Anda di halaman 1dari 24

HIPERBILIRUBIN PADA BAYI

A. Definisi
a. Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2007). Nilai normal bilirubin
indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
b. Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2007).
c. Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2009).

B. Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi
cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita
dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.

C. Klasifikasi
a. Ikterik fisiologis
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai
suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah
ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah,
1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
1. Timbul pada hari kedua - ketiga.

1
2. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
4. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
7. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut Menurut
(Surasmi, 2003) bila
 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
 Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24
jam.
 Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada
neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan.
 Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
 Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

b. Ikterus Patologis
Menurut Tarigan, (2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

2
c. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,
hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%)
dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak
bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf
simpatis yang terjadi secara kronik. (Ngastiyah, 2009).

D. Etiolog
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut (Ngastiyah, 2009) :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul
karena adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
7. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:
8. Produksi yang berlebihan
9. Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup
dan sepsis.
10. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.

3
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
11. Gangguan transportasi
12. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
13. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia,
hipotiroidjaundice ASI
Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis.
Rumus Kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin

1 Kepala dan Leher 5 mg%

2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg%

3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan 11 mg%


tungkai

4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki dibawah 12 mg%


lutut

5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 mg%

4
Metabolisme Bilirubin
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran
hemoglobin ,dan
25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan pirolase .satu gram bilirubin
yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin .bayi cukup bulan akan
menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam bentuk bilirubin
indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16
mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka,
bilirubin akan masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang
memudahkan terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma
lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia,
hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil
transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi
kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin.
sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya
masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).

E. Manifestasi Klinisi
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1.Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis
sebagian otot mata dan displasia dentalis)
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik)
pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

5
F. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain :
bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya
opistotonus

G. Patofisiologi
1. Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
2. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
3. Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.
4. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,2007)

6
Sumber : ( AH, Markum,2007)

H. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih
dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan
keadaan yang tidak fisiologis.
2. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3. Protein serum total.
4. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
5. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.

7
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
2. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic
3. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma

J. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Pemberian ASI
b. Foto terapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of
fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang

8
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan
dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum
Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /
dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.

c. Tranfusi PenggantiTransfusi Pengganti atau Imediat


diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau
24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada
minggu pertama.

9
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi
Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan
meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.
d. Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat
ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menja dipertentangan karena
efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin
dengan mengeluarkannya lewat urinesehingga menurunkan siklus
Enterohepatika(Ngastiyah, 2009).

10
K. Pengkajian
ASUHAN KEPERAWATAN

1. . Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama,
apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu
baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak
denagn penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu, adakah
riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya
riwayat gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
2. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
5. Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .
B. Pola Kebutuhan sehari-hari.
Data dasar klien:
1. Aktivitas / istirahat : Latergi, malas
2. Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia.
3. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, Pasase mekonium mungkin lambat,
Feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin,Urine gelap
pekat, hitam kecoklatan ( sindrom bayi bronze )

11
4. Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih mungkin
disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen dapat menunjukkan
perbesaran limfa, hepar.
5. Neurosensori : Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung
punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernafasan : Riwayat afiksia
7. Keamanan : Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus , Tampak ikterik
pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh, kulit hitam
kecoklatan sebagai efek fototerapi.
8. Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal: keturunan etnik,
riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakithepar,distrasias
darah (defisit glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu,
mencerna obat-obat (misal: salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor
penunjang intrapartum, misal: persalinan pratern.
C. Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat
pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh
(clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati
(tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa
(splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender,
kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek
menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan
melengking
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
2. Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL kadar
indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam, atau
tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada
bayi pratern.
3. Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.

12
4. Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
E. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak seimbangan volume cairan berhubungan dengan pemajanan sinar (panas) yang
lama sekunder foto terapi, belum matangnya sistem pencernaan bayi karena bayi lahir
berat rendah.
2. Gangguan thermogulasi ( Peningkatan suhu badan) berhubungan dengan pemajanan
panas yang lama sekunder foto terapi
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan denga peningkatan bilirubin dikulit dan
efek foto terapi

F. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA RASIONAL
& DATA TINDAKAN
HASIL
PENUNJANG
 Monitor TTV  Mengetahui
NOC setiap 2 jam, perubahan suhu
o Nutritional Status tingkat bayi terkait
: food and Fluid
kesadaran dengan
Intake
:Setelah dilakukan  Monitor berat penurunan suhu

Ketidakseimbangan tindakan keperawatan badan bayi tubuh bayi.


nutrisi kurang dari selama2X24  Pertahankan  Mengetahui
kebutuhan tubuh
Berhubungan JAM.nutrisi kurang intake 8cc asi dan
dengan : teratasi dengan  Pantau jumlah membandingka
Ketidakmampuan
untuk memasukkan indikator: residu n bb bayi
atau mencerna  Albumin dalam  Untuk menjaga
nutrisi oleh karena
faktor belum rentang normal keseimbangan
sempurnanya organ  Penurunan bb nutrisi bayi
pencernaan
tidak lebih dari  Untuk
10%/2hari mengetahui
 Turgor kulit baik jumlah residu
 Jumlah intake dan sebagai
dan output patokan
seimbang pemberian
intake
NOC NIC  Untuk
Resiko Perubahan
Thermogulasi  Monitor suhu mengetahui
suhu tubuh (
sesering
Setelah dilakukan apakah ada
Peningkatan suhu mungkin
 Monitor warna

13
badan) tindakan keperawatan kulit penigkatan
 Tanda-tanda
berhubungan dengan selama 2 x 24 jam suhu tubuh
vital
pemajanan panas peningkatan suhu tubuh  Monitor pada bayi
penurunan
yang lama sekunder dapat diatasi dengan  Untuk
tingkat
foto terapi kriteria hasil : kesadaran mengetahui
 Monitor Turgor
 Suhu 36 – 37C perubahan
Kulit
 Nadi dan RR  Monitor Gerak warna kulit
dalam rentang bayi
 Untuk
normal
mengetahui
tingkat
kesadaran bayi
 Untuk
mengetahui
keatifan bayi
NOC NIC  Agar kulit bayi
 Tissue integrity - Jaga kulit agar tidak iritasi dan
: skin and tetap bersih
menimbulkan
mucous dan kering
membranes - Monitor kulit luka
akan adanya
kemerahan  Untuk
Setelah dilakukan asuhan
- Kaji mengetahui
keperawatan selama 2 x lingkungan
dan peralatan warna kulit
24 jam risiko kerusakan
yang  Agar tidak ada
Resiko kerusakan integritas kulit dapat menyebabkan
tekanan alat/benda
integritas kulit diminimalkan dengan
yang di pakai
berhubungan denga kriteria hasil :
bayi
peningkatan  Tidak ada luka menimbulkan
bilirubin dikulit dan dan lesi pada iritasi pada
efek foto terapi kulit kulit
 Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan

 Menunjukan
terjadinya proses
penyembuhan
luka

14
A.ANALISA DATA
No Data Masalah Penyebab
1 S:- Resiko tinggi perubahan Foto terapi
suhu badan
O:
 Sklera kuning
 Ikterus ( + ) Bil total 12.6 mg, SpO2
97%, N: 121
 Tanggal 28-29 mulai jam 18:00-18:45
WIB dilakukan foto terapi. Posisi
terlentang. Suhu badan 36.7 0 C. BB
1850 gr.

2 S:- Resiko kerusakan Peningkatan


integritas kulit kadar bilirubin
O:
 UK 33 minggu
 Tali pusat Kering,
 Ikterik (+), Turgor Kulit sedang,
gerak bayi aktif,
 Suhu badan 36.7 0 C.
 turgor cukup. BB 1850 gr.
 Kulit tangan tampak
Banyak mengelupas
3 DS : Ketidak seimbangan Belum matangnya
DO: kekurangan nutrisi sistem pencernaan
 bayi memiliki berat badan dibawah bayi kurang dari kebutuhan bayi karena bayi

normal yaitu 1850gr, bayi bergerak tubuh. prematur

aktif, menangis kuat, terpasang OGT.


 Terpasang infus pum KA-EN 1B pada
tangan kanan 10ml/jam
 UK 33 minggu

15
 Residu -2.5CC

 Minum asi 8cc/3jam x


 BBS 1850gr

 BBL 2000gr

DIAGNOSA TINDAKAN KEPERAWATAN


KEPERAWATA
TUJUAN & KRITERIA RASIONAL
N & DATA TINDAKAN
HASIL
PENUNJANG
NOC NIC  Mengetahui
o Nutritional Status :  Monitor TTV perubahan suhu
food and Fluid
setiap 2 jam, bayi terkait dengan
Ketidak Intake
:Setelah dilakukan tingkat penurunan suhu
seimbangan
tindakan keperawatan kesadaran tubuh bayi.
nutrisi kurang dari
selama2X24  Monitor berat  Untuk
kebutuhan tubuh
JAM.nutrisi kurang badan badan memngetahui
Berhubungan
teratasi dengan  Pertahankan penurunan atau
dengan :
indikator: intake 8cc asi penambahan bb
Ketidakmampuan
 Penurunan bb  Cek residu bayi
untuk
tidak lebih dari setiap 3 jam  Memberikan nutrisi
memasukkan atau
10%/2hari sekali pada bayi
mencerna nutrisi
 Turgor kulit  Kolaborasi  Untuk
oleh karena faktor
baik kepada ahli mempertimbangang
belum
 Jumlah intake gizi untuk kan pemberian
sempurnanya
dan output pemberian intake
organ pencernaan
seimbang nutrisi
 TTV dalam
rentang
normal
Resiko hipertemi NOC NIC  Untuk mengetahui
berhubungan Thermogulasi  Monitor apakah ada
suhu setiap
dengan penigkatan suhu
2 jam
thermogulasi Setelah dilakukan sekali tubuh pada bayi
 Monitor
pemajanan panas tindakan keperawatan
warna  Untuk mengetahui
yang lama selama 2 x 24 jam kulit perubahan warna
 Tanda-
sekunder foto risiko hipertermi dapat
tanda vital

16
terapi diminimalkan dengan  Monitor kulit
penurunan
kriteria hasil :  Untuk mengetahui
tingkat
 Suhu 36 – 37C kesadaran tingkat kesadaran
 Nadi dan RR dalam  Monitor
bayi
Turgor
rentang normal Kulit  Untuk mengetahui
 Monitor
Gerak bayi keaktifan bayi
NOC NIC  Agar kulit bayi
 Tissue integrity : - Jaga kulit agar tidak iritasi dan
skin and mucous tetap bersih
menimbulkan luka
membranes dan kering
- Monitor kulit  Untuk mengetahui
akan adanya
Setelah dilakukan apakah ada iritasi
kemerahan
Resiko kerusakan
asuhan keperawatan - Periksa warna atau tidak
integritas kulit kulit setiap 6
selama 2 x 24 jam
jam sekali  Untuk mengetahui
berhubungan
resiko kerusakan - Kolaborasi warna kulit
denga dengan ahli
integritas kulit dapat
fisioterapi  Untuk menurunkan
peningkatan
dikurangi dengan untuk tinfakan kadar bilirubin
bilirubin dikulit foto terapi
kriteria hasil :
dan efek foto
 Tidak ada luka atau
terapi
lesi
 Integritas kulit yang
baik mampu di
pertahankan
 Tidak terjadi iritasi

17
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama pasien : By E
Ruangan : Peristi
Diagnosa Medis : Berat Bayi Lahir Rendah dengan Hiperbilirubin

No No DK/MK Waktu PERKEMBANGAN (SOAPIE) TANDA TANGAN


Ketidak seimbangan 27/7/15 I: Memberi pasi 8ccx3jam,
nutrisi dari kebutuhan 13.00 E
tubuh berhubungan S:-
dengan ketidak O: suhu bayi 36,7°C, nadi
1 mampuan memasukan 121x/menit , bergerak aktif
dan mencerna karena SpO2 97%, menangis sedang,
factor belum feces -, urine +, residu -2.5 cc
sempurnanya organ asi, infus KA-EN 1B 10ml
pencernaan
I:

 Rencana Foto terapi


jam 18:00wib

 Hasil lab billirubin total


12.6mg/dl
Resiko Hipertemi
berhubungan dengan
22/7/15
2 pemajanan panas yang E
12.30
lama sekunder foto S: -
terapi O: Bayi bergerak aktif, suhu bayi
36,7°C, HR 121x/menit ,
bergerak aktif
SpO2 97%,

Resiko kerusakan I : Mengganti pampers bayi


integritas kulit
berhubungan denga 27/7/15 E
3
peningkatan bilirubin 12.30 S: bayi menangis sedang
dikulit dan efek foto O: Kulit bagian tangan bayi
terap mengelupas, FT 24 jam
Ketidak seimbangan S : Ibu bayi mengatakan
28/7/15
1 nutrisi dari kebutuhan badannya biasa saja dan kadang
08.00
tubuh berhubungan menggigil.

18
dengan ketidak O: Suhu pada hari kedua 37°C,
mampuan memasukan RR 46, N130, SpO2 93%, Feses
dan mencerna karena - , Urine +, residu 2,5 cc asi
factor belum
sempurnanya organ A: masalah belum teratasi
pencernaan P: Lanjutkan intervensi
 Monitor TTV setiap 2
jam, tingkat kesadaran
 Monitor berat badan
bayi
 Cek residu 3 jam sekali
 Monitor suhu
llingkungan
 Pertahankan intake 8cc
asi
I:
 Memberikan ASI 8 cc
melalui oral

S: -

O:

 Bayi aktif ,warna masih


kulit sedikit
kekuningan.

 KU baik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
 Monitor TTV
 Tingkatkan intake
S: -
O:
Resiko Hipertemi
 Bayi gerak aktif
berhubungan dengan
28/7/15  TTV S 37º, RR 46,
2 pemajanan panas
15.00 N130,
yang lama sekunder
A: Masalah teratasi
foto terapi

P: Stop Intervensi

19
I:

E:
S: -
O:
A: Masalah teratasi
P: Stop intervensi
 Bayi gerak aktif
 TTV S 37.1ºC, RR 46,
HR 130

S:
O:
 bayi terlihat kecil,
 kulit bayi masih kuning
 Sclera ikterik
 Kulit di tangan
mengelupas

A: Masalah belum teratasi

Resiko kerusakan P: Lanjutkan intervensi


integritas kulit  Jaga kulit agar tetap
berhubungan denga 2/7/15 bersih dan kering
3  Monitor kulit akan
peningkatan bilirubin 15.00 adanya kemerahan
dikulit dan efek foto  Kaji lingkungan dan
peralatan yang
terapi menyebabkan tekanan

I: Mengganti pampers pada bayi

E:
S:-
O:

 Bayi bergerak aktif.


Bayi berwarna merah
kulit tipis transparan

 Bayi masih beradaptasi

20
dengan lingkungan

A: Masalah belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi
 Mengganti pampers
pada bayi
 Mengobservasi keadaan
kulit

No DK/MK Waktu PERKEMBANGAN (SOAPIE) TANDA TANGAN


S:
O:
 Suhu 37.1°C, RR 58, N125,
SpO2 93%, Feses - , Urine +
 BB bayi 1800gr
 Residu 2.7cc asi
 Bayi sudah selesai foto terapi
 Hasil lab
Ketidak seimbangan
Bill Total 11.04
nutrisi dari kebutuhan
Bill direk 1.84
tubuh berhubungan
dengan ketidak
A: Masalah belum teratasi
mampuan 29/7/15
1 P: Lanjutkan intervensi
memasukan dan 08.00
 Monitor TTV setiap 2 jam,
mencerna karena
tingkat kesadaran
factor belum
 Monitor berat badan bayi
sempurnanya organ
 Pertahankan intake 8cc asi
pencernaan
I:
 Memberikan ASI 8 cc
melalui OGT
S: -

O:

 TTV S 37, RR 56, N130,

21
Bayi aktif namun masih
sedikit kekuningan.

 KU baik
 Residu -1cc asi

 Bab frekuensi 5x
 Bak frekuensi 5 kali

 Berat badan bayi 1800gr


A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
 Monitor TTV
 Tingkatkan intake
Resiko Hipertemi S: -
2 berhubungan dengan O:
pemajanan panas  Bayi gerak aktif
yang lama sekunder  TTV S 37.1ºC, RR 58, N125
foto terapi A: Masalah teratasi

P: Stop Intervensi

I:
29/7/15

E:
15.00
S: -
O:
A: Masalah Teratasi
P: Stop Intervensi
 Bayi gerak aktif
 TTV S 37ºC, RR 56, HR
130,
S:
O:
 bayi terlihat kecil,
 BB bayi 1800 gr, bayi masih
29/7/15
3 Resiko kerusakan kekuningan
15.00
integritas kulit  Sclera anemis,
berhubungan denga  Ikterik berkurang
peningkatan bilirubin  Kulit di tangan mengelupas
dikulit dan efek foto

22
terapi A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
 Jaga kulit agar tetap bersih
dan kering
 Monitor kulit akan adanya
kemerahan
 Kaji lingkungan dan
peralatan yang
menyebabkan tekanan
I: Mengganti pampers pada bayi
E:
S:-
O:

 Bayi bergerak aktif. Bayi


berwarna merah kulit tipis
transparan

 Bayi masih beradaptasi


dengan lingkungan

 Hasil lab
Bill total 1.84
Bill direk 11.04
TTV S 37ºC, RR 56, N130,

A: Masalah belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi
 Mengganti pampers pada
bayi
 Observasi kulit akan adanya
iritasi

23
DAFTAR PUSTAKA

Depkes.(2008). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: USAID

FKUI. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Gary dkk. (2006). Obstetri Williams, Edisi 21. Jakarta, EGC.

Meidian, JM. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of


America: Mosby.

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Wiknjosostro. (2002). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bima pustaka
Sarwana Prawirohardjo.

NANDA NIC & NOC 2012

24

Anda mungkin juga menyukai