Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBIN


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
ABDULAH
A11701511
Keperawatan Program Sarjana 3A

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI HIPERBILIRUBIN
Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 133)
Hiperbilirubinemia (icterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 2009)
Hyperbilirubin adalah suatu kondisi bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. (Hidayat,
2008: 94)
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila
kadar bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer, 2008).
Hyperbilirubinemia tak terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum
indirek ≥ 1 mg/ dl untuk bayi cukup bulan atau ≥ 4-5 mg/ dl untuk bayi
premature. Hyperbilirubinemia terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum direk
≥ 3 mg/ dl atau fraksi > 10% sampai 15% bilirubin serum total. Hal ini
disebabkan keegagalan bilirubin terkonjugasi diekskresikan dari hepar
(hepatosit) ke duodenum karena deefisiensi sekresi atau aliran empedu
sehingga menyebabkan cedera sel hepar. (Haws, 2007: 202)

B. ETIOLOGI
1) Hiperbilirubin
Nelson, (2011), etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan
fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel
hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek
yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi
atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. Etiologi ikterus yang
sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik,
inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk
jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas.

Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD,


defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-
Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan
hemoglobinopati. (Mathindas, dkk , 2013).
1. Gangguan Integritas Kulit
a. Agen cedera kimiawi
b. Ekskresi
c. Kelembapan
d. Hipertermia
e. Hipotermia
f. Lembab
g. Tekanan pada tonjolan tulang
h. Sekresi
i. Gangguan volume cairan
j. Nutrisi tidak ade kuat
k. Faktor psikogenik

C. MANIFESTASI KLINIS
1) Tampak ikterus; sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice
yang tamapak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu diabetic atau infeksi. Jaundice yang
tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan memuncak pada hari ke
lima sampai tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
2) Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirrubin direk) kulit tampak beerwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus berat.
3) Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat. (Suriadi
dan Yuliani, 2010: 134)
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007).
Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau
jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan
warna kuning kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat
ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total < 12 mg
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi
fisiologis) (Sarwono et al, 2005).
Gambaran klinik ikterus patologis:
a. Timbul pada umur < 36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Dasar : proses patologis (Sarwono et al, 2005).
Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit
serta membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam
pertama sejak bayi lahir disebabkan oleh penyakit hemolitik, sepsis
atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice yang tampak pada
hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-3 sampaike-
4 serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya merupakan
jaundice fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah,
anorexia, fatique, warna urine gelap, warna tinja seperti dempul,
letargi (lemas), kejang, tak mau menetek, tonus otot meninggi dan
akhirnya opistotonus. (Ngastiyah, 2005).
D. KLASIFIKASI
1) Ikterik Fisiologis
Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kemicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah,
1987), dan (Calhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
a. Timbul pada hari kedua – ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melewati 5 mg%
perhari.
d. Kadar bilirubin direk < 1 mg%
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
g. Ikterus yang memungkinkan menjadi patologis atau
hyperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai
berikut(Surasmi, 2003) bila:
- Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
- Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24
jam.
- Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada
neonates < bulan dan 12,5 mg% pada neonates cukup
bulan.
- Icterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36
minggu, asfiksia, hipoksia, gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
2) Ikterus patologis
Menurut Tarigan (2003) adalah suatu keadaan dimana kadar
konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi unuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Blown menetapkan hyperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3) Kern Ikterus
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, thalamus subtalamus, hipokampus,
nucleus merah, dan nucleus pada dasar ventrikus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan
pada neonatus cukup bulan dengan berat (> 20 mg%) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis terbentuk kelainan saraf simpatis
yang terjadi secara kronik. (Ngastiyah, 2009)

E. PATOFISIOLOGI

Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin


serum total yang lebih dari 5 mg/ dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal
untuk memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuan untuk
mengekskresikannya. Dari definisinya, tidak ada ketidaknormalan lain atau
proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada kulit dan
membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak ter-konjungsi.
Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua
atau sel darah merah yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah
merah mengalami pergantian yang lebih tinggi dan waktu hidup yang lebih
pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi bilirubin lebih tinggi.
Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan factor yang membatasi ekskresi
bilirubin.
Bilirubin tak terkonjugasi atau indirek bersifat larut lemak dan mengikat
albumin plasma. Bilirubin kemudian diterima oleh hati, tempat konjugasinya.
Bilirubin terkonjugasi atau direk diekskresikan dalam bentuk empedu ke dalam
usus. Di dalam usus, bakteri meerubah bilirubin terkonjugasi atau direk
menjadi urobilinogen. Mayoritas urobilinogen yang sangat mampu larut
diekskresikan kembali oleh hepar dan dieliminasi ke dalam feses, ginjal
mengekskresikaan 5% urobilinogen. Peningkatan kerusakan sel darah merah
dan ketidakmatangan hepar tidak hanya menambah peningkatan kadar
bilirubin, tetapi bakteri usus lain dapat mendekonjugasibilirubin, yang
memungkinkan reabsorpsi ke dalam sirkulasi dan selanjutnya meningkatkan
kadar bilirubin. (Betz, 2009: 207)

F. PATHWAY
Peningkatan Sirkulasi
Enterohepatik

Gangguan Fungsi Hati Gangguan Transportasi

Peningkatan HYPERBILIRUBIN Gangguan Ekskresi


Produksi Bilirubin

Peningkatan
Bilirubin Direk Bilirubin Indirek Fototerapi Pemecahan Bilirubin

Toksik pada Perubahan Pengetahuan Pengeluaran Cairan


jaringan Suhu Orang Tua Empedu di usus
Lingkungan Kurang

Gangguan Integritas Kurang Pengeluaran volume


Kulit Saraf Aferen Pengetahuan cairan dan intake

Hipotalamus

Vasokontriksi

Penguapan

Hipertermi

G. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :


a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat
ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar
bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh
proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau
(menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin).
Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar
bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin
tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan
dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini.
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto
yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah
larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar
(Mansjoer et al, 2007).

Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:


a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs
direct positif (Hassan et al, 2005).

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan


sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas
mungkin dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak
yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh
bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi
dengan hemolisis.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (Pemeriksaan Darah)
a. Pemerksaan bilirubin serum
b. Hb, HCT, Hitung darah lengkap
c. Protein serum total
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu, dan
membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic
3. Radioisotop Scan, dapat di gunakan untuk membantu membedakan
hepatitis dan atresia billiari.
4. Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma.
5. Biopsy Hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra selain
itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, dan
hepatoma.
TINJAUAN KEPERAWATAN

I. FOKUS PENGKAJIAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI Ny. T DENGAN HIPERBILIRUBIN

Hari/Tgl Masuk RS : Selasa, 26 November 2019


Jam : 09.00 WIB
Tgl Pengkajian : 26 November 2019
Jam : 10.00 WIB
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien:
Nama : Bayi Ny. T
Usia : 3 Hari
TTL : Kebumen, 23-11-2019
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Badan : 2600 gram
PB/TB : 40 cm

Identitas Orang Tua :


a. Ayah :
Nama : Tn. K
Usia : 28 thun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Gombong
b. Ibu :
Nama : Ny. T
Usia : 22 thun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Gombong
2. Keluhan Utama : Bayi berwana kuning

3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan Saat ini
Bayi tampak kuning di area dada dan paha, suara nafas
bronkovesikuler, RR : 50 x/mnt, N : 100 x/mnt, S : 37oC.
b. Riwayat kesehtan dahulu
Bayi belum pernah sakit sebelumnya
c. Riwayat kesehatan Keluarga
Orang tua bayi mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami
kuning sebelumnya, dan dari keluarga tidak ada riwayat penyakit
yang dapat diturunkan seperti DM, Asma dan dalam keluarga juga
tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC.
d. Keluhan saat dikaji
Bayi dalam keadaan lemah, klien muntah, mendapat foto therapy
dan tampak kuning diseluruh permukaan tubuh.
e. Riwayat Perjalanan Penyakit
Bayi lahir secara spontan di Rumah Bersalin Ibunda, saat lahir bayi
langsung menangis kuat, lahir jam 12.40 WIB dengan BBL 2600
gr, PB : 40 cm, LK : 34 cm, ibu bayi dengan APB  placenta
previa, datang ke RS lewat IGD pada tanggal 13-11-19 dan dibawa
keruang nicu pada tanggal 13-11-19 jam 17.40 WIB dengan
keluhan nafas cepat, dan nampak kuning di dada dan paha.
f. Riwayat Kehamilan ( P1 A0 )
Usia kehamilan : 47-48 minggu
Anak ke : 1 (Satu)
Penyakit ibu :-
Gerakan janin : dirasakan
Hamil ke : 1 (Satu)
Rencana KB : setelah bayi lahir ibu disarankan steril  ibu
setuju
ANC : posyandu 4x teratur, bidan 2x teratur.
TT : 2x lengkap

g. Keluhan Saat Hamil


Trimester 1 : Mual muntah pada pagi hari
Trimester 2 : Mual Muntah, Tapi jarang
Trimester 3 : Puggung sakit dan susah untuk istirahat

h. Riwayat Persalinan
Bayi lahir : 13 November 2019 jam 12.40 WIB, dengan
normal
BBL. PB,LK : 2600 gr, 49 cm, 34 cm.

i. Riwayat Bio, psiko, sosial, spiritual.


1) Pola respirasi :
Klien terlihat nafas cepat, RR : 50 x/mnt.
2) Nutrisi
Klien masih dipuasakan, kebutuhan klein akan nutrisi 240
cc/ 24 jam. Karena BB klien saat dikaji 2400 kg masuk pada
hari ke 3 kelahiran dan dikalikan dengan jumlah cairan
yang dibutuhkan dan ditambah 30 cc dikarenakan klien
mendapat foto therapy.
3) Eliminasi
Saat dikaji klien BAB 3x dan BAK 5x, warna feces hitam
kehijau-hijauan.
4) Aktifitas
Segala kebutuhan klien dipenuhi oleh ibunya dan perawat
ruangan, aktivitas klien berada dalam boks bayi dibawah
sinar foto therapy selama 6 jam dan diistirahatkan selama 2
jam dan dilanjutkan kembali hingga kadar bilirubinnya
turun.

5) Istirahat tidur
Klien dapat tidur dengan nyenyak,klien sering bangun dan
menangis karena popoknya basah akibat BAK dan BAB
serta karena haus.
6) Suhu tubuh
Suhu tubuh bayi pada saat pengkajian 37 oC
7) Personal hygiene
Bayi dimandikan dengan diseka 1 kali sehari dan
kebersihan bayi dibantu oleh perawat dan ibu, popok
diganti setiap kali popok basah oleh urin dan feses.

4. Pemeriksaan Fisik.
a. Reflek menggenggam : Lemah
b. Refleks menghisap : Lemah
c. Kekuatan menangis : Lemah
d. BB : 2300 kg, LK : 34 cm, LL : 14 cm, PB : 40 cm.
e. Kepala : Rambut hitam, bagian depan
dicukur, infus terpasang 12 tts/mt KA EN IB, tidak ada lesi
dikulit kepala.Lingkar kepala 34 cm
f. Wajah : Warna wajah terlihat kuning, tidak
ada lesi pada wajah, kulit bersih.
g. Leher : Tidak ada kelainan (pembesaran
kelenjar tiroid/distensi vena jugolaris)
h. Mata : Mata klien semetris tidak ada lesi
pada kedua mata, Sclera ikterik, konjungtiva anemis, reflek
cahaya +/+, diameter pupil kanan kiri 2mm/2mm.
i. Hidung : Tidak ada lesi pada hidung, lubang
hidung bersih.
j. Bibir : Mukosa bibir lembab, lidah klien
berwarna merah keputih putihan, ada bekas muntah di sudut bibir
klien.
k. Telinga : Bentuk simetris, tidak ada serumen
l. Dada : Dada terlihat kekuningan.
1) Paru Paru
I : Tidak ada penggunaan otot bantu nafas, tidak terlihat
cuping hidung, tidak ada kelainan bentuk dada.
P: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri.
P: Suara sonor
A: Bronkovesikuler
2) Jantung
I: Iktus Kordis tidak nampak
P: Iktus Kordis tidak teraba
P: Suara pekak
A: S1 dan S2 (Lub dup) normal.
m. Abdomen :
I : Tidak ada lesi
A: Bising Usus 8x/mnit
P: Tidak teraba massa di seluruh area perut
P: timpani

n. Ektermitas : atas bawah tidak ada lesi, kuku klien pendek,


gerak aktif. Pada Paha, terlihat kekuningan.
o. Genetalia : Bersih, tidak ada lesi
p. Integumen : Kulit tampak pucat, kekuningan di daerah dada
dan paha, cubitan kulit perut kembali cepat.
5. Pemeriksaan Penunjang
Tgl : 26 November 2019
Hemoglobin : 16,6 g/dL
Lekosit : 19.000 103/μl
Eritrosit : 4,61 juta/μl
Trombosit : 279.000 103/μl
Hematokrit : 48,2 %

6. Terapi
IVFD : KA-EN 1B 12 tts/mnt
Cefotaxim : 2x 125 mg IV
Spuling dengan NACL

J. ANALISA DATA

No Tanggal Data Fokus Problem Etiologi


1 26 DS: Gangguan Hipertermia
November Ibu pasien mngatakan integritas kulit
2019 bayinya tampak kuning
08:30 DO:
Bayi tanpak kuning di
area dada, dan paha.
N:100x/menit
S: 37◦C
RR: 55x/ menit

2 26 DS: Defisiensi Kurangnya


November Ibu pasien mengatakan kurangnya pengetahuan
2019 binggung dengan sakit pengetahuan
08:30 bayinya dan selalu
bertanya bagaimana
perawatan pada
bayinya.
DO:
-Ibu klien tampak cemas
dan binggung.
-Ibu klien selalu
menanyakan perawatan
apa yang mau di berikan
agar bayinya cepat
sembuh.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Resiko gangguan integritas kulit b.d Hipertermia
2) Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya pengetahuan

L. INTERVENSI KEPERAWATAN
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Resiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen terapi radiasi
gangguan keperawatan selama 1x24 jam (6600)
integritas diharapkan masalah resiko 1. Berikan informasi kepada
kulit b.d integritas kulit dapat teratasi keluarga dengan efek
hipertermia dengan kriteria hasil: radiasi pada sel maliga.
Kontrol resiko: Hipertermia 2. Diskusikan kebutuhan
(1922) perawatan kulit seperti
Indikator A T mempertahankan
Monitor 2 4 tanda/warna untuk radiasi.
lingkungan terkait 3. Monitor dari efek saming
faktor yang pengobatan
meningkatkan suhu 4. Monitor perubahan pada
tubuh (192222) integritas kulit dan
modifikasi 2 4 lakukan pengobatan
lingkungan sekitar dengan tepat
untuk mengontril
suhu tubuh
(192207)
Monitor perubaan 2 4
setatus kesehatan
(192223)
Menyesuaikan 2 4
suhu untuk
menghangatkan
tubuh(192219)
Keterangan:
1 : tidak pernah menunjukan
2 : jarang menunjukan
3 : kadang kadang
menunukan
4 : sering menunjukan
5 : secara konsisten
menunjukan

2 Defisiensi Setelah dilakukan tindakan Pengajaran proses penyakit


pengetahuan keperawatan selama 1x24 jam (5603)
b.d diharapkan masalah defisiensi 1. Jelaskan patofisiologi
pengetahuan pengetahuan dapat teratasi penyakit dan
dengan kriteria hasil: bagaimana
Pengetahuan; Proses hubungannya dengan
peyakit (1803) anatomi dan fisiologi,
sesuai kebutuhan
Indikator A T 2. Jelaskan tanda dan
Efek fisiologi 2 5 gejala yang umum
penyakit (180305)
Tanda dan gejala 2 5 dari penyakit, sesuai
penyakit (180306) kebutuhan.
Proses peralanan 2 5 3. Jelaskan mengenai
penyakit biasanya proses penyakit.
(180307) 4. Berikan informasi
Tanda dan gejala 2 5 kepada keluarga
komplikasi mengenai
penyakit (180310) perkembangan pasien.
Keterangan: 5. Diskusikan pilihan
1 : tidak ada pengetahuan terapi /penanganan.
2 : pengetahuan terbatas
3 : pengetahuan sedang
4 : pengetahuan banyak
5 : pengetahuan sangat
banyak
DAFTAR PUSTAKA

Mathiands S., Wilar R., Wahami A. 2013. Hiperbilirubinemia pada Neonatus.


Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1.

Nugraheni B. D. H., dkk. 2016. Pengaruh Pemberian Leaflet dan Penjelasan


Terhadap Pengetahuan Ibu Mengenai Hiperbilirubinemia Neonatorum.
Jurnal Kedokteran Diponegoro, volume 5, nomor 2.

Murray, R.K., et al. 2009. Edisi Bahasa Indonesia Biokimia Harper. 27th edition.
Alih bahasa Pendit, Brahm U. Jakarta : EGC

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai