HEMORRAGIC”
DISUSUN KELOMPOK 2:
1. Boby Priyandana 121811002
2. Dwinta Kinanti 121811008
3. Fahdya Anjeli 121811010
4. Jesica Fitriani 121811012
DOSEN PEMBIMBING:
TANJUNGPINANG
2021
DAFTAR ISI
Daftar Isi......................................................................................................................ii
Kata Pengantar..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
BAB V PENUTUP.....................................................................................................40
3.1. Kesimpulan....................................................................................................40
3.2. Saran...............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................41
ii
KATA PENGANTAR
Ahamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-
dengan judul “Stroke Hemorragic dan Non Hemorragic”. Makalah ini sebagai
salah satu persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Keperawatan Gadar II studi S1
serta dorongan dari semua pihak, akhirnya makah ini dapat diselesaikan tepat
waktu.
untuk itu kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Kelompok 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke dibagi dalam dua kategori mayor yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke non hemoragik terjadi karena aliran darah ke otak
terhambat akibat aterosklorosis atau pembekuan darah. Sedangkan stroke
hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan terhambat aliran darah ke otak, darah merembas ke area otak
dan merusaknya.
Begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stroke,
faktor risiko terjadinya stroke terbagi lagi menjadi faktor risiko yang dapat
dirubah dan faktor risiko yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko yang tidak
dapat dirubah dan dikontrol pengaruhnya terhadap kejadian stroke,
diantaranya yaitu faktor keturunan, ras, umur dan jenis kelamin. Sedangkan
faktor risiko yang dapat dirubah yaitu hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
diabetes mellitus, merokok, alcohol, peningkatan kolestrol, dan obesitas.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui Pengelolaan askep dan
manajemen kasus secara komprehensif pada pasien yang mengalami
kegawatan, kedaduratan, dan kegawatdaruratan : Stroke Hemorragic
iv
dan Stroke Non Hemorragic.
v
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
vi
2.2. Anatomi Fisiologi
vii
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan
nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).
Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.
b) Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm
pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk
rasa raba dan pendengaran.
d) Lobus oksipitalis
Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan
area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain
& memori.
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan
perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom.
b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
viii
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan.
Memiliki peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik
yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima,
inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan
dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter
secara optimal.
c. Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla
spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak,
anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
2.2.2. Anatomi Fisiologi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak
sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan
harus terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan
suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin
suplai darah yang adekuat untuk sel.
a. Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis
interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri
medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh
darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu
kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri
ix
anterior saling berhubungan melalui arteri communicans
anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria
subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan
cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini
bersatu membentuk arteri basilaris.
b. Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di
dalam struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak
mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena
cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang
mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena
anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus.
Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia.
2.3. Klasifikasi
a. Perdarahan intracranial
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
x
hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak
membentuk masa yang menekan jaringan otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai
di daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum.
b. Pendarahan subaraknoid
2.4. Etiologi
xiii
valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup
buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli
diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen
diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.
b. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh
darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).
Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi
dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari
arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat
gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2.5. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel
penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan
pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar
100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada
orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari
berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50%
xiv
glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah
yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna
yang terdiri dari arteri karotis dekstra dan sinistra, yang menyalurkan
darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke
bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior,
selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi
arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di
perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering
mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak diantaranya dapat berupa:
xv
2.6. Manifestasi Klinis
2.6.1. Serangan Stroke timbul Tanda gejala seperti berikut:
xvii
c) Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena):
gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan
komunikasi
d) Disfasia
c. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a) Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b) Defisit sensorik kontralateral
c) Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
d. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi
biasanya bilateral)
a) Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b) Meningkatnya reflek tendon
c) Ataksia
d) Tanda Babinski bilateral
e) Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f) Disfagia
g) Disartria
h) Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i) Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat,
disorientasi
j) Gangguan penglihatan dan pendengaran
e. Arteri serebri posterior
a) Koma
b) Hemiparese kontralateral
c) Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia,
koreoatetosis.
2.7. Pemeriksaan Diagnostik
2.7.1. Anamnesis
xviii
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan
tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat
membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa
gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese,
monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler
atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba.
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab
stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain
yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit
neurologi yang dialami.
2.7.3. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi
neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial,
fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks
tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya
kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s
palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang
tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
2.7.4. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor risiko stroke seperti
xix
polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia).
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia)
atau dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat
ini (diabetes, gangguan ginjal).
2.7.5. Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
odalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien
stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik
sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan 12
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari
region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik
dari pembuluh darah penyebab stroke.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut.
e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat
xx
dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.
2.8. Penatalaksanaan Medis (farmakologi dan terapi diit)
2) Pemantauan temperatur.
3) Terapi dan pemantauan fungsi jantung.
4) Pemantauan tekanan darah arteri (hipertensi atau
hipotensi).
b) Terapi Trombolitik
1) Trombolitik Intravena
Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian
Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rtPA),
pemberian agen trombolitik lain dan enzim
defibrogenating
xxi
2) Trombolitik Intraarteri
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcame
terapi stroke dengan perbaikan kanal middle cerebral
artery (MCA).
c) Terapi Antiplatelet
Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan
kecepatan rekanalisasi spontan dan perbaikan
mikrovaskuler.
d) Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan bertujuan mencegah kekambuhan
stroke secara dini dan meningkatkan outcame secara
neurologis.
2.8.2. Penatalaksanaan Perawat
a. Penatalaksanaan Perawat Stroke Hemoragik
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral
decubitus bila disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi
bertahap apabila hemodinamik stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi bila perlu
berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah
3. Kandungan kemih yang penuh dikosongkan kateter
4. Control tekanan darah, dipertahankan normal
5. Suhu tubuh harus dipertahankan
6. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi
menelan, bila terdapat gangguan menelan atau pasien yang
kesadaran menurun, dianjurkan pipi NGT
7. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada
kontraindikasi
b. Penatalaksanaan Perawat Stroke non Hemoragik
1. letakkan kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada
xxii
pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi
dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
2. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisa gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi.
3. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian
dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
4. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik
5. Pantau juga kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu
6. Pertahankan nutrisi yang adekuat.
7. Program manajemen Bladder dan bowel.
8. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak
sendi range of motion (ROM).
2.10. Komplikasi
2.10.1. Kompilasi Stroke
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan,
xxiv
konstipasi dan tromboflebitis.
b. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh.
c. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala.
2.10.2. Komplikasi Stroke Hemoragik
a. Kejang
b. Gangguan dalam berpikir dan mengingat.
c. Masalah pada jantung.
d. Kesulitan dalam menelan, makan, atau minum
2.10.3. Komplikasi Stroke non Hemoragik
a. Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen dengan
dikirimkan ke jaringan. Hipoksia serbral di minimalkan
dengan pemberian oksigenasi adekuat ke otak.
b. Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integrasi pembuluh darah serebral. Hipertensi atau
hhipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Emolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Emolisme
akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan
menurunkan aliran darah ke serebral. Disritmia dapat
menimbulkan curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus segera diperbaiki.
xxv
Adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi stridor, ronchi, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi)
b. Breathing
Dilakukan auskultasi dada terdengar stridor atau ronchi atau
mengi, pernapasan diatas dua puluh empat kali per menit.
c. Circulation
d. Pemeriksaan fisik
pertama, pemeriksaan tingkat kesadaran sebagai
indikator yang paling awal dan paling dapat dipercaya dari
perubahan status dan keadaan neurologis, juga
pemeriksaan peningkatan Tekanan Intra Kranial, ditandai
dengan sakit kepala berlebihan, muntah proyektil dan
papil edema dan pemeriksaan skala kekuatan otot diukur
dengan (0) kontraksi otot tidak terdeteksi, (1) Kejapan
yang hamper tidak terdeteksi atau bekas kontraksi dengan
observasi atau palpasi,(2)Pergerakan aktif bagian tubuh
dengan mengeliminasi gravitasi,(3) Pergerakan aktif
hanya melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan, (4)
Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan (5)
Pergerakan aktif melawan tahana penuh tanpa adanya
kelelahan otot (kekuatan otot normal.
Kedua, pengkajian responsiveness (kemampuan untuk
bereaksi) pengkajian mengunakan level kesadaran
kuantitatif yaitu Compos Mentis(conscious), yaitu
kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis,
yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
xxvi
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.Delirium,
yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak- teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,
namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.Stupor (stupor koma), yaitu keadaan
seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan,
tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak
ada respon pupil terhadap cahaya), dengan mengunakan
Glasgow Coma Scal), Respon pasien yang perlu
diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam
derajat (score) dengan rentang angka 1-6 tergantung
responnya.Eye (respon membuka mata), (4): spontan,(3)
dengan rangsang suara(suruh pasien membuka mata),(2)
dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari),(1) tidak ada respon. Verbal
(respon verbal),(5) orientasi baik, (4) bingung, berbicara
mengacau (sering bertanya berulang-ulang) disorientasi
tempat dan waktu, (3) kata-kata saja (berbicara tidak jelas,
tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat), (2) suara tanpa arti (mengerang), (1) tidak ada
respon. Motor(respon motorik), (6) mengikuti perintah, (5)
melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus
saat diberi rangsang nyeri), (4) withdraws (menghindar
atau menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri), (3) fleksi abnormal (tangan satu
xxvii
atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri), (2) ekstensi abnormal (tangan satu
atau keduanya ekstensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri). (1) tidak ada
respon. Ketiga pengkajian status mental dimana alat yang
biasa paling sering digunakan untuk mengkaji fungsi
kognitif adalah Mini-Mental State Examination.
Keempat, pengkajian saraf kranial. 1) olfactory
berfungsi pada penciuman. 2) opticberfungsi pada
penglihatan, 3) oculomotor berfungsi pada mengangkat
kelopak mata atas, konstriksi pupil, pergerakan
ekstraokular, 4) Trochlearberfungsi pada gerakan mata ke
bawah dan ke dalam, 5) Trigeminal berfungsi pada
mengunyah, mengatupkan rahang, gerakan rahang
lateral,reflex kornea,sensasi wajah, 6) Abducens
berfungsi pada deviasi mata lateral, 7) facial berfungsi
pada gerakan wajah, perasa, lakrimasi, dan saliva, 8)
vestibulocochlear berfungsi keseimbangan, pendengaran,
9) glossopharyngeal berfungsi pada menelan, gag refleks,
perasa pada lidah belakang, 10)vagus berfungsi pada
menelan, gag refleks, viscera abdominal, fonasi,
11)spinal accessory berfungsi pada gerakan kepala dan
bahu, dan terakhir hypoglossal berfungsi pada gerakan
lidah
e. Pemeriksaan primer
kelemahan ekstremitas, gangguan bicara, peningkatan tekanan darah,
perubahan sensasi dan cara bicara. Keluhan penyakit saat ini:
mekanisme terjadinya. Riwayat penyakit terdahulu: adanya penyakit
saraf atau riwayat cedera sebelumnya dan darah tinggi, kebiasaan
minum alkohol, konsumsi medikasi antikoagulant atau agen
antiplatelet, adanya alergi, dan status imunisasi
f. Pemeriksaan sekunder
xxviii
adanya penurunan kesadaran, penurunan pergerakan, perubahan
sensasi, perubahan fungsi motorik lengan dan kaki
2.2. Diagnosa
2.3. Intervensi
Intervensi:
2) monitor neurologis,
xxix
3) identifikasi resiko,
xxx
Diagnosis 2: Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan keterlibatan neurotaransmeter,
kelemahan dan paralisis. Goal: pasien akan meningkatkan mobilitas fisik selama dalam
perawatan. Objektif: dalam jangka waktu dua kali duapuluh empat jam perawatan
pasien akan menunjukan outcomes:ambulasi (0200),keseimbangan (02020,pergerakan
sendi (0206).
Intervensi:
1) latihan ambulasi,
2) terapi latihan keseimbangan,
3) terapi latihan mobilitas sendi,
4) aktivitas monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan,
5) konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan,
6) bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera,
7) ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi,
8) kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi,
9) latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Activity Daily Lifes secara mandiri sesuai
kemampuan,
10) dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan Activity
Daily Lifes pasien,
11) berikan alat bantu jika klien memerlukan, 12) ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
1325
Diagnosis 3: kerusakan komunikasi verbal dan tertulis
berhubungan dengan kerusakan neuro transmeter, kehilangan tonus,
kerusakan dan sirkulasi serebral.Goal: klien akan meningkatkan
komunikasi verbal yang baik selama dalam perawatan. Objektif: dalam
jangka waktu dua kali dua puluh empat jam perawatan pasien akan
menunjukan outcomes: komunikasi (0902),komunikasi mengekspresikan
(0903), komunikasi penerimaan (0904). Intervensi:
1) aktivitas gunakan penerjemah , jika diperlukan,
2) beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika diperlukan,
3) konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi bicara,
4) dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan,
5) dengarkan dengan penuh perhatian, berdiri didepan pasien ketika
berbicara, gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar,
daftar kosakata bahasa asing, computer, dan lain- lain untuk
memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal,
6) ajarkan bicara dari esophagus, jika diperlukan,
7) beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan alat
bantu bicara (misalnya, prostesi trakeoesofagus dan laring buatan,
berikan pujian positive jika diperlukan,
8) anjurkan pada pertemuan kelompok,
9) anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus
komunikasi,
10) anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan
informasi (bahasa isyarat).
Diagnosis 4: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan intake peroral dan penurunan kesadaran.Goal: pasien
akan mempertahankan status nutrisi yang adekuat selama dalam
perawatan. Objektif: dalam jangka waktu tiga kali dua puluh empat jam
perawatan pasien akan menunjukan outcomes: status nutrisi: asupan
nutrisi (1009), status nutrisi (1004) nafsu makan (1014), status nutrsisi:
asupan makanan dan cairan (1008). NIC:manajemen nutrisi (1100),
manajemen gangguan makan (1030), manajemen saluran cerna (0430).
Intervensi:
ANALISA KASUS
HEMOROGIC
Studi kasus dilakukan di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. pada tanggal
16-07 2019 di ruang Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang dirawat berinisial Tn M.S
berusia 53 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama kristen protestan, pekerjaan petani,
alamat Alor Selatan, Nomor register 513514, masuk rumah sakit pada tanggal 16-07-
2019 dengan diagnosa medis Stroke Hemoragic, tanggal pengkajian 16-07- 2019,
sumber informasi dari pasien, keluarga dalam hal ini sebagai penanggung jawab Ny.P.S
yakni istri pasien, dan catatan perawatan.
3.1 Pengkajian
Hasil pengkajian pada tanggal 16-07- 2019 jam 08.00 WITA didapatkan hasil
keluhan utama keluarga Tn. .M. S mengalami mati rasa pada tangan kiri dan kaki kanan
dan sulit untuk berbicara, sebelum sakit keluarga Tn. M.S mengatakan Tn.M.S pernah
mengalami riwayat hipertensi satu bulan lalu.
18
30
gangguan pembekuan darah dan efek samping kesemutan pada tangan dan
kaki. Simvastatin 3 kali 20 miligram lewat oral (8jam) dengan
kontraindikasi gangguan hati, gangguan ginjal, nyeri otot dan efek
samping sakit kepala, konstipasi, gangguan tidur, ruam, kram otot.
3.2. Diagnosa
3.3. Intervensi
33
21
08.30 WITA yaitu memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi,
2) Jam 09.00 WITA melakukan fisioterapi dada, 3) Jam
09.30WITAmenginstruksikan cara melakukan batuk efektif, 4) Jam
10.00WITA mengauskultasi suara napas, 5) Jam 10.30WITA
memonitoring status pernapasan dan oksigenasi.
3.5. Evaluasi
NON HEMOROGIC
3.1 Pengkajian
Nama/inisial : Ny. E
Umur : 56 tahun
Status : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Petugas datang ke rumah klien hari Jumat, 6 Juli 2018, pukul 11.00
menderita stroke non hemoragik sejak tahun 2004 yang lalu. Saat ini
klien mengatakan tangan dan kaki sebelah kiri terasa lemah. Klien
Klien menderita stroke non hemoragik sejak tahun 2004 yang lalu dan
Genogram :
x
Keterangan :
x
: Perempuan : Meninggal
: Pasien
BB / TB : 68 kg / 155 cm
36,3 0C
a. Kepala
pendengaran baik
5) Mulut dan gigi : mukosa bibir lembab, lidah sedikit kotor, gigi
c. Thorak
1) Paru-paru
d. Jantung
kiri
gallop
e. Abdomen
hepar P: timpani
d. Punggung : bentuk lurus dan tidak adanya luka dekubitus
e. Ekstremitas
bebas Bawah : kaki sebelah kiri lemah, tidak bisa bergerak bebas
Kekuatan otot :
555444
555444
g. Integumen : warna kulit kuning langsat, turgor kulit baik, kulit tidak
h. Persyarafan
goresan vena
mengembungkan pipi
11) Saraf Asesorius (N. XI) : dapat menahan tekanan saat menoleh
a. Prilaku non verbal : klien dapat berprilaku non verbal dengan baik
b. Perilaku verbal
verbal
e. Konsep diri: klien ingin sembuh dengan keadaan tubuhnya saat ini
sambil duduk
sembuh
a. Data subjektif :
darahnya
1) Tangan dan kaki sebelah kiri klien kelihatan lemah dan sulit
untuk digerakkan
555444
555444
Data Objektif :
a. Tangan dan kaki sebelah kiri klien
kelihatan lemah dan susah untuk
digerakan
b. Terlihat aktivitas klien kadang-
kadang dibantu keluarga
c. Klien mengalami penurunan
kekuatan otot :
555 444
555 444
Ekstremitas sebelah kiri hanya bisa
Petugas
Data Objektif :
a. Klien dan keluarga tidak bisa
menjawab dan memahami
pengobatan dan pemulihan
penyakitnya saat petugas
memberikan pertanyaan
ekstremias kiri.
Hari/
No Diagnosa keperawatan Jam Implementasi
Tanggal
1 Jumat/ Hambatan mobilitas fisik 11.30 WIB a. Mengkaji kekuatan otot klien
6 Juli 2018 berhubungan dengan gangguan b. Menganjurkan untuk mengubah
neoromuskuler pada ekstremias posisi minimal 2 jam sekali
kiri. c. Memantau TTV klien :TD 150/80
mmhg,Nd 80x/I, RR 18xi, Sh
36,1ºC.
d. Memberikan klien ROM pasif
e. Mengajarkan klien ROM aktif
f. Menganjurkan klien konsultasi ke
fisioterapi.
2 Sabtu/ Hambatan mobilitas fisik 11.30 WIB a. Mengkaji kembali kekuatan otot
7 Juli 2018 berhubungan dengan gangguan klien.
neoromuskuler pada ekstremias b. Menganjurkan untuk mengubah
kiri. posisi minimal 2 jam sekali
c. Memantau TTV klien :TD 140/80
mmhg, Nd 78xi, RR 20x/I, Sh
36,3ºC.
d. Memberikan kembali klien ROM
pasif
e. Mengajarkan kembali klien ROM
aktif
f. Menganjurkan klien konsultasi ke
fisioterapi.
3 Senin/ Hambatan mobilitas fisik 11.30 WIB a. Mengkaji kembali kekuatan otot
9 Juli 2018 berhubungan dengan gangguan klien
neoromuskuler pada ekstremias b. Menganjurkan untuk mengubah
kiri. posisi minimal 2 jam sekali
c. Memantau TTV klien :TD 130/80
mmhg, Nd 80x/I, RR 20x/I, Sh
36,3ºC.
d. Memberikan kembali klien ROM
pasif
e. Mengajarkan kembali klien ROM
aktif
f. Menganjurkan klien konsultasi ke
fisioterapi
Paraf
No Hari/ No. Dx Implementasi Jam Evaluasi
Dan
Tanggal
Nama
1 Jumat/ 1 a. Mengkaji kekuatan otot klien. 14.15 S :klien mengatakan
6 Juli 2018 b. Menganjurkan untuk mengubah WIB merasa lebih
posisi minimal 2 jam sekali. nyaman setelah
c. Memantau TTV klien : TD 150/80 diberikan latihan
mmhg. Nadi 80x/I, RR 18x/I, S 36,1ºC ROM pasif.
d. Memberikan klien ROM pasif O : TD 150/80 mmhg
e. Mengajarkan klien ROM aktif. Adl masih dibantu
f. Menaganjurkan klien konsultasi ke keluaga
fisioterapi A : masalah teratasi
sebagian
P :intervensi dilanjutkan
2. Eric Gambaran Bertujuan Semua data Desain penelitian 1.Melakuka Hasil pada pasien
hartono, tekanan untuk yang deskriptif dengan n CT scan stroke hemoragik
meilinda darah pada mengetahui diperoleh dari metode studi kepala yang dengan diabetes
puspitasari pasien gambaran rekam medik prevalensi, hiperdens melitus yang
, olivia stroke tekanan ruang rawat dengan 2.pengukura tekanan darahnya
adam.sura hemoragik darah pada inap bagian menggunakan n gula darah normal sejumlah
baya(2015 dengan pasien stroke saraf rumkital data sekunder puasa dan 2 7.14%,
) diabetes hemoragik dr. Ramelan yang didapat jam setelah prehipertensi
mellitus di dengan surabaya melalui rekam makan sejumlah 7.14%,
bagian diabetes periode medis pada bulan hipertensi stage 1.
saraf melitus dan januari - januari-november Sejumlah 21.43%,
rumkital non diabetes november 2015 dan stage
dr.ramelan melitus di 2018 yang 2.sejumlah
Surabaya ruang rawat memenuhi 64.29%.
inap bagian kriteria Sedangkan pada
saraf inklusi dan non diabet,
rumkital dr. eksklusi dari tekanan darah
Ramelan sample normal sejumlah
surabaya 4.54%,
prehipertensi
sejumlah 9.09%,
hipertensi stage 1
sejumlah 13.64%,
dan stage 2
sejumlah 72.73%.
3. Nia Perbandin Untuk Sample Design penelitian 1.Dilakukan Uji yang dipakai
permatasar gan stroke mengetahui penelitian ini ini adalah analtik pengecekan adalah uji
i,(2020) non bagaimana sebanyak 30 deskriftif dengan TTV alternatifnya,
lampung himoragik perbandinga pasien dengan pendekatan 2.Melakuka yaitu uji
dengan n gangguan menggunakan secara cross n cek gula kolmogorov-
gangguan motoric pada uji sectional darah smirnov z.hasil
motoric pasien stroke kolmogorov- uji statistic
pasien non smirnof z menggunakan uji
memiliki hemoragik nilai kolmogorov-
factor pasien signifikannya smirnov z nilai
resiko dengan adalah 0,280 signifikannya
diabetes factor resiko (p=280>a=0,0 adalah 0,207,
mellitus diabetes 5) karena nilai
dan mellitus, p=0,207>α=0,05,
hipertensi hipertensi maka ho diterima
artinya tidak ada
perbandingan
hipertensi &
diabetes melitus
pada penyakit
stroke non
hemoragik ada
penyumbatan di
rsud dr.h. Abdul
moeloek provinsi
lampung tahun
2018.
5.1. Kesimpulan
Stroke merupakan suatu suatu kelainan otak akibat suatu proses patologi pada
sistem pembuluh darah otak. Permasalahan yang sering ditemui pada pasien dengan
stroke adalah masalah pola hidup, yang diperberat dengan usia. Terlebih lagi apabila
seseorang dengan faktor risiko yang tinggi untuk mengalami stroke. Pada pasien ini,
selain faktor usia yang dimilikinya adalah hipertensi yang tidak terkontrol.
Penatalaksanaan pada stroke pada umumnya bertujuan untuk mempertahankan hidup
seseorang serta menangani penyakit yang dianggap sebagai faktor yang menyebabkan
pasien terkena serangan stroke.
Stroke dibagi dalam dua kategori mayor yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik terjadi karena aliran darah ke otak terhambat akibat
aterosklorosis atau pembekuan darah. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena
pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan terhambat aliran darah ke otak,
darah merembas ke area otak dan merusaknya.
5.2. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa keperawatan
pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal, serta mengetahui
asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik dan non hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA