ABSTRAK
Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan mental yang sering ditemui pada lansia. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan depresi pada lansia, seperti gangguan kesehatan fisik, sosial dan kehilangan orang yang dicintai /
pasangan hidup. Berduka merupakan salah satu respon seseorang yang mengalami kehilangan. Dan kejadian depresi ini
sangat rentan terjadi pada lansia yang kehilangan pasangan hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan respon kehilangan pasangan hidup dengan tingkat depresi pada lansia di RW. 05 Kelurahan Cempaka Baru
Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat. Desain penelitian yang digunakan bersifat korelasi dengan jenis penelitian
Kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional Study yaitu melakukan pengamatan dan pengukuran pada saat
bersamaan dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 32 responden. Hasil analisa bivariat menunjukkan ada
hubungan respon kehilangan pasangan hidup dengan tingkat depresi pada lansia di RW. 05 kelurahan Cempaka Baru
kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat dengan P value 0,0005 (<0,05). Saran bagi institusi pelayanan keperawatan adalah
dengan adanya hasil penelitian ini, dapat dijadikan sebagai pedoman dan informasi untuk meningkatkan pelayanan
pendidikan kesehatan serta diharapkan kepada perawat atau tenaga lainnya untuk dapat mengoptimalkan kesehatan pada
lansia dengan memberikan asuhan keperawatan yang baik.
ABSTRACT
Depression is a mental health disorder that is often found in the elderly. Many factors can cause depression in the
elderly, such as physical health problems, social and loss of a spouse. Grieving is a response to someone who is
experiencing loss. And the incidence of depression in the elderly is particularly vulnerable to the loss of his life partner.
This study aims to determine the relationship with the spouse loses the response rates of depression in the elderly in the
RW.05 Cempaka Baru, Kemayoran, Central Jakarta. The study design used is the correlation with the type of
quantitative research with Cross Sectional Study approach is to make observations and measurements at the same time
the number of samples taken by 32 respondents. The results of the bivariate analysis showed an association between the
loss of a spouse's response to the level of depression in the elderly in the RW.05 Cempaka Baru, Kemayoran, Central
Jakarta with P value 0.0005 (< 0.05). Advice for nursing care institution is with the results of this study, can be used as
guidelines and information to improve health and education services are expected to nurses or other personnel to be able
to optimize the health of the elderly by providing good nursing care.
semakin bertambah untuk masa – masa Prevalensi depresi di Indonesia cukup tinggi
mendatang yang disebabkan karena usia yaitu sekitar 17 – 27%. Data ini juga
harapan hidup semakin bertambah, stressor didukung penelitian pada tahun 2009 yang
psikososial semakin besar, berbagai penyakit menyatakan bahwa prevalensi depresi pada
kronik semakin bertambah, dan kehidupan lansia di Indonesia mencapai 33,8%.
beragama semakin ditinggalkan (Hawari,
Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)
2004).
tahun 2007 didapatkan data nasional tentang
Data statistik WHO juga menyebutkan bahwa angka kejadian gangguan jiwa berat
setiap saat 1% dari seluruh penduduk di dunia (skizofrenia) sebesar 0,5% dan di DKI Jakarta
berada dalam kondisi membutuhkan tercatat sebanyak 20,3%. Sedangkan
pertolongan dan pengobatan untuk berbagai gangguan mental emosional (seperti
bentuk gangguan jiwa. Prevalensi berbagai kecemasan, depresi, dan lain – lain) pada
bentuk gangguan jiwa mulai dari spektrum penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih
ringan sampai berat di Asia Selatan dan Asia sebesar 11,6% dan di DKI Jakarta tercatat
Timur adalah ± 25%. Data WHO 14,1%. Gangguan jiwa memang tidak
menunjukkan bahwa rata – rata 5 – 10% dari menyebabkan kematian secara langsung
populasi masyarakat di suatu wilayah namun akan menyebabkan penderitanya
menderita depresi dan memerlukan menjadi tidak produktif dan menimbulkan
pengobatan psikiatrik dan intervensi beban bagi keluarga penderita dan lingkungan
psikososial (Effendi, 2009). masyarakat (Depkes, 2008).
Berdasarkan WHO (2010), China merupakan Depresi merupakan kondisi umum yang
negara Asia dengan angka depresi terendah sering terjadi pada lansia. Kondisi ini sering
yaitu 12%. Sedangkan Korea Selatan masuk berhubungan dengan kondisi sosial, kejadian
dalam negara peringkat pertama bunuh diri hidup seperti kehilangan, masuk rumah sakit,
terbanyak dengan jumlah 15.413 orang yang menderita sakit atau merasa ditolak oleh
mati di tahun 2009. WHO pernah teman dan keluarganya serta masalah fisik
memaparkan data bahwa setiap tahun hampir yang dialaminya. Cash, H (1998) dalam
satu juta orang di seluruh dunia mengakhiri Hawari (2004) mengemukakan bahwa 1 dari
hidup dengan cara bunuh diri dan dalam 45 5 orang pernah mengalami depresi dalam
tahun terakhir angka ini meningkat sebesar kehidupannya, selanjutnya 5 – 15 % pasien
60% di seluruh dunia. Penyebab utamanya yang mengalami depresi melakukan bunuh
adalah depresi, beban mental, dan gangguan diri setiap tahun.
penggunaan alkohol.
4
Lumongga (2009) mengungkapkan, seseorang anak, saudara sekandung, guru, dll. Keempat
yang berusia 60 tahun ke atas atau lanjut usia kehilangan aspek diri yaitu kehilangan yang
akan semakin rentan mengalami depresi dan dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
gangguan kesehatan lainnya. Sejalan dengan fisiologis, atau psikologis karena penyakit
pendapat para ahli sebelumnya, Getz (dalam atau faktor lain. Dan yang kelima adalah
Santrock, 2002) mengungkapkan bahwa kehilangan hidup yang ada pada orang –
diantara banyaknya penyebab depresi pada orang yang akan menghadapi kematian
lanjut usia, antara lain adalah tingkat sampai dengan terjadinya kematian (Potter &
kesehatan yang rendah, kehilangan karena Perry, 2005).
kematian pasangan dan rendahnya dukungan
Pengalaman kehilangan melalui kematian
sosial yang diterima oleh lanjut usia tersebut.
kerabat dan teman merupakan bagian sejarah
Freud dalam Kaplan (2010), menyatakan kehidupan yang dialami oleh lansia.
penyebab depresi adalah kehilangan objek Termasuk pengalaman kehilangan keluarga
yang dicintai. Terdapat sejumlah faktor yang lebih tua dan kehilangan anak. Namun
psikososial yang diprediksi sebagai penyebab kematian pasangan merupakan kehilangan
gangguan mental pada lanjut usia yang pada yang paling berpengaruh pada lansia.
umumnya berhubungan dengan kehilangan. Kematian pasangan lebih banyak dialami
Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya wanita lansia dibandingkan pria dengan rasio
peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian 2 : 1, dan kecenderungan ini masih akan
teman atau sanak saudara, kehilangan berlangsung. Teori ini juga didukung oleh
pasangan, penurunan kesehatan, peningkatan Hurlock (2009), Di Indonesia diperkirakan
isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penu- ada 50% wanita yang berusia 60 tahun adalah
runan fungsi kognitif. janda namun sekarang belum ada statistik
mengenai jumlah dan pria yang menjadi duda.
Ada 5 jenis konsep kehilangan, yaitu yang
Sedangkan di negara lain seperti Swedia,
pertama kehilangan objek eksternal yang
lansia yang perempuan ditinggal pasangan
mencakup segala kepemilikan yang telah
hidup sebanyak 48%, sedangkan lansia laki –
menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau
laki 22 % (Potter & Perry, 2009).
rusak. Kedua kehilangan lingkungan yang
telah dikenal yang mencakup meninggalkan Berdasarkan penelitian Park Boyoung, Park
lingkungan yang telah dikenal selama periode Jonghan dan Jun Jae Kwan (2013) di Korea,
tertentu / kepindahan secara permanen. Ketiga jumlah populasi lanjut usia di dunia terus
kehilangan orang terdekat yang merupakan meningkat karena perkembangan jumlah
kehilangan yang terjadi pada orang–orang penduduk. Dengan demikian, kesehatan
terdekat seperti orangtua, pasangan, anak– mental geriatrik muncul sebagai masalah
5
kesehatan utama. Gangguan kognitif dan Bahkan pada lanjut usia, depresi yang dialami
depresi merupakan masalah kesehatan mental justru seringkali disebabkan karena kurang-
utama yang mempengaruhi lansia. Dari hasil nya perhatian dari pihak keluarga.
penelitiannya di Korea didapatkan hasil 26%
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang
lansia mengalami depresi. Sekitar 10% dari
dilakukam oleh Ayu Fitri (2011), tentang
lansia menderita demensia, dan prevalensi
kejadian dan tingkat depresi pada lanjut usia
yang dilaporkan depresi berat berkisar dari
di Panti Sosial Tresna Wredha di Indonesia
4,2% menjadi 9,1%. Dalam penelitian ini
didapatkan hasil 38,5% lansia mengalami
didapatkan hasil bahwa faktor pencetus
depresi. Dalam penelitian ini didapatkan hasil
terjadinya depresi pada lansia, antara lain
bahwa proporsi lanjut usia yang mengalami
faktor kematian orang yang dicintai,
depresi meningkat seiring bertambahnya usia.
gangguan tidur, kecacatan fisik, riwayat
Selain itu proporsi lanjut usia wanita yang
depresi, dan jenis kelamin terutama pada
mengalami depresi lebih besar daripada
perempuan lebih dominan mengalami depresi.
proporsi lanjut usia laki – laki dan dari
Berdasarkan penelitian Mudjaddid (2003) di penelitian ini juga didapatkan sebagian besar
Indonesia, peluang mengalami gangguan lansia yang mengalami depresi adalah lansia
depresi bagi orang berusia lanjut cukup tinggi, yang tidak memiliki pasangan (duda / janda)
yaitu sekitar 13% dari populasi lanjut usia, karena pasangannya telah meninggal, bercerai
dan 4% di antaranya bahkan menderita atau lansia yang belum menikah.
depresi mayor. Sejumlah faktor pencetus
depresi pada lanjut usia, antara lain faktor METODE
biologis, psikologis, stres kronis dan Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat
penggunaan obat – obatan. Faktor biologis korelasi dengan jenis penelitian Kuantitatif
misalnya faktor genetis, perubahan struktural dengan pendekatan Cross Sectional Study.
otak, faktor risiko vascular dan kelemahan Dalam penelitian ini terdapat dua variabel
fisik. Sedangkan faktor psikologis pencetus yaitu variabel Independen (respon kehilangan
depresi pada lanjut usia yaitu tipe kepribadian pasangan hidup) dan variabel Dependen
dan relasi interpersonal yang di dalamnya (tingkat depresi) yang pengukuran variabel-
Dalam pengumpulan data dari responden. Hasil analisis didapatkan umur responden
Peneliti menggunakan instrumen berupa terbanyak adalah kelompok umur erderly (60
kuesioner. Kuesioner tentang respon – 74 tahun) yaitu sebanyak 28 orang (87,5%),
kehilangan dibuat sendiri oleh peneliti dengan jenis kelamin responden terbanyak adalah
mengacu pada kerangka konsep dasar yang perempuan yaitu sebanyak 23 orang (71,9%),
ada dan telah dilakukan uji validitas dan agama responden terbanyak adalah agama
realibilitas. Kuesioner ini disusun untuk islam yaitu sebanyak 31 orang (96,9%), dan
mengetahui respon lansia yang mengalami tingkat pendidikan responden terbanyak
kehilangan pasangan hidupnya baik karena adalah SD yaitu 16 orang (50%).
meninggal maupun karena bercerai.
Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan yang 1. Distribusi berdasarkan kelompok umur
berkaitan dengan masalah respon kehilangan Berdasarkan hasil analisis didapatkan umur
pasangan hidup yang meliputi kemampuan responden terbanyak adalah kelompok
responden untuk menerima kehilangan orang umur erderly (60 – 74 tahun) yaitu
yang dicintainya, kemampuan responden sebanyak 28 orang (87,5%). Hasil ini
dalam mengembangkan koping individunya didukung oleh penelitian Oliveira dkk di
dan gejala emosi yang berlebihan yang dapat Brasil dan Mohd dkk di Srilanka yang
terlihat akibat kehilangan pasangan hidupnya. menunjukkan bahwa kejadian depresi lebih
Sedangkan untuk mengetahui tingkat depresi banyak pada rentang usia 60 – 74 tahun
pada responden dengan menggunakan format yaitu berturut – turut sebesar 42% dan
GDS, yang terdiri dari 30 pertanyaan untuk 53%. Dalam penelitian ini dapat
menilai skala depresi pada lansia. diasumsikan oleh peneliti bahwa depresi
dapat terjadi diberbagai kelompok usia,
HASIL DAN PEMBAHASAN akan tetapi lebih rentan pada usia lanjut.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Hal ini sesuai dengan pendapat Koenig &
Karakteristik Demografi Blazer (2003), yang menjelaskan bahwa
Jumlah Persentase
Variabel Kategori resiko gangguan mental emosional
(n = 32) (%)
Umur Erderly (60-74 Tahun) 28 87,5
Old (75-90 Tahun) 2 6,3 (depresi) pada pasien sesudah usia 50
Very Old (>90 Tahun) 2 6,3
tahun hanya 1/2 – 1/3 dari pasien dengan
Jenis Laki – Laki 9 28,1
Kelamin Perempuan 23 71,9
usia kurang dari 50 tahun lebih disebabkan
7
pemenuhan kebutuhan dasar spiritual 20 orang (62,5%) dan tingkat depresi yang
(basic spiritual needs). Seseorang yang terjadi pada responden terbanyak adalah
beragama hendaknya jangan sekedar depresi ringan yaitu sebanyak 14 orang
formalitas belaka, tetapi yang lebih utama (43,8%).
mampu menghayati dan mengamalkan
Berdasarkan hasil analisis didapatkan respon
keyakinan agama itu, sehingga ia
kehilangan pasangan hidup responden
memperoleh kekuatan dan ketenangan.
terbanyak adalah mengalami respon yang
4. Distribusi berdasarkan pendidikan positif yaitu sebanyak 20 orang (62,5%).
Berdasarkan hasil analisis didapatkan Yosep (2009) menyatakan bahwa kehilangan
tingkat pendidikan responden terbanyak merupakan suatu keadaan individu berpisah
adalah SD yaitu 16 orang (50%). Trilistya dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
(2006), mengatakan bahwa depresi lebih kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sering terjadi pada orang dengan tingkat sebagian atau keseluruhan. Videbeck (2008)
pendidikan yang rendah. Sedangkan menyatakan pengalaman kehilangan dan
Nursalam (2008), mengatakan orang dukacita adalah hal yang esensial dan normal
dengan berpendidikan tinggi akan lebih dalam kehidupan manusia. Kehilangan
mampu menggunakan koping yang lebih memungkinkan individu berubah dan terus
efektif dan konsrtruktif daripada seseorang berkembang serta memenuhi potensi diri.
yang berpendidikan rendah. Hal ini Kehilangan dapat direncanakan, diharapkan,
didukung oleh penelitian Darmojo (2004), atau terjadi tiba – tiba. Van Baarsen (2002)
didapatkan informasi bahwa tingkat dalam Gunarsa (2004), mengemukakan
pendidikan seorang lansia berbanding bahwa secara umum teori keterpisahan
positif langsung dengan tingkat kesehatan. relasional menekankan keterpisahan dengan
pasangan hidup yang menimbulkan kehi-
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut
langan makna diri, sementara kehilangan
Variabel Respon Kehilangan Pasangan
Hidup dan Tingkat Depresi Pada Lansia makna diri ini kemudian memicu munculnya
Variabel Kategori
Jumlah Persentase kesepian emosional. Disamping itu, seseorang
(n = 32) (%)
Respon Kehilangan Positif 20 62,5 yang ditinggal mati oleh pasangan hidupnya
Pasangan Hidup Negatif 12 37,5
Tingkat Depresi Normal 11 34,4 cenderung merasakan kehampaan akibat ia
Ringan 14 43,8
Sedang 6 18,8 serta merta merasakan kehilangan dukungan
Berat 1 3,1
sosial dari orang yang paling dekat. Hal ini
Hasil analisis didapatkan respon kehilangan
kemudian dapat teratasi dengan kehadiran
pasangan hidup responden terbanyak adalah
kerabat atau sahabat dekat, dan dalam kurun
mengalami respon yang positif yaitu sebanyak
waktu tertentu rasa kehilangan / kesepian
9
yang dipengaruhi suasana perkabungan akan yang negatif, ditemukan dari 20 lansia yang
memudar. memiliki respon kehilangan pasangan hidup
yang positif, 11 (55%) lansia tidak mengalami
Tabel 3 Hubungan Respon Kehilangan Pasangan
depresi (normal).
Hidup Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia
Respon Tingkat Depresi
Kehilangan Normal Ringan Sedang Berat
Total P Berdasarkan analisa peneliti, kehilangan
Value
Pasangan F % F % F % F % F %
orang yang terdekat atau dicintai seperti
Positif 11 55 9 45 0 0 0 0 20 100
pasangan hidup merupakan faktor yang sangat
Negatif 0 0 5 41,7 6 50 1 8,3 12 100 0,0005
mempengaruhi untuk terjadinya depresi.
Total 11 34,4 14 43,8 6 18,8 1 3,1 32 100 Kehilangan dapat mengancam konsep diri,
harga diri, keamanan, dan rasa makna diri
Hasil analisa hubungan antara variabel respon
yang berdampak pada fungsi fisik dan
kehilangan pasangan dengan tingkat depresi
psikologis. Berduka adalah salah satu bentuk
diperoleh bahwa ada sebanyak 11 (55%)
respon seseorang yang mengalami kehilangan
lansia yang memiliki respon kehilangan
orang dicintai. Berduka yang normal
pasangan hidup yang positif tidak mengalami
merupakan respons yang kompleks dengan
depresi, dan 9 (45%) lansia mengalami
emosi, kognitif, sosial, fisik, perilaku, dan
depresi Ringan. Sedangkan diantara lansia
konsep spiritual. Respon ke arah positif dapat
yang memiliki respon kehilangan pasangan
terjadi jika seseorang mampu menerima
hidup yang negatif sebagian besar sebanyak 6
kehilangan orang yang dicintai, mampu
(50%) lansia mengalami depresi sedang, 5
mengembangkan koping individunya dengan
(41,7%) lansia mengalami depresi ringan dan
baik dan tidak menimbulkan gejala emosi
1 (8,3%) lansia mengalami depresi berat.
yang berlebihan. Sedangkan respon ke arah
Hasil uji statistik diperoleh nilai P value yaitu
yang negatif adalah sebaliknya. Seseorang
sebesar 0,0005 < nilai alpha (0,05), maka
yang berduka berespon ke arah yang positif
dapat disimpulkan ada hubungan respon
memiliki koping yang lebih baik dan mampu
kehilangan pasangan hidup dengan tingkat
untuk menghadapi tekanan psikologis yang
depresi pada lansia di RW. 05 kelurahan
dapat mengancam dirinya sehingga memiliki
Cempaka Baru kecamatan Kemayoran Jakarta
resiko yang lebih minimal untuk terjadinya
Pusat tahun 2014.
depresi daripada seseorang yang berduka ke
gangguan mental pada lanjut usia yang pada prevalensi yang dilaporkan depresi berat
umumnya berhubungan dengan kehilangan. berkisar dari 4,2% menjadi 9,1%. Dalam
Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya penelitian ini didapatkan hasil bahwa faktor
peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian pencetus terjadinya depresi pada lansia, antara
teman atau sanak saudara, kehilangan lain faktor kematian orang yang dicintai,
pasangan, penurunan kesehatan, peningkatan gangguan tidur, kecacatan fisik, riwayat
isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penu- depresi, dan jenis kelamin terutama pada
runan fungsi kognitif. perempuan lebih dominan mengalami depresi.
Kematian keluarga dan teman – teman Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang
menimbulkan duka cita dan mengingatkan dilakukam oleh Ayu Fitri (2011), tentang
pada orang yang berusia lanjut akan usia kejadian dan tingkat depresi pada lanjut usia
mereka yang semakin bertambah serta di Panti Sosial Tresna Wredha di Indonesia
semakin berkurangnya ketersediaan dukungan didapatkan hasil 38,5% lansia mengalami
sosial. Pendapat tersebut, diperkuat dengan depresi. Dalam penelitian ini didapatkan hasil
hasil penelitian Henuhili (2004), yang menye- bahwa proporsi lanjut usia yang mengalami
butkan bahwa gangguan mental terbanyak depresi meningkat seiring bertambahnya usia.
yang dialami oleh lanjut usia yang tinggal di Selain itu proporsi lanjut usia wanita yang
salah satu panti wredha di Cibubur adalah mengalami depresi lebih besar daripada
depresi, yaitu sebesar 20,2%. Gangguan proporsi lanjut usia laki – laki dan dari
depresi ditemukan kira-kira 25% pada lanjut penelitian ini juga didapatkan sebagian besar
usia yang ada di komunitas. Tingginya lansia yang mengalami depresi adalah lansia
stressor dan peristiwa – peristiwa kehidupan yang tidak memiliki pasangan (duda / janda)
yang tidak menyenangkan dapat menimbul- karena pasangannya telah meninggal, bercerai
kan kemungkinan lanjut usia mengalami atau lansia yang belum menikah.
kecemasan, kesepian, sampai pada tahap
KESIMPULAN
depresi (Wirasto, 2007).
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karakarteristik responden berdasarkan kelom-
Park Boyoung, Park Jonghan dan Jun Jae pok umur terbanyak termasuk ke dalam
Kwan (2013) di Korea. Gangguan kognitif kelompok umur erderly, berjenis kelamin
dan depresi merupakan masalah kesehatan perempuan, beragama islam, dan berpen-
mental utama yang mempengaruhi lansia. didikan SD. Sedangkan menurut variabel
Dari hasil penelitiannya di Korea didapatkan penelitian terbanyak memiliki respon kehi-
hasil 26% lansia mengalami depresi. Sekitar langan pasangan hidup yang positif dan
10% dari lansia menderita demensia, dan mengalami depresi ringan pada lansia di RW.
11
yang berkaitan dengan depresi pada lansia. Goleman, Daniel. (2000). Working With
Emotional Intelligence (terjemahan).
Bagi peneliti lain : dengan diketahuinya hasil Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
cara uji beda 2 proporsi dan mengunakan Hawari, Dadang. (2001), Manajemen Stress,
metoda pengamatan atau kohort. Cemas dan Depresi. Jakarta ; FKUI.
12
Hawari, Dadang, Haji. (2004). Al-Qur’an : of the Two and Associated Factors
Ilmu kedokteran Jiwa dan Kesehatan among the Early Sixties in a Rural
Jiwa. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Korean Community. ProQuest : 28
Yasa. November 2013.
Ibrahim, Ayub S. (2007). Depresi Aku Ingin Potter, Patricia A. and Perry, Anne G. (2005).
Mati. Jakarta ; Dua As-As Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik Ed 4.
Kaplan & Sadock (2010). Buku Ajar Psikiatri Jakarta ; EGC.
Klinis Ed. 2. Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A. and Perry, Anne G. (2009).
Koenig HG. and Blazer DG. (2003). Mood Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed
Disorders. In : Buse EW, Blazer DG, 7. Jakarta ; Salemba Medika.
eds, Textbook of Geriatric Psychiatry.
2nd ed. Washington DC : American Potter, Patricia A. and Perry, Anne G. (2010).
Psychiatric Press. Fundamental Keperawatan Buku 2 Ed
7. Jakarta ; Salemba Medika.
Lumongga N. (2009). Depresi: Tinjauan
Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Puryear G. (2007). Psychosocial andcultural
Media Group. contributions to depression in women:
considerations for women midlife and
Maramis, Willy F. (2009). Catatan Ilmu beyond. J Manag Care Pharm.
Kedokteran Jiwa Ed 2. Surabaya ;
Airlangga University Press. Stanley, Mickey. (2006). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik Ed.2. Jakarta ;
Maslim, Rusdi. (2004). Buku Saku Diagnosis EGC.
Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta :
FK Jiwa Unika Atmajaya Stuart, G.W. and Sundeen S.J. (2002).
Keperawatan Jiwa Ed.3, Alih Bahasa
Mudjaddid (2003). Waspadai Depresi pada Achir Yani S Hamid. Jakarta : EGC.
Orang Usia Lanjut. Kompas. H.8
Trilistya, S. (2006). Tingkat Depresi Korban
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Tanah Longsor Di Banjarnegara
Penelitian Kesehatan. Jakarta ; PT. http://eprints.undip.ac.id/22094/1/Sholi
Rineka Cipta. kin.pdf
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar
Metodologi Penelitian, Pedoman Keperawatan Jiwa. Jakarta ; EGC.
Skripsi, Thesis dan Instrumen
Penelitian Keperawatan. Jakarta: Wirasto, R. T. (2007). Bobot Pengaruh
Salemba Medika. Faktor-Faktor Sosiodemografis
Terhadap Depresi Pada Usia Lanjut Di
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Yogyakarta. Yogyakarta : Fakultas
Metodologi Penelitian Ilmu Kedokteran Universitas Gajah Mada
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa.
Bandung ; Refika Aditama.
Park, Boyoung et. el (2013). Cognitive
Impairment, Depression, Comorbidity