A. Definisi
Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari nilai normal (Suriadi & Yulianni, 2005). Hiperbilirubin
adalah suatu keadaan dimana tingginya kadar bilirubin dalam darah dan ditandai
dengan jaundis atau ikterus ( Wong et.all, 2008).
Peningkatan kadar bilirubin serum bisa berupa peningkatan kadar bilirubin :
B. Klasifikasi
Menurut HTA Indonesia (2004) Klasifikasi Ikterus adalah sebagai berikut :
1. Ikterus Fisiologi
Secara umum setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin
serum,namun kurang12 mg/dl pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai
ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: Kadar
bilirubin serum total biasanya mencapai puncakpada hari ketiga sampai kelima
kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL kemudian menurun kembali dalam minggu
pertama setelah lahir.Kadang dapat muncul peningkatan kadar billirubin sampai 12
mg/dL dengan billirubin terkonjugasi < 2 mg/dL.
2. Ikterus pada bayi mendapat ASI(Breast milk jaundice)
Pada sebagian bayi yang mandapat ASI eksklusif,dapat terjadi ikterus yang
berkepanjangan.Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI
yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus.Bila tidak ditemukan
faktor resiko lain ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.Apabila
keadaan umum bayi baik ,aktif,minum kuat,tidak ada tatalaksana khusus meskipun
ada peningkatan kadar billirubin.
C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2005), penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri
sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi enzim G-6-pada, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar)
penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.Ikatan
bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole.Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar
hepar.Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab
lain.
D. Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi & Yulianni (2006), manifestasi klinis dar hiperbilirubin adalah sbb:
1. Tampak ikterus pada sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa
2. Kulit tampak kuning terang pada pengendapan bilirubin indirek dan tampak kuning
kehijauan atau keruh pada ikterus tipe obstruksi (bilirubin direk).
3. Muntah
4. Anoreksia
5. Fatigue
6. Warna urin gelap
7. Warna tinja pucat
E. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan.Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar
protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis
atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita
hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan
otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek.Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak.Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau
ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada
bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
F. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yuliani (2006), komplikasi dari hiperilirubin adalah:
1. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus ; kerusakan neurologist; cerebal palsi; retridasi mental; hyoeraktif;
bicara lambat; tidak ada koordinasi otot; dan tangisan yang melengking.
G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis untuk hiperbillirubinemia adalah sebagai berikut:
1. Visual
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan
cahaya matahari) karena ikterus bias terlihat lebih parah bila dilihat dengan
pencahayaan yang kurang.Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk
mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan
terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digoongkan
sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
2. Bilirubin serum
Beberapa hal yang perlu dipertimbangan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum
bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
meningkatakn morbiditas neonatus.Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total.
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk bila kadar bilirubin total
>20 mg/dL atau usia bayi >2 minggu.
3. Bilirubinometer transkutan
Umumnya pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan sebelum bayi pulang untuk
tujuan skrining. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi
bilirubin serum > 14,4 mg/dL (249 umol/l).
4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak . Hal ini dapat
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrsi bilirubin
yang rendah .
5. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
6. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestasis intra hepatic dengan ekstra
hepatik.
7. Biopsi hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa teutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, sirosis hati, hepatoma.
8. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
9. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
H. Penatalaksanaan
1. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hyperbilirubinema patologis dan berfungsi
untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto
pada bilirubin dari biliverdin.Walaupun cahaya biru memberikan panjang
gelombang yang tepat untuk fotoaktivitas bilirubin bebas, cahaya hijau dapat
mempengaruhi fotoreaksi bilirubin yang mengikat albumin.Cahaya menyebabkan
rekasi fotokimia dalam kulit (fotoismoerisasi) yang mengubah bilirubin tak
terkonjugasi ke dalam fotobilirubin, yang mana dieksresikan dalam hati kemudian
ke empedu.Kemudian produk akhir rekasi adalah reversible dan eksresikan ke
dalam empedu tanpa perlu konjugasi.
2. Fenobartital
Mengeksresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.Meningkatkan
sintesis hepatic glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin
konjugasi dan clearance hepatic pada pigmen dalam empedu, sintesis protein
dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.Fenobartital tidak
begitu sering dianjurkan.
3. Antibiotik ; apabila terkait dengan infeksi.
4. Transfuse
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi dan indikasinya:
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek > 20 mg/%.
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3 - 1 mg/%/jam.
c. Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung.
d. Kadar Hb tali pusat > 14 mg/% dari uji cooms direk positif.
e. Ikterus disertai tinja (kotoran warna diempul) harus segera dirujuk.
I. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia,
infeksi, hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap,
ibu dengan diabetes.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kuning
2) Pucat
3) Urine pekat
4) Letargi
5) Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
6) Penurunan refleks menghisap
7) Gatal
8) Tremor
9) Convulsio (kejang perut)
10) Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologi
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d. Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan
dengan bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang
membaca dan kurangnya kemauan untuk belajar
J. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan medikasi (fototerapi)
2. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan paparan panas
3. Cemas berhubungan dengan kritis situasional / maturasional
4. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan reflek hisap lemah
5. Resiko kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan radiasi
6. Kurang pengetahuan klien / orang tua tentang hiperbilirubin berhubungan dengan
kurang informasi, keterbatasan kegnisi, tak familier dan sumber informasi.
K. Intervensi