Anda di halaman 1dari 20

1

MAKALAH MATA KULIAH


KEPERAWATAN ANAK SEHAT & SAKIT AKUT
“ HIPERBILIRUBINEMIA “

Dosen Pengampuh :
Martini Sriwulaningsih, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 5 :


1. Lutfiah Rohmawati / 20221660076
2. Agiest Anggraeni Putri / 20221660220

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2024
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kadar bilirubin serum orang normal umumnya kurang lebih 0,8 mg % (17mmol/l),
akan tetapi kira-kira 5% orang normal memiliki kadar yang lebih tinggi (1 – 3 mg/ dl).
Bila penyebabnya bukan karena hemolisis atau penyakit hati kronik maka kondisi ini
biasanya disebabkan oleh kelainan familial metabolism bilirubin,yang paling sering
adalah sindrom gilbert. Sindrom lainnya juga sering ditemukan, prognasisnya baik.
Diagnosis yang akurat terutama pada penyakit hati kroniksangat penting untuk
penatalaksanaan pasien. Adanya riwayat keluarga, lamanya penyakit serta tidak
ditemukan adanya pertanda penyakit hati dan splenomegali, serum transaminase normal
dan bila perlu dilakukan biopsi hati. (Aru W. sudoyo)
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada
minggu pertama. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin, standar
deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari
90 persen. Dalam perhitungan bilirubin terdiri dari bilirubin direk dan bilirubin indirek.
Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan,
gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi
dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama ikterus ditemukan dalam 24 jam
pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin indirek meningkat 5 mg/dL dalam 24
jam dan bilirubin direk > 1 mg/dL merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan
adannya ikterus patologis.
Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul, lama, atau kadar
bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dari ikterus fisiologis. Gejala
paling mudah diidentifikasi adalah ikterus yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput
lendir menjadi kuning. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah
.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan pengertian hiperbilirubinemia?

b. Bagaimana metabolism bilirubin?

c. Bagaimana patofisiologi hiperbilirubinemia?

d. Bagaimana etiologi hiperbilirubinemia?


3

e. Bagaimana epidemiologi hiperbilirubinemia?

f. Bagaimana manifestasi klinis hiperbilirubinemia?

g. Bagaimana pathway dari hiperbilirubinemia?

h. Bagaimana pemeriksaan fisik dari hiperbilirubinemia?

i. Bagaimana pemeriksaan laboratorium hiperbilirubinemia?

j. Bagaimana diagnose keperawatan hiperbilirubinemia?

k. Bagaimana intervensi keperawatan hiperbilirubinemia?

l. Bagaimana penatalaksanaan hiperbilirubinemia?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian hiperbilirubinemia.

b. Untuk mengetahui metabolism bilirubin

c. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit hiperbilirubinemia.

d. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit hiperbilirubinemia.

e. Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit hiperbilirubinemia.

f. Untuk mengetahui manifestasi klinis hiperbilirubinemia.

g. Untuk mengetahui pathway penyakit hiperbilirubinemia.

h. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dari penyakit hiperbilirubinemia.

i. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium hiperbilirubinemia.

j. Untuk mengetahui diagnose keperawatan hiperbilirubinemia.

k. Untuk mengetahui intervensi keperawatan hiperbilirubinemia.


4

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Definisi

Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang

merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi

oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim, 2012).

Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin dibentuk

oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau cairan yang

befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi, 2017).

Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam

darah sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat

mengalami hiperbilirubinemia pada minggu pertamasetelah kelahiran. Keadaan

hiperbilirubinemia pada bayi baru lahirdisebabkan oleh meningkatnya produksi

bilirubin atau mengalamihemolisis, kurangnya albumin sebagai alat pengangkut,

penurunanuptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan

ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana meningkatnya kadar bilirubin dalam

darah secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan perubahan pada bayi baru

lahir yaitu warna kuning pada mata, kulit, dan mata atau biasa disebut dengan

jaundice. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin serum yang

disebabkan oleh salah satunya yaitu kelainan bawaan sehingga menyebabkan

ikterus (Imron, 2015). Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit

yang disebabkan karena tingginya kadar bilirubin pada darah sehingga

menyebabkan bayi baru lahir berwarna kuning pada kulit dan pada bagian putih

mata (Mendri dan Prayogi, 2017).


5

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan proses fisiologis atau patologis dan

dapat juga disebabkan oleh kombinasi keduanya. Hiperbilirubinemia

menyebabkan bayi baru lahir tampak kuning, keadaan tersebut timbul akibat

akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus

atau kuning pada sklera dan kulit (Kosim, 2012).

Pada keadaan normal kadar bilirubin indirek pada tali pusat bayi baru lahir

yaitu 1 – 3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5 mg/dL per 24 jam. Bayi

baru lahir biasanya akan tampak kuning pada hari kedua dan ketiga dan memuncak

pada hari kedua sampai hari keempat dengan kadar 5 – 6 mg/dL dan akan turun

pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada hari kelima sampai hari ketujuh akan

terjadi penurunan kadar bilirubin sampai dengan kurang dari 2 mg/dL. Pada

kondisi ini bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia fisiologis

(Stoll et al, 2004).

Pada hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis, ikterus atau kuning

akan muncul pada 24 jam pertama kehidupan. Kadar bilirubin akan meningkat

lebih dari 0,5 mg/dL per jam. Hiperbilirubinemia patologis akan menetap pada

bayi aterm setelah 8 hari dan setelah 14 hari pada bayi preterm (Martin et al,

2004).

Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi akan

terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi

menjadi toksik. Hal ini akan menyebabkan kematian bayi baru lahir dan apabila

bayi bertahan hidup dalam jangka panjang akan menyebabkan sekuele neurologis

(Kosim, 2012).
6

2. Etiologi

Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin karena

tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami pemecahan

sel yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan karena

penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati, dan peningkatan

sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).

Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan

oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat

berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubinke dalam air yang selanjutkan

disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi urobilinogen.

Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam plasma sehingga

terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016).

Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau

hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :

a. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan

neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,

golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase,

perdarahan tertutup dan sepsis.

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini

dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak

terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-

Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam

hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

c. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat

pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan

albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,


7

sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak

terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah

melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat


obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar

biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar

biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Tabel 2.1 Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatal

Dasar Penyebab
- Peningkatan produksi bilirubin - Incompatibilitas darah
fetomaternal (Rh, ABO)
- Peningkatan penghancuran - Defisiensi enzim konginetal
bilirubin. - Perdarahan tertutup
(sefalhematom, memar),
sepsis,
- Peningkatan jumlah - Polisitemia (twin-to-twin
hemoglobin transfusion, SGA)
- Keterlamban klem tali pusat

- Peningkatan sirkulasi - Keterlambatan pasase


enterohepatik mukonium, ileus mukonium,
muconium plug syndrome.
- Puasa atau keterlambatan
minum
- Atrrsia atau stenosis intestinal.

- Perubahan clearance bilirubin - Imaturitas


hati.
- Perubahan produksi atau - Gangguan metabolik/endokrin
aktifitas uridine
diphosphoglucoroyl
transverase.
- Perubahan fungsi dan perfusi - Asfiksia, hipoksia, hipotermi,
hati (kemampuan konjugasi) sepsi (juga proses inflamasi)
- Obat-obatan dan hormon
(novobiasin, pregnanediol)
- Stasis biliaris (hepatitis,
sepsis)
- Bilirubin load berlebihan
(sering pada hemolisis berat)
Sumber: Blackburn ST (2007)
8

3. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru

lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau

lebih (Mansjoer, 2013). Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin

indirek pada kulit sehingga menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada

hiperbilirubinemia direk bisanya dapat menimbulkan warna kuning kehijauan atau

kuning kotor (Ngatisyah, 2012).

Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada

sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24

jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau

ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari

ketiga, dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun

pada hari kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice

fisiologis (Suriadi dan Yuliani 2010).

Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada kulit

yang cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi

(bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna

kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang

berat. Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia

atau ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja

pucat (Suriadi dan Yuliani 2010).

Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami

hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :

a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat

penumpukan bilirubin.

b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.

c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24


9

jam.

d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan

dan 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan.

e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.

f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa

gestasi kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan

pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

dua hari dengan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan

penurunan bilirubin serum dengan cepat. (Suriadi dan Yuliani 2010).

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan bilirubin serum


Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dL, antara 2 dan 4
hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non
fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan kurang bulan, kadar bilirubin mencapai
puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya
diatas 14 mg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis ataupatologis (Suriadi &
Yulliani, 2010)

5. Penatalaksanaan

Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :

a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini

kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah

dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah

jarang dipakai lagi.

b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya

menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk

memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa

hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses

ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin

plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam
10

ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB,

sebelum maupun sesudah terapi tukar.

c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.

d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak

toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.

e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.

Pada umumya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :

1. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤ 20 mg%

2. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3 - 1 mg%/jam.

3. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

4. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direct positif.

f. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor


inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan
secara rutin.

g. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara sampai 2 hingga 4


jam telah digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit
hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi secara teori
immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel dengan
demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi oleh antibody.

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit. Dalam
perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.

2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.

3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
11

4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.

5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis

6. Pengkajian Teori

Pengkajian pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia menurut Widagdo, 2012
meliputi:

1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran, status nutrisi,

postur/aktivitas anak, dan temuan fisis sekilas yang prominen dari

organ/sistem, seperti ikterus, sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan lain-

lain.

b. Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju nafas.

c. Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, tebal lapisan

lemak bawah kulit, serta lingkar lengan atas.

2. Pemeriksaan Organ

a. Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi,

hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis.

b. Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut, dan bentuk

wajah apakah simestris kanan atau kiri.

c. Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme, supersilia,

silia, esksoptalmus, strabismus, nitagmus, miosis, midriasis,

konjungtiva palpebra, sclera kuning, reflek cahaya direk/indirek, dan

pemeriksaan retina dngan funduskopi.

d. Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan sekresi.


12

e. Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus, lidah kotor

berpeta, tonsil membesar dan hyperemia, pembengkakan dan

perdarahan pada gingival, trismus, pertumbuhan/ jumlah/ morfologi/

kerapatan gigi.

f. Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeri tekan.

g. Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma, retraksi,

murmur,bendungan vena, refluks hepatojugular, dan kaku kuduk.

h. Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri tekan.

i. Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas


jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur, irama gallop,

bising gesek perikard (pericard friction)

j. Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak,hipersonor, fremitus,

batas paru-hati, suara nafas, dan bising gesek pleura (pleural friction

rub)

k. Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling umbilicus,

distensi, caput medusa, gerakan peristaltic, rigiditas, nyeri tekan, masa

abdomen, pembesaran hati dan limpa, bising/suara peristaltik usus, dan

tanda-tanda asites.

l. Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula, edema

skrotum.

m. Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan nyeri

otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin, capillary revill time,

cacat bawaan.

7. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia

menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :


13

a) Risiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin

sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan sekresi bilirubin.

b) Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air

(insensible water loss) tanpa disadari dari fototerapi.

c) Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.

d) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan

bonding.

e) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang

tua.

8. Intervensi Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :

a) Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin

menurun, tidak ada jaundice, refleks moro normal, tidak ada sepsis ,

refleks hisap dan menelan baik.

b) Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan

urine output (pengeluaran urine) kurang dari 1 – 3 ml per jam,

membran mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam

batas normal.

c) Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi kulit yang ditandai dengan

tidak adanya rash dan ruam makular eritemosa.

d) Orang tua tidak tampak cemas ditandai dengan kemampuan

mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi serta aktif dalam

partisipasi perawatan bayi.

e) Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan; orang tua

juga berpartisipasi dalam perawatan bayi (pemberian minum dan


14

penggantian popok.

f) Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak

adanya konjuntivitas Rencana Keperawatan pada neonatus dengan

hiperbilirubunemia berdasarkan Nursing Interventions Classification

(2016) yaitu :

Tabel 2.3 Nursing Interventions Classification

Diagnosa NIC
Keperawatan Intervensi Aktivitas
Ikterus Fototerapi Observation :
neonatus Neonatus 1. Observasi tanda-tanda warna
berhubungan (6924) kuning
dengan
neonatus Definisi : Action :
mengalami Penggunaan 2. Tempatkan lampu fototerapi di
kesulitan terapi atas bayi dengan tinggi yang
transisi lampu sesuai.
kehidupan untuk 3. Berikan penutup mata dan buka
ekstra uterin, mengurangi penutup mata setiap 4 jam saat
keterlambatan kadar lampu dimatikan untuk kontak
pengeluaran bilirubin bayi dengan orang tua.
mekonium, pada 4. Timbang berat badan neonatus.
penurunan neonatus. 5. Dorong pemberian ASI 8 kaliper
berat badan hari.
tidak
terdeteksi, pola Education :
makan tidak 6. Edukasi keluarga mengenai
tepat dan usia ≤ prosedur dan perawatan
7 hari fototerapi.

Colaboration :
7. Periksa kadar serum bilirubin,
sesuai kebutuhan, sesuai
protocol, atau permintaandokter.
8. Laporkan hasil laboratorium
pada dokter.

Sumber : NIC (2016)


15

Outcome yang diharapkan menurut Nursing Outcome

Classifications (2016) dari intervensi yang dilakukan yaitu :

Tabel 2.4 Nursing Outcomes Classification

NOC
Outcome Indikator
Setelah diberikan asuhan 1. Warna kulit (4)
keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Mata bersih (5)
diharapkan kriteria hasil : 3. Berat badan (4)
1. Konjungtiva normal, sklera putih, 4. Reflek menghisap (4)
membrane mukosa normal. 5. Kadar bilirubin (4)
2. Berat badan naik dan kondisi
tidak lemah (aktif).
3. Reflek menghisap baik.
4. Kadar bilirubin normal < 20
mg/dL.
Sumber : NOC (2016)
16

BAB III
WOC
17

BAB IV

KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK

A. Konsep Tumbuh Kembang Anak

1. Definisi Anak

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan

yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan

perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra

sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini

berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada

anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat

dan lambat (Soetjiningsih, 2013).

2. Tumbuh Kembang Anak.

Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari perubahan morfologi,

biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/ dewasa. Banyak

orang menggunakan istilah “tumbuh” dan “kembang” secara sendiri-sendiri atau bahkan

ditukar-tukar.Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya

berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan

perkembangan.Sementara itu, pengertian mengenai pertumbuhan dan perkembangan per

definisi yaitu, pertumbuhan adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu

bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, maupun individu.Sedangkan

perkembangan adalah perubahan

yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan, struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur

dan dapat diramalkan, sebagai dari hasil dan proses pematangan/maturitas

(Soetjiningsih, 2013).
18

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin yang terjadi

pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg % pada

minggu pertama yang ditandai dengan adanya ikterus yaitu menguningnya pada

sklera kulit atau jaringan lain akibat adanya penimbunan kadar bilirubin berlebih

dalam darah. Indikasi yang dilakukan dalam penatalaksanaan hiperbelirubinemia

adalah dengan cara fototerapi indikasi dari fototerapi dengan sinar intensitas

tinggi mengakibatkan bayi mengalami masalah resiko kekurangan nutrisi

ditandai dengan bayi tidak dapat mempertahankan menyusu, refleks hisapnya

lemah, dan pada bayi terapasang OGT (orogastric tube). Keadaan ini dapat

membahayankan apabaila tidak diatasi dengan cepat, karena itulah perawat

dituntut untuk mengawasi.

B. Saran

1. Bagi perawat

a. Sebagai masukan dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan pada bayi hiperbilirubinemia terutama pada

tindakan pemberian fototerapi agar lebih efektif dalam penurunan kadar

serum bilirubin total pada bayi dengan hiperbilirubinemia.

b. Perawat maternitas seharusnya menggunakan field massage saat

merawat bayi yang sedang dilakukan fototerapi karena telah terbukti

berkontribusi menurunkan kadar serum bilirubin total pada bayi dengan

hiperbilirubinemia.

2. Bagi rumah sakit

a. Sebagai bahan literatur dalam penanganan dan pencegahan kasus

hiperbilirubinemia pada neonatus.

b. Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan tentang kualitas


19

pemberian asuhan keperawatan.

c. Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

pada pasien.

3. Bagi institusi pendidikan

a. Sumber dan literatur dalam pembuatan karya tulis ilmiah dan menjadi

bahan pembelajaran khususnya yang berhubungan dengan bayi

hiperbilirubinemia dengan intervensi keperawatan untuk mencegah dan

mengatasi kasus bayi dengan hiperbilirubinemia.

b. Dapat digunakan sebagai wacana bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan

datang.

4. Bagi Ibu dengan bayi hiperbilirubinemia

a. keluarga bisa mendapatkan pengetahuan dan asuhan keperawatan yang

sesuai dengan standar operasional prosedur tentang penyakit

hiperbilirubinemia dengan tindakan fototerapi.

b. Keluarga yang ada dirumah tidak boleh khawatir terhadap bayinya yang

dilakukan fototerapi karena di rumah sakit telah diilakukan pelayanan

yang tepat guna kesembuhan bayinya.


20

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Nelson Vol I. Edisi 15. Jakarta
: EGC
https://asus10.wordpress.com/asuhan-keperawatan/askep-pada-kasus-bayi-
hiperbilirubinemia/ Diakses pada tanggal 01 Oktober 2015 pukul 16.20 WIB
https://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/asuhan-keperawatan-dengan-
hiperbilirubin.pdf Diakses pada tanggal 01 oktober 2015 pukul 16.30 WIB
Nurarif, Amin Huda. Hardhi Kusuma. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan
Keperawatan Profesional. Yogyakarta :Mediaction Publishing
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chap

Anda mungkin juga menyukai