Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu keadaan yang paling seringditemukan


pada neonatus, terjadi pada minggu pertama kehidupan. Sebagian besar kejadian ikterus
neonatorum bersifat fisiologis, namun harus tetapdiwaspadai karena dapat menimbulkan
komplikasi yang lebih berat.Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin
mencapai suatunilai yang memiliki potensi menimbulkan kern ikterik bila
tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirahardjo, 2005).

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya


produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2-3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa. Hal ini dapat
terjadi karena eritrosit pada neonates lebih banyak dan usianya lebih pendek yaitu 80 hari
(berbeda dari usia eritrosit orang dewasa yaitu 120 hari. Pergantian sel darah merah yang
cepat ini menghasilkan lebih banyak sampah metabolit akibat penghancuran sel termasuk
bilirubin, yang harus dimetabolisme. Muatan bilirubin yang berlebihan ini menyebabkan
icterus fisiologis yang terlihat pada bayi baru lahir (Varney, 2004). Hiperbilirubinemia
indirek dijumpai pada sekitar 60% bayi aterm dan 80% bayi premature (Nelson, 2007).
Angka kejadian menunjukan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang
dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya.

Berdasarkan SDKI tahun 2012, semua angka kematian bayi dan anak hasi SDKI
2012 lebih rendah dari hasil SDKI 2007. Untuk periode lima tahun sebelum survei, angka
kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
Sasaran Pembangunan Milenium ata Millenium Development Goal (MDG) kematian bayi
ditetapkan pada angka 23 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil sementara SDKI 2012

1
memperlihatkan bahwa AKB menurun menjadi 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
AKA

mencakup Angka Kematian Bayi (AKB) di dalamnya. ini berarti pada tahun 2015
diharapkan AKB dapat diturunkan menjadi 22 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Diperkirakan pada tahun 2015 target AKA dan AKB akan dapat dicapai.

Salah satu penyebab dari angka kematian bayi (AKB) adalah komplikasi dari
hiperbilirubinemia. Oleh karena itu, untuk menghindari masalah atau komplikasi
hiperbilirubinemia maka penting dilakukan asuhan pada bayi yang mengalami
hiperbilirubinemia.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat mengetahui gambaran umum asuhan pada bayi dengan hiperbilirubin di ruang
Perinatologi Rumkit Dustira TK.II Cimahi – Bandung melalui pendekatan manajemen
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh data subjektif pada By. Ny. A dengan Neonatus Hiperbilirubin diruang
Perinatologi Rumkit Dustira TK.II Cimahi – Bandung
b. Diperoleh data objektif pada By. Ny. A dengan Neonatus Hiperbilirubin diruang
Perinatologi Rumkit Dustira TK.II Cimahi – Bandung
c. Ditegakan Analisa pada By. Ny. A dengan Neonatus Hiperbilirubin diruang
Perinatologi Rumkit Dustira TK.II Cimahi – Bandung
d. Dibuat rencana asuhan sesuai dengan manajemen keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan klien dan melaksanakan tindakan-tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana asuhan yang diberiakan serta mengevaluasi hasil dari asuhan tersebut.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana
produksi bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis
(2013), Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis tersering ditemukan
pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis, atau
kombinasi keduanya.
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya
ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).

Hiperbilirubinemia adalah icterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang


menjurus kea rah terjadinya kern icterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
tidak dikandalikan (Mansjoer,2008)

Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan
suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadi
pada neonatus baik secara fisologis, patologis maupun keduanya.

2.2 ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai
berikut;
1. Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis

3
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin;
lahir prematur, asidosis.
(Sumber: IDAI, 2011)

2.3 PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan
sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana
hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh
tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan
albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-
Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii
transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal
atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan
otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati
biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat

4
keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan
susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik
dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan
BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia.
(Sumber: IDAI,2011)

5
2.4 PATHWAY

Penyakit hemotolik Obat-obataan Gangguan antagonis


Fungsi hepar

Hemolisis Defisiensi albumin Jaundice ASI

Pembentukan Jumlah bilirubin yg akan Konjungasi bilirubin indirek


Bilirubin bertambah diangkut kehati berkurang menjadi direk rendah

Bilirubin indirek meningkat

Hiperbilirubinemia

Dalam jaringan ekstraseluler Otak


(kulit, konjungtiva, mukosa
Dan alat tubuh lain) Kernikterus

Ikterus Kecemasan orang tua


Atau keluarga Resiko Injuri Internal

Fototerapi
Kurangnya informasi orang tua
Resiko gangguan
Integritas kulit Persepsi yang salah

Resiko kurangnya Kurangnya Pengetahuan


Volume cairan orang tua / keluarga

6
2.5 TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak
pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari
ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk)
kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

2.6 KLASIFIKASI
(1.) Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubin.

7
sIkterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah
ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan
(Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
a. Timbul pada hari kedua - ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu.
g. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila:
 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
 Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
 Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
 Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
 Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia,
hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
(2.) Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia
bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi
kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
(Sumber: Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, 2005)

8
2.7 KOMPLIKASI
1. Bilirubin encephahalopathi
2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang melengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari
14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang
tidak fisiologis.
b) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c) Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

2.9 PENATALAKSANAAN
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian
ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya
sulfa f urokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat

9
meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu.
Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan
oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
(Sumber: IDAI, 2011)

2.10 DERAJAT HIPERBILIRUBIN MENURUT KRAMER


RATA-RATA SERUM
ZONA BAGIANs TUBUH
INDIREK (Umol/L)
1 Kepala sampai leher 100
2 Kepala, leher, sampai umbilikus 150
3 Kepala, leher, pusar sampai paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Kepala sampai ke tumit kaki >250
(Sumber : Pengantar Ilmu Kesehatan Anak I, 2005)

10
BAB III

STUDI KASUS

ASUKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN By. M DENGAN NEONATUS


HIPERBILIRUBIN DIRUANG PERINATOLOGI RUMKIT TK.II 03.05.01 DUSTIRA

CIMAHI-BANDUNG

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien dan Keluarga
a. Identitas Klien
Nama : By. Ny. A
Tanggal Lahir : 19 -11-2018
Umur : 0 tahun 0 bulan 9 hari
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pendidikan : Belum sekolah
Anak ke : 2 (dua)
Tinggal dengan : Orang tua
Tanggal pengkajian : 27-11-2018
Diagnosa Medis : NH ( Neonatus Hiperbilirubin ) + BBLR
Golongan darah :B
No.RM : 00567062
Alamat : Kp. Anggaraja rt 05/04 Cimekar KBB

b. Identitas Penanggung Jawab


1) Ayah
Nama : Tn. A
Umur : 36 tahun
Agama : Islam

11
Pendidikan : SMK
Alamat : Kp. Anggaraja rt 05/04 Cimekar KBB
Suku Bangsa : Sunda
Kewarganegaraan : Indonesia
2) Ibu
Nama : Ny. A
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Kp Anggaraja rt 05/04 Cimekar KBB
Suku Bangsa : Sunda
Kewarganegaraan : Indonesia.

2. Alasan datang ke Rumah Sakit


Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 27 November 2018. Ibu mengatakan pada
tanggal 18 november 2018 ibu datang ke IGD Rumkit Dustira dengan keluhan nyeri
ulu hati dan hipertensi dokter memutuskan untuk Sectio Caesar Pada tanggal 19
November 2018 dangan berat bayi lahir rendah 1852 gram dan kuning.
3. Keluhan Utama
Ibu Klien mengatakan bayinya Kuning
4. Riwayat Sekarang
Ibu klien mengatakan bayinya kuning dan berat badan bayi rendah, bayi saat lahir
jam 09 : 38 WIB dengan berat badan 1852 gram, PB : 40 cm, LD : 27 cm, LK : 29 cm
LP : 25 cm golongan darah ibu O.
5. Riwayat Keperawatan Dahulu
a.) Riwayat Reproduksi ( kehamilan dan kelahiran )
(1) Pra Natal
Pada saat dikaji ibu klien mengatakan klien merupakan anak kedua dari
dua bersaudara, kehamilan yang kedua ini direncakan, jarak kehamilannya
9 tahun, selama hamil ibu klien melakukan kontrol ke bidan. Saat

12
mengandung tidak ada penyulit namun akhir-akhir ini nyeri ulu hati dan
darah tinggi.selama hamil ibu pernah imunisasi tetanus.
(2) Natal
Usia kehamilan ketika melahirkan klien 31-32 minggu, penolong
persalinan yaitu Sectio Caesar lama persalina ± 1 jam indikasi ibu klien
hipertensi, BB : 1852 gram dan PB : 40 cm
(3) Post Natal
Selama masa nifa kesehatan ibu baik tidak ada komplikasi lain, cara
pemberian ASI klien langsung ke ibu dan melalui sendok, klien blm dapat
reflek menghisap ASI.
b.) Riwayat Pemberian Makan
Car pemberiaan makanan klien dengan langsung menghisap ASI ke ibu akan
tetapi kadang menggunakan sendok, frekuensi pemberian ±11 kali , respon klien
terhadap mwnghisap ASI baik, kadang-kadang menolak.
c.) Imunisasi
Klien dapat imunisasi HB0 sejak lahir
6. Riwayat Tumbuh Kembang
a.) Riwayat Pertumbuhan
BBL : 1851 gram sekarang 1654 gram menurun 11,1 ons
PB : 40 cm
LK : 29 cm
LP : 25 cm
LD : 27 cm
b.) Riwayat Perkembangan
Pada saat dikaji berbagai Refleks pada bayi reflek rooting ketika perawat
menempelkan jari didekat mulut klien mampu mengikutinya, reflex sucking
klien baik, reflex babinski klien baik. Klien belum mampu sepenuhnya
menghisap asi.
7. Pola pengetahuan Keluarga
Pada saat dikaji Ibu klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit yang
sedang diderita klien. Dan Ibu sangat khawatir dengan keadaan bayi nya.

13
8. Spiritual Anak dan Keluarga
Keyakinan yang dianut orang tua klien sama yaitu Islam sehingga orang tua klien
tidak mengalami hambatan dalam beribadah.
9. Pola Aktivitas Sehari- hari
NO POLA AKTIVITAS DIRUMAH DIRUMAH
SAKIT
1 Nutrisi
a. Makan
- Jenis ASI
- Frekuensi 8x/hari
- Perubahan BB 1852 gram
Tidak Terkaji menjadi 1654
gram
- Makan sendiri/dibantu Dibantu
- Terpasang OGT/Tidak Terpasang OGT
b. Minum
- Jenis ASI
- Jumlah 5-7 cc
- Frekuensi 9-10x/hari
2 Eliminasi
a. BAK
- Frekuensi 5-6 x/hari
- Jumlah Tidak Tentu
- Warna Kuning jernih
- Bau Khas
- Terpasang Tidak
kateter/tidak
b. BAB Tidak Terkaji
- Frekuensi 2-3x/hari
- Jenis Kental
- Warna Hitam kehijauan

14
- Bau Khas feses
- Kesulitan/konstipasi Tidak
- Memakai pencahar Tidak
3. Istirahat dan Tidur
a. Siang Tidak Terkaji Tidak Tentu
b. Malam Tidak Tentu
4 Personal Hygien
- Mandi Diseka
- Gosok gigi Belum pernah
- Cuci rambut Tidak Terkaji 1x/hari
- Ganti pakaian 1-2x/hari
- Cara Dibantu

10. Pemerikasaan Fisik Head To Toe

Kepala

Warna rambut hitam, kulit kepala cukup nbersih, tidak ada benjolan, tidak ada
lesi, Lingkar kepala 29 cm, testur lembut, ubun-ubun masih terbuka.

Wajah

Tidak terdapat lesi dan benjolan disekitar wajah, kulit tampak bersih.

Mata

Mata klien simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi pada kedua mata, reflek eyeblink
(menutup dan membuka mata) baik, pupillary reflek (gerakan menyempitkan
pupil mata) baik.

Hidung

Tidak ada lesi pada hidung lubang hidung bersih.

15
Mulut

Keadaan mulut kotor, bentuk bibis simetris, mukos bibir kering, tidak ada
benjolan dan lesi, terpasang OGT pada mulut klien, reflek rooting (mencari) baik,
reflek sucking (menghisap) baik.

Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Tidak ada lesi, reflek menelan dan
menhisap kurang.

Telinga

Bentuk telinga simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada serumen.

Dada

Warna dada terlihat kuning, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, frekuensi
pernafasan 44x/mnt.bunyi nafas bayi bronchovesikuler tidak ada wheezing dan
rochi.

Abdomen

Abdomen tidak kembung, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, peristaltic usus
5x/mnt.

Genitalia

Keadaan genitalia bersih, anus ada, skrotum simetris kanan kiri, tidak terjadi
Kelainan genitalia.

Ekstremitas

Ekstremitas atas bawah lengkap, jari lenka tidak ada lesi dan gerakan klien sangat
aktif. Reflex babynski baik.

16
11. Data Penunjang
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
21-11-2018 Fungsi Hati
Bilirubin Total 10.84 mg/dl 0.10 – 1.20
Bilirubin Direk 0.52 mg/dl < 0.2
23-11-2018 Fungsi Hati
Bilirubin Total 8.83 mg/dl 0.10 – 1.20
Bilirubin Direk 0.61 mg/dl < 0.2
26-11-2018 Fungsi Hati
Bilirubin Total 14.61 mg/dl 0.10 – 1.20
Bilirubin Direk 0.49 mg/dl < 0.2

17
12. Analisa Data
No Data Senjang Etiologi Masalah
1 DS : Joundite ASI Gangguan
Ibu Klien Kerusakan
mengatakan bayinya Konjugasi bilirubin indirek Integritas kulit
kuning menjadi direk rendah
DO :
- Badan klien Bilirubin indirek meningkat
tampak kunig Hiperbilirubinemia
- Bilirubin total
14,61 mg/dl Dalam jaringan ekstraseluler
- Bilirubin direx (kulit,konjungtiva, mukosa dan
0,49 mg/dl alat tubuh lain)
- Suhu 36,8 °C
- Turgor kulit klien Icterus
kering
Fototerapi

Gangguan integritas kulit

2. DS : Rangsangan Menghisap kurang Ketidak


Ibu klien seimbangan nutrisi
mengatakan bayinya Letaragi kurang dari
berat badannya kebutuhan tubuh
turun dan naik Suplai nutrisi (ASI)
sedikit. menurun/berkurang
DO :
- klien reflek Berat badan turun
menghisap ASI
kurang Ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

18
- BB: 1852 gr dan
turun menjadi 1654
gram
3 DS : Jaundice ASI Kecemasan Orang
Ibu klien Tua
mengatakan dengan Konjungasi indirek bilirubin
keadaan bayinya. menjadi direk rendah
DO :
Ibu klien tampak Bilirubin indirek meningkat
cemas dan bingung
Hyperbilirubinemia

Dala jaringan ekstraseluler


(kulit,konjungtiva, mukosa dan
alat tubuh lain)

Ikterus

Kecemasan Orang Tua

13. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan kerusakan Integritas Kulit b.d Pengaruh fototerapi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kemauan menghisap
menurun
3. Kecemasan orang tua b.d Kondisi bayi

19
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : By. Ny. A No.RM : 00567062


Umur : 9 hari Dx : NH + BBLR
Jenis kelamin: Laki- laki Ruang : Perina

N DIAGNOSA PERENCANAAN
O TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 2 3 4 5
1 Ganguan Setelah dilakukan 1. Kaji warna kulit 1. Mengetahui
integritas kulit tindakan asuhan setiap 5 jam. perubahan warna
b.d pengaruh keperawatan kulit.
efek fototerapi selama 2x 24 jam 2. Bersihkan kulit bayi 2. Feses dan Urin yang
diharapkan tidak dari kotoran setelah bersifat asam dapat
terjadi gangguan BAB dan BAK. mengiritasi kulit.
integritas kulit. 3. Ukur antropometri 3. Mengetahui
Kriteria Hasil : klien. perkembangan klien.
- Kulit 4. Observasi TTV. 4. Mengetahui keadaan
bersih klien.
dan 5. Bantu pemberian 5. Meningkatkan
lembab ASI AOD. kemampuan hisap
klien.
2. Ketidak seim- Setelah dilakukan 1. Monitor jmlah 1. Mengetahui intake
bangan nutrisi tindakan nutisi/ASI klien
kurang dari keperawatan 2. Berikan ASI tepat 2. Menganti cairan yang
kebutuhan selama 2x24 jam waktu dan sesuai hilang akibat
tubuh b.d diharapkan klien fototerapi
ketidak tidak terjadi 3. Observasi 3. Pemasukan nutris
mampuan penurunan berat kemampuan adekuat bila
menghisap badan. menghisap kemampuan
menurun. Kriteria Hasil : menghisap baik.

20
- Tidak terjadi 4. Timbang BB setiap 4. Memantau
penurunan BB hari perkembangan
- Tidak terdapat kebutuhan nutrisi.
tanda-tanda
malnutrisi
- terjadi
peningkatan berat
badan
3 Kecemasan Setelah diberi 1. Kaji pengetahuan 1. Mengetahui tingakat
orang tua b.d penjelasan selama keluarga tentang pemahaman keluarga
kondisi bayi ±10 menit penyakit klien
diharapkan orang 2. Beri Pendidikan 2. Meningkatkan
tua mengatakan kesehatan tentang keadaan pemahaman
mengerti tentang penyebab bayi tentang penyakit
mengerti tentang kuning dan proses
perawatan bayi tetapi
bilirubin 3. Beri Pendidikan
3. Meningkatkan tanggu
Kriteria Hasil : tentang cara
jawab dan peran
Orang tua tidak perawatan bayi
orang tua dalam
cemas dirumah.
merawat bayi.

21
CATATAN PERKEMBANGAN
Dx Tanggal Implementasi Evaluasi
1 Selasa,27 – 1. Mengkaji warna kulit klien Selasa, 27 November 2018 ( 20.00)
November Ev. Kulit tampak kuning S : Ibu mengatakan bayinya masih
2018 2. Membersihkan dan menganti kuning
Jam 14.30 pempers bayi setelah BAB dan O : - klien tampak kuning
BAK - Bilirubin t/d
Ev. Kulit bayi bersih tidak ada 14,61 mg/dl dan
ruam 0,49 mg/dl
3. Mengatur antropometri klien - TTV klien
Ev. BB : 1654 gram S : 36,5°C R : 44x/mnt
PB : 40 cm N : 141 x/mnt SpO2 : 97%
4. Mengobservasi TTV klien A : Masalah belum teratasi
S : 36,5°C R : 44x/mnt P : Lanjutkan Intervensi
N : 141 x/mnt SpO2 : 97% - Pemberian ASI
5. Membantu pemberian ASI OGT - Kolaborasi
pemerikasaan bilirubin
2 Selasa, 27- 1. Memonitor jumlah ASI setiap Selasa, 27 November 2018 ( 19.00)
November hari S : Ibu mengatakan bayinya sedikit
2018 2. Menganjurkan Ibu untuk dapat menghisap asi dan kadang-
Jam 16.00 memberikan ASI tepat waktu kadang di sendok sedikit demi
pada bayi sedikit
3. Mengobservasi kemajuan O : BB : 1654 gram
kemampuan menghisap A : Masalah teratasi sebagian
4. Menimbang BB klien P : Lanjutkan intervensi
- Anjurkan ibu sering
merangsang bayinya
menghisap
- Timbang berat badan
klien.

22
3. Rabu, 28- 1. Mengkaji pengetahuan keluarga Rabu, 28- November 2018 (13.00)
November 2. Memberikan penkes tentang S : ibu klien mengatakan
2018 penyebab bayi kuning dan khawatir/cemas berkurang.
Jam 10.00 proses terapi O : ibu klien tampak menerima dan
3. Memberikan penkes tentang tenang
cara perawatan bayi dirumah A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
4 Kamis, 29- 1. Mengkaji warna kulit klien Selasa, 29 November 2018 ( 14.00)
November Ev. Kulit tampak kuning S : Ibu mengatakan bayinya masih
2018 2. Membersihkan dan menganti kuning
Jam 11.00 pempers bayi setelah BAB dan O : - klien tampak kuning
BAK - Bilirubin t/d
Ev. Kulit bayi bersih tidak ada 10,84 mg/dl dan
ruam 0,49 mg/dl
3. Mengatur antropometri klien - TTV klien
Ev. BB : 1654 gram S : 36,9°C R : 40x/mnt
PB : 40 cm N : 138 x/mnt SpO2 : 98%
4. Mengobservasi TTV klien A : Masalah belum teratasi
S : 36,9°C R : 40x/mnt P : Lanjutkan Intervensi
N : 138 x/mnt SpO2 : 98% - Pemberian ASI
5. Membantu pemberian ASI - Kolaborasi
pemerikasaan bilirubin

1. Memonitor jumlah ASI setiap Selasa, 29 November 2018 ( 14.30)


hari S : Ibu mengatakan bayinya sedikit
2. Menganjurkan Ibu untuk dapat menghisap asi dan kadang-
memberikan ASI tepat waktu kadang di sendok sedikit demi
pada bayi sedikit
Ev.Ibu klien memberikan ASI 2 O : BB : 1654 gram
jam sekali A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

23
3. Mengobservasi kemajuan - Anjurkan ibu sering
kemampuan menghisap merangsang bayinya
Ev. Klien mampu menghisap menghisap
ASI - Timbang berat badan
4. Menimbang BB klien klien.

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih
dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan
organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan
kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini
keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada
neonates kurang bulan). Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan
prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin
dalam darah.

4.2 Saran

1. Perawat dan keluarga dapat bekerja sama dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
2. Mahasiswa untuk lebih memahami konsep -konsep asuhan keperawatan pada neonatus
hiperbilirubin.
3. Semoga laporan studi kasus ini dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa dan dapat
diterapkan dalam dunia keperawatan.

25

Anda mungkin juga menyukai