasumber, yang dalam hal ini kita
masih mengacu pada Negara-negara Barat terutama Amerika, maka perlu untuk menyaring
konsep-konsep keperawatan mental psikiatri yang didapatkan dari luar.
Trend Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri di Era Globalisasi ,Issue Seputar Yankep Mental
Psikiatri a) Pelayanan kep. Mental Psikiatri, kurang dpt dipertanggung jawabkan karena masih
kurangnya hasil2 riset keperawatan Jiwa Klinik. b) Perawat Psikiatri, kurang siap menghadapi
pasar bebas karena pendidikan yg rendah dan belum adanya licence untuk praktek yang diakui
secara internasional. c) Pembedaan peran perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman
sering kali tdk jelas “Position description.” job responsibility dan sistem reward di dlm
pelayanan. d) Menjadi perawat psikiatri bukanlah pilihan bagi peserta didik (mahasiswa
keperawatan).
Isu Keperawatan Jiwa Terbaru Menjadikan kesehatan jiwa sebagai prioritas global dengan cara
meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa melalui advokasi dan aksi masyarakatPerkembangan
teknologi digital membuat dunia terasa semakin sempit, informasi dari berbagai belahan dunia
mampu di akses dalam waktu yang sangat cepat, perkembangan pengetahuan, perkembangan
terapi menjadi sebuah media perubahan dalam proses penatalaksanaan gangguan jiwa,
berdasarkan isu diatas maka advokasi dan aksi masyarakat menjadi salah satu langkah awal
untuk menekan penderita gangguan jiwa di indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya,
Dua tindakan nyata diatas menjadi tanggung jawab kita semua, tuntutan material, tuntutan
hedonisme dan kesenangan duniawi mampu membuat beberapa orang mengalami goncangan
dalam kehidupannya, ketika agama tidak lagi menjadi pegangan, ketika nafsu duniawi menjadi
tuhan maka akan banyak perilaku tidak wajar yang muncul, tekanan ekonomi, tekanan sosial,
tekanan psikologis dan tekanan - tekanan yang lain mampu membuat ego defence mechanisme
seseorang menjadi terganggu. Seseorang pada intinya ingin dianggap penting, perilaku agar
dianggap atau terlihat penting ini yang terkadang merusak integritas pribadinya sendiri.

Referensi

https://pdfcoffee.com/trend-dan-issue-keperawatan-jiwa-2-pdf-free.html
Yosep Iyus, S.Kp, M.Si. 2009. Keperawatan Jiwa,Edisi Revisi.Bandung. PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai