Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Lanjut usia (lansia) sangat berkaitan dengan berbagai perubahan

akibat proses menua seperti perubahan anatomi dan fisiologi, berbagai

penyakit atau keadaan patologik sebagai akibat penuaan, serta pengaruh

psikososial pada fungsi organ (Darmojo, 2009). Kondisi zaman yang

cenderung terus berubah membuat kondisi lansia juga mengalami

perubahan. Perubahan-perubahan yang dialami lansia tersebut sangat

mempengaruhi kehidupan lansia sehingga terjadi berbagai macam

permasalahan lansia. Kesiapan dalam menghadapi perubahan ini

menentukan kondisi lansia. Lansia yang siap menerima perubahan

perkembangan lebih tenang dalam menghadapi masa tuanya.

Salah satu perubahan yang terjadi adalah kemajuan teknologi,

perkembangaan teknologi perangkat lunak maupun perangkat keras terus

berkembang semakin canggih dengan kecepatan dua kali lipat setiap tahun

(Restyanto, 2014). Petumbuhan teknologi tersebut dibarengi dengan

pertumbuhan lansia yang pada tahun 2016 presentasi lansia khususnya di

Kabupaten Boyolali cukup tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik Boyolali

(2017) diketahui bahwa pada tahun 2016 lansia di Desa Potronayan yang

berumur 60 tahun atau lebih mencapai 762 jiwa. Perubahan teknologi yang

sangat pesat dan pertumbuhan lansia yang juga semakin meningkat

sangatberpengaruh terhadap peran dan hubungan para lansia dengan

1
2

anggota keluarga. Orang tua yang dahulu masih memiliki peran sebagai

sumber pengetahuan bagi anak-anaknya, namun di era arus informasi yang

cepat ini telah digantikan dengan kekuatan internet. Generasi muda tidak

lagi menjadikan orang orang tua sebagai tempat untuk bertanya karena

apapun pertanyaan dan masalah dapat dicari solusinya melalui internet.

Kondisi ini tentu akan mengurangi kesempatan orang tua dan anak untuk

berbicara, bercerita, dan menjalin kedekatan emosional. Media sosial saat

ini sudah bertransformasi menjadi kebutuhan primer bagi manusia modern

sehingga kemampuan individu dalam berkomunikasi secara verbal

semakin menurun. Orang lebih banyak berkomunikasi melalui media

sosial, aplikasi chatting, dan menghindari kontak langsung dengan orang

lain (Restyanto, 2014). Kesenjangan komunikasi antara lansia dan generasi

muda telah menjadi gap hubungan dalam keluarga. Putusnya jembatan

komunikasi antar generasi dalam keluarga ini tentu membuat para orang

tua khususnya para lanjut usia menjadi kurang mendapat perhatian akibat

kesibukan masing masing anggota keluarganya, hal ini tentu membuat

kaum lansia lebih mudah mengalami depresi, munculnya keluhan-keluhan

kesehatan karena secara sosiologis mereka tidak mampu bersosialisasi

dengan masyarakat lingkungannya (Giriwijoyo, 2004).

Hal-hal lain yang mempengaruhi kejadian depresi lansia yang

banyak ditemui saat ini adalah lansia yang masih menanggung kehidupan

anak dan cucu mereka meskipun mereka sudah berkeluarga. Catatan dari

dLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun 2016 menunjukkan


3

bahwa hampir setengah dari jumlah lansia masih harus bekerja untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Banyak ditemukan lansia

yang memberikan modal awal kepada anak-anaknya setelah anaknya

berkeluarga seperti dalam bentuk uang, tanah, rumah, dan kendaraan. Hal

itu menunjukkan masih banyak usia produktif yang masih bergantung

kepada lansia. Tingginya beban yang masih harus ditanggung oleh lansia

di Indonesia dan minimnya akses lansia terhadap jaminan sosial bagi

lansia juga sangat menambah faktor-faktor depresi lansia .

Pada lanjut usia, depresi terjadi akibat dari interaksi faktor biologi,

fisik, psikologis, dan sosial (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, & Simadibarata,

2009). Depresi pada lansia merupakan gangguan psikatri yang merupakan

masalah kesehatan mental yang sangat penting yang terjadi di kalangan

lanjut usia. Kebanyakan kejadian depresi yang terjadi pada lansia lambat

terdeteksi karena gambaran klinisnya tidak khas, lebih banyak tampil

dalam keluhan somatis, seperti kelelahan kronis, gangguan tidur,

penurunan berat badan dan sebagainya, dalam populasi lansia depresi

bervariasi sekitar 19-94% (Lunenfeld, Gooren, Morales, & Morley, 2007).

Prevalensi depresi pada lansia di pelayanan kesehatan primer yaitu 5

sampai 17%, sementara prevalensi depresi pada lansia yang mendapat

pelayanan asuhan rumah (Home Care) adalah 13,5%. Prevalensi depresi

lanjut usia lebih tinggi di ruang perawatan dari pada yang ada di

masyarakat. Lansia yang mendapatkan perawatan jangka panjang memiliki


4

tingkat depresi yang lebih tinggi daripada di masyarakat (Prubosuseno,

2006 dalam Marta, 2012).

Berbagai persoalan hidup yang dialami lansia seperti yang telah di

jelaskan sebelumnya memicu terjadinya depresi yang menurut Sudoyo,

Setiyohadi, Alwi, & Simadibarata (2009) dapat menyebabkan gangguan

kesehatan yang kronis, gangguan kognitif, masalah keluarga, kecacatan,

meningkatkan risiko kematian dan pada akhirnya akan menurunkan

kualitas hidup seorang lansia. Tenaga kesehatan perlu membuat strategi

pengobatan yang komprehensif untuk mengatasi depresi pada lansia,

termasuk metode penapisan depresi, intervensi psikologis, dan

farmakoterapi yang tepat (Irawan, 2013).

Terapi reminiscence adalah terapi non-farmasi dan bentuk

intervensi terapeutik yang digunakan untuk lansia. Intervensi digambarkan

sebagai terapi dengan cara mengingat peristiwa masa lalu, perasaan dan

pikiran dalam rangka menciptakan dan memfasilitasi rasa senang,

meningkatkan kualitas hidup, dan adaptasi dengan situasi saat ini (Hsieh &

Wang, 2003). Terapi reminiscence berasal dari Teori Ericson, membantu

orang tua mengingat masa lalu mereka, hal ini membantu individu untuk

menjaga integritas karakter mereka (Taylor & Price , 1995). Adicondro

(2012) dan Chiang et al., ( 2010) menyimpulkan bahwa terapi

reminiscence mampu menurunkan depresi pada lansia. Terapi

reminiscence menghadirkan perasaan berarti sebagai individu dan pernah

menjadi individu yang berarti bagi orang lain (Sheidan, 1991 ; dikutip oleh
5

Ibnu, Hidayati, & Safitri (2016). Sedangkan menurut penelitian Syarniah

(2010), Kartika & Mardalinda (2017) reminiscence bermanfaat untuk

kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup lansia. Namun dengan

banyaknya manfaat yang diperoleh dari terapi reminiscence belum banyak

profesi kesehatan yang menggunakan model tersebut dalam intervensi

lansia.

Menurut Badan Pusat Statistik Boyolali (2017) diketahui bahwa pada

tahun 2016 jumlah penduduk Desa Potronayan adalah sebanyak 5006 jiwa

yang terdiri dari 2509 laki laki dan 2497 perempuan dengan penduduk

lansia yang berumur 60 tahun ke atas sebanyak 762 lansia yang tersebar

di 13 dusun. Sebagai gambaran jumlah lansia di desa lain di Kecamatan

Nogosari adalah sebagai berikut; Desa Ketitang 733 lansia, Desa Kenteng

432 lansia, Desa Potronayan 762 lansia, Desa Glonggong 674 lansia, Desa

Pojok 468 lansia, Desa Pulutan 754 lansia, Desa Keyongan 796, Desa

Sembungan 496 lansia, Desa Guli 637 lansia, Desa Jeron 671 lansia, Desa

Bendo 519 lansia, Desa Tegalgiri 536 lansia, dan Desa Rembun 691

lansia. Dari data diatas menunjukkan bahwa desa Potronayan memiliki

jumlah lansia terbanyak nomor 2 setelah Desa Keyongan. Survei yang

dilakukan di Desa Potronayan dengan cara mewawancarai kader desa dan

pada lansia langsung menunjukkan banyaknya kejadian depresi yang tidak

terdeteksi secara langsung dan banyak keluhan keluhan kesehatan yang

dialami lansia di desa tersebut. Survei juga menunjukkan persebaran

lansia dengan keluhan - keluhan kesehatan di desa tersebut cukup merata.


6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasikan

beberapa masalah yang akan dijadikan bahan penelitian, yaitu :

1. Populasi lansia yang meningkat dari tahun ke tahun mengalami

berbagai perubahan akibat proses menua. Hal ini mempengaruhi

kehidupan lansia dan menimbulkan berbagai macam permasalahan

lansia.

2. Pesatnya kemajuan teknologi membuat peran lansia dalam keluarga

semakin berkurang. Hal ini sebabkan karena terjadi kesenjangan

komunikasi antara lansia dan generasi muda kesenjangan yang terjadi

membuat para lansia menjadi kurang mendapat perhatian dan lebih

mudah mengalami depresi. Kejadian depresi pada lansia juga

diakibatkan oleh beban yang masih harus ditanggung oleh lansia.

Depresi berdampak cukup luas terhadap kualitas hidup lansia. Namun,

kebanyakan kejadian depresi pada lansia lambat terdeteksi.

3. Terapi reminiscence adalah terapi non-farmasi dan bentuk intervensi

terapeutik yang digunakan untuk lansia. Terapi ini menurut peneitian

sangat baik dalam meningkatkan kualitas kehidupan seorang lansia.

Namun, di balik manfaatnya yang baik untuk lansia, jenis intervensi

ini masih jarang digunakan.


7

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang

dimaksud, dalam skripsi ini penelitian dibatasi pada efek terapi

reminiscence terhadap keluhan somatis pada lanjut usia dengan depresi di

Desa Potronayan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun rumusan masalah

sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh terapi reminiscence terhadap

munculnya keluhan somatis pada lansia dengan depresi di Desa

Potronayan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali?”

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi

reminiscence terhadap munculnya keluhan somatis pada lansia dengan

depresi.

2. Tujuan Khusus

Penelitian bertujuan untuk: (1) mengetahui demografi lansia yang

memiliki keluhan somatis, (2) mengetahui keluhan-keluhan yang

terjadi pada lansia dengan depresi, (3) mengetahui efektifitas terapi

reminiscence untuk mengurangi keluhan somatis pada lansia dengan

depresi.
8

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan dan wawasan bagi penelitian di bidang kesehatan

khususnya dalam bidang Okupasi Terapi tentang penanganan lansia

dengan depresi terutama pada keluhan-keluhan yang terjadi akibat

depresi pada lansia.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam dalam

meningkatkan kualitas kehidupan lansia khususnya oleh untuk Okupasi

Terapi dengan penerapan terapi reminiscence pada lansia dengan

depresi yang memiliki keluhan somatis.

Anda mungkin juga menyukai