Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA By. Ny. F

DENGAN HIPERBILIRUBIN

Oleh :

BOBBY PRIYANDANA

PRESEPTI PENDIDIKAN :

LIZA WATI S.Kep, NS, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

TANJUNGPINANG

2022
A. KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang merupakan

bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi yang

terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim, 2012). Bilirubin diproduksi oleh kerusakan

normal sel darah merah. Bilirubin dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus

sebagai empedu atau cairan yang befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri dan

Prayogi, 2017). Hiperbilirubinemia dapat terjadi karena produksi bilirubin yang berlebih,

gangguan fungsi hepar, atau ekskresi bilirubin yang terganggu. Hiperbilirubinemia

didefinisikan sebagai kadar bilirubin darah lebih dari 3 mg/dL. Hiperbilirubinemia secara

klinis dapat diamati pada jaringan seperti sklera, mukosa, dan kulit, karena bilirubin

mengalami penumpukan pada jaringan-jaringan tersebut.

Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah sehingga

melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami hiperbilirubinemia

pada minggu pertama setelah kelahiran. Keadaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir

disebabkan oleh meningkatnya produksi bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya

albumin sebagai alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin

oleh hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI,

2013).

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana meningkatnya kadar bilirubin dalam

darah secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan perubahan pada bayi baru lahir yaitu

warna kuning pada mata, kulit, dan mata atau biasa disebut dengan jaundice.

Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin serum yang disebabkan oleh

salah satunya yaitu kelainan bawaan sehingga menyebabkan ikterus (Imron, 2015).

Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan karena tingginya

kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi baru lahir berwarna kuning pada

kulit dan pada bagian putih mata (Mendri dan Prayogi, 2017).

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan proses fisiologis atau patologis dan dapat

juga disebabkan oleh kombinasi keduanya. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi baru lahir
tampak kuning, keadaan tersebut timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z

bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus atau kuning pada sklera dan kulit (Kosim, 2012).

Pada keadaan normal kadar bilirubin indirek pada tali pusat bayi baru lahir yaitu 1

– 3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5 mg/dL per 24 jam. Bayi baru lahir biasanya

akan tampak kuning pada hari kedua dan ketiga dan memuncak pada hari kedua sampai hari

keempat dengan kadar 5 – 6 mg/dL dan akan turun pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada

hari kelima sampai hari ketujuh akan terjadi penurunan kadar bilirubin sampai dengan

kurang dari 2 mg/dL. Pada kondisi ini bayi baru lahir dikatakan mengalami

hiperbilirubinemia fisiologis (Stoll et al, 2004).

B. Anatomi dan Fisiologi

Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah pabrik

kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan sejumlah besar

substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan

fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus

gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrien ini

menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh untuk keperluan

metabolik. Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme

glukosa dan protein. Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan

utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus gastrointestinal.

Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mengeksresikannya ke

dalam empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu

dalam kandung empedu (vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses

pencernaan; pada saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu

memasuki intestinum (usus). (Brunner Suddart, 2001).

1) Eksresi Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel
pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat
konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam
larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam
kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke
duodenum.(Brunner & Suddart, 2001).

Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian


akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi lewat mukosa intestinal
ke dalam darah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini
dikeluarkan oleh hepatosit dan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi
enterohepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan dieksresikan
oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur
utama ekskresi bagi senyawa ini.(Brunner & Suddart, 2001).

Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati,
bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila
terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran
empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak
terdapat dalam urin. (Brunner & Suddart, 2001).

2) Metabolisme Bilirubin

Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin


yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan
hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada bayi yang normal
dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil
transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada
neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta
beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran
biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian
bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam
sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation
hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses
konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang
kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut
dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai
sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan
terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek
pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses
fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar
eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum
matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan
mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari
ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup
bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin
ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam
darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan
sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa
dihari kemudian.
3) Diagram Metabolisme Bilirubin

Eritrosit

Hemoglobin

Hem Globin

Besi/FE Bilirubin Indirek Terjadi pada


(tidak larut dalam air) Limpha, Makrofag

Bilirubin berikatan
Terjadi dalam
dengan albumin
plasma darah

Melalui hati

Bilirubin berikatan Hati


dengan
Glukoronat/gula residu
bilirubin direk (larut
dalam air)

Bilirubin direk
diekskresi ke kandung
empedu
Melaui Duktus
Billiaris
Kandung empedu ke
duodenum

Bilirubin direk
diekskresi melalui
urine dan feses
C. Etiologi
Etiologi pada bayi dengan hiperbirirubinemia diantaranya :
1) Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena; polycethemia, issoimun,
hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat
(hemolisis kimia : salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler,
cephalhematoma, ecchymosis
2) Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah metabolik;
hypothyroidisme, jaundice ASI.
3) Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4) Gangguan Konjugasi bilirubin
5) Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut icterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan
tertutup.
6) Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).

D. Klasifikasi
1) Hiperbilirubinemia Fisiologis

Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada 24 jam

pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada hiperbilirubinemia fisiologis

peningkatan kadar bilirubin total tidak lebih dari 5mg/dL per hari. Pada bayi cukup

bulan, hiperbilirubinemia fisiologis akan mencapai puncaknya pada 72 jam setelah

bayi dilahirkan dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 jam awal

kelahiran kadar bilirubin akan meningkat sampai dengan 2 – 3 mg/dL kemudian pada

hari ke-5 serum bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL (Hackel, 2004).

Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secara perlahan sampai

dengan normal pada hari ke-11 sampai hari ke-12. Pada Bayi dengan Berat Lahir

Rendah (BBLR) atau bayi kurang bulan (premature) bilirubin mencapai puncak pada

120 jam pertama dengan peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan akan

menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013).

2) Hiperbilirubinemia Patologis

Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada bayi baru

lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Pada

hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin total akan meningkat lebih dari 5
mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, kadar serum bilirubin akan meningkat

sebanyak 12 mg/dL sedangkan pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum

bilirubin total akan meningkat hingga 15 mg/dL. Ikterus biasanya berlangsung kurang

lebih satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi kurang

bulan (Imron, 2015).

E. Manifestasi Klinik
1) Kulit berwarna kuning sampe jingga
2) Pasien tampak lemah
3) Nafsu makan berkurang
4) Reflek hisap kurang
5) Urine pekat
6) Perut buncit
7) Pembesaran lien dan hati
8) Gangguan neurologic
9) Feses seperti dempul
10) Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
11) Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12) Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13) Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4
dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
F. Patofiologi

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan


peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan
Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

G. Pathway

H. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik

1) Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb indirek menandakan
adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes
Coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah
dari neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3) Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4) Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi praterm.
5) Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena
hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65 %) pada
polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah lengkap kurang
dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8) Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
seru.
9) Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM
dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
10) Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis
pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11) Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

I. Penatalaksanaan dan terapi

Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan terapeutik pada bayi baru

lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :

1) Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir

disebabkan oleh infeksi.

2) Fototerapi

Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan

hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis. Fototerapi berfungsi

untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan urine dengan oksidasi

foto pada bilirubin dari biliverdin.

3) Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar

konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang dapat

meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam

empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat

bilirubin. Akan tetapi fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan untuk

mengatsi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

4) Transfusi Tukar

Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sudah

tidak dapat ditangani dengan fototerapi.

J. Komplikasi

Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi dapat

mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi serius). Pada keadaan lebih

fatal, hiperbilirubinemia pada neonatus dapat menyebabkan kern ikterus, yaitu

kerusakan neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan retardasi mental,

hiperaktivitas, bicara lambat, tidak dapat mengoordinasikan otot dengan baik, serta

tangisan yang melengking (Suriadi dan Yuliani, 2010).

Menurut American Academy of Pediatrics (2004) manifestasi klinis kern

ikterus pada tahap kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang selamat biasanya

menderita gejala sisa berupa bentuk atheoid cerebral palsy yang berat, gangguan

pendengaran, paralisis upward gaze, dan dysplasia dental enamel. Kern ikterus

merupakan perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin

pada beberapa daerah otak terutama di ganglia basalis, pons, dan cerebellum.

Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of Pediatrics (2004)

terdiri dari tiga fase, yaitu :

1) Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik, berkurangnya gerakan bayi,


dan reflek hisap yang buruk.

2) Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan

peningkatan tonus (retrocollis dan opisthotonus) yang disertai demam.

3) Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau koma, peningkatan

tonus, tidak mampu makan, high-pitch cry, dan kadang kejang.


Analisa Data

Nama Klien : By. Ny F Ruangan/ No.Bed :

Umur : Tanjungpinang, 2 Maret 2021 Diagnosa Medis : Hiperbilirubin

NO SYMPTOM
ETIOLOOGY PROBLEM
(DATA SUBYEKTIF &
(PENYEBAB) (MASALAH)
OBYEKTIF)

1. DS: Sectio caesario Gangguan


Demam sejak 1 hari sebelum masuk
RS (38,1C), Kuning diseluruh tubuh Fungsi organ Integritas Kulit
dan
belum mature
DO:
Bagian mata dan lipatan kaki kuning (Hati)
(36,2C)
Konjugasi belum

baik

Hiperbilirubin

Ikterus

2. DS: Intake oral tidak Kekurangan


Sebelum sakit BB : 3250 gram
adekuat volume cairan
DO:
Bayi menyusui ASI sedikit Kekurangan
penurunan BB : 2900 gram
volume cairan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN/NURSING CARE PLAN

Diagnosa Outcomes Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Kekurangan Setelah diberikan - Intake dan output - Pantau masukan - Berat badan
volume cairan asuhan cairan seimbang dan haluan bayi normal
b.d intake oral keperawatan 1 x 24 - Turgor kulit baik cairan, timbang akan semakin
yang tidak jam, diharapkan berat badan bayi bertambah atau
adekuat ditandai kebutuhan cairan 2 kali sehari. tetap. Kurang
dengan bayi - Perhatikan penambahan
tubuh neonates
malas menyusu, tanda- tanda berat badan
terpenuhi secara
sucking reflex dehidrasi (mis: pada bayi
adekuat.
lemah dan penurunan sebagai
dengan BBLR haluaran urine, indikator
2130 gr kulit hangat atau kurangnya
kering dengan volume cairan
turgor buruk, dalam tubuh.
dan mata - Peningkatan
cekung). kehilangan air
- Tingkatkan melalui feses
masukan cairan dan evaporasi
per oral, dengan dapat
memberi air menyebabkan
diantara dehidrasi.
menyusui atau - Meningkatkan
memberi susu input cairan
botol. sebagai
kompensasi
pengeluaran
feces yang
encer sehingga
mengurangi
risiko bayi
kekurangan
cairan.
- Turgor kult yang
buruk, tidak
elastis
merupakan
indikator adanya
kekurangan
volume cairan
tubuh.

2. Gangguan Setelah dilakukan - Kadar bilirubin - Monitor warna - Warna kulit


integritas kulit tindakan dalam batas dan keadaan yang terus
b.d peningkatan keperawatan normal ( 0,2 – 1,0 kulit setiap 4-8 kekuningan
kadar bilirubin selama 2 x 24 jam, mg/dl ) jam sampai jingga
indirek dalam diharapkan - Kulit tidak - Monitor dan bertambah
darah ditandai berwarna kuning/ keadaan luas daerah
integritas kulit
dengan kulit warna kuning bilirubin direk kekuningan
kembali baik/
bayi W tampak mulai berkurang dan indirek ( secara perlahan
normal.
kuning di bagian - Tidak timbul kolaborasi menandakan
wajah hingga lecet akibat dengan dokter konsentrasi
dada dan hasil penekanan kulit dan analis ) bilirubin indirek
laboratorium yang terlalu - Ubah posisi bayi dalam darah
kadar bilirubin lama. menjadi miring tinggi.
19 mg/dL atau tengkurap - Menghindari
setiap 2 jam adanya
dengan penekanan pada
dilakukan kulit yang terlalu
massage dan lama pada bayi
berbarengan untuk mencegah
dengan terjadinya
memonitor dekubitus atau irtasi
keadaan kulit. pada kuit bayi.
- Jaga kebersihan
kulit dan
kelembaban
kulit.

Anda mungkin juga menyukai