Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.S DENGAN HIPERTENSI


DI UPTD GRIYA WERDHA SURABAYA

Oleh :
ANISA NUR JAMILAH
NIM. P27820121005

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOMO
2023
1. KONSEP DASAR LANSIA
1.1 Definisi
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari.
Proses penuaan terjadi secara alamiah. Hal ini dapat menimbulkan masalah fisik,
mental, sosial, ekonomi dan psikologis.(Mustika, 2019). Lansia merupakan suatu
keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya bisa dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang akan melewati tiga tahap dalam kehidupannya yaitu masa anak, dewasa
dan juga tua.(Mawaddah, 2020). Jika ditanya kapan seseorang dikatakan lansia
jawabannya adalah jadi kita ada dua kategori lansia yaitu kategori usia kronologis dan
usia biologis artinya adalah jika usia kronologis adalah dihitung dalam atau dengan
tahun kalender.
Di Indonesia usia pensiun 56 tahun biasanya disebut sudah lansia namun ada Undang
- Undang mengatakan bahwa usia 60 tahun ke atas baru paling layak atau paling tepat
disebut usia lanjut usia biologis adalah usia yang sebenarnya kenapa begitu karena
dimana kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia lansia pada biologisnya.
Pada seseorang yang sudah lanjut usia banyak yang terjadi penurunan salah satunya
kondisi fisik maupun biologis, dimana kondisi psikologisnya serta perubahan kondisi
sosial dimana dalam proses menua ini memiliki arti yang artinya proses menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap lesion atau luka (infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Hal ini dikarenakan fisik lansia dapat
menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan
bertambahnya umur.(Friska et al., 2020).

1.2 Ciri-Ciri Lansia


Menurut Oktora & Purnawan, (2018) adapun ciri dari lansia diantaranya :
a. Lansia merupakan periode kemunduran Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis sehingga motivasi memiliki peran
yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansiayang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akanmempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memilikimotivasi yang tinggi,
maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Penyesuaian yang buruk pada lansia prilaku yang buruk terhadap lansia membuat
mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena
dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang
rendah.

1.3 Karakteristik Lansia


Karakteristik lansia menurut (Kemenkes.RI, 2017) yaitu :
a. Seseorang dikatakan lansia ketika telah mencapai usia 60 tahun keatas
b. Status pernikahan Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk
lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan
cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus
cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki
yang 13 berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki,
sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan
lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin lagi
c. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
kebutuhan biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptive.
d. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

1.4 Klasifikasi lansia


Menurut WHO, lansia dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1). Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2). Lansia (edderly), yaitu kelompok usia 60-74 tahun
3). Lansia tua (old),yaitu kelompok usia 75-90 tahun
4). Lansia sangat tua (very old),yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.

1.5 Perubahan Terjadi Pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang biasanya akan berdampak pada perubahan- perubahan pada jiwa atau diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual
(National & Pillars, 2020).
a. Perubahan fisik
Dimana banyak sistem tubuh kita yang mengalami perubahan seiring umur
kita seperti:
1) Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak
elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi
glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
b. Perubahan Kognitif
Banyak lansia mengalami perubahan kognitif, tidak hanya lansia biasanya
anak- anak muda juga pernah mengalaminya seperti: Memory (Daya ingat,
Ingatan)
c. Perubahan Psikososial
Sebagian orang yang akan mengalami hal ini dikarenakan berbagai masalah
hidup ataupun yang kali ini dikarenakan umur seperti:
1) Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita
penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.
2) Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik,
gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan
obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu
obat.
3) Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbilitas yang signifikan.
Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya
mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood
depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan
penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan
kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam
atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan. Dengan seseorang yang
lama tidurnya antara 7-8 jam per hari. Berdasarkan dugaan etiologinya,
gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur
primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat
kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat.
1.6 Syndrome Geriatric
1.6.1 Pengertian
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan.
Tamplan klinis yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri tidak
terdiagnosis. (Vina. 2015)
Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinesia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka
morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah.
Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom geriatrik
mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang berbeda,
dan memerlukan interventasi dan strategi yang berfokus terhadap faktor
etiologi (Panitaetal, 2011)
1.6.2 Jenis dan Klasifikasi Syndrome Geriatri
a. Imobility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menhilang akibat perubahan
fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot, ketidaksembangan dan
masalah psikologis.
b. Instability (Instabilitas dan jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien geriatri
terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak faktor yang
berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut.
Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor instrinsik
(faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor
yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan
masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah mengobati berbagai kondisi
yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan
penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu,
sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih
aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.
c. Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan
fungsi intelektual dan memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak,
yang tidak berhubungantingkat kesadaran. Demensia tudak hanya
masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan
untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang
lalu dan juga kehilangan pola sentuh, psien menjadi perasa dan
terganggunya aktivitas.
d. Incontinence (Inkontinensia Urin)
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarga karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan
mengganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta
tidak perlu diobati.
1. Inkontinensia urin akut reversibel
Meruakan setiap kondisi yang menghambat mobilitas pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya
inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis
dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan atau obstruksi
anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi
pada vagina dan uretra mungkin kan memicu inkontinensia urin.
Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.
2. Inkontinensia urin persisten
Dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara meliputi anatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi
klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi
klinis. Kategori meliputi:
3. Inkontinensia urin stres
Tak terkendalinnya aliran urin akibat meningkatnya tekanan
intraabdominal seperti pada saat batu, bersin atau berolehraga. Umumnya
disebabkan oleh melemahnya urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih
sering terjadi pada wanita tetapi mungkn terjadi pada laki-laki akibat
kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan
radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batu atau
berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
4. Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginanberkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali. Masalah-masalah neurologis
sering dikaitkan dengan inkontenansia urin urgensi ini, meliputi stroke,
penyakit parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien
mengeluh tak cukup waktu untuk sampai ditoilet setelah timbul
keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.
Inkontinensia tipe urgensi ini menrupakan penyebab tersering
inkontinensia pada lansia diatas 75 tahun
5. Inkontinensia urin overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung
kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis,
seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau
sclerosis mulltiple yang menyebabkan berkurang atau tidak
berkontraksinya kandung kemih dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien
mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung
kemih sudah penuh.
6. Inkontenansia urin fungsional
Merupakan keadaan yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan. Inkontenansia fungsional
merupakan intenkonensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah
yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan kognitif berat
meyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misal
demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit
atau tidak mungkin menjangkau toiley untuk melakukan urinasi.
e. Isolation (Depresi)
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehngga banyak
kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap
sebagai bagian dari proses menua. Faktor yang memeperberat depresi
adalah kehilangan orang yang dicintai, kehilangan rasa aman, taraf
kesehatan menurun
f. Impotence (impotensi)
50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun
mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan
seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood
stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat
terjadi akibat menurunnya kadar hormon.
g. Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah: berkurangnya
imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas produksi antibodi,
meningkatnya autoantibodi, terganggunya fungsi makrofag,
berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, atrofi timus, hilangnya
hormon timus, berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang
h. Infection (infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada
usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adlaah saluran kemih,
pneumonia, sepsis dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkenaa
infeks.
i. Inanitation (malnutrisi)
Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi primer terjadi sebab dietnya mutlak
salah satu kurang, malnutrsi sekunder atau bersayarat. Kelemahan nutrisi
panda hendaya terjadi pada lansia karena kehilangan berat badan
fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada lanjut usia
merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang
menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan. Faktor
predisposisi malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang,
kehilangan gigi alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot
menurun, penurunan produksi asam lambung.
j. Impaction (konstipasi)
Konstipasi oleh Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan berikut yang
berlangsung dalam 3 bulan, konsistensi fese keras, mengejan dnegna
keras saat BAB, rasa tidak tuntas saat BAB meliputi 25 % dari
keseluruhan BAB. Faktor resiko yang menyebabkan konstipasi adalah:
obat-obatan (narkotik golongan NSAID , antasid aluminium, diuretik,
analgeti), kondisi neurologis, gangguan metabolik, psikologis, penyakit
saluran cerna, lain-lain (diet rendah serat, kurang olahraga, kurnag
cairan)
k. Insomnia (gangguan tidur)
Merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien geriatri.
Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit
memetahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang lanjut usia di komunitas
mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh tetap
terjaga sepnjang malam, 19 % mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19 %
mengalami kesulitan untuk tertidur. Pada usia lanjut umunya mengalami
gangguan tidur seperti: kesulitan untuk tertidur, kesulitan
mempertahankan tidur nyenyak, bangun terlalu pagi. Faktor yang
menyebabkan insomnia: perubahan irama sirkadian, gangguan tidur
primer, penyakit fiisik (hipertiroid, arteritis), penyakit jiwa, pengobatan
polifarmasi, demensia.
l. Latrogenik disorder (gangguan latrogenik)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, sering
kali menyebabkan pasien mengkonsumsi obat yang tidak sedikit
jumlahnya. Pemberian oabta pada lansia haruslah sangat hati-hati dan
rasional karena obat akan dimetabolisme dihati sedangkan pada lansia
terjadi penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah
glomerulus berkurang), dimana sebagian besar obat dikeluarkan melalui
ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan
dengan baik dan dapat berefek toksik.

2. KONSEP DASAR HIPERTENSI


2.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai
dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri yang
mencapai nilai 140/90 mmHg atau lebih tinggi. Keadaan tersebut membuat jantung
bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh
darah hal ini dapat menggangu aliran darah, merusak pembuluh darah bahkan
meyebabkan kematian (Yanita,2017).
Hipertensi merupakan masalah yang perlu diwaspadai, karena tidak ada tanda
gejala khusus pada penyakit hipertensi dan beberapa orang masih merasa sehat untuk
beraktivitas seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi sebagai silent killer
(Kemenkes, 2018). Menurut World Health Organiztion (WHO) pada tahun 2011
terdapat satu milyar orang di dunia menderita hipertensi, 2/3 penderita hipertensi
berada di negara berkembang. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat dan
diprediksi tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena
hipertensi. Hipertensi telah menyebabkan banyak kematian sekitar 8 miliyar orang
setiap tahunnya, dan 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara dengan 1/3
populasinya menderita hipertensi (Kemenkes, 2017).

2.2 Etiologi
Penyakit hipertensi dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada fisik ataupun
jiwa seseorang. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi dua
yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Adi Trisnawan, 2019)
1. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebapnya belum diketahui dengan
pasti. Menurut penelitian 90% orang mengidap hipertensi ini. Adaupun faktor
yang diduga sebagai penyebab hipertensi ini seperti usia, lingkungan, stres,
keturunan, psikologis, obesitas, alkohol, merokok, kelainan darah dan kelainan
metabolisme intraseluler.
2. Hipertensi Sekunder (Renal)
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya sudah diketahui secara
pasti. Penyebab spesifiknya seperti gangguan hormonal, penyakit jantung,
diabetes, tidak berfungsinya ginjal, pembuluh darah, pemakaian pil kb. Menurut
American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes (2018), hipertensi
merupakan silent killer dimana gejalanya sangat bermacam- macam pada setiap
individu dan hampir sama dengan penyakit lain. Gejala- gejala tersebut adalah
sakit kepala atau rasa berat ditengkuk. Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah
lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging dan mimisan.

2.3 Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance.
Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi
maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang
berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh
gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka
panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai
dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks
kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri
pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh
hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan
berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Meningkatnya tekanan darah
dalam dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih
kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehngga tidak dapat mengembang pada
saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut
jantung dipaksa untuk melewati pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan
menyebabkan baiknya tekanan darah. Inilah yang terjadi pada usia lanjut dimana
dinding arteri kaku dan menebal karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama,
tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonsriksi, yaitu jika arteri kecil
(arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon
dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menjadi penyebab
meningkatnya tekanan darah, hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal
sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh
meningkat yang akhirnya di ikuti peningkatan tekanan darah (Yanita, 2017).
Sebaiknya jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami
pelebaran, banyak cairan yang keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan
menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan
didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian saraf yang mengatur berbagai
fungsi tubuh secara normal) Perubahan fungsi ginjal mengendalikan tekanan darah
melalui berapa cara : jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah
pengeluaran garam dan air, menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekanan darah ke normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan
akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan
tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan
menghasilkan enzim yang disebut enzim renin, yang memicu pembentukan hormon
angiotensin, yang selanjutnya memicu hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ
paling penting dalam mengendalikan tekanan darah. Karena itu berbagai penyakit dan
kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya
penyempitan arteri yang menuju kesalah satu ginjal (sintesis) bisa menyebabkan
hipertensi, peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah (Yanita, 2017).
Sistem saraf merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang sementara waktu
akan meningkatkan tekanan darah selama respon flight-or-fight (reaksi fiisik terhadap
ancaman dari luar) meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga
mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah
tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
mengurangi pembuangan air dan garam dari ginjal, sehingga meningkatkan volume
darah dalam tubuh, melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan nonepinefrin (non
adrenalin), yang merangsang otot jantung dan pembuluh darah. Faktor stress
merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanan darah dengan
proses pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin (Yanita, 2017)

2.4 Klasifikasi Hipertensi


Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu
hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer merupakan kondisi tekanan darah
tinggi yang tidak diketahui penyebab pastinya, sebaliknya hipertensi sekunder terjadi
karena ada penyakit lain yang mendasari. (KEMENKES RI, 2018).
Pada pemeriksaan tekanan darah, yang diukur adalah tekanan sistolik dan
diastolik.Tekanan darah dikatakan normal apabila sistoliknya ≤ 120 mmHg dan
diastolik ≤ 80 mmHg, atau biasa ditulis dengan 120/80 mmHg. Hipertensi memiliki
klasifikasi sebagai berikut:
1. Prahipertensi, dimana tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan diastolik
mencapai 80 – 89 mmHg. Jika Anda memiliki kondisi prahipertensi, Anda
termasuk ke dalam kelompok berisiko tinggi terkena hipertensi. Karenanya, Anda
disarankan untuk merubah gaya hidup untuk mengurangi risiko hipertensi di masa
depan.
2. Hipertensi tingkat 1, yaitu tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg dan diastolik
90 – 99 mmHg. Jika tekanan darah Anda berada pada rentangini,kemungkinan
Anda sudah memerlukan pengobatan karena risiko terjadinya kerusakan pada
organ menjadi lebih tinggi.
3. Hipertensi tingkat 2, yang ditandai dengan tekanan sistolik > 160 mmHg dan
diastolik > 100 mmHg. Penderita biasanya sudah mulai mengalami kerusakan
organ tubuh dan kelainan kardiovaskular.
4. Hipertensi krisis, yakni tekanan darah yang telah melebihi 180/120 mmHg. Kalau
tekanan darah Anda mencapai angka ini, segera hubungi dokter. Apalagi jika
disertai tanda-tanda kerusakan organ seperti nyeri dada, sesak napas, sakit
punggung, mati rasa, perubahan pada penglihatan, atau kesulitan berbicara.
2.5 Manfiestasi Klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai
bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada
pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,
tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat akan
mengalami edema pupil. Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun- tahun :
a. Jantung Berdebar
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c. Sakit Kepala disertai rasa berat pada tengkuk
d. Mual dan Muntah
Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka
merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba tiba, tengkuk terasa pegal
dan lain-lain. (Yanita, 2017)

2.6 Komplikasi
Menurut Anggraini Dewi, (2019) komplikasi dari hipertensi adalah :
1. Stoke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh non otak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi kronis
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan
pembuluh darah sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang
mengalami aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan terbentuknya aneurisma.
2. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik tidak pada
menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus yang dapat
menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik
dan hipertrofi ventrikel maka kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
3. Gagal Ginjal
Gagal ginjal kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-
kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unti fungsionla
ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya
glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic
koloid plasma berkurang sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.
4. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi yang
mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi disebabkan oleh
kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya
terjadi koma dan kematian.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non farmakologis berupa modifikasi
gaya hidup yang meliputi pengaturan pola makan, aktivitas fisik, larangan merokok
dan pengendalian stres. Sedangkan terapi farmakologis berupa penggunaan obat-
obatan antihipertensi.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dibagi menjadi 2, yaitu non farmakologi dan
farmakologi (Yanita, 2017 dalam Danang Gumelar, 2019) :
1. Non Farmakologi.
a. Batasi garam dan makanan olahan.
Pengurangan asupan garam menyusaikan kebiasaan makan penderita.
Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah, idealnya
dalam sehari menggunakan 5 gram atau 1 sendok.
b. Pola konsumsi makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium, kalsium,
dan isoflavon.
c. Berhenti merokok.
Tembakau mengandung nikotin yang memperkaut kerja jantung dan arteri
sehingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah meningkat.
Merokok sangat besar peranannya dalam peningkatan tekanan darah di
sebabkan oleh nikotin dalam rokok memicu hormon adrenalin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat. Berhenti merokok adalah
perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit
kardiovaskuler pada penderita hipertensi.
d. Pengendalian stress.
Relaksasi dengan cara melakukan yoga, meditasi, hipnoterapi, terapi
murottal, terapi musik klasik yang dapat mengontrol sistem saraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
e. Olahraga.
Lakukan olahraga seperti senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu dapat menurunkan tekanan darah stolik
4-9 mmHg.
f. Mengurangi obesitas.
Semua faktor resiko yang dapat dikendalikan, berat badan adalah salah
satu kaitannya yang paling erat degan hipertensi. Karena dibandingkan
orang yang kurus, orang yang gemuk lebih besar peluangnya untuk
mengalami hipertensi. Menurunkan berat badan bisa menurunkan tekanan
darah 5-20 mmHg per 10kg penurunan berat badan.
2. Farmakologi.
Penatalaksanaan farmakologi adalah penatalaksanaan tekanan darah dengan
menggunakan obat-obatan kimiawi, antara lain :
a. Diuretik.
Obat antihipertensi diuretik digunakan untuk membantu ginjal
mengeluarkan cairan dan garam yang berlebih dari dalam tubuh
melalui urin. Hal inilah yang dapat menyebabkan volume cairan tubuh
berkurang dan pompa jantung lebih ringan sehingga menurunkan
tekanan darah. Contoh obat diuretik yaitu Chlortalidone dan
Hydrochlorothiazide.
1) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor.
Obat ini mengurangi pembentukan angiotensin II sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan ekskresi aldosteron yang
menyebabkan terjadinya ekskresi natrium, air dan retensi
kalsium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
2) Vasodilator.
Vasodilator digunakan untuk menimbulkan relaksasi otot
pembuluh darah sehingga tidak terjadi penyempitan pembuluh
darah dan tekanan darah pun berkurang. Berapa contoh obat
antihipertensi vasodilator yaitu Prazosin dan Hidralazin.
3) Penghambat adregenik (Beta blocker, alfa blocker, alta- beta
blocker).
Penghambatan adregenetik berguna untuk menghambat
pelepasan renin, angiotensin, juga tidak akan aktif. Angiotensin
I tidak akan dibentuk dan angiotensin II juga tidak akan
berubah. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci
dalam menaikkan tekanan darah.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan untuk memantapkan diagnosa yaitu:
a. EKG ( elektrokardiograf atau rekam jantung)
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia atau infark miokard
3) Peninggian gelombang P
4) Gangguan konduksi
5) Pemeriksaan darah kimia (kreatinin, BUN)
b. Radiografi dada untuk mengedintifikasi pembesaran jantung (Pudiastuti, 2019)
2.9 Pathway

Umur Jenis Kelamin Gaya hidup Obesitas

Elastisitas HIPERTENSI Status kesehatan


menurun, menurun
arteriosklerosis
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Paparan informasi
kurang
Perubahan struktur
Kurang
Pengetahuan
Penyumbatan pembuluh darah

Vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Vasokonstrik Spasme arteriole


Resistensi Suplai si pembuluh Sistemik Koroner
pembuluh O2 ke darah ginjal
darah otak otak
Diplopia
naik Vasokonstriksi Iskemik
Blood flow miokard
Sinkop menurun
Afterload Resiko tinggi
meningkat injury
Respon RRA Nyeri dada
Nyeri
Ketidakefek
Akut
tifan perfusi
Rangsangan Penurunan
jaringan
aldosteron curah
jantung

Retensi Na
Gangguan
rasa nyaman Kelelahan Intoleransi
aktivitas
Edema

Kelebihan
volume cairan
3. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Pengkajian
1. Identitas : berisi nama, umur, dan alamat pasien sesuai kartu identitas. Tanggal datang
di panti dan lama tinggal. Dapat dilihat dari data milik panti.
2. Data Keluarga : berisi identitas anggota keluarga klien yang bertanggung jawab
terhadap diri klien dalam pengambilan keputusan terkait pembiayaan, permasalahan
lansia
3. Status kesehatan sekarang:
- Keluhan utama : keluhan yang dirasakan paling mengganggu oleh klien
- Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan: informasi
mengeni pengobatan, aktifitas dan terapi dalam mengatasi keluhan yang telah
diketahui atau dilakukan oleh klien
- Obat-obatan : obat-obatan, herbal dan jamu yang dikonsumsi oleh klien dalam
kurun waktu 2 minggu terakhir dan pada saat pengkajian dilakukan
4. Age Related Changes: perubahan terkait proses penuaan. Perubahan yang terjadi
meliputi aspek fisik, psikososial dan psipiritual. Berikut ini adalah penjelasan terhadap
aspek fisik, yaitu:
A. Kondisi Umum
Kelelahan : kondisi yang ditandai oleh kapasitas berkurang untuk beraktifitas, biasanya
disertai dengan perasaan letih dan lemah. Kelelahan dapat akut dan datang mendadak
atau kronis.
Perubahan BB : kenaikan atau penurunan berat badan klien dibandingkan berat badan
sekarang dengan berat badan sebelum pengkajian
Perubahan nafsu makan : perubahan preferensi sesorang terhadap jenis makanan
tertentu yang ingin dikonsumsi.

Gangguan tidur : suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan
dalam jumlah, kualitas, waktu tidur pada seorang individu sesuai dengan kebutuhan
tidur lansia yaitu 6-7 jam per hari

Kemampuan ADL : kemampuan umum dalam mobilisasi (mandiri atau perlu bantuan )

B. Integumen
Lesi / luka : kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh
yang lain (Kozier, 1995).
Pruritus : rasa gatal merupakan keluhan yang paling sering terdapat pada penderita
dengan penyakit kulit, dapat didefinisikan sebagai sensasi yang menyebabkan keinginan
untuk menggaruk (Djajakusumah, 2011).
Perubahan pigmen : adanya perubahan pigmen pada wajah
Memar : Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat
pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul
( (Budiyanto, 1997).
Pola penyembuhan lesi : riwayat penyembuhan luka lama atau tidak

C. Hematopic
Perdarahan abnormal : apabila klien mengalami perdarahan abnormal dalam hal jumlah,
frekuensi dan lama maka data keterangan diisi dengan jumlah, frekuensi dan lama
perdarahan
Pembengkakan kel. Limfe : pembengkakan yang terjadi pada kelenjar limfe, pada
palpasi temuan normal kelenjar limfe adalah tidak teraba
Anemia : penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass ) sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer
(penurunan oxygen carrying capacity). Anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit ( red cell count ) (Bakta, 2006) .

D. Kepala
Sakit kepala: rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah
dari dagu sampai kedaerah belakang kepala (daerah oksipital dan sebahagian daerah
tengkuk) (Sjahrir, 2008).
Pusing : sensasi rasa berat, berputar (“nggliyeng) pada kepala.
Gatal pada kulit kepala: sudah jelas

E. Mata
Perubahan penglihatan : apabila klien mengalami penurunan ketajaman penglihatan,
dapat dikaitkan dengan penyakit katarak, presbiopi, miopi, rabun senja, astigmatisma,
kebutaan.
Pakai kacamata : pada kolom keterangan diisi dengan tipe lensa kacamata dan kekuatan
lensa apabila klien menggunakan kacamata
Kekeringan mata : kondisi ini terjadi karena produksi air mata yang tidak normal dan
tidak dapat melubrikasi permukaan bagian depan kornea. Disertai gejala: mata pedih,
penglihatan buram, tidak bisa mengeluarkan air mata saat menangis, ‘beleken’, mata
merah (Silaen, 2014).
Nyeri : Nyeri pada area mata, dapat dikaitkan dengan adanya infeksi pada mata dan
peningkatan tekanan intra okuler. Pada kolom keterangan ditambahkan pengkajian nyeri
PQRST.
Gatal : Gatal pada area mata apat dikaitkan ada benda asing dan infeksi
Photobobia : rasa tidak nyaman, takut, bahkan nyeri pada saat cahaya terang. Kondisi
ini dapat disebabkan karena gangguan, trauma, infeksi pada mata, gangguan pada saraf,
ataupun gangguan kejiwaan (Digre, 2006). Pada kolom keterangan apabila terdapat
photopobia perawat dapat mengisi keterangan lebih lanjut mengenai kapan, dimana, dan
perasaan yang muncul pada saat melihat cahaya.
Diplopia : apabila klien mengalami penglihatan ganda
Riwayat infeksi : Diisi apabila klien pernah mengalami infeksi pada area mata dalam
kurun waktu 3 bulan terakhir.
Dampak ADL : Uraian yang berisi efek dari perubahan penglihatan dan gangguan mata
pada aktivitas setiap hari, misal: klien mengalami kesulitan mencari benda, klien
menjadi sering jatuh, tidak bisa membaca lama, buram melihat jalan, dll.
F. Telinga
Penurunan pendengaran : terjadi penurunan pada ketajaman pendengaran lansia, dapat
diketahui dengan tes bisik, tes detik jarum jam, atau menggunakan garpu tala.
Discharge : ditemukan cairan (darah, pus, kotoran telinga) yang berasal dari telinga
tengah dan atau dalam
Tinitus : klien merasa mendengar suara dari telinga atau kepala, namun sumber suara
tidak jelas (American Tinnitus Association, 2010). Klien sering mengeluh telinga
berdenging.
Vertigo : Perasaan seolah-olah bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda
disekitarnya bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan
kehilangan keseimbangan.
Alat bantu dengar : apabila klien menggunakan alat bantu dengar pada kolom
keterangan diuraikan lama pemakaian alat pendengaran
Riwayat infeksi : infeksi pada area telinga yang pernah dialami oleh klien dalam kurun
waktu 3 bulan terakhir.
Kebiasaan membersihkan telinga : Apabila ada kebiasaan memebersihkan telinga,
pada klom keterangan dapat dijelaskan alat yang digunakan dan frekuensi
membersihkan telinga
Dampak pada ADL : Uraian yang berisi efek dari penurunan pendengaran dan
gangguan telinga pada aktifitas setiap hari, misal: klien mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi, klien mengalami gangguan keseimbangan.

G. Hidung Sinus
Rhinorrhea: Keluarnya cairan dari hidung, cairan yang seringkali keluar adalah cairan
serebrospinal.
Discharge : Sekret yang keluar dari hidung, pada kolom keterangan tambahkan uraian
mengenai warna sekret. Discharge ini dapat mengindikasikan adanya sinusitis, rhinitis
alergi.
Epistaksis : atau dikenal dengan mimisan, keluarnya darah akibat pecahnya pembuluh
darah hidung. Kondisi ini dapat mengidikasikan trauma/benturan pada hidung dan
hipertensi.
Obstruksi : sumbatan pada hidung karena benda asiang, polip, sinusitis, atau influenza.
Pemeriksaan dilakukan dengan uji kepatenan lubang hidung.
Snoring : terdengar bunyi mengorok, snoring muncul akibat jalan nafas tersumbat
pangkal lidah yang jatuh ke belakang.
Alergi : Adalah reaksi imunologik yang disebabkan karena interaksi antara
antibodi/sel limfosit yang spesifik terhadap alergen yang masuk (SMF Ilmu Penyakit
Dalam FK Unair RSU Dr. Soetomo, 1999). Pada kolom keterangan disebutkan klien
alergi terhadap jenis makana, debu atau benda lain, serta reaksi alergi yang muncul
pada pernafasan (hidung tersumbat, discharge, bersin, sesak nafas)
Riwayat infeksi : infeksi pada area hidung yang pernah dialami oleh klien dalam
kurun waktu 3 bulan terakhir

H. Mulut, Tenggorakan
Nyeri telan : sudah jelas
Kesulitan menelan : sudah jelas
Lesi : lesi pada daerah mulut dan tenggorokan.
Perdarahan gusi : perdarahn gusi yang terjadi baik karena trauma, kondisi metabolik,
kekurangan vitamin C ataupun karena proses penuaan. Pada kolom keterangan
tuliskan letak perdarahn, jumlah dan waktu terjadi perdarahan.
Caries : gigi berlubang
Perubahan rasa: rasa hilang total / tidak dapat merasakan (ageusia), rasa yang hilang
sebagian (hypogeusia), rasa yang terdistorsi (dysgeusia) seperti merasakan logam, atau
rasa yang tidak menyenangkan atau memuakkan (cacogeusia).
Gigi palsu : sudah jelas
Riwayat Infeksi: infeksi pada area hidung yang pernah dialami oleh klien dalam kurun
waktu 3 bulan terakhir
Pola sikat gigi: diisi penjelasan kebiasaan menyikat gigi lansia, frekuensi menyikat
gigi, alat, dan jenis pasta gigi yang digunakan.
Keterangan: Pada kolom keterangan dapat ditambahkan kebiasaan klien yang dapat
mempengaruhi kesehatan mulut dan tenggorokan, misal merokok, atau mengunyah
daun sirih.
I. Leher
Kekakuan : sudah jelas
Nyeri tekan : nyeri tekan pada kelenjar limfe di area leher.
Massa : sudah jelas

J. Pernafasan
Batuk : sudah jelas, pada kolom keterangan kaji lebih lanjut mengenai lama dan jenis
batuk, serta usaha (pengobatan) yang telah dilakukan oleh lansia
Nafas pendek : merupakan salah satu tanda adanya gangguan pada pernafasan
Hemoptisis : batuk berdarah, pada kolom keterangan kaji lebih lanjut mengenai warna
darah, lama batuk, serta waktu terjadi hemoptisis
Wheezing : bunyi “ngik” nyaring pada saat ekspirasi, karena penyempitan salauran
nafas atas.
Asma : penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi
(nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam menjelang dini hari.

K. Kardiovaskuler
Chest pain : nyeri dada yang khas pada pasien PJK. Kaji lebih kanjut pada kolom
keterangan mengenai PQRST nyeri dada
Palpitasi : perasaan berdebar. Peningkatan denyut jantung atau kehilangan iramanya
atau juga iramanya bertambah cepat tanpa sebab dapat mengakibatkan pingsan atau
perasaan pingsan, tetapi biasanya pa lpitasi hanya menimbulkan rasa tidak enak dan
rasa takut (Petch, 1995).
Dipsnoe : keluhan susah bernafas dengan disertai salah satu tanda peningkatan usaha
nafas (Nafas cuping hidung, peningkatan frekuensi nafas, dan tarikan otot bantu
nafas). Pada kolom keterangan jika didapatkan klien mengalami dispnoe lengkapi
dengan tanda/gejala peningkatan usaha nafas, serta suara nafas klien.
Paroximal nocturnal : Pada malam hari klien mengeluh sesak nafas.
Orthopnea : keluhan sesak nafas pada saat berbaring, berkurang dengan duduk dan
berdiri. Seringkali muncul pada pasien dengan gagal jantung.
Murmur : suara jantung tambahan atau abnormal yang terdengar pada saat auskultasi.
Murmur dapat menjadi indikasi penyakit katup jantung (National Heart Lung and
Blood Isntitute, 2012).
Edema : bengkak, diakibatkan penumpukan cairan ekstraseluler. Pada klien gagal
jantung kanan sering ditemui manifestasi edema tungkai. Pada klien gagal jantung kiri
manifestasi yang muncul adalah edema paru dg keluahan sesak nafas. Pada kolom
keterangan tuliskan letak edema yang dialami lansia

L. Gastrointestinal
Disphagia :
Nausea / vomiting:
Hemateemesis: muntah darah, pada kolom keterangan tambahkan uraian mengenai,
jumlah, frekuensi, warna dan jenis muntahan.
Perubahan nafsu makan : perubahan preferensi sesorang terhadap jenis makanan
tertentu yang ingin dikonsumsi.
Massa : apabila ditemukan benjolan pada daerah abdominal baik melelu observasi
maupun palpasi. Apabila ada temuan ini pada kolom keterangan perawat menjelaskan
lebih lanjut mengenai letak dan karakteristik benjolan.
Jaundice : warna kekuningan yang terlihat pada sklera, kulit dan membran mukosa
karena peningkatan bilirubin indirect diatas 3 mg per dL (Roche, 2004).
Perubahan pola BAB : diisi apabila ada perubahan frekuensi, waktu, cara (jongkok,
duduk, diatas tempat tidur, dll) BAB dan konsistensi feses
Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal
Hemorrhoid : merupakan dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan perianus.
Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan peningkatan
tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis (Robbins, 2007).
Pola BAB : Penjelasan mengenai waktu, cara (jongkok, duduk, diatas tempat tidur, dll)
BAB dan konsistensi feses

M. Perkemihan
Dysuria: rasa nyeri, terbakar dan tidak nyaman selama berkemih. Dysuria dapat
mengindikasikan gangguan pada perkemihan, tersering adalah infeksi saluran kencing
(ISK) (Ballentine, 2014).
Frekuensi : diisi berapa kali dalam 1 hari klien berkemih.
Hesitancy : kesulitan memulai berkemih atau pancaran kencing tidak stabil. Kondisi
ini sering terjadi pada lansia laki-laki dengan pembesaran prostat (Dugdale, 2011).
Urgency: rasa ingin berkemih secara tiba-tiba dan tidak tertahankan untuk menhan
kencing, kondisi ini berkaitan dengan ketidakmampuan otot dinnding kandung kemih
berkontraksi .
Hematuria : kencing berwana merah darah. Kondisi ini dapat diindikasikan dengan
trauma uretra/ginjal, batu pada salauran kencing.
Poliuria : peningkatan pengeluaran urine ± 2,5-3 L/hari atau 40 ml/Kg/hari. Poliuri
dapat disebabkan oleh stres, ansietas, hipertiroid, demam, hipermetabolic,
hiperparatiroid, Diabetes Mellitus (Sarma, 2014)
Oliguria : penurunan pengeluaran urine hingga <500 ml/hari. Oliguria dapat menjado
indikasi awal adanya gangguan fungsi ginjal (Klahr dan Miller, 1998).
Nocturia Poliuria: peningkatan pengeluaran urine terutama terjadi pada malam hari
karena gangguan pengeluaran arginin vasopresin (Sarma, 2014).
Inkontinensia : pengeluaran urine yang tidak terkendali, karena gangguan urologi,
neurologis, psikologis, dan lingkungan. Serin terjadai pada lansia terutama karena
kelemahan sfingter uretra internal (Fernandes, 2010)
Nyeri berkemih : sudah jelas
Pola BAK : Penjelasan mengenai waktu, cara (jongkok, duduk, berdiri, dengan
menggunakan kateter, diatas tempat tidur, dll) BAK dan warna urine.

N. Reproduksi
Laki-laki
Lesi : lesi pada daerah perianal, penis dan scrotum
Disharge: sekresi cairan abnormal pada penis, misal: darah, nanah, cairan yang berbau
Testiculer pain: nyeri pada testis, baik nyeri tekan ataupun spontan
Testiculer massa: benjolan pada testis
Perubahan gairah sex : sudah jelas
Impotensi : ketidakmampuan yang persisten dalam mencapai atau mempertahankan
fungsi ereksi untuk aktivitas seksual yang memuaskan.
Perempuan
Lesi : lesi pada daerah perianal dan vagina
Discharge : sekresi cairan abnormal pada vagina, misal: darah, nanah, cairan
keputihan yang berbau
Postcoital bleeding : perdarahan yang keluar setelah coitus, dapat mengindikasikan
cancer cervix.
Nyeri pelvis : Nyeri pada panggul, disebabkan karena gangguan pada tulang pelvis
(fraktur, osteoporosis, dislokasi sendi panggul, dll)
Prolaps organ panggul : Kondisi ini menunjukkan penonjolan atau penurunan satu atau
lebih organ panggul ke dalam atau keluar dari vagina. Organ panggul terdiri atas
rahim, vagina, usus, dan kand-ung kemih. Prolaps organ panggul muncul karena
kelemahan otot dan fascia.
Riwayat menstruasi : dijelaskan apabila klien masih menstruasi (lama menstruasi,
teratur atau tidak), apabila sudah menopouse dikaji sejak kapan menopouse terjadi.
Aktifitas seksual : diisi “ya” apabila klien masih melakukan hubungn seksual
Pap smear : sudah jelas. Apabila sudah pernah dilakukan pada olom keterangan
ditambahkan hasil pap smear terakhir.

O. Muskuloskeletal
Nyeri Sendi : sudah jelas, pada kolom keterangan ditambahkan pengkajian nyeri
PQRST
Bengkak : sudah jelas, pada kolom keterangan dijelaskan letak dan karakteristik
bengkak
Kaku sendi : sudah jelas, pada kolom keterangan dijelaskan letak dan waktu kaku
sendi
Deformitas : Kelaina bentuk pada tulang, dapat mengindikasikan adanya fraktur,
dekompresi, osteoporosis
Spasme: merupakan kontraksi otot yang tidak disadari, sehingga otot tidak dapat
berelaksasi.
Kram : Spasme otot yang terjadi terus menerus, seringkali menimbulkan nyeri. Kram
otot dapat diketahui melalui meraba atau melihat ada pengerasan otot.
Kelemahan otot : sudah jelas, ukur kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing, pada
kolom keterangan tambahkan skor yang didapatkan
Masalah gaya berjalan : lihat postur tubuh, kelainan pada saat klien berjalan.
Nyeri punggung : sudah jelas, pada kolom keterangan ditambahkan pengkajian nyeri
PQRST
Pola latihan : Jelaskan kapan dan lama aktifitas fisik yang selama ini dilakuakn oleh
lansia (olahraga, rehab mediak, senam)
Dampak ADL : Jelaskan dampak gangguan muskuloskeletal pada aktivitas lansia,
misal berjalan menjadi terseok, dll

P. Persyarafan
Headach: jenis sakit kepala yang ditandai dengan nyeri dan ketegangan di dahi atau di
belakang kepala dan leher
Seizures: kejang, pada kolom keterangan jelaskan karakteristik kejang (lama, kapan,
gambaran kejang).
Syncope : kehilangan kesadaran sementara dan disertai kehilangan/ketidakmapuan
untuk mengontrol postural tone (postur tubuh), dapat mengindikasikan kondisi
hipoglikemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan ketdakseimbangan cairan dan
elektroli.
Tic/tremor :gerakan berayun/bergerak secara tidak sadar pada ekstremitas atau seluruh
tubuh, kondisi ini mengindikasikan penyakit parkinson.
Paralysis : kelumpuhan, fungsi otot dan sarafmotorik/sensoris menghilang pada
bagian tubuh/seluruh tubuh. Pada kolom keterangan jelaskan bagian tubuh yang
mengalami paralysis
Paresis : kelemahan, fungsi otot dan saraf motorik menurun pada bagian tubuh/seluruh
tubuh. Pada kolom keterangan jelaskan bagian tubuh yang mengalami paresis.
Masalah memori : tidak dapat mengingat kejadian masa lampau, benda kecil, atau
peristiwa yang bru saja terjadi

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


Psikososial
Cemas : kondisi emosi yang tidak menyenangkan, individu merasa tidak nyaman,
tegang, gelisah dan bingung. Objek kecemasan tidak jelas dan tidak dapat dijelaskan.
Depresi : gangguan suasana hati yang disebabkan perasaan sedih yang menetap dan
kehilangan ketertarikan terhadap aktivitas dan stimulus dari luar (Mayo Clinic Staff,
2014). Ditandai dengan lansia menarik diri dari kegiatan sehari-hari dan kehilangan
minat terhadap aktivitas, pemeriksaan lebih anjut menggunakan instrumen Geriatric
Depression Scale.
Ketakutan : suatu tanggapan emosi terhadap ancaman. Takut adalah suatu mekanisme
pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap suatu stimulus tertentu,
seperti rasa sakit atau ancaman bahaya.
Insomnia kondisi ketika seseorang mengalami kesulitan tidur. Gangguan tidur ini
membuat dirinya tak memiliki waktu tidur yang dibutuhkan tubuh. Hal tersebut
menyebabkan kondisi fisik pengidap insomnia menjadi tidak cukup fit untuk
melakukan aktivitas keesokan harinya.
Kesulitan dalam mengambil keputusan : proses membuat pilihan dari sejumlah
alternatif untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kesulitan konsentrasi : gangguan berpikir yang membuat seseorang kurang fokus
dan susah memperhatikan sesuatu. Kendati bukan masalah medis yang mendesak,
susah konsentrasi dapat mengganggu aktivitas sehari-hari
Mekanisme koping : jelaskan mekanisme oping klien dalam menghadapi masalah
Persepsi tentang kematian : jelaskan mengenai kemampuan lansia untuk menerima,
mengorganisasikan, menginterpretasikan stimulus berupa kematian
Dampak pada ADL : Jelaskan mengenai dampak kondisi psikososial pada kegiatan
sehari
Spiritual
 Aktivitas ibadah : isi dengan penjelasan mengenai aktivitas ibadah klien,
dimana dan kapan dilakukan, serta apakah klien dapat melakukan aktivitas
sesuai dengan ketentuan agama.
 Hambatan : isi dengan penjelasan mengenai kondisi yang menghalangi klien
untuk melakukan ibadah, meliputi hambatan ketiadaan tempat, alat, ataupun dari
diri klien sendiri, misal klien tidak mengetahui/lupa cara untuk beribadah

6. LINGKUNGAN
Kamar : isi dengan penjelasan mengenai penataan, lantai, pencahayaan siang/malam,
ventilasi, jarak kamar dan kamar mandi, pegangan dinding

Kamar mandi : Jenis wc, bak mandi, pegangan, lantai, keset, pencahayaan.
Dalam rumah wisma : Pemanfaatan ruang, jenis perabot/fasilitas lansia, pencahayaan,
lantai.
Luar rumah : Tangga apabila ada, pegangan lansia, dataran/menanjak, pagar.

7. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES


Aspek ini dikaji lebih lanjut dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan,
1. Kemampuan ADL
Diukur dengan menggunakan indeks barthel apabila diketahui pada pengkajian
diatas lansia memiliki hambatan pada pelaksanaan ADL.
2. Aspek Kognitif
Aspek ini diukur apabila pada pengkajian psikososial diketahui klien sulit
berkonsentrasi, kehilangan memori.
3. Tes Keseimbangan
Diukur dengan menggunakan Time Up Go Test apabila diketahui lansia memiliki
hambatan pada pelaksanaan ADL, kondisi setelah stroke, fraktur pada kaki, dan
membutuhkan asistensi untuk mobilisasi.
4. Kecemasan, GDS
Diukur dengan menggunakan Geriatric Depression Scale apabila pada pengkajian
psikososial lansia ditemukan ada kecemasan dan tanda depresi.
5. Status Nutrisi
Diukur dengan menggunakan American Dietetic Association and National Council
on the Aging apabila pada pengkajian sistem gastrintestinal ditemukan kelainan,
serta ada perubahan nafsu makan dan penurunan berat badan.
6. Hasil pemeriksaan Diagnostik
Diisi dengan hasil pemeriksaan diagnostik yang diagnostik yang pernah dilakuakn
oleh klien
7. Fungsi sosial lansia
Diukur apabila pada mekanisme koping klien menunjukkan mekanisme koping
negatif, disertai adanya depresi dan kecemasan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan dan proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
actual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan
adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluraga, atau, masyarakat sebagai
akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana Tindakan asuhan
keperawatan, sangat perlu untuk di dokumentasikan dengan baik (Yustiana & Ghofur,
2016).
Diagnosa keperawatan pada klien hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut, berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload.(D.0008)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum (D.0056)
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit (D.0074)

3.3 Intervensi Keperawatan


Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Adapun intervensi yang sesuai pada
klien Hipertensi adalah sebagai berikut:

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan keperawatan 3×24 jam Observasi:
dengan agen diharapkan Tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera menurun, dengan kriteria durasi frekuensi, kualitas, intensitas
fisiologis ditandai hasil : (L.08066) nyeri.
dengan tekanan - Kemampuan menuntaskan 2. Identifikasi skala nyeri
darah meningkat aktivitas meningkat 3. identifikasi respon nyeri non
(D.0077) - Keluhan nyeri menurun verbal
- Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang
- Sikap protektif menurun memperberat dan memperingan nyeri
- Gelisah menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
- Kesulitan tidur menurun keyakinan tentang nyeri
- Menarik diri menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
- Berfokus pada diri sendiri terhadap respon nyeri
menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
- Diaforesis menurun kualitas hidup
- Perasaan depresi (tertekan) 8. Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah di berikan
- Perasaan takut mengalami 9. Monitor efek samping penggunaan
cedera berulang menurun analgesik
- Anoreksia menurun
- Perineum terasa tertekan Terapeutik
menurun 10. Berikan teknik non farmakologi
- Uterus teraba membulat untuk mengurangi rasa nyeri
menurun 11. Kontrol lingkungan yang
- Ketegangan otot menurun memperberat rasa nyeri
- Pupil dilatasi menurun 12. Fasilitasi istirahat dan tidur
- Muntah menurun 13. Pertimbangkan jenis dan sumber
- Mual menurun nyeri dalan pemilihan strategi
- Frekuensi nadi membaik meredakan nyeri
- Pola napas membaik
- Tekanan darah membaik Edukasi
- Proses berpikir membaik 14. Jelaskan penyebab, periode dan
- Fokus membaik pemicu nyeri
- Fungsi berkemih membaik 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Perilaku membaik 16. Anjurkan memonitor nyeri secara
- Nafsu makan membaik mandiri
- Pola tidur membaik 17. Anjuran menggunakan analgesik
secara tepat
18. Ajarkan teknik non farmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung (I.02075)
jantung keperawatan 3×24 jam Observasi
berhubungan diharapkan curah jantung 1. Identifikasi tanda gejala primer
dengan perubahan membaik, dengan kriteria penurunan curah jantung (dispnea,
afterload ditandai hasil : (L.02008) kelelahan, edema, prtopnea,
dengan kelelahan - Kekuatan nadi perifer paroxymal, dll)
(D.0008) meningkat 2. Identifikasi tanda gejala sekunder
- Ejection fractian (EF) penurunan curah jantung
meningkat (peningkatan BB,hepatomegali,
- Cardiac todex (CI) distensi vena jugularis, palpitasi,
meningkat batuk dll)
- left ventricular stroke work 3. Monitor tekanan darah (termasuk
iindex (LVSWI) meningkat tekanan darah osmotik, jika perlu)
- Stroke volume index (SVI) 4. Monitor intake dan output cairan
meningkat 5. Monitor BB setiap hari pada
- Palpitasi menurun waktu yang sama
- Bradikardi menurun 6. Monitor saturasi oksigen
- Takikardi menurun 7. Monitor keluhan nyeri dada (mis.
- Gambaran EKG aritmia Intensitas, lokais, radiasi, durasi
menurun previtasi yang mengurangi nyeri)
- Lelah menurun 8. Monitor EKG 2 sadapan
- Edema menurun 9. Monitor aritmia (kelainan irama
- Distensi vena jugularis dan frekuensi)
menurun 10. Monitor nilai laboratorium
- Dispnea menurun jantung (mis elektrolit, enzim
- Oligurua menurun jantung, BNP)
- Pucat /sianosis menurun 11. Monitor fungsi alat pacu jantung
- Paroxymal nocturnal 12. Periksa tekanan darah dan
dyspnea (PDN) menurun frekuensi nadi sebelum dan sesudah
- Ortopnea menurun aktifitas
- Batuk menurun 13. Periksa tekanan darah dan
- Suara jantung S3 menurun frekuensi nadi sebelum dan sesudah
- Suara jantung S4 menurun pemberian obat
- Murmur janutng menurun
- Berat badan menurun Terapeutik
- Hepatomegali menurun 14. Posisikan semi fowler atau
- PVR menurun fowler dengan kaki dibawah atau
- SVR menurun posisi nyaman
- Tekanan darat membaik 15. Berikan diet jantung yang sesuai
- CPT membaik (mis batasi asupan kafein, natrium,
- PAWP membaik kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
- Central venous pressure 16. Gunakan stocking elastis atau
membaik pneumatik intermiten sesuai indikasi
17. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup sehat
18. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
19. Berikan dukungan emosional dan
spiritual
20. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi pksigen
>94%

Edukasi
21. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
22. Anjurkan beraktifitas fisik secara
bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok
24. Ajarkan pasien dan keluarga
untuk mengukur berat badan harian
25. Ajarkan pasien dan keluarga
untuk mengukur intake output cairan

Kolaborasi
26. Kolaborasi peemberian aritmia,
jika perlu
27. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
nyaman keperawatan 3×24 jam Observasi:
berhubungan diharapkan status 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan gejala kenyamanan meningkat, durasi frekuensi, kualitas, intensitas
penyakit di tandai dengan kriteria hasil : nyeri.
dengan mengeluh (L.08064) 2. Identifikasi skala nyeri
tidak nyaman (D. - Kesejahteraan fisik 3. identifikasi respon nyeri non
0074) meningkat verbal
- Kesejahteraan psikologis 4. Identifikasi faktor yang
meningkat memperberat dan memperingan nyeri
- Dukungan sosial dari 5. Identifikasi pengetahuan dan
keluarga meningkat keyakinan tentang nyeri
- Dukungan sosial dari 6. Identifikasi pengaruh budaya
teman meningkat terhadap respon nyeri
- Perawatan sesuai 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
keyakinan budaya kualitas hidup
meningkat 8. Monitor keberhasilan terapi
- Perawatan sesuai komplementer yang sudah di berikan
kebutuhan meningkat 9. Monitor efek samping penggunaan
- Kebebasan melakukan analgesik
ibadah meningkat
- Rileks meningkat Terapeutik
- Keluhan tidak nyaman 10. Berikan teknik non farmakologi
menurun untuk mengurangi rasa nyeri
- Gelisah menurun 11. Kontrol lingkungan yang
- Kebisingan menurun memperberat rasa nyeri
- Keluhan sulit tidur 12. Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun 13. Pertimbangkan jenis dan sumber
- Keluhan kedinginan nyeri dalan pemilihan strategi
menurun meredakan nyeri
- Keluhan kepanasan
menurun Edukasi
- Gatal menurun 14. Jelaskan penyebab, periode dan
- Mual menurun pemicu nyeri
- Lelah menurun 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Merintih menurun 16. Anjurkan memonitor nyeri secara
- Menangis menurun mandiri
- Iritabilitas menurun 17. Anjuran menggunakan analgesik
- Menyalakan diri sendiri secara tepat
menurun 18. Ajarkan teknik non farmakologi
- Konfusi menurun untuk mengurangi rasa nyeri
- Konsumsi alkohol
menurun Kolaborasi
- Penggunaan zat menurun 19. Kolaborasi pemberian analgesik,
- Percobaan bunuh diri jika perlu
menurun
- Memori masalalu
membaik
- Suhu ruangan membaik
- Pola eliminasi membaik
- Postur tubuh membaik
- Kewaspadaan membaik
- Pola hidup membaik
- Pola tidur membaik

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)


berhubungan keperawatan 3×24 jam Observasi :
dengan diharapkan toleransi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
ketidakseimbangan aktivitas meningkat, dengan yang mengakibatkan kelelahan
antara suplai dan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik emosional
kebutuhan oksigen (L.05047) 3. Monitor pola dan jam tidur
di tandai dengan - Frekuensi nadi meningkat 4. Monitor lokasi dan
mengeluh lelah - Saturasi oksigen ketidaknyamanan selama melakukan
(D.0056) meningkat aktivitas
- Kemudahan dalam
melakukann aktivitas sehari- Terapeutik
hari meningkat 5. Sediakan lingkungan nyaman dan
- Kecepatan berjalan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
meningkat kunjungan)
- Jarak berjalan meningkat 6. Lakukan latihan rentang gerak
- Kekuatan tubuh bagian pasif atau aktif
atas meninngkat 7. Berikan aktivitas distraksi yang
- Kekuatan tubuh bagian menyenangkan
bawah meningkat 8. Fasilitasi duduk di sisi tempat
-Toleransi dalam menaiki tidur, jika tidak dapat berpindah atau
tangga meningkat berjalan
- Keluhan lelah menurun
- Dispnea saat aktivitas Edukasi
menurun 9. Anjurkan tirah baring
- Dispnea setelah aktivitas 10. Anjurkan melakukan aktivitas
menurun secara bertahap
- Perasaan lemah menurun 11. Anjurkan menghubungi perawat
- Artimia saat aktivitas jika tanda dan gejala kelelahan tidak
menurun berkurang
- Sianosis menurun 12. Ajarkan strategi koping untuk
- Warna kulit membaik mengurangi kelelahan
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi napas membaik Kolaborasi
- EKG iskemia membaik 13. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makan.

3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam
teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen
perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan
perawatan. Kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah
pengkajian. (Widyorini et al. 2017).
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan
dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa dan planning). Dalam
evaluasi ini dapat ditemukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan keperawatan
yang harus dimodifikasi. (Widyorini et al. 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan, Indonesia Edisi 1.
Cetakan III.Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan, Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan, Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
Yanita, 2017. Berdamai dengan Hipertensi. Jakarta: Bumi Medika
Trisnawan, Adi. (2019). Mengenal Hipertensi. Jakarta : Mutiara Aksara.
Anggraini Dewi Harahap. 2019. Hubungan Pengetahuan Penderita Hipertensi Tentang
Hipertensi dengan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi di Wilayah Kerja
PUSKESMAS Kampa Tahun 2019. Lembaga Penelitian Universitas Pahlawan Prodi
S1 Keperawatan.Vol : 3 No 2 tahun 2019
Pudiastuti, R, D., 2019. Penyakit-Penyakit Mematikan, Yogyakarta: Nulia Medika.
Pudiastuti, R., D. (2019). Penyakit – penyakit Mematikan. (Edisi 2). Yogyakarta:
Nuha Medika\
Siti, Maryam Rdkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Penanganannya. Jakarta: Salemba
Medika
Stanley, Mickey.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai