Anda di halaman 1dari 23

HIPERBILIRUBIN

Dosen : Ns. Mercy Nafratilova, M.Kep.,Sp.Kep.An

Kelompok 16 :

Ahmad Rusydan Abdul Hadi

Enjelita Vianjani Dwinka

Madona Rusti Aini


PENGERTIAN

Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning


yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme
heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di
sistem retikulo endothelial (Kosim, 2012).

Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah.


Bilirubin dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus
sebagai empedu atau cairan yang befungsi untuk membantu
pencernaan (Mendri dan Prayogi, 2017).
PENGERTIAN

Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan


karena tingginya kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi
baru lahir berwarna kuning pada kulit dan pada bagian putih mata (Mendri
dan Prayogi, 2017).
Pada keadaan normal kadar bilirubin indirect pada tali pusat bayi baru lahir
yaitu 1 – 3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5 mg/dL per 24 jam.
Bayi baru lahir biasanya akan tampak kuning pada hari kedua dan ketiga
dan memuncak pada hari kedua sampai hari keempat dengan kadar 5 – 6
mg/dL dan akan turun pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada hari
kelima sampai hari ketujuh akan terjadi penurunan kadar bilirubin sampai
dengan kurang dari 2 mg/dL. Pada kondisi ini bayi baru lahir dikatakan
mengalami hyperbilirubinemia fisiologis (Stoll et al, 2004).
ETIOLOGI
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi hiperbilirubin pada neonatus dapat dibagi
menjadi :
 Produksi bilirubin yang  Gangguan dalam  Gangguan transportasi  Gangguan dalam
berlebihan. Hal ini proses uptake dan bilirubin. Bilirubin dalam ekskresi. Gangguan ini
melebihi kemampuan konjugasi hepar. darah terikat pada dapat terjadi akibat
neonatus untuk Gangguan ini dapat albumin kemudian obstruksi dalam hepar
mengeluarkan zat disebabkan oleh diangkat ke hepar. Ikatan atau diluar hepar.
tersebut. Misalnya pada asidosis, hipoksia, dan bilirubin dengan albumin Kelainan diluar hepar
hemolisis yang meningkat infeksi atau tidak ini dapat dipengaruhi oleh 12 biasanya
pada inkompatibilitas terdapatnya enzim obat misalnya salisilat, disebabkan oleh
darah Rh, AB0, golongan glukoronil transferase sulfafurazole. Defisiensi kelainan bawaan.
darah lain, defisiensi (sindrom albumin menyebabkan Obstruksi dalam hepar
enzim G6-PD, piruvat crigglerNajjar). lebih banyak terdapatnya biasanya akibat infeksi
kinase, perdarahan Penyebab lain yaitu bilirubin indirect yang atau kerusakan hepar
tertutup dan defisiensi protein. bebas dalam darah yang oleh penyebab lain.
sepsis.Gangguan dalam Protein Y dalam hepar mudah melekat ke sel
proses uptake dan yang berperan penting otak.
konjugasi hepar. dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.
Part 01
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%)
dari eritrosit yang telah rusak. Kemudian PATOFISIOLOGI
bilirubin indirect (tak terkonjugasi) dibawa ke
hepar dengan cara berikatan dengan albumin.
Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian
Part 02
diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem
Bayi memiliki usus yang belum sempurna, retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi
karna belum terdapat bakteri pemecah, yang akan berikatan dengan albumin. Neonatus
sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah
dan menjadi bilirubin indirect yang kemudian terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang
ikut masuk dalam aliran darah, sehingga rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.
bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan Jaya, Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat
2016). memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik
(Kosim, 2012).
Part 03
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase,
biliverdin, reduktase, dan agen pereduksi non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah pemecahan
hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung
pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh
enzim asam uridin disfoglukuronat (uridine disphoglucuronid acid) glukurinil transferase menjadi bilirubin mono dan
diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk). Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat
dieliminasi melaui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melaui membran kanalikular. Kemudian ke
sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
Part 04
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin
yang larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirect).
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan
hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukoronil transferase. PATOFISIOLOGI
Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena
penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan darah
hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
PATOFISIOLOGI

Part 05
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil
transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi empat
sampai tujuh hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan
kadar 25 – 30 mg/dL selama minggu kedua sampai ketiga. Jika pemberian ASI dilanjutkan
hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dapat menetap selama tiga sampai sepuluh
minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum
akan turun dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI
selama satu sampai dua hari dengan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat. (Suriadi dan Yuliani 2010).
PATHWA
Y
 Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak
muncul pada 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. KLASIFIKA
Biasanya pada hiperbilirubinemia fisiologis peningkatan SI
kadar bilirubin total tidak lebih dari 5mg/dL per hari. Pada  Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan
bayi cukup bulan, hiperbilirubinemia fisiologis akan ikterus pada bayi baru lahir akan muncul dalam 24 jam
mencapai puncaknya pada 72 jam setelah bayi dilahirkan pertama setelah bayi dilahirkan. Pada hiperbilirubinemia
dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 patologis kadar serum bilirubin total akan meningkat lebih
jam awal kelahiran kadar bilirubin akan meningkat sampai dari 5 mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, kadar serum
dengan 2 – 3 mg/dL kemudian pada hari ke-5 serum bilirubin akan meningkat sebanyak 12 mg/dL sedangkan
bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL (Hackel, pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum bilirubin
2004). Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun total akan meningkat hingga 15 mg/dL. Ikterus biasanya

01% sampai dengan


secara perlahan 03%
02%normal pada hari ke-11 berlangsung kurang lebih satu minggu pada bayi cukup
sampai hari ke-12. Pada Bayi dengan Berat Lahir Rendah bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi kurang bulan
(BBLR) atau bayi kurang bulan (premature) bilirubin (Imron, 2015).
mencapai puncak pada 120 jam pertama dengan
peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan
akan menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
MANIFESTASI KLINIS

Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila tampak
tanda-tanda sebagai berikut :

a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat penumpukan bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg/dL pada
neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36
minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma lahir kepala,
hipoglikemia, hiper
 Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila KOMPLIKASI
tidak segera diatasi dapat mengakibatkan
bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
Pada keadaan lebih fatal, hiperbilirubinemia  Menurut American Academy of Pediatrics (2004)
pada neonatus 20 dapat menyebabkan kern manifestasi klinis kern ikterus pada tahap kronis
ikterus, yaitu kerusakan neurologis, cerebral bilirubin ensefalopati, bayi yang selamat biasanya
palsy, dan dapat menyebabkan retardasi menderita gejala sisa berupa bentuk atheoid
mental, hiperaktivitas, bicara lambat, tidak cerebral palsy yang berat, gangguan
dapat mengoordinasikan otot dengan baik, pendengaran, paralisis upward gaze, dan
serta tangisan yang melengking (Suriadi dan dysplasia dental enamel. Kern ikterus merupakan
Yuliani, 2010). perubahan neuropatologi yang ditandai oleh
deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah
otak terutama di ganglia basalis, pons, dan
cerebellum.
Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of
Pediatrics (2004) terdiri dari tiga fase, yaitu :

Fase 1 Fase 3
Fase inisial, ditandai dengan Fase lanjut, ditandai dengan
letargis, hipotonik, Fase 2 stupor yang dalam atau
berkurangnya gerakan bayi, koma, peningkatan tonus,
dan reflek hisap yang buruk. Fase intermediate, ditandai tidak mampu makan, high-
dengan moderate stupor, pitch cry, dan kadang
iritabilitas, dan peningkatan kejang
tonus (retrocollis dan
opisthotonus) yang disertai
demam.
PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh infeksi.
b. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis.
Fototerapi berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari
biliverdin.
c. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik
glukoronil transferase yang dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu,
sintesis protein dimana dapat meningkatkan
03%albumin untuk mengikat bilirubin. Akan tetapi fenobarbital tidak begitu sering
01% 02%
dianjurkan untuk mengatsi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
d. Transfusi tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
ASUHAN
KEPERAWATAN

.PENGKAJIAN DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN.
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirect yang sudah .20mg/dl dan sudah
sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi,
hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA),
bayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering
pada bayi pria daripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat
badan lahir rendah, hipoksia dan asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan APGAR score rendah juga memungkinkan
terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
a) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia menurut
Widagdo, 2012 meliputi:
1) Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran, status nutrisi, postur/aktivitas
anak, dan temuan fisis sekilas yang prominen dari organ/sistem, seperti ikterus,
sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan lain-lain.
 Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju nafas.
 Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, tebal lapisan lemak
bawah kulit, serta lingkar lengan atas.
1) Pemeriksaan Organ
 Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut, dan bentuk wajah apakah
simestris kanan atau kiri.
 Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi, hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis. Menurut rumus kramer
apabila kuning terjadi di daerah kepala dan leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta badan
bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke
grade tiga, grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai,
sedangkan grade 5 apabila kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan kaki.
 Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme, supersilia, silia, esksoptalmus, strabismus, nitagmus,
miosis, midriasis, konjungtiva palpebra, sclera kuning, reflek cahaya direk/indirect, dan pemeriksaan retina dngan
funduskopi.
 Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan sekresi.
 Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus, lidah kotor berpeta, tonsil membesar dan hyperemia,
pembengkakan dan perdarahan pada gingival, trismus, pertumbuhan/ jumlah/ morfologi/ kerapatan gigi.
 Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeri tekan.
 Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma, retraksi, murmur,bendungan vena, refluks hepatojugular, dan kaku
kuduk.
 Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri tekan.
 . Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur, irama gallop, bising
gesek perikard (pericard friction rub)
 Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak, hipersonor, fremitus, batas paru-hati, suara nafas, dan bising gesek pleura (pleural
friction rub)
 Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling umbilicus, distensi, caput medusa, gerakan peristaltic, rigiditas, nyeri
tekan, masa abdomen, pembesaran hati dan limpa, bising/suara peristaltik usus, dan tanda-tanda asites.
 Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula, edema skrotum.
 Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan nyeri otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin, capillary revill
time, cacat bawaan.
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dL, antara 2 dan 4 hari
kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan
kurang bulan, kadar bilirubin mencapai puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya
diatas 14 mg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis (Suriadi & Yulliani, 2010).
2) Ultrasonograf (USG) Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu (Suriadi & Yulliani, 2010).
3) Radioscope Scan Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis atau atresia biliary (Suriadi
& Yulliani, 2010).
DIAGNOSA
KEPERAWATAN

1. Ikterik neonatus b.d Hasil kadar bilirubin meningkat [D.0024] 2. Resiko hipotermi b.d Transfer panas (efek samping fototerapi)
[D.0140]
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : -
Objektif : 3. Gangguan integritas kulit b.d Peningkatan kadar bilirubin
1. Profil darah abnormal (hemolysis, bilirubin serum total >2mgdl, [D.0142]
bilirubin serum total pada rentang resiko tinggi menurut usia pada
Gejala dan tanda mayor
normogram spesifik waktu)
Subjektif:-
2. Membran mukosa kuning
3. Kulit kuning Objektif: kerusakan jaringan atau lapisan
4. Sklera kuning Gejala dan tanda minor
Subjektif:-
Gejala dan Tanda Minor Objektif:
Subjektif : -
1. Nyeri
Objektif : -
2. Pedarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
INTERVENSI
KEPERAWATAN
No. Diagnosa (SDKI) Tujuan Dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Ikterik neonatus b.d Hasil kadar Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 Fototerapi Neonatus [I.03091]
bilirubin meningkat [D.0024] x 24 jam diharapkan Adaptasi Neonatus
Observasi
Membaik [L.10098] dengan
Gejala dan Tanda Mayor
1. Monitor ikterik pada skelradan kulit bayi
Kriteria hasil :
Subjektif : -
2. Monitor suhu dan TTV setiap 3 jam
Objektif : 1. Membran mukosa tidak ikterik
Terapeutik
1. Profil darah abnormal (hemolysis, 2. Kulit tidak kuning
bilirubin serum total >2mgdl, 1. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
3. Sklera tidak kuning
bilirubin serum total pada rentang 2. Berikan penutup mata pada bayi
resiko tinggi menurut usia pada 4. Kadar bilirubin menurun
normogram spesifik waktu) 3. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi
secara berkelanjutan
2. Membran mukosa kuning
Kolaborasi
3. Kulit kuning
4. Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin
4. Sklera kuning direct dan indirect
Gejala dan Tanda Minor  
Subjektif : -
Objektif : -
2. Resiko hipotermi b.d Transfer Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipotermi [I.14507]
panas (efek samping fototerapi) keperawatan 3 x 24 jam diharapkan Observasi
[D.0140] Termoregulasi [L.14134] dengan
1. Monitor suhu tubuh
  Kriteria hasil :
2. Identifikasi penyebab hipotermi
1. Menggigil menurun
3. Monitor tanda dan gejala akibat
2. Kulit merah menurun
hipotermi
3. Suhu tubuh membaik
Terapeutik
4. Suhu kulit membaik
4. Sediakan lingkungan yang hangat
 
3. Gangguan integritas kulit b.d Setelah dilakukan tindakan Perawatan Kulit dan Jaringan
Peningkatan kadar bilirubin keperawatan 3 x 24 jam [I.11353]
[D.0142] diharapkan Integritas kulit dan
Observasi
jaringan [L.14125] dengan
Gejala dan tanda mayor
1. Identifikasi penyebab gangguan
Subjektif:- Kriteria hasil : integritas kulit
1. Kerusakan lapisan kulit
Objektif: kerusakan jaringan Terapeutik
atau lapisan menurun
2. Kemerahan menurun 2. Ubah posisi tiap 2 jam (tirah
Gejala dan tanda minor 3. Tekstur kulit membaik baring)
Subjektif:- 3. Membersihkan perineal dengan
Objektif: air hangat/tisu basah
Edukasi
1. Nyeri
2. Pedarahan 4. Anjurkan ibu memberikan
3. Kemerahan asupan nutrisi yang cukup (ASI)
4. Hematoma
5. Anjurkan ibu agar bayi
dihindarkan dari suhu ekstrem
 
THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai