Anda di halaman 1dari 19

STASE ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERBILIRUBIN

Oleh

YOSI YULINDA DWI ASTARI

NIM : 82021040116

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beberapa penyebab kematian bayi baru lahir (BBL) yang


terbanyak disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyakit pada
neonatus, trauma lahir, kelainan kongenital hyperbilirubin. Bayi baru
lahir di sebut juga neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh
dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupan intraurine ke kehidupan ekstrauterine
(Dewi, 2011).
Hiperbilirubin merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik akibat tingginya
kadar bilirun dalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan
hemoglobin akibat sel darah merah yang rusak. Hiperbilirubin dapat
terjadi secara fisiologis dan patologis.
Sekitar 60% neonatus yang sehat mengalami ikterus. Pada
umumnya, peningkatan kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak
memerlukan pengobatan. Namun beberapa kasus berhubungan dengan
dengan beberapa penyakit, seperti penyakit hemolitik, kelainan
metabolisme dan endokrin, kelainan hati dan infeksi. Pada kadar lebih dari
20 mg/dL, bilirubin dapat menembus sawar otak sehingga bersifat toksik
terhadap sel otak. Kondisi hiperbilirubinemia yang tak terkontrol dan
kurang penanganan yang baik dapat menimbulkan komplikasi yang berat
seperti kern ikterus akibat efek toksik bilirubin pada sistem saraf pusat
(Kosim, 2012).
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia, harus dapat perhatian yang
tepat. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan untuk mengendalikan agar
kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan
hiperbilirubinema, dapat dilakukan dengan Monitor ikterik pada sclera dan
kulit bayi, identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gentasi dan
berat badan, monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali, monitor efek
samping fototerapi (mis. hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan
berat badan lebih dari 8-10%), siapkan lampu fototerapi dan ikubator atau
kotak bayi, lepaskan pakian bayi kecuali popok, berian penutup mata (eye
protector/biliband), ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi
(30cm atau tergantung spesifikasi lampu fototerapi), biaran tubuh bayi
terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan, ganti segera alas dan popok
bayi jika BAB/BAK, gunakan linen berwarna putih agar memantulkan
cahaya sebanyak mungkin, anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit,
anjurkan ibu menyusui sesering mungkin, kolaborasi pemeriksaan darah
bilirubin direk dan indirek (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
2018).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk membuat


Laporan Pendahuluan Hiperbilirubin.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Agar dapat mengetahui tentang Asuhan Keperawatan dengan
Hiperbilirubin.
2. Tujuan Khusus
a. Agar dapat mengetahui pengertian hiperbilirubin.
b. Agar dapat mengetahui penyebab hiperbilirubin.
c. Agar dapat mengetahui tanda gejala hiperbilirubin.
d. Agar dapat mengetahui patofisiologi hiperbilirubin.
e. Agar dapat mengetahui pathway hiperbilirubin.
f. Agar dapat mengetahui pemeriksaan penunjang hiperbilirubin.
g. Agar dapat mengetahui komplikasi hiperbilirubin.
h. Agar dapat mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim,
2012). Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah.
Bilirubin dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai
empedu atau cairan yang befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri
dan Prayogi, 2017).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana meningkatnya kadar
bilirubin dalam darah secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan
perubahan pada bayi baru lahir yaitu warna kuning pada mata, kulit, dan
mata atau biasa disebut dengan jaundice. Hiperbilirubinemia merupakan
peningkatan kadar bilirubin serum yang disebabkan oleh salah satunya
yaitu kelainan bawaan sehingga menyebabkan ikterus (Imron, 2015). Pada
keadaan normal kadar bilirubin indirek pada tali pusat bayi baru lahir yaitu
1 – 3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5 mg/dL per 24 jam. Bayi
baru lahir biasanya akan tampak kuning pada hari kedua dan ketiga dan
memuncak pada hari kedua sampai hari keempat dengan kadar 5 – 6
mg/dL dan akan turun pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada hari
kelima sampai hari ketujuh akan terjadi penurunan kadar bilirubin sampai
dengan kurang dari 2 mg/dL. Pada kondisi ini bayi baru lahir dikatakan
mengalami hiperbilirubinemia fisiologis (Stoll et al, 2004).
Pada hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis, ikterus atau
kuning akan muncul pada 24 jam pertama kehidupan. Kadar bilirubin akan
meningkat lebih dari 0,5 mg/dL per jam. Hiperbilirubinemia patologis
akan menetap pada bayi aterm setelah 8 hari dan setelah 14 hari pada bayi
preterm (Martin et al, 2004). Pada kebanyakan bayi baru lahir,
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang
normal, tetapi pada beberapa bayi akan terjadi peningkatan bilirubin secara
berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik. Hal ini akan
menyebabkan kematian bayi baru lahir dan apabila bayi bertahan hidup
dalam jangka panjang akan menyebabkan sekuele neurologis (Kosim,
2012).

B. Etiologi
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
1. Produksi bilirubin yang berlebihan.
Hal ini melebihi kemampuan neonatus untuk mengeluarkan zat
tersebut. Misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi
enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y
dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
3. Gangguan transportasi bilirubin.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami
hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
1. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat
penumpukan bilirubin.
2. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
3. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
4. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan.
5. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
6. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

D. Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar
dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki
usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah,
sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek
yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus
bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Neonatus mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap
bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan
molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat
memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik (Kosim, 2012).
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari
pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase,
dan agen pereduksi non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah
pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran
darah hepatik dan adanya ikatan protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam
hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin disfoglukuronat
(uridine disphoglucuronid acid) glukurinil transferase menjadi bilirubin
mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melaui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melaui membran
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani
2010).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang
telah diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia
juga dapat disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila
konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan
tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam
jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna,
2013).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin
yang larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi
dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi
atau tidak aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam
hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan
penurunan darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
E. Pathway

Gangguan Gangguan Peningkatan


Produksi bilirubin Gangguan transport ekskresi sirkulasi entero
berebihan fungsi hati bilirubin indek bilirubin hepatik

Hiperbilirubin

Bilirubin indirek Hiperbilirubinemia Fototerapi Peningkatan


meningkat neonatal pemecahan
bilirubin

Toksik bagi Perubahan suhu Pemisahan bayi


jaringan lingkungan dengan orang tua
Pengeluaran
cairan empedu
Penguapan Gangguan
Kerusakan peran orang tua
integritas jaringan
Peristaltic usus
Hipertermi meningkat
Konflik peran
orang tua
Diare

Pengeluaran
volume cairan
meningkat

Risiko defisien
volume cairan
Sumber : Suriadi dan Yuliani, 2010
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6
mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10
mmg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau
patologis. Pada bayi dengan kurang bulan, kadar bilirubin mencapai
puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan tujuh hari
kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis (Suriadi & Yulliani,
2010).
2. Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi cabang
kantong empedu (Suriadi & Yulliani, 2010).
3. Radioscope Scan
Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis atau atresia biliary (Suriadi & Yulliani, 2010).

G. Komplikasi
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi
dapat mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi serius). Pada
keadaan lebih fatal, hiperbilirubinemia pada neonatus 20 dapat
menyebabkan kern ikterus, yaitu kerusakan neurologis, cerebral palsy, dan
dapat menyebabkan retardasi mental, hiperaktivitas, bicara lambat, tidak
dapat mengoordinasikan otot dengan baik, serta tangisan yang melengking
(Suriadi dan Yuliani, 2010).

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan terapeutik pada bayi
baru lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :
a. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir disebabkan oleh infeksi.
b. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis. Fototerapi
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
c. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance
hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Akan tetapi
fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan untuk mengatsi
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
d. Transfusi
Tukar Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia menurut Widagdo, 2012 meliputi:
a) Pemeriksaan Umum
i. Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit,
kesadaran, status nutrisi, postur/aktivitas anak, dan
temuan fisis sekilas yang prominen dari organ/sistem,
seperti ikterus, sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan
lain-lain.
ii. Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan
laju nafas.
iii. Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, tebal lapisan lemak bawah kulit, serta lingkar
lengan atas.
b) Pemeriksaan Organ
i. Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi,
hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis.
ii. Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan
rambut, dan bentuk wajah apakah simestris kanan atau
kiri.
iii. Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan,
hipertelorisme, supersilia, silia, esksoptalmus,
strabismus, nitagmus, miosis, midriasis, konjungtiva
palpebra, sclera kuning, reflek cahaya direk/indirek, dan
pemeriksaan retina dngan funduskopi.
iv. Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan
sekresi.
v. Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah,
ulkus, lidah kotor berpeta, tonsil membesar dan
hyperemia, pembengkakan dan perdarahan pada
gingival, trismus, pertumbuhan/ jumlah/ morfologi/
kerapatan gigi.
vi. Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan
nyeri tekan.
vii. Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma,
retraksi, murmur,bendungan vena, refluks
hepatojugular, dan kaku kuduk.
viii. Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan
nyeri tekan.
ix. Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas
jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur,
irama gallop, bising gesek perikard (pericard friction
rub)
x. Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak,
hipersonor, fremitus, batas paru-hati, suara nafas, dan
bising gesek pleura (pleural friction rub)
xi. Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling
umbilicus, distensi, caput medusa, gerakan peristaltic,
rigiditas, nyeri tekan, masa abdomen, pembesaran hati
dan limpa, bising/suara peristaltik usus, dan tanda-tanda
asites.
xii. Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus,
papula, edema skrotum.
xiii. Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis,
bengkak dan nyeri otot/tulang/sendi, edema pretibial,
akral dingin, capillary revill time, cacat bawaan.
2) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak
kira-kira 6 mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila
nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis. Pada bayi
dengan kurang bulan, kadar bilirubin mencapai puncaknya
pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan tujuh hari
kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL maka
dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis
(Suriadi & Yulliani, 2010).
b) Ultrasonograf (USG) Pemeriksaan USG digunakan untuk
mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu (Suriadi &
Yulliani, 2010).
c) Radioscope Scan Pemeriksaan radioscope scan dapat
digunakan untuk membantu membedakan hepatitis atau
atresia biliary (Suriadi & Yulliani, 2010).
1. /31
b. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan Integritas Jaringan (00044)
2) Hiperbilirubinemia Neonatal (00194)
3) Hipertermia (00007)
4) Konflik Peran Orangtua (00064)
5) Risiko Defisien Volume Cairan (00028)/31
c. Nursing Care Plan
1) Kerusakan Integritas Jaringan (00044)
Definisi:
Cedera pada membrane mukosa, kornea, system integument,
facial muscular, oto, tendon, tulang, kartilago, kapsul/sendi,
dan atau ligament.
Batasan karakteristik:
a) Nyeri akut
b) Perdarahan
c) Jaringan rusak
d) Hematoma
e) Area lokasi panas
f) Kemerahan
g) Kerusakan jaringan
NOC
Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa (1101)
Kriteria hasil:
a) Suhu kulit normal (1-5)
b) Elastisitas kulit baik (1-5)
c) Kulit terhidrasi dengan baik (1-5)
d) Tekstur kulit baik (1-5)
e) Kelembaban kulit baik (1-5)
f) Perfusi jaringan baik (1-5)
g) Pertumbuhan rambut pada kulit baik (1-5)
NIC
Manajemen cairan (4120)
Aktivitas-aktivitas:
a) Monitor ttv
b) Timbang berat badan setiap hari dan monitor status
pasien
c) Jaga intake dan hitung output
d) Monitor status hidrasi
e) Berikan cairan dengan tepat
f) Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam
pemberian makan dengan baik
2) Hiperbilirubinemia neonatal (00194)
Definisi:
Akumulasi bilirubin tak terkonjungsi di dalam sirkulasi yang
dapat terjadi setelah 24 jam kelahran.
Batasan karakteristik:
a) Profil darah abnormal
b) Memar kulit
c) Membrane mukosa kering
d) Kulit kuning sampai oranye
e) Sklera kuning

NOC
Adaptasi bayi baru lahir (00108)
Kriteria hasil:
a) Warna kulit normal (1-5)
b) Kulit bersih (1-5)
c) Berat badan dalam rentang normal (1-5)
d) Kadar bilirubin berkurang (1-5)

NIC
Fototerapi : neonates (6924)
Aktivitas-aktivitas:
a) Observasi tanda tanda warna kuning
b) Periksa serum bilirubin sesuai kebutuhan
c) Buka penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu di
matikan
d) Monitor edema pada mata, drainase, dan warna
3) Hipertermi (00007)
Definisi:
Suhu inti di kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi.
Batasan karakteristik:
f) Postur abnormal
g) Apnea
h) Koma
i) Kulit kemerahan
j) Hipotensi
k) Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
l) Gelisah
m) Letargi
n) Kejang
o) Kulit terasa hangat
p) Stupor
q) Takikardia
r) Takipnea
s) Vasodilatasi
NOC
Termoregulasi : bayi baru lahir (0801)
Kriteria hasil:
e) Berat badan dalam rentang normal (1-5)
f) Thermogenesia yang tidak menggigil (1-5)
g) Mengambil postur kehilangan panas untuk hipertermia (1-
5)
h) Penyapihan dari incubator ke bok bayi (1-5)
i) Keseimbangan asam / basa (1-5)
NIC
Perawatan Demam (3740)
Aktivitas-aktivitas:
e) Pantau suhu dan tanda tanda vital lainnya
f) Monitor warna kulit
g) Monitor asupan dan keluaran
h) Dorong konsumsi cairan
i) Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan
j) Fasilitasi istirahat
k) Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering
4) Konflik peran orang tua (00064)
Definisi:
Pengalaman kebingungan peran orang tua dan konflik
berespon terhadap krisis.
Batasan Karakteristik:
a) Ansietas
b) Prihatin tentang perubahan pada peran orang tua
c) Prihatin tentang keluarga
d) Gangguan rutinitas pengasuhan
e) Ketakutan
f) Frustasi
g) Rasa bersalah
h) Merasa tidak adekuat memenuhi kebutuhan anak
i) Merasa kehilangan kontrol terhadap keputusan yang
berkaitan dengan anak
j) Enggan berpartisipasi dalam aktivitas pengasuhan yang
biasa di lakukan
NOC:
Kinerja pengasuhan : bayi ( 2904)
Kriteria hasil:
a) Menunjukan hubungan yang saling mencintai (1-5)
b) Memberikan aktivitas perkembangan yang aman dan
sesuai usia (1-5)
c) Berinteraksi dengan bayi untuk menunjukan rasa percaya
(1-5)
d) Memberikan pengawasan yang tepat (1-5)
e) Memberikan stimulasi sensorik/motorik yang tepat (1-5)
f) Menetapkan batasan perilaku (1-5)
g) Menyediakan nutrisi sesuai usia (1-5)
h) Menggunakan strategi untuk mencegah cedera (1-5)
i) Mendapatkan bantuan dari professional kesehatan saat
gejala penyakit muncul (1-5)
NIC
Dukungan pengasuhan (caregiver support) (7040)
Aktivitas-aktivitas:
a) Mengkaji tingkat pengetahuan caregiver
b) Menyediakan informasi mengenai pasien
c) Mengajarkan caregiver mengenai pemberian terapi yang
tepat
d) Memberikan informasi kepada caregiver mengenai
dukungan pelayanan kesehatan komunitas yang dapat di
akses
e) Mengajarkan caregiver mengenai cara meningkatkan rasa
aman bagi pasien
5) Risiko defisien volume cairan (00028)
Definisi:
Pengurangan asupan dan atau retensi urine
Batasan karakteristik:
a) Hambatan mengakses cairan
b) Asupan cairan kurang
c) Kurang pengetahuan tentang asupan cairan
NOC:
Keseimbangan cairan (0601)
Kriteria hasil:
a) Tekanan darah normal (1-5)
b) Denyut nadi normal (1-5)
c) Keseimbangan intake dan output (1-5)
d) Turgor kulit baik (1-5)
e) Berat badan stabil (1-5)
f) Kelembaban membrane mukosa baik (1-5)
NIC
Monitor tanda – tanda vital (6680)
Aktivitas-aktivitas:
a) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan penapasan dengan
tepat
b) Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban
c) Identifikasi kemungkinan perubahan tanda tanda vital

I. DAFTAR PUSTAKA

 Atika, Vidia dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan kebidanan pada Neonatus,


Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media.

Dewi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Jakarta : Salemba


Medika.
Imron, R. dan D. M. (2015). Hubungan Berat Badan Lahir Rendah
dengan. Kejadian Hiperbilirubinemia Pada Bayi di Ruang
Perinatologi.

Kosim , dkk. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter


Anak

Khusna, N. (2013). Faktor Risiko Neonatus Bergolongan Darah A Atau


B dari Ibu. Bergolongan Darah O terhadap Kejadian
Hiperbilirubinemia. 

Mendri NK, Prayogi AS. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit


dan. Bahaya Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka


Pelajar.

Stoll, B. dan Kleigman, R. (2004) Jaundice and hyperbilirubinemia in the


Neewborn. In Behrman R, Kleigman R, Jenson H, eds. Nelson
Book of Pediatrics. 17 ed. Philadelphia: W.B Saunders ; 592-8 18.

Suriadi. & Yuliani, R. (2010) Buku Pegangan Praktik Klinik: Asuhan


Keperawatan pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto.

 Widagdo.2016.Keperawatan Keluarga dan. Komunitas.Jakarta Selatan:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai