Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal

yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho,

2008). Lambat cepatnya proses tersebut tergantung pada masing-masing individu

yang bersangkutan. Lanjut usia merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan

yang di tandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan

lingkungan. Proses ini pada umumnya dimulai sejak usia 45 tahun dan akan

menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun (Pujiastuti, 2003).

Jumlah pertumbuhan penduduk lanjut usia pada tahun 2000, berkisar 15,8

juta (7,6%) dari jumlah penduduk di Indonesia dan pada tahun 2005, jumlah

lanjut usia meningkat menjadi 18,2 juta (8,2 %). Pada tahun 2010 meningkat

menjadi 19,3 juta (7,4%) jumlah penduduk, dan pada tahun 2015, diperkirakan

meningkat sekitar kurang lebih 24,4 juta (10%). Sedangkan tahun 2020,

diperkirakan lanjut usia meningkat sekitar kurang lebih 29 juta (11,4%) dari

jumlah penduduk di Indonesia (Nugroho 2008).

Usia harapan hidup lanjut usia berdasarkan jenis kelamin menunjukan

bahwa perempuan memiliki usia harapan hidup lebih lama dari laki-laki. Kondisi

ini di sebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat, laki-laki biasanya merokok,

minum minuman keras pada usia mudah. Mereka cenderung melakukannya,

sementara perempuan yang melakukannya cenderung sedikit. Perilaku demikian

akan mempengaruhi sistem imun mereka sehingga resiko terkena berbagai jenis

penyakit semakin tinggi. (Radiatna, 2011)


Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia yang ada diikiti meningkatnya

resiko penyakit yang disebabkan karena adanya faktor degeneratif , penyakit atau

gangguan umum yang sering terjadi pada lanjut usia. Menurut The National Old

People’s Welfare Counci di Inggris, ada dua belas macam gangguan yang sering

terjadi pada lanjut usia meliputi depresi mental, gangguan umum pendengaran,

bronchitis kronis, gangguan pada tungkai, gangguan pada koksa atau sendi

panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan, ansietas atau kecemasan,

dekompensasi kordis, diabetes mellitus, dan gangguan defekasi. (Nugroho, 2008)

Menurut Depkes RI (2000) dalam Tarbyati, dkk (2004) dalam

penelitiannya mengatakan prevalensi gangguan mental pada populasi lanjut usia

bervariasi luas, secara umum diperkirakan 25% populasi lanjut usia menunjukan

gejala gangguan mental yang bermakna. Gangguan mental yang sering dijumpai

pada lanjut usia yaitu depresi, ansietas, demensia, dan delirium.

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik

secara kualitas atau kuantitas (Asmadi, 2009). Menurut Nugroho (2008) di

Indonesia pada kelompok lanjut usia 60 tahun, hanya terdapat 7% kasus yang

mengeluh gangguan tidur hanya dapat tidur tidak lebih dari lima jam sehari. Hal

yang sama juga ditemukan pada kelompok usia 70 tahun yang menunjukan bahwa

22% kasus mengeluh gangguan tidurnya itu apabila pada saat tidur terbangun

lebih awal.

Salah satu faktor emosional yang menyebabkan insomnia adalah karena

adanya depresi pada lanjut usia. Depresi adalah perasaan sedih, tidak beradaya,

pesimis, yang berhubungan dengan suatu penderita (Nugroho, 2008). Sejumlah


faktor pencetus depresi pada lanjut usia, antara lain faktor biologik, psikologik,

stres kronis, dan menggunakan obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik,

perubahan struktural otak, faktor resiko vaskular, dan kelemahan fisik, sedangkan

faktor fisiologik pencetus depresi pada lanjut usia yaitu tipe kepribadian hubungan

interpersonal. (Evy, 2008)

Depresi memiliki tiga kriteria yaitu depresi ringan ditandai dengan

kehilangan minat, kesenangan dan mudah menjadi lelah. Depresi sedang ditandai

dengan mengalami kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial dan pekerjaan,

sedangkan depresi berat ditandai dengan gelisah, tegang, kehilangan harga diri,

dan keinginan untuk bunuh diri. Depresi membuat lanjut usia mengalami

gangguan tidur, insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang sering

dijumpai pada lanjut usia. (Muslichah, 2010)

Insomnia pada lanjut usia dapat disebabkan karena kecemasan dan depresi.

Menurut Soejono dan Setiadji (2000), menjelaskan pada tahun 2020 depresi akan

menduduki peringkat teratas penyakit yang dialami lanjut usia dinegara

berkembang termasuk Indonesia. Gangguan depresi pada lansia kurang dipahami

sehingga banyak kasus depresi pada lanjut usia yang tidak di kenali dan tidak

diobati.

Salah satu usaha sosial dari pemerintah untuk tetap melakukan pembinaan

terhadap kesejahteraan lansia adalah melalui didirikannya panti werdha yang

berfungsi untuk memberikan akomodasi dan pelayanan perawatan bagi lansia

yang tidak mempunyai keluarga, mempunyai masalah dengan keluarga, atau tak

ingin membebani keluarga. (S.Tamher, 2009)


Data lansia di Panti Sosial Tresna Werdha ada yang merindukan

keluarganya dan ingin sekali dikunjungi anak-anak dan cucu lansia. Rasa rindu

tersebutlah menyebabkan susah tidur atau insomnia.

Berdasarkan hal tersebut di atas, mendorong peneliti untuk mengetahui

hubungan antara depresi dengan insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Madago

Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso tahun 2012.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis membatasi

masalah yang diteliti dalam penelitian ini sebagai berikut: “apakah ada hubungan

antara depresi dengan insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Madago

Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso?”.

B. Kerangka Pikir

Depresi merupakan keadaan yang sering dialami para lansia karena pada

umumnya lansia sering merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, merasa diri

terasing karena tidak dapat lagi melakukan kegiatan ekstra sebagaimana ketika

saat masih muda dulu. Selanjutnya merasa tidak nyaman pada lingkungan sekitar

khususnya dalam penataan kamar, lansia pada umumnya tidak mau hari-harinya

hanya di lewatinya dengan berdiam diri saja, mereka mau bekerja sesuai dengan

kemampuan dan ketrampilan yang mereka miliki untuk menghilangkan kejenuhan

dan untuk mendapat sedikit penghasilan, itu semua dilakukan lansia untuk

kesenangan demi memenuhi kepuasan batin mereka.


Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, maka dibuatlah

alur kerangka pikir seperti gambar 1.1 dimana yang menjadi variabel independent

yaitu depresi dan variabel dependen yaitu insomnia.

Varibel Independen Variabel Dependen

Depresi Insomnia

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum:

Diketahuinya hubungan antara depresi dengan insomnia pada lansia di

Panti Sosial Tresna Werdha Madago Tendeadongi.

2. Tujuan Khusus:

a. Diketahuinya depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

Madago Tendeadongi

b. Diketahuinya insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

Madago Tendeadongi

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Panti Sosial

a) Diharapkan dapat memberikan informasi bagi petugas kesehatan di

Panti Sosial Tresna Werdha Tendeadongi


b) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan

kebijakan mengenai depresi dan penanggulangan insomnia dalam

langkah-langkah secara keseluruhan. Sebagai bahan dalam rangka

peningkatan mutu pelayanan dalam keperawatan.

2. Bagi STIK IJ

a) Dijadikan sebagai sumber informasi dan dokumentasi ilmiah untuk

kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

dalam bidang keperawatan.

b) Sebagai bahan bacaan dan informasi bagi peneliti selanjutnya.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan informasi mengenai depresi dan insomnia

pada lansia secara lengkap lebih khusus dapat menerapkan teori yang telah

diterima dalam perkuliahan ketika menangani masalah depresi dan insomnia

pada lansia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia

Lanjut usia merupakan suatu anugrah. Menjadi tua, dengan segenap

keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di

Indonesia, istilah untuk kelompok usia ini belum baku, orang memiliki

sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah usia lanjut ada

pula lanjut usia. Atau jompo dengan padanan kata dalam bahasa inggris

disebut the aged, the elders, older adult, serta senior citizen. ( S.Tamher,

2009).

Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak

tampak mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia

dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang

sama. Meskipun proses menjadi tua merupakan gambaran yang universal,

tidak seorang pun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan atau mengapa

manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. ( Surini, 2003)

2. Klasifikasi

World Health Organization (WHO) dalam Menkes RI mempunyai

batasan usia lanjut sebagai berikut: orang tua pertengahan usia antara 45-59

tahun, antara 60-74 tahun, tua usia antara 75-90 tahun dan dikatakan sangat

tua berusia diatas 90 tahun. Pada saat ini, ilmuwan sosial yang

mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk kepada kelompok lansia:


lansia muda( young old), lansia tua (old old), dan lansia tertua(odedest old).

Usia antara 65-74 tahun yang biasanya aktif dan bugar. (Papalia,Olds &

Ferman, 2005)

2. Tipe Lanjut Usia

Beberapa tipe pada usia lanjut tergantung pada karakter,

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi.

Tipe tersebut antara lain:

a. Tipe Arif Bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.

b. Tipe Mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, teman bergaul dan memenuhi undangan.

c. Tipe Tidak Puas

Konflik Lahir Batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan

menuntut.

d. Tipe Pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, ringan

kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.


e. Tipe Bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari usia lanjut:

a. Tipe Optimis

b. Tipe Konstruktif

c. Tipe Dependen (ketergantungan)

d. Tipe defensif (bertahan)

e. Tipe militant atau serius

f. Tipe marah/Frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan

sesuatu)

g. Tipe Putus Asa ( Merasa Bersalah pada diri sendiri)

Menurut tingkat kemandiriannya dimana dinilai dari kemampuannya

untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pada usia lanjut dapat

digolongkan menjadi tipe :

a. Usia lanjut menjadi sepenuhnya.

b. Usia lanjut mandiri dengan bantuan langsung keluarganya

c. Usia lanjut mandiri dengan bantuan secara tidak langsung

d. Usia lanjut dengan bantuan badan sosial

e. Usia lanjut di panti werdha

f. Usia lanjut yang dirawat di rumah sakit

g. Usia lanjut dengan gangguan mental


Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat

mengganggu kesehatan fisik lansia. Dampak penuaan pada tiap bagian

tubuh mengalami perubahan ketika beranjak tua. Orang yang mengalami

kecemasan atau depresi sering kali mendapati ingatan mereka tidak

berfungsi dengan baik. Mereka menjadi sibuk dengan pikiran dan perasaan

didalam diri mereka sendiri dan karenanya sangat kebinguan jika harus

memperhatikan informasi yang baru. Penting untuk menyadari bahwa

ketika tubuh menjadi perubahan saat beranjak tua, proses mental juga

mengalami perubahan, fungsi mental juga mengalami perubahan.

(Martyn.C dan Gale.C, 2002)

Menurut WHO penitipan atau tinggalnya lansia dipanti dapat

menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada lansia terhadap

keluarganya yang tinggal dirumah bergantung pada keluarga masing-

masing lansia. Perawat dapat membantu lansia untuk mengekspresikan

perasaannya dan secara bersama-sama menggali persepsi lansia, sehingga

lansia tersebut dapat menerima keputusan keluarganya sebagai hal terbaik

yang dilakukan, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarga yang

ditinggalkan dirumah.

Perubahan secara psikis dan fisiologis yang terjadi pada lansia

akan menimbulkan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, khususnya

pada lansia yang tinggal dipanti. Mereka yang berusia lanjut umumnya

memenuhi tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi biologis, psikologis,

sosial, dan ekonomi. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada


seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatannya. Proses menua di dalam

perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami

semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya saja cepat lambatnya

proses tersebut bergantung pada masing-masing individu yang

bersangkutan. Dalam siklus hidup (tumbuh kembang) manusia dikenal

adanya apa yang disebut tugas perkembangan. Tugas perkembangan lansia

adalah sebagai berikut.

1. penyesuaian terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan fisik

2. penyesuaian terhadap pension dan penurunan penghasilan

3. penyesuaian terhadap kematian pasangan atau orang terdekat,

membangun suatu perkumpulan dengan sekelompok seusia,

mengambil prakarsa dan beradaptasi terhadap peran sosial dengan cara

yang fleksibel, serta membuat pengaturan hidup atau kegiatan fisik

yang menyenangkan. Permasalahan yang berkaitan dengan lansia

antara lain:

a. secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan

berbagai masalah baik secara fisik, biologis, mental, maupun

secara ekonomis. Semakin lanjut usia seseorang, maka

kemampuan fisik semakin mundur, yang dapat mengakibatkan

penurunan pada peran-peran sosialnya. Hal ini mengakibatkan

pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan

hidupnya, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang

memerlukan bantuan orang lain.


b. Semakin lanjut seseorang, kesibukan sosialnya semakin

berkurang. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya integrasi

dengan lingkungan yang dapat memberikan dampak pada

kebahagiaan seseorang.

c. Sebagian para lansia masih mempunyai kemampuan untuk

bekerja. Permasalahannya adalah bagaimana memfungsikan

tenaga dan kemampuan mereka tersebut didalam situasi

keterbatasan kesempatan kerja.

d. Masih ada sebagian dari lanjut usia dalam keadaan terlantar,

selain tidak mempunyai bekal hidup dan pekerjaan atau

penghasilan, mereka juga tidak mempunyai keluarga atau sebatang

kara.

e. Dalam masyarakat tradisional biasanya lansia dihargai dan

dihormati, sehingga mereka masih dapat berperan dan berguna

bagi masyarakat. Akan tetapi dalam masyarakat industri ada

kecenderungan mereka kurang dihargai, sehingga mereka terisolir

dari kehidupan masyarakat.

f. Berdasarkan pada sistem kultural yang berlaku, maka

mengharuskan generasi tua atau lansia masih dibutuhkan sebagai

Pembina agar jati diri budaya dan ciri-ciri khas Indonesia

terpelihara kelestariannya.

g. Oleh karena kondisinya, lansia memerlukan tempat tinggal atau

fasilitas perumahan yang khusus.


B. Konsep Depresi

1. Pengertian

Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan

dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri

sendiri atau perasaan marah yang dalam. (Nugroho Wahjudi, 2008)

Depresi adalah kelainan jiwa paling banyak di dunia, diperkirakan

menyerang sekitar 120 juta orang. Bagi seseorang yang sedang merasa

terpukul, perasaan yang paling sering muncul adalah rasa ingin menyendiri.

(Rebecca, 2010)

Gangguan alam perasaan seperti depresi bukanlah karena kesalahan

atau kelemahan penderita ataupun karena persoalan pada kepribadiannya

semata. Depresi dapat menjadi penyakit yang sangat mengganggu dan

menghambat aktifitas sehari-hari, pada mood depresi muncul perasaan

sedih, menangis, rasa hampa, mudah marah, dan dapat muncul ide-ide

bunuh diri bahkan usaha untuk melakukan bunuh diri. (Kusumawardhani,

2006)

2. Penyebab

Beberapa faktor penyebab depresi internal dan eksternal:

a. Faktor Internal

1. Perasaan tertekan, bersalah.

2. Kurang percaya diri

3. Keinginan untuk mandiri

4. Penyakit kronis
b. Faktor eksternal

1. Keluarga sakit atau meninggal

2. Tekanan dari kelompok

3. Kondisi pekerjaan tidak menentu

4. Status ekonomi tidak memadai

5. Lingkungan tidak aman/nyaman

6. Support sistem tidak adekuat

3. Gejala

1. Pandangan kosong

2. Kurang atau hilangnya perhatian diri, orang lain, atau lingkungannya

3. Inisiatif menurun

4. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi

5. Aktifitas menurun

6. Kurangnya nafsu makan

7. Mengeluh tidak enak badan dan kehilangan semangat, sedih, atau cepat

capai disepanjang waktu

8. Mungkin susah tidur dimalam hari.

Umumnya, jika orang merujuk kedepresi secara medis berarti

“depresi klinis” yang dapat digolongkan menjadi ringan sedang atau berat.

Dalam bentuk yang paling serius, depresi berat diikuti oleh gejala psikotis,

seperti halusinasi atau delusi. Disisi lain, depresi ringan yang berlangsung

lebih dari 2 tahun secara medis disebut distrimia.


Pertimbangan-pertimbangan khusus dalam perawatan, tujuan, dan

tindakan:

1. Pertolongan segera untuk mengatasi depresi. Untuk membantu klien

lanjut usia memahami dan menyatakan perasaan positif dan negatif yang

menyangkut dirinya, orang lain dan apa yang terjadi.

a. Adakan kontak dengan klien lanjut usia sesering mungkin, baik

secara verbal maupun non verbal.

b. Beri perhatian terus-menerus, walaupun klien lanjut usia tidak mau

dan tidak dapat berbicara. Pendekatan ini akan menjadikan seorang

yang menyenangkan dan menarik. Klien lanjut usia yang

mengalami depresi biasanya merasa sendiri, tak berharga. Suatu

kepercayaan bahwa seseorang menaruh minat dan memperhatikan

mereka adalah tindakan yang paling menolong.

c. Libatkan klien lanjut usia dalam menolong dirinya sendiri atau

aktifitas sehari-hari dan berangsur ditambah dengan yang lain.

d. Jika anda merasa perlu, usulkan pada dokter untuk memakai anti

depressant.

2. Peralihan kepelaksanaan perawatan diri sendiri. Untuk menambah harga

diri.

a. Teruskan meluangkan waktu untuk klien lanjut usia sehari-hari.

b. Gunakan pertanyaan yang terbuka untuk mengekspresikan perasaan

klien lanjut usia. Misalnya anda kelihatan sedih hari ini. Apa yang

menguatkan eksperimen perasaan.


c. Jangan katakan pada klien lanjut usia bahwa ia tidak sesedih seperti

apa yang ia rasakan, pendekatan ini hanya akan menguatkan

perasaan klien lanjut usia bahwa tak seorangpun yang mengerti.

d. Puji klien lanjut usia karena keterlibatannya dalam menolong dirinya

atau aktifitas lainnya.

3. Menolong sesama dengan tujuan membantu klien lanjut usia secara

optimal untuk memudahkan pengenalan cara penyesuaian diri, dan

memudahkan kemampuan staf memulai mengubah klien lanjut usia.

a. Yakin bahwa setiap orang sadar akan tanggungjawab mereka untuk

tidak memperberat ketika klien sedang merasa sedih sepanjang

waktu.

b. Menganjurkan pada staf atau orang-orang penting lainnya untuk

memuji klien lanjut usia dalam usahanya dan aktifitas lainnya.

c. Membantu staf dalam usahanya untuk memaksa klien lanjut usia

berbicara, arahkan mereka untuk memberi perhatian kepada klien

lanjut usia sebanyak mungkin.

1) Gejala-gejala menurut ilmu jiwa (psikologi)

Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, salah satu

gejala harus diperhatikan karena walaupun satu gejala bisa

menyebabkan depresi. Benar juga, bahwa orang-orang yang

mengalami beberapa gejala depresi akan merasa sangat rendah.

Disamping juga mengalami perasaan yang lain. Jika anda

mengalami tiga atau lebih dari gejala-gejala depresi, Terutama


kesedihan dan selalu ini berarti membutuhkan pertolongan yang

intensif. Jadi perlu memperhatikan apakah anda mempunyai

gejala-gejala tersebut. Karena salah satu gejala saja bisa

menyebabkan kesulitan.

a) Kesedihan

Gejala paling umum dan nyata mengenai depresi adalah

kesedihan. Bermurung seperti ini kemungkinan besar dapat

menjadi kebekuan hati. Dan ini akan mengantarkan pada

kecenderungan untuk menangis lebih sering dari biasanya.

b) Hilang “ketertarikan”

Ketika mengalami rasa tertekan mungkin akan kehilangan rasa

tertarik pada apapun juga, enggan dan berhenti melakukan

hobi atau pekerjaan yang seharusnya akan dilakukan.

c) Hilangnya Kekuatan

Dengan hilangnya rasa ketertarikan, maka akan segera

kehilangan kekuatan yang dimiliki. Langkah apapun

kelihatannya menjadi suatu usaha yang besar dan begitu

banyak kesukaran. Dengan keadaan seperti ini akan

menurunkan stamina sehingga kesehatan menjadi terganggu.

d) Hilang Kosentrasi

Berkosentrasi menjadi sulit sekali. Kalau keadaan semacam ini

anda biarkan berlarut-larut, cenderung jadi pelupa dan

linglung.
e) Kemurungan

Rasa tertekan akan mengarah pada pikiran untuk menekan pada

sesuatu yang lain. Mungkin mulai gelisah tentang sesuatu yang

kecil dan menjadi orang yang pesimis. Ketika mengalami

depresi, mungkin akan menjadi apatis dan malas mengerjakan

sesuatu.

f) Kekhilafan

Yang mengalami depresi mempunyai keyakinan yang

dilimpahkan, bahwa mereka merasa khilaf dari kejahatan-

kejahatan yang mengerikan.

g) Perasaan bersalah

Dapat menghantui pikiran dan ini akan menimbulkan perasaan

tertekan, sehingga membelenggu langkah kita.

h) Ketidakmampuan

Cenderung terjadi perasaan hilangnya kehormatan diri. Stres

disebabkan oleh hal apapun yang membuat tegang, marah,

frustasi dan tidak bahagia, stres pada seseorang bisa menjadi

kesenangan pada orang lain, stres pada tingkat tertentu baik

untuk lansia, terlalu banyak stres akan mempengaruhi kesehatan

dan kesejahteraan, harus selalu optimis bahwa kita mampu

menguasai stres dalam hidup.(Wilkinson.G, 2002)


4. Macam-macam bentuk tingkatan depresi

Gejala-gejala ini cukup mudah untuk diterangkan, ketika

mengalami kekecewaan. Jika kehilangan rasa tertarik atau kehilangan

kekuatan, ada suatu cara yang sederhana untuk menerangkannya. Kita

lebih mempunyai rasa antusias dan energi pada pekerjaan, bila kita

menginginkan pekerjaan itu dan menyukainya. Ketika kehilangan

semangat, mungkin lebih mudah kehilangan rasa tertarik dan perhatian.

Terutama jika mengharapkan dapat menikmati suatu keadaan yang hebat

diluar jangkauan.

5. Penatalaksanaan

Orang yang mengalami kecemasan maupun depresi akan

mengalami kesulitan dalam tidurnya ia akan selalu gelisah dan tak

percaya diri, sehingga menyebabkan dirinya labil.

Langkah-langkah yang penting yang harus diperhatikan:

a) Coba berhenti memikirkan masalah diwaktu sore hari. Menjelang

malam anda membutuhkan ketenangan. Banyak yang mengatasi

keadaan ini dengan membaca buku yang baik.

b) Jangan makan terlalu banyak, tetapi jangan pula tidur dalam keadaan

lapar.

c) Buatlah atau aturlah susunan tempat tidur secara menyenangkan.

Aturlah juga dekorasi kamar yang baik.

d) Jangan merokok menjelang tidur.


e) Pergi tidur dengan waktu yang teratur, membantu anda untuk cepat

tidur. Ini akan membuat kebiasaan pada tubuh anda untuk tidur pada

jam-jam tertentu.

f) Jika akan tidur dan kecemasan kembali membayang, cobalah gunakan

teknik untuk melupakannya.

g) Aturlah posisi tidur supaya nyaman, tidak merasa tersiksa.

h) Bangunlah lebih awal, ini akan membuat anda cepat tidur pada malam

harinya.

C. Konsep Insomnia

1. Pengertian

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan

berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan

untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun.

Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya

suatu permasalahan pikologis. Dalam hal ini, bantuan medis atau psikologis

akan diperlukan salah satu terapi psikologis yang efektif menangani

insomnia adalah terapi kognitif dalam terapi tersebut, seorang klien di ajari

untuk memperbaiki kebiasaan tidur dan menghilangkan asumsi yang kontra-

produktif mengenai tidur. (WHO, 2005)

Banyak penderita insomnia tergantung pada obat tidur dan zat

penenang lainnya untuk bisa beristrahat. Semua obat sedatif memiliki

potensi untuk menyebabkan ketergantungan psikologis berupa anggapan

bahwa mereka tidak dapat tidur tanpa obat tersebut.


Insomnia juga adalah keluhan terkait rendahnya kualitas dan

kuantitas tidur tiga hari dalam seminggu selama satu bulan. Menurut

penelitian, penderita insomnia kebanyakan merupakan golongan lansia,

dimana hampir 40-50% lansia mengalami insomnia. Persentase dari jumlah

tersebut, penderita perempuan berjumlah 54% dan pria sebanyak 36%.

(Machira, 2007)

2. Penyebab

Spesialis tidur kedokteran memenuhi syarat untuk mendiagnosis

berbagai gangguan tidur. Klien dengan berbagai penyakit termasuk sindrom

fase tidur tertunda sering di diagnosis sebagai insomnia.

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

a) Pola tidur

b) Aktivitas fisik

c) Tingkatan stres psikis

Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang

memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan

pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda

maupun usia lanjut, dan sering kali timbul bersama dengan gangguan

emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan. Kadang

orang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan

bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga

berubah, dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya

menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak terjaga. Perubahan ini,
walaupun normal sering membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak

cukup tidur.

Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia

lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam

kemudian dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam

keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari,

pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi. Orang yang pola

tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbaik, mereka

tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur.

Penderita mengalami kesulitan untuk tidur atau sering terjaga

dimalam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.

3. Pengobatan

Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya

insomnia. Orang tua yang mengalami perubahan tidur karena bertambahnya

usia, biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena perubahan tersebut

adalah normal. Penderita insomnia hendaknya tetap senang dan santai

beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan suasana yang

nyaman dikamar tidur, cahaya yang redup dan tidak berisik. Jika

penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi

stres. Jika penyebabnya adalah depresi, diberikan obat anti-depresi. Jika

gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan

penderita merasa sehat, bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu.
Alternatif lain untuk mengatasi insomnia tanpa obat-obatan dengan adanya

terapi hipopnosis atau hipnoterapi.

Sebuah survei dari 1,1 di Amerika yang dilakukan oleh American

cacer soviety menemukan bahwa mereka yang dilaporkan tidur sekitar 7 jam

setiap malam memiliki tingkat kematian terendah, sedangkan orang-orang

yang tidur kurang dari 6 jam atau lebih dari 8 jam lebih tinggi tingkat

kematiannya. Tidur selama 8,5 jam atau lebih setiap malam dapat

meningkatkan angka kematian sebasar 15%. Insomnia kronis-tidur kurang

dari 3,5 jam (wanita) dan 4,5 jam (laki-laki) juga dapat menyebabkan

kenaikan sebesar 15% tingkat kematian. Setelah mengontrol durasi tidur dan

insomnia, penggunaan pil tidur juga berkaitan dengan peningkatan angka

kematian.

Untuk mengobati insomnia sebenarnya tidaklah sulit. Terapi-terapi

diatas sangat mudah untuk dilakukan. Tetapi diperlukan peran besar dari

keluarga untuk membantu proses penyembuhan, karena penderita pada

umumnya adalah lansia.(Tutik, 2007)

4. Ciri-ciri

Yang dapat diamati pada lansia yang menderita insomnia antara

lain kesulitan tidur, merasa lelah dan tidak segar saat bangun tidur, mudah

marah, sering terbangun tengah malam dan tidak dapat tidur lagi, dan sakit

kepala dipagi hari. Selain itu, ada juga ciri yang mudah diamati pada wajah

penderita, seperti wajah memerah, tampak garis hitam pada kelopak mata

bagian bawah dan wajah tampak pucat.


Insomnia pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara

lain proses penuaan, kurangnya paparan cahaya matahari, penurunan

aktivitas fisik, kebiasaan buruk saat tidur misalnya terlalu sering berganti

posisi tidur dan faktor psikologis misalnya perubahan dalam rutinitas, dan

masalah ekonomi. Selain itu, konsumsi alkohol atau kafein, serta konsumsi

obat-obatan juga dapat menyebabkan insomnia.

Terapi yang dapat dilakukan untuk penderita insomnia pada lanjut

usia yaitu:

a. Terapi untuk menghilangkan hal-hal yang menyebabkan terjadinya

insomnia pada lanjut usia

Apabila ada hal-hal utama yang menyebabkan insomnia, hal tersebut

harus ditangani terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan pengamatan

apakah ada perubahan atau tidak setelah dilakukan terapi. Jika masih

tidak ada perubahan, dapat dilakukan terapi farmakologi (dengan obat-

obatan) maupun terapi non farmakologi (tanpa obat-obatan).

b. Terapi non farmakologi

Terapi dilakukan dengan mengatur kebiasaan tidur dan gaya hidup

sehat, misalnya dengan menghindari makan makanan berat sebelum

tidur, menghindari alkohol dan minuman yang mengandung kafein,

mengatur jadwal tidur dan bangun, mengurangi waktu tidur siang

(maksimal 30 menit), melakukan olahraga pada waktu 4-8 jam

sebelum tidur, frekuensi terkena sinar matahari langsung dicukupi,

menghindari obat-obat yang menyebabkan insomnia, serta mengatur


lingkungan tempat tidur senyaman mungkin. Selain itu dapat dilakukan

juga terapi relaksasi dengan meregangkan otot-otot gerak dan otot

kepala serta leher, lalu minum susu hangat, memikirkan hal-hal yang

menyenangkan, ataupun mendengarkan musik yang menyenangkan.

c. Terapi farmakologi

Apabila kedua terapi diatas tidak juga membuahkan hasil, terapi

hipnosis dapat dilakukan. Tetapi terapi hipnosis perlu dilakukan

dibawah pengawasan psikiater. Prinsip pengobatan hipnosis adalah

pemberian obat dengan dosis efektif terendah, lalu dosis ditingkatkan

secara bertahap. Selama tiga sampai empat minggu pengobatan

dihentikan secara bertahap. agar tidak terjadi ketergantungan. Obat

yang biasa diresepkan untuk terapi insomnia adalah melatonin,

benzodiazepine, dan zolpidem.

D. Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian adalah kerangka hubungan antara teori-teori

yang diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan

(Notoadmojo, 2002). Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, penulis

membuat kerangka konsep penelitian seperti yang tampak :


Lingkungan
Depresi
Keluarga
Lansia Usia
Insomnia
Penyakit Yang
di derita

Gambar 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
E.Hopotesis
Ada hubungan antara depresi dan insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Madago Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional,

dimana data yang menyangkut data variabel independent dan variabel

dependent yang dikumpul dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo,

2002).

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel independen:

Depresi

Depresi pada lansia terjadi karena adanya pandangan kosong, kurang atau

hilangnya perhatian dari orang lain atau lingkungannya, inisiatif menurun,

ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, aktifitas menurun, kurangnya nafsu

makan, mengeluh tidak enak badan dan kehilangan semangat, sedih, atau

cepat capai disepanjang waktu, mungkin susah tidur dimalam hari.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Wawancara

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : 1. Mengalami gejala Depresi (jika skor jawaban ≥ 6)

2. Tidak Mengalami gejala Depresi (jika skor jawaban < 6)


Varabel Dependen

Insomnia

Insomnia merupakan masalah susah tidur yang sering dialami oleh lansia

dan itu sering terjadi pada malam hari sehingga mengganggu keadaan

istrahat pada lansia.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Wawancara

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : 1. Mengalami Insomnia (jika skor jawaban ≥ median = 5)

2.Tidak mengalami Insomnia (jika skor jawaban < median = 5)

C. Pengumpulan Data

Untuk mempermudah dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan

tehknik pengumpulan data yaitu :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui kuisioner

yang diberikan kepada responden yaitu dengan cara :

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk

pengumpulan data. Dimana peneliti mendapat keterangan atau

informasi secara lisan dari seseorang untuk sasaran penelitian

(responden).

b. Observasi

Dalam penelitian, pengamatan atau observasi adalah suatu prosedur

yang terencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan


mencatat sejumlah dan taraf aktivitas atau kegiatan tertentu yang

bersangkutan dengan masalah yang diteliti.

2. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha

Madago Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso pada

tahun 2012.

D. Pengolahan Data

Dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:

1. Editing Data

Dilakukan untuk memeriksa adanya kesalahan atau kekurangan data yang

di peroleh.

2. Coding Data

Dilakukan untuk memberi tanda pada nomor jawaban yang telah diisi oleh

responden untuk memudahkan peneliti dalam entri data keprogram

computer untuk keperluan analisis.

3. Entry Data

Memasukan data keprogram komputer untuk keperluan analisis.

4. Cleaning

Membersihkan data dengan melihat variabel yang digunakan apakah

datanya sudah benar atau belum.

5. Describing

Yaitu menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah dikumpulkan.


E. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan

proporsi masing-masing yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis signifikan hubungan antara

variabel dependen dan variabel independen dengan menggunakan uji

statistik Chi_Square. dimana Ho ditolak apabila ≥ 0,05 dan Ho diterima bila

nilai signifikan 0,000. Jadi ada hubungan antara depresi dengan insomnia

pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Madago Tendeadongi.

F. Penyajian data

Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan

sehingga memudahkan untuk menganalisis.

G. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Adalah merupakan seluruh objek dengan karakteristik tertentu yang

akan diteliti. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka

populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di

Panti Sosial Tresna Werdha Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara

sebanyak 74 Orang lansia.


1. Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagian lansia yang

tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Tendeadongi Kecamatan Pamona

Utara Kabupaten Poso yang berjumlah 51, dengan menggunakan rumus :

n = N
1 + N (d2)

Keterangan :

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = Tingkat Kepercayaan (0,05)

n= 58
1 + 58 (0,05) ²

= 58

1+ 0,145

= 58
1,145

= 51

Teknik pengambilan sampel dengan cara random sampling. Kriteria

sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi criteria inklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau

layak untuk diteliti (Nursalam, 2008). Kriteria inklusi dalam penelitian

ini adalah:
1. Lansia yang bisa baca tulis.

2. Lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Tendeadongi.

3. Bersedia menjadi responden.

4. Tidak mampu beraktifitas


BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN


A. Temuan

Penelitian ini telah dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Madago

Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso pada tanggal 15

Agustus 2012 dengan 51 responden, yang dilakukan pada lanjut usia di Panti

Sosial Tresna Werdha Madago Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara

Kabupaten Poso.

Panti Sosial Tresna Werdha Madago Tendeadongi Kecamatan

Pamona Utara Kabupaten Poso didirikan pada tahun 1980 oleh Pemerintah

Dinas Sosial Propinsi Sulawesi Tengah dan dihuni pada tahun 1981. Berada di

desa Tendeadongi dengan luas lahan 4,5 Ha. Panti Sosial Tresna Werdha

Madago Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso mempunyai

daya tampung 100 orang, dengan jumlah lansia yang ada saat ini yaitu 74 orang

lansia. Asal daerah masing-masing lansia sangat bervariasi. Gambaran kegiatan

yang dilakukan oleh lansia dipanti juga beragam. Rata-rata dari mereka

melakukan kegiatan berdasarkan hobi mereka.

Berikut ini, akan disajikan hasil penelitian tentang hubungan antara

depresi dengan insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Madago

Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso. Analisa yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat dan analisa bivariat.
B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Usia Responden

Tabel 4.1
Distribusi usia responden di Panti Sosial Tresna Werdha Madago
Tahun 2012

Kategori frekuensi Presentase (%)


55 – 59 tahun 2 3,9
60 - 74 tahun 27 52,9
75 – 86 tahun 22 43,1
Total 51 100
Sumber data primer 2012

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden yang berusia 75-

86 tahun 22 orang (43,1%), responden yang berusia 60-74 tahun 27 orang

(52,9%), responden yang berusia 55-59 tahun 2 orang (3,9%).

2. Karakteristik Jenis Kelamin

Tabel 4.2
Distribusi jenis kelamin responden di Panti Sosial Tresna Werdha
Madago Tahun 2012

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)


Laki-laki 28 54,9
Perempuan 23 45,1
Total 51 100
Sumber data primer 2012

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 23 orang (45,1%) dan responden yang

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 orang (54,9%).


3. Depresi Responden

Tabel 4.3
Distribusi depresi responden di Panti Sosial Tresna Werdha Madago tahun
2012

Depresi Frekuensi Presentase %


Mengalami depresi 27 52.9
Tidak mengalami 24 47.1
depresi
total 51 100
Sumber data primer 2012

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

mengalami depresi sebanyak 27 orang (52,9%) dan responden yang tidak

mengalami depresi sebanyak 24 orang (47,1%).

4. Insomnia Responden

Tabel 4.4
Distribusi insomnia responden di Panti Sosial Tresna Werdha Madago
Tahun 2012

Insomnia Frekuensi Presentase %


Mengalami insomnia 31 60,8
Tidak mengalami 20 39,2
insomnia
total 51 100
Sumber data primer 2012

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

mengalami insomnia sebanyak 31 orang (60,8%) dan responden yang

tidak mengalami insomnia sebanyak 20 orang (39,2%).


Tabel 4.5
Distribusi hubungan depresi dengan insomnia pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Madago Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara
Kabupaten Poso Tahun 2012

Depresi Insomnia Total P


Mengalami % Tidak % Value OR
mengalami 95%
CI

Mengalami 22 81,5 5 18,5 27 100 7,33


3
Tidak 9 37,5 15 62,5 24 100
0,003 (2,04
Mengalami
9-
Jumlah 31 60,8 20 39,2 51 100
26,2
46)

Berdasarkan hasil uji “Chi square” nilai p : 0,003 (p.value < 0,05). Berarti

secara statistik ada hubungan bermakna antara depresi dengan insomnia

dengan nilai Odds Ratio (OR) = 7,333. Dimana yang mengalami depresi lebih

banyak dibandingkan yang tidak mengalami depresi sama halnya dengan

insomnia, yang mengalami insomnia lebih banyak di bandingkan dengan yang

tidak mengalami insomnia.

C. Pembahasan

Hubungan Antara Depresi Dengan Insomnia

Hasil analisis pada tabel 4.5 yakni distribusi hubungan depresi dengan

insomnia yang menggunakan uji Chi Square dengan signifikan α = 0,05

didapat hasil korelasi, berarti ada hubungan antara depresi dengan insomnia

pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Madago Tendeadongi. Lansia yang

mengalami depresi lebih banyak dibandingkan lansia yang tidak mengalami

depresi dan lansia yang mengalami insomnia lebih banyak dibandingkan lansia

yang tidak mengalami insomnia.


Menurut asumsi peneliti salah satu penyebab terjadinya insomnia

pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Madago Tendeadongi adalah

karena adanya depresi. Depresi menyebabkan seseorang menjadi sedih dan

sulit tidur khususnya pada lanjut usia. Berdasarkan fakta, stres merupakan

penyebab paling sering pada insomnia dan depresi adalah penyebab paling

sering pada insomnia.

Data lansia di Panti Sosial Tresna Werdha ada yang merindukan

keluarganya dan ingin sekali untuk mengunjungi anak-anak dan cucu yang

berada ditempat lain sebaliknya ingin dikunjungi anak atau keluarga. Namun,

lansia tidak memiliki biaya. Ataupun dari anak atau keluarga itu sendiri tidak

sempat untuk datang mengunjungi orang tua atau keluarga mereka. Rasa rindu

tersebutlah menyebabkan susah tidur atau insomnia, yang akhirnya

mempengaruhi jiwa lansia tersebut. Selain itu, ada juga lansia yang hidup

hanya sebatang kara dan merasa diri tersisihkan dan membatasi diri untuk

bergaul dengan teman-teman di panti. Sehingga di temukan lansia yang

mengalami depresi (52,9 %), yang tidak mengalami depresi (47,1%), lansia

yang mengalami insomnia (60,8%), dan lansia yang tidak mengalami depresi

(39,2%).

Literatur ilmiah selama tiga dekade terakhir menjelaskan hubungan

yang kuat antara tidur dan gangguan psikiatrik. Pameriksaan EEG

(Elektroensephalogram) sama uniknya dengan sidik jari, meski dapat berubah

seiring dengan penuaan dan sensitif terhadap obat. Kurang dari 90% pasien
depresi yang dirawat inap memperlihatkan berbagai bentuk EEG yang

menentukan gangguan tidur. (Mass, 2011)

Proses menua adalah suatu akumulasi secara progresif dari berbagai

perubahan patofisiologi yang terjadi dengan berlalunya waktu yang

meningkatkan kemungkinan diserang penyakit yang berdampak pada kelainan

fisik, mental maupun keduanya (Soewoto, 2002). Gangguan depresi yang

sering muncul pada lansia merupakan masalah psikososiogeriatri dan perlu

mendapat perhatian khusus.Proses menjadi lansia akan membawa perubahan

pola tidur. Gangguan yang sering dijumpai pada lansia adalah insomnia.

Sepertiga dari populasi yang lebih tua dari 65 tahun mengalami insomnia.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian hubungan antara depresi

dengan insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Madago

Tendeadongi Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada hubungan yang signifikan antara depresi dengan insomnia dengan

nilai Odds Ratio (OR) = 7,333 dimana P value 0,003 < 0,05.

2. Lansia yang mengalami depresi cenderung lebih banyak dibandingkan

lansia yang tidak mengalami depresi.

3. Lansia yang mengalami insomnia cenderung lebih banyak

dibandingkan lansia yang tidak mengalami insomnia.

B. Saran

Setelah peneliti menyimpulkan hasil penelitian ini, maka peneliti

memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Panti Sosial Tresna Werdha Madago Tendeadongi

Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan sebagian besar lanjut usia

mengalami depresi dan insomnia. Oleh karena itu di sarankan kepada

petugas panti untuk melakukan pendekatan dan memberikan penanganan

pada lanjut usia yang mengalami depresi dan insomnia dengan cara

melakukan aktifitas fisik selama kurang lebih satu jam setiap hari,

mengadakan kegiatan keagamaan seminggu sekali, dan memperhatikan


pola makan. Sehingga lanjut usia yang tinggal di panti merasa aman dan

nyaman.

2. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi

bagi institusi pendidikan keperawatan dalam mengembangkan ilmu

keperawatan gerontik khususnya dalam hubungannya dengan depresi dan

insomnia pada lanjut usia.

3. Peneliti Selanjutnya

Pada kesempatan ini peneliti hanya melaksanakan dua komponen dari

kebutuhan dasar manusia terkait dengan lanjut usia yang tinggal di panti

yaitu kebutuhan psikologis (depresi) dan kebutuhan fisiologis (insomnia).

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melaksanakan penelitian dari

komponen kebutuhan dasar manusia yang lain seperti kebutuhan cinta

dan rasa memiliki, rasa berharga dan harga diri, dan aktualisasi lanjut

usia.

Anda mungkin juga menyukai