Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GERIATRI

Disusun Oleh :
Dyan Nitarahayu
NIM. P07220215017

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR’
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
GERIATRI

A. DEFINISI SINDROM GERIATRI


Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka
morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang
lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom
geriatrik mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi
yang berbeda,dan memerlukan intervensi dan strategi yang fokus terhadap
faktor etiologi (Panitaetal., 2011).
Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat
penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema
klinik dari penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri
antara lain adalah:
1. Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat perubahan
fungsi fisiologis.
2. Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien geriatri
terjatuh dan dapat mengalami patah tulang.
3. Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarganya karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta
tidak perlu diobati.
4. Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak
kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut seringkali dianggap
sebagai bagian dari proses menua.
5. Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada
usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih,
pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena
infeksi.
6. Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai hal
yang biasa akibat proses menua. Gangguan penglihatan berhubungan
dengan penurunan kegiatan waktu senggang, status fungsional, fungsi
sosial, dan mobilitas. Gangguan penglihatan dan pendengaran
berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan disabilitas fisik,
ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan mortalitas.
Pasien geriatri sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang
muncul sering tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita
sehingga tampilan gejala menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang
banyak dijumpai pada pasien geriatri adalah hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemia, osteoartritis, dan penyakit kardiovaskular.

B. BATASAN LANSIA
WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/ biologis
menjadi 4 kelompok yaitu :
1. usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2. lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3. lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
Sedangkan penggolongan lansia menurut Depkes RI dibagi menjadi tiga
kelompok yakni :
1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
C. ETIOLOGI GERIATRIC SYNDROME
Aging merupakan proses alamiah yang terjadi terus menerus dan dimulai
sejak manusia dilahirkan. Terdapat banyak definisi proses menua, namun
teori yang paling banyak dianut saat ini adalah teori radikal bebas dan teori
telomer.
1. Teori radikal bebas menyatakan proses menua terjadi akibat akumulasi
radikal bebas yang merusak DNA, protein, lipid, glikasi non-enzimatik,
dan turn over protein. Kerusakan di tingkat selular akhirnya menurunkan
fungsi jaringan dan organ.
2. Teori telomer menyatakan hilangnya telomer secara progresif
menyebabkan proses menua. Telomer merupakan sekuens DNA yang
terletak di ujung kromosom yang berfungsi mencegah pemendekan
kromosom selama replikasi DNA. Telomer akan memendek setiap kali sel
membelah. Bila telomer terlalu pendek maka sel berhenti membelah dan
menyebabkan replicative senescence.
Masalah umum pada proses menua adalah penurunan fungsi fisiologis
dan kognitif yang bersifat progresif serta peningkatan kerentanan usia lanjut
pada kondisi sakit. Laju dan dampak proses menua berbeda pada setiap
individu karena dipengaruhi faktor genetik serta lingkungan.
Proses menua mengakibatkan penurunan fungsi sistem organ seperti
sistem sensorik, saraf pusat, pencernaan, kardiovaskular, dan sistem respirasi.
Selain itu terjadi pula perubahan komposisi tubuh, yaitu penurunan massa
otot, peningkatan massa dan sentralisasi lemak, serta peningkatan lemak
intramuskular. Perlu diingat bahwa perubahan fisik yang berhubungan
dengan proses menua normal bukanlah penyakit. Individu yang
menunjukkan karakteristik menua dikatakan mengalami usual aging,
sedangkan individu yang tidak atau memiliki sedikit karakteristik menua
disebut successful aging (SA).
SA merupakan konsep multidimensi yang berkaitan dengan kondisi
fisik, psikologis, dan fungsi sosial. Dimensi operasional SA yang paling
sering dipakai adalah menurut Rowe dan Kahn yang meliputi tiga aspek,
yaitu bebas dari penyakit dan hendaya, fungsi kognitif yang baik, dan tetap
aktif di dalam kehidupan. SA berarti memerpanjang usia dan mengupayakan
agar penyakit terkait usia terjadi di usia setua dan sedekat mungkin dengan
kematian. Pemeliharaan fungsi fisik yang baik tercermin pada kemampuan
untuk melakukan aktivitas harian, mulai dari hal sederhana seperti makan,
berpakaian, dan naik tangga sampai kegiatan yang lebih kompleks seperti
belanja dan menggunakan alat transportasi. Model SA biologis dapat dicapai
dengan pencegahan primer seperti berhenti merokok, latihan jasmani,
penggunaan vaksin yang tepat, dan penurunan kolesterol.
Aspek SA yang kedua adalah aspek psikologis yang menekankan pada
pentingnya kepuasan subjektif usia lanjut terhadap kehidupannya. Perspektif
subjektif tersebut mempunyai nilai yang sama penting dengan penilaian
objektif mengenai kesehatan. Rasa puas akan dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu
kebebasan untuk bertindak, rasa kompeten, dan rasa keterikatan dengan
sesama. Model SA psikologis akan tercapai jika terdapat mekanisme
kompensasi yang baik terhadap keterbatasan akibat usia dan optimalisasi
kemampuan yang tersisa, sehingga usia lanjut, bahkan dengan multipatologi,
dapat mengalami SA.
Aspek sosial menekankan pada kemampuan usia lanjut untuk
berinteraksi positif dengan sesama dan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
Fungsi sosial yang baik ditunjukkan dengan mempunyai pekerjaan yang
mendapat penghasilan, menghadiri kegiatan keagamaan, dan aktif pada
kegiatan amal. Aspek sosial juga dapat menjadi faktor protektif terhadap
kejadian mistreatment pada usia lanjut.

D. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA GERIATRI


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,
tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual
(Azizah, 2011).

1. Perubahan Fisik
a. Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
b. Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula
sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver
spot.
c. Sistem Muskuloskeletal :
1) Kartilago: jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
2) Tulang: berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah bagian
dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
3) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
4) Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
d. Sistem kardiovaskuler : Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami
hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan
pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa node dan
jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
e. Sistem respirasi : Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan
gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
f. Pencernaan dan Metabolisme : Perubahan yang terjadi pada sistem
pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang
nyata : Kehilangan gigi, Indra pengecap menurun, Rasa lapar menurun
(sensitifitas lapar menurun), Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya
tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
g. Sistem perkemihan : Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
h. Sistem saraf : Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
i. Sistem reproduksi : Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis
masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.

2. Perubahan Kognitif
a. Memory (Daya ingat, Ingatan)
b. IQ (Intellegent Quocient)
c. Kemampuan Belajar (Learning)
d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f. Pengambilan Keputusan (Decission Making)
g. Kebijaksanaan (Wisdom)
h. Kinerja (Performance)
i. Motivasi

3. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.

4. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)

5. Kesehatan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik
berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.

b. Duka cita (Bereavement)


Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut
dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode
depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan
menurunnya kemampuan adaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-
gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau
gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat
membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main
dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

E. PENATALAKSANAAN GERIATRIC SYNDROME


Dalam merawat dan menatalaksana pasien geriatri tercakup dua
komponen penting yakni pendekatan tim dan P3G yang merupakan bagian
comprehensive geriatric management (CGM). Pendekatan paripurna pasien
geriatri merupakan prosedur pengkajian multidimensi. Diperlukan instrumen
diagnostik yang bersifat multidisiplin untuk mengumpulkan data medik,
psikososial, kemampuan fungsional, dan keterbatasan pasien usia lanjut.
Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai masalah
pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien, mengidentifikasi
jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana asuhan yang
berorientasi pada kepentingan pasien. Pendekatan paripurna pasien geriatri
berbeda dengan pengkajian medik standar dalam tiga hal, yaitu fokus pada
pasien usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup status
fungsional dan kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat interdisiplin
(Soedjono, 2007). Berikut beberapa penatalaksanaan secara umum sindrom
geriatrik, diantaranya :
1. Pemberian asupan diet protein, vitamin C,D,E, & mineral yang cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka
kecukupan gizi (AKG). Penelitian multisenter di 15 propinsi di Indonesia
mendapatkan bahwa 47% usia lanjut mengonsumsi protein kurang dari
80% AKG. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting;
bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Hal penting lainnya adalah
kualitas protein yang baik, yaitu protein sebaiknya mengandung asam
amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial dengan kemampuan
anabolisme protein tertinggi sehingga dapat mencegah sarkopenia. Leusin
dikonversi menjadi hydroxy-methyl-butyrate (HMB). Suplementasi HMB
meningkatkan sintesis protein dan mencegah proteolisis (Setiati et al,
2013)
2. Pengaturan olah raga secara teratur. Perlu pemantauan rutin kemampuan
dasar seperti berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif. Aktivitas fisik dapat
menghambat penurunan massa dan fungsi otot dengan memicu
peningkatan massa dan kapasitas metabolik otot sehingga memengaruhi
energy expenditure, metabolise glukosa, dan cadangan protein tubuh.
Resistance training merupakan bentuk latihan yang paling efektif untuk
mencegah sarkopenia dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang tua.
Program resistance training dilakukan selama 30 menit setiap sesi, 2 kali
seminggu (Waters et al, 2010). Aktivitas fisik tanpa asupan nutrisi yang
adekuat menyebabkan keseimbangan protein negatif dan menyebabkan
degradasi otot (Sullivan et al, 2009). Kombinasi resistance training
dengan intervensi nutrisi berupa asupan protein yang cukup dengan
kandungan leusin, khususnya HMB yang adekuat, merupakan intervensi
terbaik untuk memelihara kesehatan otot orang usia lanjut (Setiati et al,
2013)
3. Pencegahan infeksi dengan vaksin
4. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan
elektif dan reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi
dan fisioterapi individual (Setiati et al, 2011)
5. Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang
disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-
obatan yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien
geriatri sulit dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang
diderita banyak dan biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa
dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang dirasakan
pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek
samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip
pemberian obat yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui
riwayat pengobatan lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya,
jangan menggunakan obat terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai
dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri
dorongan supaya patuh berobat dan hati-hati mengguakan obat baru
(Setiati dkk., 2006).
6. Penatalaksanaan Resiko Jatuh:
a. Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kacamata) dan alat bantu
dengar (earphone)
b. Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
c. Evaluasi kemampuan kognitif
d. Beri lansia alat bantu berjalan seperti hand rails, walkers, dsb
7. Penatalaksanaan Gangguan Tidur:
a. Tingkatkan aktifitas rutin setiap hari
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman
c. Kurangi konsumsi kopi
d. Berikan benzodiazepine seperti Temazepam (7,5-15 mg)
e. Anti depresan seperti Trazadone untuk insomnia kronik

F. PENCEGAHAN GERIATRIC SYNDROME


Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan
yaitu: peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan
pengobatan, pembatasan kecacatan dan pemulihan.
1. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya
promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan
dukungan klien, tenaga provesional dan masyarakat terhadap praktik
kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya promotif di
lakukan untuk membantu organ-organ mengubah gaya hidup mereka dan
bergerak ke arah keadaan kesehatan yang optimal serta mendukung
pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang
perilaku hidup mereka.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi
kejadian jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah,
meningkatkan penggunaan alat pengaman dan mengurangi
kejadian keracunan makanan atau zat kimia.
b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk
mengurangi terpapar dengan bahan-bahan kimia dan
meningkatkan pengunaan sistem keamanan kerja.
c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk,
bertujuan untuk mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan
kimia, mengurangi radiasi di rumah, meningkatkan pengolahan
rumah tangga terhadap bahan berbahaya, serta mengurangi
kontaminasi makanan dan obat-obatan.
d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang
bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memelihara
kebersihan gigi dan mulut.

2. Pencegahan (Preventif)
a. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis
pelayanan pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling,
berhenti merokok dan minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan
di dalam dan sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi
yang tepat.
b. Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap
penderita tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit
belum tampak secara klinis dan mengindap faktor risiko. Jenis pelayan
pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut: kontrol
hipertensi, deteksi dan pengobatan kangker, screening: pemeriksaan
rektal, papsmear, gigi mulut dan lain-lain.
c. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala
penyakit dan cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan,
serta perawatan dengan perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien
rawat jalan dan perawatan jangka panjang.
3. Diagnosis dini dan Pengobatan
a. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas
profesional dan petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan
tes dini, skrining kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat
(KMS) Lansia, memanfaatkan Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta
penandatangan kontrak kesehatan.
b. Pengobatan: Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang
terjadi meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan,
pencernaan, urogenital, hormonal, saraf dan integumen.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Dini. 2013. Sindrom Geriatri. Alamat web:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/121/1
19. Diakses pada tanggal 9 April 2018, pukul 11.00 WITA.
Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R, Sari W, Verdinawati T. 2013.
Comprehensive prevention & management for the elderly:
interprofessional geriatric care. Jakarta: Perhimpunan Gerontologi Medik
Indonesia.
Setiati S, Rizka A. 2011. Chronic degenerative disease in elderly: update in
diagnostic & management. Jakarta; Perhimpunan Gerontologi Medik
Indonesia.
Sullivan DH, Johnson LE. 2009. Nutrition and aging. In: Halter JB, Ouslander
JG. Tinetti ME. . Hazzard’s geriatric medicine and gerontology. 6th ed.
New York: Mc Graw Hill
Waters DL, Baumgartner RN, Garry PJ, Vellas B. 2010. Advantages of dietary,
exercise-related, and therapeutic interventions to prevent and treat
sarkopenia in adult patients: an update. Clinical Interventions in Aging.

Anda mungkin juga menyukai