Anda di halaman 1dari 40

IKTERUS NEONATUS

Pembimbing : Dr. dr. Made Setiawan Sp.A


Pendahuluan

 Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu
bilirubin

 Bilirubin merupakan hasil degradasi dari berbagai produk di dalam tubuh


seperti hemoglobin ( yang utama ), mioglobin, sitokrom, peroksidase dan
eritropoesis yang tidak efektif
 Enzim yang dibutuhkan untuk katabolisme ini adalah heme oksigenase dan biliverdin
reduktase.

 Satu miligram hemoglobin dapat menjadi ± 35 mg bilirubin.

 Manifestasi peningkatan kadar bilirubin dalam tubuh dapat terjadi karena adanya
faktor yang menyebabkan penurunan kemampuan meretensi bilirubin dalam sirkulasi
seperti hipoproteinemia, kelainan karena pergeseran secara kompetitif oleh obat
maupun agen lainnya atau karena faktor lain yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas dari sawar darah otak seperti asfiksia dan prematuritas.
 Paling baik pengamatan dilakukan dengan
cahaya matahari dan dengan menekan sedikit
kulit yang akan diamati untuk menghilangkan
warna karena pengaruh sirkulasi.
 Ikterus bermanifestasi pada kadar yang lebih

rendah pada orang kulit putih, dan lebih tinggi


pada orang yang berkulit berwarna.
 Ikterus jelas terlihat bila kadar bilirubin > 6

mg%.
 Bilirubin memiliki struktur kimia yang menarik karena memiliki susunan
ruang yang beragam ( multiple stereoisomerase ). Bilirubin IX-α
adalah isomer utama dalam tubuh. Oksidasi heme pada posisi β akan
menghasilkan bilirubin IX-β. Adapun Bilirubin IX-α merupakan bilirubin
yang sulit larut dalam air ( Bersifat non polar ), kalaupun larut hanya
dalam pH alkali.

 Tiga bentuk bilirubin yang biasanya ditemukan dalam sirkulasi tubuh


adalah yang tidak terkonjugasi, monokonjugasi dan dikonjugasi.
 Bilirubin tak terkonjugasi ( indirek ) dapat larut dengan mudah
dalam lipid dan kurang larut dalam air pada pH fisiologis.

 Bilirubin terkonjugasi ( direk ) larut dalam air dan tidak dapat


berdifusi ke dalam sel. Bilirubin yang tak terkonjugasi banyak
ditemukan dalam mekonium dan feses.
Definisi
 Ikterus neonatus merupakan gejala fisiologis (
25-50% neonatus cukup bulan dan neonatus
kurang bulan ) atau patologis ( inkompatibilitas
Rh dan ABO, sepsis, galaktosemia, penumbatan
saluran empedu ).
 Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3,
kadarnya tidak berpotensi menjadi kernicterus
dan tidak menyebabkan morbiditas.
 Ikterus patologis mempunyai dasar patologis
atau hiperbilirubinemia.
 Hiperbilirubinemia :
1. Ikterus pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5
mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10
mg% pada neonatus kurang bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus disertai proses hemolisis
5. Ikterus disertai keadaan : BB lahir <
2000 gr, masa gestasi < 36 mgg,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi, trauma lahir pada
kepala, hipoglikemia, hiperkarbia,
hiperosmolalitas darah
Kriteria Diagnosa

FISIOLOGIS PATOLOGIS

 Timbul hari ke-3 dan hilang hari  Ikterus timbul dalam 24 jam
ke-10 pertama
 Bilirubin indirek < 15 mg %  Bilirubin darah total ≥ 13 mg/dL
(cukup bulan) dan < 10 mg % (cukup bulan) dan ≥ 10 (kurang
(kurang bulan) bulan)
 Bilirubin direk < 1 mg %  Bilirubin direk 1.5 – 2 mg %
 Kenaikan bilirubin < 5 mg % /  Kenaikan bilirubin > 5 mg % /
hari hari
 Defisiensi enzim glukoronil  Ikterus menetap > 1 minggu pada
tranferase bayi cukup bulan dan > 2 minggu
 Anak sehat (tidak ada gejala pada bayi kurang bulan
patologi)
Ikterus Fisiologis
Etiologi dari ikterus fisiologis antara lain :
 Peningkatan jumlah bilirubin yang masuk ke dalam sel hepar
Hal ini dapat disebabkan oleh :
 Volume eritrosit per kilogram berat badan pada bayi lebih besar daripada dewasa
 Masa hidup eritrosit bayi lebih pendek dari pada dewasa
 Siklus enterohepatik ( resorbsi bilirubin dari usus ) yang meningkat
 Fungsi hepar yang belum sempurna ( defek konjugasi dilirubin di hepar )

 Kemudahan difusi bilirubin ke dalam hepatosit belum baik karena konsentrasi ligan
yang rendah, jumlah dan fungsi enzim glukoronil transferase yang belum memadai
serta sintesis UDPGA sebagai donor asam glukoronat untuk konjugasi dengan
bilirubin yang belum mencukupi kecepatan untuk mengeliminasi bilirubin.
Ikterus Patologis

Produksi Transportasi Konjugasi Ekskresi


Hemolisis Hipoalbuminemia ( Defisiensi enzim Obstruksi/Atresia
(Inkompabilitas Ibu dan anak hepatik sistem ekskresi
Golongan Darah, malnutrisi ) ( Imaturitas, gangguan empedu
defisiensi enzim G6PD, Obat – obatan fungsi hepar )
hemoglobinopati, ( kompetitisi dengan
sferositosis herediter drug albumin )
induced, polisitemia )
Darah ekstravaskuler
Siklus enterohepatik
yang berlebihan

Resiko hiperbilirubinemia sangat erat hubungannya dengan kejadian kernikterus meskipun tidak diperlukan kadar bilirubin yang tinggi pada bayi
dengan prematuritas, asfiksia dan hemolisis.
Metabolisme Bilirubin
 Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai
akibat degradasi hemoglobin pada sistem
RES.
BIlirubin indirect yaitu bilirubin yang
bereaksi tidak langsung dengan zat warna
diazo (reaksi Hymans van den Bergh),
bersifat tidak larut dalam air, larut dalam
lemak.
 Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin.
Bilirubin ditransfer melalui membran sel
kedalam hepatosit sedangkan albumin tidak.
Didalam sel bilirubin akan terikat terutama
pada ligandin dan sebagian kecil pada glutation
S-transferase dan protein Z.
Proses ini merupakan proses 2 arah,
tergantung dari konsentrasi dan afinitas
albumin dalam plasma dan ligandin dalam
hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk
hepatosit dikonjugasi dan dieksresi ke dalam
empedu.
 Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi
menjadi bilirubin diglukoronide dan sebagian
kecil dalam bentuk monoglukoronide.
Glukoronil transferase merubah bentuk
monoglukoronide menjadi diglukoronide.
Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis
bilirubin diglukoronide. Pertama UDPG:T (
Uridin Difosfat Glukoronide Transferase)
mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide.
 Eksresi
Sesudah konjugasi bilirubin menjadi bilirubin
direk yang larut dalam air dan dieksresi ke
sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus,
tidak diabsorpsi, sebagian kecil bilirubin direk
dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi → siklus enterohepatis.
Pada neonatus karena aktifitas enzim B
glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk
banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin.
Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi
bilirubin indirek meningkat dan terabsorpsi
sehingga siklus enterohepatis meningkat.
 Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Dalam keadaan fisiologis, hampir semua
neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin
indirek sampai 2 mg%, berakibat penumpukan
bilirubin dan disertai gejala ikterus.
Pada neonatus karena fungsi hepar belum
matang, terdapat gangguan dalam fungsi hepar
, terdapat kekurangan enzim glukoronil
transferase atau kekurangan glukosa, kadar
bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat albumin sangat
tergantung pada kadar albumin serum. Bayi
kurang bulan kadar albuminnya rendah,
sehingga bilirubin indirect yang bebas dapat
meningkat dan melekat pada sel otak, hal ini
yang menyebabkan terjadinya kern icterus.
Oleh karenanya diberikan albumin atau plasma.
Bila kadar bilirubin indirect mencapai 20 mg%,
kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh
neonatus yang kadar albumin normal telah
tercapai.
 Kernicterus ialah suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirect pada otak,
terutama pada corpus striatum, talamus,
nukleus subtalamus hipokampus, nukleus
merah dan nukleus didasar ventrikel IV.
 Gejala klinis : mata berputar, letargi, kejang,

tak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher


kaku, opistotonus. Pada usia lebih lanjut :
spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis
disertai ketegangan otot, ketulian nada tinggi,
gangguan bicara, retardasi mental.
Etiologi
 Produksi yang berlebihan
Pada hemolisis yang meningkat ( inkompabilitas
darah Rh, ABO ), defisiensi enzim G-6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
 Gangguan dalam proses ‘uptake’ dan konjugasi
hepar
Disebabkan imaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan
fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi, tidak terdapat enzim glukoronil
transferase, defisiensi protein Y dalam hepar.
 Gangguan transportasi
Ikatan albumin dan bilirubin dapat dipengaruhi
obat ( salisilat, sulfafurazole ). Defisiensi
albumin → > bilirubin indirect bebas dalam
darah yang melekat ke sel otak.
 Gangguan dalam ekskresi

Akibat obstruksi dalam hepar (infeksi) atau luar


hepar ( kelainan bawaan).
Ikterus Karena ASI

Breast Fed Jaundice ( early onset )

 Pada hari awal bayi mendapat ASI.


 Disebabkan oleh inhibisi enzim glukoronil transferase
 Bayi sehat dan tidak menunjukkan gejala lainnya
 Hiperbilirubin yang terjadi dapat mencapai kadar di atas 12 mg/dL pada
minggu pertama kehidupan.
 Hal ini dapat terjadi karena adanya penurunan intake, dehidrasi atau
kalori.
Breast Milk Jaundice ( late onset )

 Timbul hari ke tiga hingga ke tujuh dan mencapai nilai maksimal pada minggu ke dua
atau ke tiga.
 Kadar bilirubin biasanya antara 10 – 30 mg/dL dan bila ASI diteruskan maka kadar
bilirubin akan turun secara gradual dalam beberapa minggu dan bertahan dalam
konsentrasi yang rendah selama 3 – 10 minggu.
 Sedangkan bila ASI dihentikan selama 1-2 hari dan diganti dengan susu formula maka
kadar bilirubin akan segera turun.
Inkompatibilitas golongan darah

 Yang sering ditemukan di klinis berupa inkompatibilitas terhadap golongan darah ABO atau Rhesus.
 Golongan darah Rhesus memiliki manifestasi yang lebih jelas terhadap inkompatibilitas. Terjadi bila ibu
memiliki golongan darah Rhesus positif dan janin adalah rhesus negatif.
 Hal ini dapat dicegah dengan pemberian anti-D gamma globulin (RhoGAM) setelah lahir kepada
bayi dengan rhesus positif.
 Untuk golongan darah ABO, gejala yang timbul akan lebih ringan berupa akumulasi bilirubin hingga
ikterik yang membutuhkan tranfusi tukar sampai ikterik yang dapat diatasi cukup dengan fototerapi.
 Umumnya terdapat pada ibu dengan golongan darah O yang mengandung janin dengan golongan darah
A atau B, meskipun ibu dengan golongan darah A atau B dengan janin yang memiliki golongan darah
yang berlawanan dengan ibunya juga dapat terjadi.
Defisiensi enzim G6PD ( Glukosa 6-Phosphat
Dehidrogenase )
 Enzim G6PD merupakan suatu enzim yang bekerja dengan menjaga eritrosit dari ion-ion oksidan yang
dapat merusak lipid dalam membran eritrosit sehingga terjadi hemolisis.
 Umumnya hemolisis terjadi bila adanya suatu agen pencetus.
 Trigger dapat berupa obat-obatan, bahan kimia atau infeksi.
 Obat-obatan atau bahan kimia yang dapat memicu terjadinya hemolisis adalah obat golongan sulfa,
aspirin, antimalaria, naftalen, nitrofurantoin, Fava bean ( sejenis kacang polong ) dan infeksi dari virus
hepatitis ( Hemolisis Hepatic Syndrome ).
 Gejala yang timbul meliputi anemia akut yang disebabkan oleh hemolisis intravaskuler pada neonatus.
Ini umumnya terjadi pada defisiensi G6PD varian Canton. Untuk mencegah timbulnya fase hemolisis
akut perlu diadakan screening pada neonatus dengan peningkatan bilirubin pada akhir minggu pertama
kelahiran untuk mendeteksi dini akan adanya deffisiensi G6PD. Ujian penyaringan dilakukan dengan
mengambil spesimen daripada darah tali pusat bayi. Program ini penting artinya agar orang tua bayi
tersebut mengetahui dengan dini bahwa bayinya menderita defisiensi G6PD sehingga dihindari
penggunaan preparat oksidan.
 Ibu dengan bayi defisiensi G6PD boleh menyusui bayinya, dengan syarat sang ibu harus menghindari
preparat oksidan. Bayi defisiensi G6PD dapat tumbuh menjadi dewasa sehat jika mereka terhindar dari
preparat oksidan

 Pemeriksaan Penunjang
The Beutler Fluorescent Spot Test yang merupakan suatu test yang cepat dan murah untuk
mengidentifikasi produksi NADPH oleh G6PD dibawah sinar ultraviolet.2 Bila darah tidak berfluoresensi
maka test disebut positif, tetapi hasil test dapat positif palsu pada pasien yang sedang dalam episode
krisis hemolisis akut.

The G6PD – Tetrazolium Cytochemical Test yang merupakan suatu test yang sensitif.4 Test ini hanya
memerlukan 1 – 5 % sel dengan penurunan aktifitas G6PD untuk mendapatkan hasil yang positif. Test
ini dapat mendiagnosis defisiensi G6PD setelah episode krisis hemolisis akut dan dapat juga mendeteksi
defisiensi G6PD pada seorang wanita heterozigot.
Infeksi Intrauterine

 Infeksi neonatus dapat berupa infeksi antenatal yang terjadi secara transplasental dari ibu yang
mengalami septikemi sehingga bakteri memasuki sirkulasi umbilikus
 Secara intranatal dari proses partus yang tidak steril, korioamnionitis akibat Ketuban Pecah Dini atau
dari kontak langsung dengan jalan lahir. Demam pada ibu, nyeri uterus, cairan amnion purulen
merupakan tanda korioamnioitis
 Pada masa post natal bayi dengan sepsis dapat mengalami masalah dengan ketidakstabilan temperatur,
tidak mau minum, irritable, umumnya terdapat respiratory distress, takikardia atau bradikardi, sianosis,
syok dan lainnya.
 Dengan demikian pada umumnya infeksi neonatal menunjukkan gejala yang tidak spesifik bahkan
asimtomatik bergantung pada apakah infeksi terjadi intrauterus atau merupakan komplikasi obstetrik.
Penatalaksanaan
 Pendekatan menentukan kemungkinan
penyebab
A. Ikterus dalam 24 jam pertama :
- inkompatibilitas darah Rh, ABO
- infeksi intrauterin
- defisiensi G-6-PD
Pemeriksaan :
- Kadar bilirubin serum berkala
- Darah tepi lengkap
- Golongan darah ibu dan bayi
- uji Coombs
- pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-
PD, biakan darah, biopsi hepar
B. Ikterus dalam 24-72 jam sesudah lahir
- Ikterus fisiologis
- Inkompatibilitas darah ABO atau Rh → ↑
bilirubin cepat ( >5 mg%/24 jam )
- Defisiensi enzim G-6-PD
- Polisitemia
- Hemolisis perdarahan tertutup
- Hipoksia
- Sferositosis, eliptositosis
- Dehidrasi asidosis
- Defisiensi enzim eritrosit lain
Pemeriksaan :
- darah tepi
- kadar bilirubin berkala
- pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD
C. Ikterus sesudah 72 jam pertama sampai
akhir minggu pertama
- infeksi (sepsis)
- dehidrasi asidosis
- defisiensi enzim G-6-PD
- pengaruh obat
- sindrom Criggler-Najjar
- sindrom Gilbert
D. Ikterus pada akhir minggu pertama dan
selanjutnya
- obstruksi
- hipotiroidisme
- breast milk jaundice
- infeksi
- neonatal hepatitis
- galaktosemia
Pemeriksaan :
- bilirubin berkala
- darah tepi
- penyaring G-6-PD
- biakan darah, biopsi hepar
Ikterus yang kemungkinan menjadi
patologis :
- ikterus pada 24 jam pertama
- ikterus dengan kadar bilirubin > 12,5 mg%
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada
neonatus kurang bulan
- ikterus dengan peningkatan bilirubin > 5
mg%
/hari
- ikterus menetap > 2 minggu pertama
- ikterus yang berhubungan dengan proses
hemolitik, infeksi
- kadar bilirubin direk > 1 mg%
 Pencegahan
- Pengawasan antenatal yang baik
- Menghindari obat yang dapat meningkatkan
ikterus pada bayi dan masa kehamilan
- Pencegahan dan mengobati hipoksia pada
janin dan neonatus
- Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari
sebelum partus
- Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru
lahir
- Pemberian makanan yang dini
- Pencegahan infeksi
 Mengatasi hiperbilirubinemia
- mempercepat proses konjugasi : fenobarbital
→ enzim inducer, bermanfaat pada ibu 2 hari
sebelum melahirkan
- memberikan substrat yang kurang untuk
transportasi atau konjugasi : albumin, plasma
dosis 15-20 ml/kgBB
- melakukan dekomposisi bilirubin dengan
fototherapi
- transfusi tukar, dengan indikasi :
- bilirubin indirek ≤ 20 mg%
- kenaikan kadar bilirubin indirect yang cepat
y.i 0,3-1 mg%/jam
- anemia berat pada dengan gejala gagal jantung
- kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direk
(+)
 Pengobatan umum
Pemberian makanan yang dini dengan cairan
dan iluminasi kamar bersalin dan bangsal bayi
yang baik.
 Tindak lanjut

- Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan


- Penilaian berkala pendengaran
- Fisiotherapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa
INDIKASI PENGGUNAAN FOTOTERAPI PADA IKTERIK NEONATORUM

Secara Visual

Usia Lokasi Ikterik


1 Hari Bagian tubuh manapun
Lengan dan tungkai atau
2 hari
bagian lebih distal
Hari seterusnya Tangan dan kaki
Komplikasi dari Fototerapi

 Bronze Baby Sindrome pada keadaan bilirubin terkonjugasi yang meningkat (


fototerapi menyebabkan pemecahan cooper porphyrins sehingga urine dan kulit
berwarna seperti perunggu )
 Diare  bilirubin indirek menghambat laktase
 Hemolisis  mengganggu sirkulasi eritrosit
 Dehidrasi  bertambahnya insensible water loss
 Ruam kulit  pelepasan histamin dari sel mast
Transfusi Tukar

 Suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan


pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan
berulang-ulang sampai sebagian besar arah penderita tertukar.

 Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi ini bermanfaat untuk


mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mencegah hemolisis
lanjut dan mengatasi anemia.
Indikasi Dihentikannya Transfusi Tukar

 Emboli ( bekuan darah, trombosis )


 Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis,
hipoglikemia
 Gangguan pembekuan darah akibat heparin
 Perforasi pembuluh darah
Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

BAYI CUKUP BULAN DENGAN FAKTOR RESIKO


USIA
mg/dL μmol/l mg/dL μmol/l
Hari ke 1 Kuning terlihat pada bagian tubuh manapun
Hari ke 2 15 260 13 220
Hari ke 3 18 310 16 270
Hari ke 4 dan 20 340 17 290
seterusnya

Faktor resiko berupa berat lahir < 2,5 kg atau kelahiran sebelum 37 minggu,
hemolisis dan sepsis.
Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

KADAR BILIRUBIN ( MG/DL )


BERAT BADAN ( GR )
< 1000 Fototerapi dalam 24 jam pertama
1000 – 1500 7–9
1500 – 2000 10 – 12
2000 – 2500 13 – 15

Anda mungkin juga menyukai