Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN (IKTERUS)

Di Susun Oleh :

Trisna Safitri
Nim : 62019040062

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN 2019/2020
A. PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0,3-1,1 mg/dl, bilirubin direk
0,1-0,4 mg/dl. (Suradi, 2007).
Hiperbilirubin merupakan keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan keikterusan kalau tidak ditanggulangi
dengan baik (Prawirohardjo, 2007).
Hiperbilirubin (icterus bayi baru lahir) adalh meningginya kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning. ( Ngastiyah, 2009).

B. ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut :
1. Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin;
lahir prematur, asidosis.

C. KLASIFIKASI
1. kterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Timbul pada hari kedua - ketiga.
b) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.
g) Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila:
- Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
- Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
- Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5
mg% pada neonatus cukup bulan.
- Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
- Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup
bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15
mg%.
D. TANDA & GEJALA
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh
yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak
kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak
berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus
yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis yang disertai ketegangan otot.

E. PATHOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan
sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi,
diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan
kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan
berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y
terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia,
ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan
otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati
biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi
terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan
kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel
Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia.
F. PATHWAY
Hemoglobin

Globin Heme

Biliverdin Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus enterohepatik) Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebihan yang tidak berikan dengan albumin meningkat

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus amerohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah pengeluaran meconium terlambat


obstruksi usus tinja berwarna pucat.

Icterus pada sclera leher dan badan, peningkatan bilirubin indireks > 12 mg/dl

Indikasi foto terapi


Kerusakan
integritas kulit
Sinar dengan intensitas tinggi

Kekurangan volume
Resiko cedera
cairan
G. KOMPLIKASI
1. Bilirubin encephahalopathi
2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang melengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi : Diperlukan untuk melihat adanya metastis di paru atau
peningkatan diagfragma kanan pada pembearan hati, seperti abses hati atau hepatoma.
2. Ultrasinigrafi : digunakan untuk membedakan anatra kolestatis inta hepatic dengan
eksstra hepatic.
3. Biopsy hati : digunakan untuk memastikan diagnose terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu
juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Laboratorium
- Pemeriksaan bilirubin serum. Pada bayi premature kadar bilirubin lebih dari
14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar bilirubin 10 mg/dl merupakan keadaan
yang tidak fisiologis.
- Hb, HCT, Hitung darah lengkap.
- Protein serum total.

J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pemberian ASI
2. Foto Terapi
Foto terapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti
untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonates pada cahaya dengan intensitas
yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Foto terapi menurunkan kadar
Biirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Blirubin tak terkonjungsi. Hal ini
terjadi jika cahay yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjungsi
menadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Foto terapi memiliki peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi
dapat mengubh penyebab kekuningan dan hemolysis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum foto terapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4-5 mg/dl
neonates yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus foto terapi
dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl.
3. Tranfusi pengganti di indikasikan adanya faktor-faktor :
a) Titer anti Rh lebih dari 1:16 pada ibu.
b) Penyakit Hemolisis berat badan bayi baru lahir.
c) Penyakit hemolysis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d) Tes Coombs Positif.
e) Kadar Bilirubin direk lebih besar 3,5 mg/dl pada minggu pertama.
f) Serum Bilirubin Indirek lebih besar dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama.
g) Hemoglobin kurang dari 12 mg/dl.
h) Bayi dengan hidrops saat lahir.
i) Bayi pada resiko terjadinya Kren Ikterus.

Transfuse Pengganti digunakan untuk :

a) Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap
antibody maternal.
b) Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
c) Menghilangkan serum bilirubin.
d) Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
bilirubin.
4. Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada pot natal masih menadi dpertentngkan karena efek sampinya
(latergi). Colistrisin dapat mengurngi bilirubin dengan mengeluarkan lewat urin
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika (Ngastiyah, 2009).

K. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit.
b) Riwayat penyakit sekarang.
c) Riwayat penyakit sebelumnya.
2. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan : bagaimana keluarga tahu tentang
penyakit yang diderita anak.
3. Nutrisi metabolic : frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi.
4. Eliminasi : frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri.
5. Aktivitas dan latihan : bagaimana aktivitas anak ketika belum sakit.
6. Tidur dan istirahat : berapa lama, kualitas tidur anak.
7. Kognitif dan persepsi sensori : bagaimana cara menghindari rasa nyeri.
8. Pola persepsi diri.
9. Pola hubungan sosial
10. Pola seksual
11. Pola pemecahan masalah mengatasi stress
12. Sistem kepercayaan nilai-nilai.

L. DIGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko cedera b.d hambatan fisik ( Domain 11, kelas 2 00035)
2. Kerusakan integritas kulit b.d terapi radisi (Domain 11, kelas 2, 00046).
3. Kekurngan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif ( Domain 2, kelas 5 0027)
M. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx. keperawatan NOC NIC


1. Resiko tinggi cedera b.d 1. Pasien terbebas dari 1. Sediakan tempat yang
hambatan fisik ( cedera. aman dan nyaman untu
Domain 11, kelas 2 2. Keluarga mampu pasien.
00035) menjelaskan mencegah 2. Menghindarkan
cedera. lingkungan yang
3. Memodivikasi gaya berbahaya.
hidup untuk mencegah 3. Menganjurkan keluarga
injury. untuk menemani pasien.
4. Memasang side rail
ditempat tidur.
2. Kerusakan integritas 1. Integritas kulit baik ( 1. Monitor adanya
kulit b.d terapi radisi suhu kulit, sensasi, kerusakan integritas kulit.
(Domain 11, kelas 2, elastisitas, hidrasi). 2. Jaga kebersihan kulit agar
00046). 2. Tidak ada lesi pada kulit tetap bersih.
dan membrane mukosa. 3. Oleskan lotion atau
3. Perfusi jaringan baik. minyak pada daerah yang
tertekan.
4. Mobilisasi pasien setiap 2
jam sekali.
5. Memandikan pasien
dengan sabun dn air
hangat.
3. Kekurngan volume 1. Keseimbangan intake 1. Monitor tanda-tanda vital.
cairan b.d kehilangan dan output, berat badan 2. Pertahankan intake dan
cairan aktif ( Domain 2, dalam batas normal. output yang akurat.
kelas 5 0027) 2. Tekanan darah, nadi, 3. Monitor status dehidrasi
suhu tubuh dalam batas (kelembaban membrane
normal. mukosa, nadi adekuat).
3. Turgor kulit baik, 4. Monitor masukan
kelembaban membrane makanan/cairan.
mukosa, tidak ada tanda 5. Kolaborasi dengan dokter
tanda dehidrasi. (pemberian cairan IV)
N. REFRENSI
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.Nursing

Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier.

Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis

,Missouri ; Mosby.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.

Jakarta : EGC

Ngastiah. 2009. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta

Prawirohadjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Pedoman Praktek Klinik: Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan : Konsep,

Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta

Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian

Neonates: Study Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled

Trial. http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS

Anda mungkin juga menyukai