TINJAUAN PUSTAKA
Pada keadaan normal kadar billirubin indirek pada tali pusat bayi
baru lahir yaitu 1-3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5
mg/dL per 24 jam. Bayi baru lahir biasanya akan tampak kuning pada
hari kedua dan ketiga dan memuncak pada hari kedua sampai hari
keempat dengan kadar 5-6 mg/dL dan akan menurun pada hari ketiga
sampai hari kelima. Pada hari kelima sampai hari ketujuh akan erjadi
penurunan kadar bilirubin sampai dengan kurang dari 2 mg/dL. Pada
kondisi ini bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubin
fisiologis (Stoll et al. 2014).
8
Pada hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis, ikterus atau
kuning akan muncul pada 24 jam pertama kehidupan. Kadar bilirubin
akan meningkat lebih dari 0,5 mg/dL per jam. Hiperbilirubin patologis
akan menetap pada bayi aterm setelah 8 hari dan setelah 14 hari pada
bayi preterm. Kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubin tak
terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi
pada beberapa bayi akan terjadi peningkatan bilirubin secara
berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik. Hal ini akan
menyebabkan kematian bayi baru lahir dan apabila bayi bertahan hidup
dalam jangka panjang akan menyebabkan sekuele neurolois (Kosim,
2014).
1.1.2 Etiologi
9
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
criggler- Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y
dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
c. Gangguan transportasi bilirubin
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau
diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi
atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
10
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam
usus halus.Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi
dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan
urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus fisiologis.
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubin. Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis.
e. Ikterus patologis/hiperbilirubinemia
Disebabkan oleh suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinenia bila kadar bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan.
Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
f. Kern ikterus
Disebabkan oleh kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus
subtalamus. Hipokampus, nucleus merah, dan nucleus pada dasar
ventrikulus IV. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang
biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat
(bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat
dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern
ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi
11
secara kronik. Suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada
neonatus tidak selamanya patologis.
12
kedalam usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tidak
berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dikonjugasi dan
terjadi didalam usus kecil proksimal melalui kerja Bglukuronidase.
Bilirubin yang tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan
masuk ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan kadar bilirubin
plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi, dekonjugasi,
dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Runtutan proses
ini berlangsung panjang pada neonatus, karena asupan gizi yang
terbatas pada hari-hari pertama kehidupan (Mathindas, Wilar, &
Wahani, 2013).
13
Asi diawal
kelahiran kurang Produksi yang Obstruksi dalam &
berlebihan luar hepar
Faktor risiko Gangguan
Jumlah bakteri 1. Faktor ekskresi bilirubin
usus halus maternal Suplai bilirubin tak Imatur hepar
sedikit 2. Faktor terkonjugasi melampaui Hemolisis
prenatal kemampuan hati
Bilirubin 3. Faktor Kurangnya
bisa diserap neonatus protein pembawa Bilirubin
Peningkatan kadar Y&Z meningkat
Masuk siklus Bilirubin bilirubin dalam
enterohepatik indirek darah
Gangguan proses
uptake konjugasi
Bilirubin tak Bilirubin tak hepar
terkonjugasi terkonjugasi
Pengeluaran cairan
empedu ke organ Evaporasi Evaporasi Vasokontriksi Hb menurun
usus meningkat berlebihan pembuluh
darah O2 menurun
Kelembapan
Peristaltik kulit menurun RISIKO Suhu tubuh
usus HIPOVOLEMI meningkat Kelemahan
meningkat
Kulit kering CRT <& turgor RISIKO GANGGUAN
kulit menurun Daya hisap
INTEGRITAS KULIT HIPERTERMI menurun
DIARE
RISIKO DEFISIT
14
NUTRISI
1.1.5 Manifestasi Klinis
Pemeriksaan klinis tersebut bisa dilakukan pada bayi baru lahir normal
dengan menggunakan pencahayaan yang sesuai. Kulit kuning pada bayi
akan terlihat lebih jelas bila dilihat dengan sinar lampu dan tidak dapat
terlihat dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit dengan perlahan
menggunakan jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan
subkutan: Hari ke-1 tekan ujung hidung atau dahi, Hari ke-2 tekan pada
lengan atau tungkai, Hari ke-3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.
Bilirubin pada saat pertama kali muncul yaitu di wajah , menjalar kearah
tubuh, dan ekstremitas. Tentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar
dengan melihat warna kuning pada seluruh tubuh (metode Kramer)
(Manggiasih & Jaya, 2016).
Gambar 2.1 Penilaian Ikterus
Keterangan:
a. Kramer 1 : warna kuning pada daerah kepala dan leher,
b. Kramer 2 : warna kuning sampai dengan bagian badan (dari pusar ke
atas),
c. Kramer 3 : warna kuning pada badan bagian bawah hingga lutut atau siku,
d. Kramer 4 : warna kuning dari pergegelangan dan kaki,
e. Kramer 5: warna kuning pada daerah tangan dan kaki (Setyarini &
Suprapti, 2016).
15
1.1.6 Komplikasi
Yang paling utama dalam Hiperbilirubin yaitu potensinya dalam
menimbulkan kerusakan sel-sel saraf meskipun kerusakan sel-sel tubuh
lainnya juga dapat terjadi bilirubin. Bilirubin dapat menghambat enzimenzim
mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat
menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada
nervus auditorius) sehingga meninggalkan gejala sisa berupa tuli saraf.
Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkai tidak sebanding dengan
konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang
terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap
jaringan (Tando, 2016).
Kern ikterus (ensefalopati biliaris) merupakan suatu kerusakan otak
akibat adanya bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ini ditandai dengan
kadar bilirubin darah yang tinggi ( > 20 mg% pada bayi cukup bulan atau >
18 mg% pada bayi berat lahir rendah ) disertai dengan tanda-tand kerusakan
otak berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot
meningkat, leher kaku, epistotonus, dan sianosis, serta dapat juga diikuti
dengan ketulian, gangguan berbicara, dan retardasi mental dikemudian hari
(Dewi, 2014).
1.1.7 Penatalaksanaan
Tata laksana awal ikterus neonatorum (WHO) (Maternity, Anjani,
Blomed, & Evrianasari, 2018):
a. Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian
ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di tempat
bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubin diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
16
dari Hiperbilirubin. Pengobatan mempunyai tujuan yaitu menghilangkan
anemia, menghilangkan antibodi maternal dan teresnsitisasi,
meningkatkan badan serum albumin dan menurunkan serum bilirubin.
Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
b. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut foto bilirubin. Foto bilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Foto bilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Foto
bilirubin kemudian bergerak ke empedu dan diekskresi ke dalam
deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati
Foto therapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan
hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum foto therapi harus diberikan pada kadar bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000 gram harus di foto therapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan foto therapi
propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan
lahir rendah.
c. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-
faktor Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu, Penyakit Hemolisis berat
pada bayi baru lahir, Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan
atau 24 jam pertama, Tes Coombs Positif, Kadar Bilirubin Direk lebih
17
besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama, Serum Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama, Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
Bayi dengan Hidrops saat lahir., Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk Mengatasi Anemia sel
darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap antibodi maternal, menghilangkan sel darah merah untuk yang
Tersensitisasi (kepekaan), menghilangkan serum bilirubin ,
meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan bilirubin, pada Rh inkomptabiliti diperlukan transfusi darah
golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah
yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa
setiap hari sampai stabil.
18
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb
direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM
dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak
boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada
bayi praterm tergantung pada beray badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (<14 gr/dl) karena hemolisis. Hematokrit mungkin
meningkat (>65%) pada polisitemia, penurunan (<45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir.Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak
fisiologis.
j. Smear darah perifer
19
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO.
k. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.
l. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati,seperti abses hati atau
hepatoma
m. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
n. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis
hati, hepatoma.
20
Identitas orang tua berupa: nama ayah dan ibu, usia ayah dan ibu, pendidikan
ayah dan ibu, pekerjaan/sumber penghasilan ayah dan ibu, agama ayah dan
ibu, alamat ayah dan ibu. Identitas saudara kandung berupa: nama saudara
kandung, usia saudara kandung, hubungan dan status kesehatan saudara
kandung (Muttaqin, 2011).
2. Keluhan utama
Untuk mengetahui alasan utama mengapa klien mencari pertolongan pada
tenaga professional.
3. Riwayat kesehatan
Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total . 13 mg/dl, bilirubin
serum total pada rentang resiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik
waktu, membran mukosa kuning, kulit kuning, sklera kuning.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Prenatal
Keluhan saat hamil, tempat ANC, kebutuhan nutrisi saat hamil, usia
kehamilan (preterm, aterm, post term), kesehatan saat hamil dan obat
yang diminum.
b. Natal
Tindakan persalinan (normal atau Caesar), tempat bersalin, penolong
persalinan, komplikasi yang dialami ibu pada saat melahirkan, obat-
obatan yang digunakan.
c. Post natal
Kondisi kesehatan, apgar score, Berat badan lahir, Panjang badan lahir,
anomaly kongenital.
d. Pernah dirawat di rumah sakit
21
5. Pemeriksaan fisik (Head to toe)
a. Kepala dan Leher
Inspeksi: kepala lebih besar daripada badan, dan tulang rawan dan
daun telinga imatur, batang hidung cekung, hidung pendek mencuat,
bibir atas tipis, dan dagu maju, serta pelebaran tampilan mata.
Palpasi: ubun ubun dan sutura lebar. Adanya penonjolan tulang
karena ketidak adekuatan pertumbuhan tulang, dan dahi menonjol,
serta lingkar kepala 33 cm.
b. Abdomen
Inspeksi: penonjolan abdomen, tali pusat berwarna kuning kehijauan
Auskultasi: peristaltic usus dapat dimulai 6-12 jam setelah kelahiran
c. Anus
Inspeksi: pengeluaran meconium biasanya terjadi dalam waktu 12
jam, terdapat anus
d. Ekstremitas
Inspeksi: tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas
bawah dan atas serta keterbatasan gerak, penurunan massa otot,
khususnya pada pipi, bokong dan paha. Palpasi: tulang tengkorang lunak
e. Integumen
Inspeksi: kulit berwarna kuning pada bagian telapak tangan, perut dan
sklera, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap, kuku pendek
belum melewati ujung jari.
6. Keadaan kesehatan saat ini
Diagnosa medis, tindakan operasi, obat-obatan, tindakan keperawatan, hasil
laboratoritum, data tambahan.
22
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau kelompok terhadap proses kehidupan/masalah kesehatan.
Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan
keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut (Taqiyyah Bararah &
Mohammad Jauhar, 2013) Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data
menurut PPNI (2016) ada tiga yaitu :
a. Aktual : diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klen mengalami
masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan
divalidasi pada klien.
b. Resiko : diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien
berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak dittemukan tanda/gejala
mayor dan minor pada klen, namun klien memiliki factor risiko
mengalami masalah kesehatan.
c. Promosi Kesehatan : diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan
motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tinkat yang
lebihatau optimal.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Perumusan diagnosis keperawatan disesuaikan dengan jenis
diagnosiskeperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis, yaitu:
a. Penulisan tiga bagian (Three Part)
Metode penulisan ini terdiri atas masalah, penyebab dan tanda/gejala.
Metode penulisan ini hanya dilakukan pada diagnosis actual, dengan
formulasi sebagaiberikut :
Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan dengan Tanda/gejala .
b. Penulisan dua bagian (Two Part)
Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan diagnosis
promosikesehatan, dengan formulasi sebagai berikut :
1) Diagnosis risiko
Masalah dibuktikan dengan Faktor Risiko
23
2) Diagnosis promosi kesehatan
Masalah dibuktikan dengan Tanda/gejala
24
Table 1
Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Hiperbilirubinemia dengan ikterik
neonatus
Sumber.(Tim Pokja
SDKI DPP PPNI,
2016a)
25
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan
adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan. cc(Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018a).
Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi
pasien, keluarga atau komunitas sebagai respons terhadap intervensi
keperawatan (TimPokja SLKI DPP PPNI, 2019).
Luaran keperawatan memiliki tiga komponen utama yaitu label,
ekspektasi, dan kriteria hasil. Masing-masing komponen diuraikan sebagai
berikut (Tim PokjaSLKI DPP PPNI, 2019):
a) Label
Komponen ini merupakan nama sari luaran keperawatan yang terdiri
atas kata kunci untuk memperoleh informasi terkait luaran
keperawatan. Label luaran keperawatan merupakan kondisi, perilaku,
atau persepsi pasien yang dapat diubah atau diatasi dengan intervensi
keperawatan. Label intervensi keperawatan terdiri atas beberapa kata
(1 kata s.d 4 kata) yang diawali dengan kata benda (nomina) yang
berfungsi sebagai descriptor atau penjelas luaran keperawatan.
b) Ekspektasi
Ekspektasi merupakan penilaian terhadap hasil yang diharapkan
tercapai. Espektasi menggambarkan seperti apa kondisi, perilaku, atau
persepsi pasien akan berubah setelah diberikan intervensi keperawatan.
c) Kriteria hasil
d) Kriteria hasil merupakan karakteristik pasien yang dapat diamati atau
diukur oleh perawat dan dijadikan sebagai dasar untuk menilai
pencapaian hasil intervensi keperawatan.
26
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merupakan tolak
ukur yang dipergunakan sebagai panduan dalam penyusunan intervensi
keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman,
efektif, dan etis. Setiap intervensi keperawatan pada standar ini terdiri
atas tiga komponen yaitu label, definisi dan tindakan, dengan uraian
sebagai berikut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2018b):
a) Label
Komponen ini merupakan nama dari intervensi keperawatan yang
merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi terkait intervensi
keperawatan tersebut.
b) Definisi
Komponen ini menjelaskan tentang makna dari table intervensi
keperawatan.
c) Tindakan
Komponen ini merupakan rangkaian perilaku atau aktivitas yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri
atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi.
27
Table 2
Rencana keperawatan pada Ikterus Neonatus
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemeriksaan darah
vena bilirubin direk
dan indirek
28
2.2.4 Implementasi keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan kedalam bentuk rencana keperawatan guna membantu
pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk rencana
yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons pasien
terhadap tindakan tersebut. Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi,
Memonitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali, Memonitor efek
samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan
berat badan lebih dari 8-10%), Menyiapkan lampu fototerapi dan inkubator
atau kotak bayi, Melepaskan pakaian bayi kecuali popok, Memberikan
penutup mata pada bayi, Mengukur jarak antara lampu dan permukaan
kulit bayi, Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara
berkelanjutan, Mengganti segera alas dan popok bayi jika bab/bak,
Mengunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya
sebanyak mungkin, Menganjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit,
Berkolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan,
dalam konteks ini aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah
ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan kemajuan
pasien menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan
keperawatan (Kozier et al., 2010).
Evaluasi ikterik merupakan salah satu dari berbagai tanggung jawab
keperawatan yang membutuhkan pemikiran kritis yang efektif. Perawat
harus melakukan observasi dengan penuh perhatian dan mengetahui respon
apa yang akan diantisipasi berdasarkan kualitasn perubahan warna kulit
dan waktu pemberian terapi. (Perry & Potter, 2019).
1) Elastisitas kulit meningkat.
2) Hidrasi meningkat .
3) Perfiusi jaringan meningkat.
29
4) Kerusakan jaringan menurun.
5) Kerusakan lapisan kulit menurun.
6) Pigmentasi abnormal menurun.
7) Suhu kulit membaik.
8) Sensasi membaik.
9) Tekstur membaik.
30
Mengenai cara menghitung balance cairan, perlu anda ketahui
terlebih dahulu bahwa balance cairan (BC) ialah intake cairan atau cairan
masuk (CM) yang dikurangi dengan output atau cairan keluar (CK)
(Mulyati, 2019). Beberapa faktor yang mempengaruhi balance cairan
diantaranya yaitu umur, iklim, diet, stress, kondisi sakit, tindakan medis,
dan pengobatan. Gangguan balance cairan menyebabkan dehidrasi dan
juga syok hipovolemik.
a. Cairan Masuk
Cairan masuk ini terdiri dari 2 komponen, yakni cairan masuk yang
bisa dilihat dan juga cairan masuk yang tidak bisa dilihat. Jenis cairan
masuk yang bisa dilihat diantaranya yaitu oral (minuman dan
makanan), enteral (NGT, obat oral), parenteral (IV line atau infus 20
tetes per menit, sebanyak 500 cc habis dalam 8 jam 10 menit), dan
injeksi (cefotaxime dengan pelarut aquabides 5 cc, Farmadol 100 cc).
Lain halnya untuk cairan masuk yang tidak bisa dilihat, dimana
meliputi air metabolisme. Dijelaskan oleh Iwasa M, Kogoshi S pada
Fluid Tehrapy Bunko do (2017) dari PT. Otsuka Indonesia yakni:
a) usia balita (1-3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari
b) usia 5-7 tahun : 8-8,5 cc/kgBB/hari
31
Sementara untuk jenis cairan keluar yang tidak bisa dilihat meliputi
kehilangan cairan normal IWL (paru ± 400 ml/hari dan kulit ± 600
ml/hari) dan juga standar kehilangan IWL. IWL (insensible water
loss) adalah jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit dihitung,
yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas. Untuk standar kehilangan IWL
ini meliputi neonatus sebanyak 30 ml/kgBB/hari, bayi sebanyak 50-60
ml/kgBB/hari, anak (1-13 th) sebanyak (40 ml-umur) dikali BB/hari,
remaja sebanyak 20 ml/kgBB/hari, dan dewasa sebanyak 10
ml/kgBB/hari untuk pasien bedrest, 15 ml/kgBB/hari untuk pasien
aktif dalam aktivitas.
a) Rumus IWL Dewasa : IWL = (15 X BB)/24 jam
b) Rumus IWL untk anak-anak : (30-usia anak dalam tahun) x
KgBB/2 jam
c) Rumus balance cairan untuk total cairan keluar :
BAB+urin+NGT+muntah+drain+IWL.
32