Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILLIRUBIN

Keperawatan Anak

Oleh :

Nur Arief Mustaqim


72020040159

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

Hiperbilirubin
A.    Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2011). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik (Prawirohardjo, 2015).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2010).

B.     Klasifikasi
1.      Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2015):
a. Timbul pada hari kedua - ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonates
cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.
g. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2013) bila:
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
2.      Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia
bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi
kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3.      Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus
merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit
hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

C.    Etiologi
Menurut Syaifuddin 2010
1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan
darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2. Gangguan konjugasi bilirubin.
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga icterus hemolitik.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau
infeksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma, shypilis.
D.    Patofisiologi
Faktor penyebab Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah penyakit hemolitik antagonis, obat-
obatan misal: salisilat, gangguan funsi hepar. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y
dan Z berkurang, atau pada bayi infeksi hipoksia, Asidosis. Bilirubin tak terkonjugasi
akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan
mengakibatkan peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang mengakibatkan
hiperbillirubinemia Markum, H. (2011).
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim
glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi
bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan
mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin tak terkonjugasi yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak, sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan
pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari
20 mg/dl (Haws, Paulette S. 2017).
E.     Pathways

Billirubin indirek
terus bersirkulasi
ke jarigan perifer

Ikterus Neonatus

( Markum, H. (2011), (Haws, Paulette S. 2017)..


F.     Manifestasi Klinis
Menurut Syaifuddin 2010 Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita
hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari
ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang
biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak
kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak
berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus
yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis yang disertai ketegangan otot.
G.    Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.
H.    Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Syaifuddin 2010
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak
fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia
billiari.
I.       Penatalaksanaan
Menurut Syaifuddin 2010
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak
begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi
untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada
billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
8. Non Farmakologi
Menyusui bayi dengan ASI, Terapi sinar matahari
J. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Menurut Ngastiah. 2010
a. Aktivitas/ Istirahat
Letargi, malas
b. Sirkulasi
Mungkin pucat, menandakan anemia, nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur
dalam normal (120-160x/mnt)
c. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja
berwarna pucat. Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat, feses mungkin
lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin, urine gelap pekat, hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze).
d. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum  ( reflek menghisap dan menelan lemah) sehingga BB
bayi mengalami penurunan. Riwayat pelambatan / makanan oral buruk, palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfe, hepar.
e. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun, letargi, malas
f. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik
g. Personal Hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
h. Pernafasan
Mungkin dangkal, tidak teratur,pernafasan diafragmatik intermitten atau periodik (40 –
60x/mnt). Pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, atau substernal, atau derajat
sianosis mungkin ada. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi menanda sindrom disters
pernafasan (RDS)
i. Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan fontanel karena ketidak
adekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat, kepala kecil dengan dahi menonjol,
batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas, dagu maju. Tonus otot dapat
tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas dan keterbatasan gerak,
pelebaran tampilan mata. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, kehilangan refleks moro mungkin terlihat.
j. Makanan / cairan
Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering,
pecah – pecah, dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan. Penurunan masa otot,
khususnya pada pipi, bokong dan paha, ketidakseimbangan metabolik dengan
hipoglikemia atau hipokalsemia.
Diagnosa Keperawatan
a. Ikterus Neonatus b.d kesulitan transisi kehidupan ekstra uterin
b. Kerusakan integritas kulit b.d Fototerapy.
c. Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses fototerapi.
d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua
(Doengoes, dalam E Marlynn. 2012)
Intervensi Keperawatan
NO Dx. Keperawatan NOC NIC
1 Ikterus Neonatus Setelah dilakukan asuhan 1. Fototerapi: neonates
b.d neonates keperawatan, maka a. Kaji ulang riwayat maternal dan bayi
mengalami didapatkan kriteria: mengenai adanya faktor risiko terjadinya
kesulitan transisi 1. Adaptasi bayi baru lahir hyperbilirubinemia.
kehidupan ekstra a. Warna kulit b. Observasi tanda-tanda (warna) kuning.
uterin, b. Mata bersih c. Periksa kadar serum bilirubin, sesuai
keterlambatan c. Kadar bilirubin kebutuhan, sesuai protokol dan permintaan
pengeluaran 2. Organisasi dokter.
mekonium, (Pengelolaan) bayi d. Edukasikan keluarga mengenai prosedur
penurunan berat premature dalam perawatan isolasi.
badan tidak a. Warna kulit e. Tutup mata bayi, hindari penekanan yang
terdeteksi, pola 3. Fungsi hati , resiko berlebihan.
makan tidak tepat gangguan. f. Ubah posisi bayi setiap 4jam per protokol.
dan usia ≤ 7 hari. a. Pertumbuhan dan 2. Monitor tanda vital
perkembangan bayi a. Monitor nadi, suhu, dan frekuensi
dalam batas normal pernapasan dengan tepat.
b. Tanda-tanda vital bayi b. Monitor warna kulit, suhu, dan
dalam batas normal kelembaban.
2 Resiko kerusakan Tissue integrity : skin and Tissue integrity
integritas kulit b/d Mucous membrance a. hindari kerutan pada tempat tidur.
pigmentasi  Suhu tubuh dalam b. jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
(jaundice) rentang normal 36º C - kering.
hipertermi, 37º C. c. Mobilisasi klien setiap 2 jam sekali.
perubahan turgor  Hidrasi dalam batas d. Monitor adanya kemerahan.
kulit, eritemia. normal e. Oleskan lotin/baby oil pada daerah yang
 Keutuhan kulit tertekan.
 Pigmentasi dalam batas f. Mandikan dengan air hangat.
normal.
3 Risiko cedera b.d Setelah dilakukan Environment Management (manajemen
peningkatan kadar asuhan keperawatan, lingkungan).
bilirubin dan maka didapatkan a. Sediakan lingkungan yang aman untuk
proses fototerapi. kriteria: pasien.
1. Kontrol Resiko cidera b. Menghindari lingkungan yang berbahaya.
2. Terbebas dari cidera. c. Monitor kadar bilirubin, Hb, HCT
sebelum dan sesudah tansfusi tukar.
d. Monitor tanda vital.
e. Mempertahankan system
kardiopulmonary.
f. Mengkaji kulit pada abdomen.
g. Kolaborasi pemberian obat untuk
meningkatkan transportasi dan konjugasi
seperti pemberian albumin atau pemberian
plasma.
h. Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
4 Kurangnya Setelah dilakukan Information
pengetahuan asuhan keperawatan, a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien.
berhubungan maka didapatkan b. Ajak orang tua untuk diskusi dengan
dengan kurangnya kriteria: menjelaskan tentang fisiol.ogis alasan
pengalaman orang orang tua memahami perawatan dan pengobatan
alasan pengobatan dan c. Libatkan dan ajarkan orang tua dalam
berpartisipasi dalam perawatan bayi
perawatan bayi d. Jelaskan komplikasi dengan mengenal
(pemberian minum dan tanda dan gejala, lethargi, kekakuan otot,
menangani popok) menangis terus, kejang dan tidak  mau
makan dan minum, meningkatnya
temperatur, dan tangisan yang melengking
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.
Ngastiah. 2010. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Prawirohadjo, Sarwono.2015. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2010. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2012. Rencana Perawatan Maternal /
Bayi. EGC. Jakarta
Markum, H. (2012). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Haws, Paulette S. 2017. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak. Jakarta: TIM
Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai