Anda di halaman 1dari 74

MAKALAH KEPERAWATAN GADAR II

“STROKE HEMORRAGIC DAN NON

HEMORRAGIC”

DISUSUN KELOMPOK 2:
1. Boby Priyandana 121811002
2. Dwinta Kinanti 121811008
3. Fahdya Anjeli 121811010
4. Jesica Fitriani 121811012

DOSEN PEMBIMBING:

Utari Yunie Atrie, S.Kep, Ns, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH

TANJUNGPINANG

2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi......................................................................................................................ii

Kata Pengantar..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1. Latar Belakang...............................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................1
1.4. Manfaat Penulisan..........................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................................3

2.1. Konsep Dasar Medis Stroke Hemorragic dan Non Hemorragic....................3


2.2. Konsep Dasar Keperawatan Stroke Hemorragic dan Non Hemorragic.........15

BAB III ANALISIS KASUS.....................................................................................22

BAB IV EVIDENCE BASED PRACTICE................................................................38

BAB V PENUTUP.....................................................................................................40

3.1. Kesimpulan....................................................................................................40
3.2. Saran...............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................41

ii
KATA PENGANTAR

Ahamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-

NYA, sehingga kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah metode SGD

dengan judul “Stroke Hemorragic dan Non Hemorragic”. Makalah ini sebagai

salah satu persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Keperawatan Gadar II studi S1

Keperawatan Stikes Hangtuah Tanjungpinang.

Dalam menyelesaikan makalah ini, kelompok menyadari adanya

kekurangan dan keterbatasan, namun berkat bantuan dan bimbingan, petunjuk,

serta dorongan dari semua pihak, akhirnya makah ini dapat diselesaikan tepat

waktu.

Kelompok menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna,

untuk itu kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

sifatnya membangun, sangat diharapkan kelompok dalam perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok khususnya dan bagi

pembaca umumnya.

Tanjungpinang, 12 Oktober 2021

Kelompok 2

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke atau Cerebro Vaskuler Ascident adalah kehilangan fungsi otak


yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah keotak. Stroke adalah
penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf serebral yang munculnya
mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi saraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan
saraf tersebut menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan wajah atau
anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas, bisa menimbulkan
perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain.

Stroke dibagi dalam dua kategori mayor yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke non hemoragik terjadi karena aliran darah ke otak
terhambat akibat aterosklorosis atau pembekuan darah. Sedangkan stroke
hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan terhambat aliran darah ke otak, darah merembas ke area otak
dan merusaknya.
Begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stroke,
faktor risiko terjadinya stroke terbagi lagi menjadi faktor risiko yang dapat
dirubah dan faktor risiko yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko yang tidak
dapat dirubah dan dikontrol pengaruhnya terhadap kejadian stroke,
diantaranya yaitu faktor keturunan, ras, umur dan jenis kelamin. Sedangkan
faktor risiko yang dapat dirubah yaitu hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
diabetes mellitus, merokok, alcohol, peningkatan kolestrol, dan obesitas.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui Pengelolaan askep dan
manajemen kasus secara komprehensif pada pasien yang mengalami
kegawatan, kedaduratan, dan kegawatdaruratan : Stroke Hemorragic

iv
dan Stroke Non Hemorragic.

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Medis Stroke Hemorragic dan
Stroke Non Hemorragic
b. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Keperawatan Stroke Hemorragic
dan Stroke Non Hemorragic
1.3. Manfaat Penulisan
1.3.1. Mampu memberi informasi mengenai Konsep Dasar Stroke
Hemorragic dan Stroke Non Hemorragic

1.3.2. Dapat digunakan sebagai informasi untuk proses pembelajaran di


pendidikan kesehatan khususnya mengenai Stroke Hemorragic dan
Stroke Non Hemorragic
1.4. Metode Penulisan
Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan
dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang
relevan dan pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang
digunakan yaitu data dari skripsi, makalah, media elektronik, dan beberapa
pustaka yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan
yaitu :
a. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi
pustaka yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan
untuk penulis mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang
tercakup dalam penulisan
b. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang
diperoleh, diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan,
dimana data tersebut dapat dikembangkan untuk dapat mencari
kesatuan materi sehingga diperoleh suatu solusi dan kesimpulan.

v
BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar Medis


2.1. Definisi Stroke Hemorragic dan Stroke Non Hemorragic
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal
timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal
dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik, stroke dibagi menjadi dua jenis
yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Stroke Hemoragik merupakan perdarahan yang terjadi karena
pecahnya pembuluh darah pada daerah otak tertentu dan Stroke Non
Hemoragic merupakan terhentinya sebagian atau keseluruhan aliran ke
otak terhambat.
Stroke disebabkan oleh plak arteriosklerotik yang terjadi pada satu
atau lebih arteri yang memberi makanan ke otak yang mengaktifkan
mekanis pembekuan darah dan menghambat aliran darah diarteri,
sehingga menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area
yang teralokasi.

vi
2.2. Anatomi Fisiologi

Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua


bagian system saraf pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara
anatomis terdiri dari cerebrum cerebellum, brainstem, dan limbic
system. Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu
sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP)
terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar
SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah
menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian
tubuh lainnya. Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf,
dengan komponen bagiannya adalah:
2.2.1. Anatomi Fisiologi Otak
a. Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai
dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual

vii
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan
nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).
Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.
b) Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm
pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk
rasa raba dan pendengaran.
d) Lobus oksipitalis
Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan
area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain
& memori.
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan
perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom.
b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih

viii
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan.
Memiliki peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik
yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima,
inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan
dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter
secara optimal.
c. Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla
spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak,
anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
2.2.2. Anatomi Fisiologi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak
sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan
harus terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan
suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin
suplai darah yang adekuat untuk sel.
a. Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis
interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri
medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh
darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu
kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri

ix
anterior saling berhubungan melalui arteri communicans
anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria
subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan
cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini
bersatu membentuk arteri basilaris.
b. Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di
dalam struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak
mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena
cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang
mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena
anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus.
Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia.

2.3. Klasifikasi

2.3.1. Stroke hemoragik


Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada area otak tertentu. Biasanya terjadi saat melakukan aktivitas
atausaat aktif, namun bisa terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
biasanya menurun. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Perdarahan intracranial
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena

x
hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak
membentuk masa yang menekan jaringan otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai
di daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum.

b. Pendarahan subaraknoid

Pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau


AVM. Aneurisma yang pecah in berasal dari pembuluh arah
sirkulasi Willisi dan cabang - cabngnya yang terdapat diluar
parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub
struktur mengakibatkan nyeri, dan vasopasme. Pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan
hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). Pecahnya arteri dan
keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Seringpula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaraan.Pendarahan subaraknoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral.Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
2.3.2. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristiahat, baru bngun tidur
atau di pagi hari.Tidak terjadi pendarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Stroke non hemoragik yang mencakup
xi
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri
seperti tumor, abses, granuloma

2.4. Etiologi

2.4.1. Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik, yaitu:

a. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


b. Ruptur kantung aneurisma
c. Ruptur malformasi arteri dan vena
d. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
e. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,
gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti
koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.

f. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak. • Septik


embolisme, myotik aneurisma

g. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena


h. Amiloidosis arteri
i. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi
arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic
encephalitis.
2.4.2. Etiologi Stroke non Hemoragik
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial.
Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh
xii
penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.
a. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau
vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem
vaskuler sistemik.
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau
vertebralis, dapat berasal dari plaque athersclerotique yang
berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima
arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
3) Fibralisi atrium;
4) Infarksio kordis akut;
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis;
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis
endrokardial, jantung miksomatosus sistemik;
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
bronkiektasis.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti
penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial,
ataupun dari right-sided circulation (emboli paradoksikal).
Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi

xiii
valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup
buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli
diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen
diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.
b. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh
darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).
Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi
dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari
arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat
gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

2.5. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel
penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan
pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar
100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada
orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari
berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50%

xiv
glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah
yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna
yang terdiri dari arteri karotis dekstra dan sinistra, yang menyalurkan
darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke
bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior,
selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi
arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di
perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering
mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak diantaranya dapat berupa:

a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada


aterosklerosis dan thrombosis.

b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya


syok atau hiperviskositas darah.

c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang


berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainan-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang
tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di
sistem motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung
saraf bagian mana yang terkena.

xv
2.6. Manifestasi Klinis
2.6.1. Serangan Stroke timbul Tanda gejala seperti berikut:

a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo.


b. Tiba-tiba hilang rasa peka.
c. Bicara cedel atau pelo.
d. Gangguan bicara dan bahasa.
e. Gangguan penglihatan.
f. Gangguan funsi otak.
g. Penurunan kesadaran.
2.6.2. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik
Gejala yang muncul karena serangan Stroke Hemoragik
dapat berbeda-beda, tergantung seberapa besar jaringan yang
terganggu, lokasi, serta tingkat keparahan perdarahan yang terjadi.
Gejala Stroke Hemoragik intraserebral (perdarahan otak), di
antaranya adalah:

a. Sakit kepala berat.


b. Mual dan muntah.
c. Penurunan kesadaran.
d. Kejang.
e. Nyeri di daerah wajah atau sekitar mata.
f. Penglihatan kabur
g. Leher kaku.
h. Penurunan kesadaran
2.6.3. Manifestasi Klinis Stroke non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran
xvi
darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan,
pada stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan
terjadinya penurunan kesadaran.
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana
penderita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian
hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan
pada sebelah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga
terjadi Hemiparese dupleks, penderita stroke non hemoragik yang
mengalami hemiparese dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat
sampai mengakibatkan kelumpuhan.
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri
ke otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan
tanda berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :
a. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya
unilateral)
a) Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis
yang terkena, akibat insufisiensi arteri retinalis
b) Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral
karena insufisiensi arteria serebri media
c) Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior
dan media atau arteria serebri media. Gejala mula-mula
timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah.
Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia
ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik
Broca.
b. Arteri serebri media (tersering).
a) Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya
mengenai lengan)
b) Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral

xvii
c) Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena):
gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan
komunikasi
d) Disfasia
c. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a) Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b) Defisit sensorik kontralateral
c) Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
d. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi
biasanya bilateral)
a) Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b) Meningkatnya reflek tendon
c) Ataksia
d) Tanda Babinski bilateral
e) Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f) Disfagia
g) Disartria
h) Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i) Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat,
disorientasi
j) Gangguan penglihatan dan pendengaran
e. Arteri serebri posterior
a) Koma
b) Hemiparese kontralateral
c) Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia,
koreoatetosis.
2.7. Pemeriksaan Diagnostik
2.7.1. Anamnesis

xviii
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan
tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat
membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa
gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese,
monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler
atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba.
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab
stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain
yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit
neurologi yang dialami.
2.7.3. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi
neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial,
fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks
tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya
kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s
palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang
tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
2.7.4. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor risiko stroke seperti

xix
polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia).
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia)
atau dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat
ini (diabetes, gangguan ginjal).
2.7.5. Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
odalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien
stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik
sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan 12
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari
region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik
dari pembuluh darah penyebab stroke.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut.
e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat
xx
dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.
2.8. Penatalaksanaan Medis (farmakologi dan terapi diit)

2.8.1. Pentalaksanaan medis ( Terapi Farmakologi)


a. Terapi Medis (Terapi Farmakologi) Stroke Hemoragik
a) Terapi suportif dengan infus manitol bertujuan untuk
mengurangi edema disekitar perdarahan.
b) Pemberian Vit K dan fresh frozen plasma jika
perdarahannya karena komplikasi pemberian warfarin.
c) Pemberian protamin jika perdarahannya akibat pemberian
heparin.
d) Pemberian asam traneksamat jika perdarahnnya akibat
komplikasi pemberian trombolitik
b. Terapi Medis (Terapi Farmakologi) Stroke non Hemoragik

a) Terapi Suportif dan Terapi Komplikasi Akut


1) Pernafasan, Ventilatory support dan suplementasi
oksigen.

2) Pemantauan temperatur.
3) Terapi dan pemantauan fungsi jantung.
4) Pemantauan tekanan darah arteri (hipertensi atau
hipotensi).

5) Pemantauan kadar gula darah (hipoglikemia atau


hiperglikemia).

b) Terapi Trombolitik
1) Trombolitik Intravena
Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian
Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rtPA),
pemberian agen trombolitik lain dan enzim
defibrogenating
xxi
2) Trombolitik Intraarteri
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcame
terapi stroke dengan perbaikan kanal middle cerebral
artery (MCA).

c) Terapi Antiplatelet
Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan
kecepatan rekanalisasi spontan dan perbaikan
mikrovaskuler.

d) Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan bertujuan mencegah kekambuhan
stroke secara dini dan meningkatkan outcame secara
neurologis.
2.8.2. Penatalaksanaan Perawat
a. Penatalaksanaan Perawat Stroke Hemoragik
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral
decubitus bila disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi
bertahap apabila hemodinamik stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi bila perlu
berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah
3. Kandungan kemih yang penuh dikosongkan kateter
4. Control tekanan darah, dipertahankan normal
5. Suhu tubuh harus dipertahankan
6. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi
menelan, bila terdapat gangguan menelan atau pasien yang
kesadaran menurun, dianjurkan pipi NGT
7. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada
kontraindikasi
b. Penatalaksanaan Perawat Stroke non Hemoragik
1. letakkan kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada
xxii
pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi
dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
2. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisa gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi.
3. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian
dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
4. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik
5. Pantau juga kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu
6. Pertahankan nutrisi yang adekuat.
7. Program manajemen Bladder dan bowel.
8. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak
sendi range of motion (ROM).

2.9. Pencegahan primer, sekunder, dan tersier


2.9.1. Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor
risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko tetapi
belum menderita stroke dengan cara melaksanakan gaya hidup
sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebihan, obatobatan golongan
amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti daging
berlemak atau goreng-gorengan.
c. Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan,
susu dan kalsium, ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari
xxiii
makanan dan bukan suplemen (vit C, E, B6, B12 dan beta
karoten), teh hijau dan teh hitam serta buah-buahan dan
sayur-sayuran.
d. Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung dan lain-lain.
e. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan
berolahraga secara teratur, minimal jalan kaki selama 30
menit, cukup istirahat dan check up kesehatan secara teratur
minimal 1 kali setahun bagi yang berumur 35 tahun dan 2
kali setahun bagi yang berumur di atas 60 tahun.
2.9.2. Pencegahan sekunder
Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat
stroke, dianjurkan:
a. Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai
b. Diabetes melitus: diet, obat hipoglikemik oral/insulin
c. Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)
d. Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
e. Berhenti merokok
f. Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak.
2.9.3. Pencegahan tersier
Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan
setelah terjadi stroke. Rehabilitasi meningkatkan kembali
kemampuan fisik dan mental dengan berbagai cara. Tujuan
program rehabilitasi adalah memulihkan independensi atau
mengurangi ketergantungan sebanyak mungkin.

2.10. Komplikasi
2.10.1. Kompilasi Stroke
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan,
xxiv
konstipasi dan tromboflebitis.
b. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh.
c. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala.
2.10.2. Komplikasi Stroke Hemoragik
a. Kejang
b. Gangguan dalam berpikir dan mengingat.
c. Masalah pada jantung.
d. Kesulitan dalam menelan, makan, atau minum
2.10.3. Komplikasi Stroke non Hemoragik
a. Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen dengan
dikirimkan ke jaringan. Hipoksia serbral di minimalkan
dengan pemberian oksigenasi adekuat ke otak.
b. Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integrasi pembuluh darah serebral. Hipertensi atau
hhipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

c. Emolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Emolisme
akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan
menurunkan aliran darah ke serebral. Disritmia dapat
menimbulkan curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus segera diperbaiki.

II. Konsep Dasar Keperawatan


2.1. Pengkajian
a. Airway

xxv
Adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi stridor, ronchi, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi)
b. Breathing
Dilakukan auskultasi dada terdengar stridor atau ronchi atau
mengi, pernapasan diatas dua puluh empat kali per menit.
c. Circulation

Adanya perubahan tekanan darah atau normal


(hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi,
takikardi yang diselingi dengan bradikardi disritmia)

d. Pemeriksaan fisik
pertama, pemeriksaan tingkat kesadaran sebagai
indikator yang paling awal dan paling dapat dipercaya dari
perubahan status dan keadaan neurologis, juga
pemeriksaan peningkatan Tekanan Intra Kranial, ditandai
dengan sakit kepala berlebihan, muntah proyektil dan
papil edema dan pemeriksaan skala kekuatan otot diukur
dengan (0) kontraksi otot tidak terdeteksi, (1) Kejapan
yang hamper tidak terdeteksi atau bekas kontraksi dengan
observasi atau palpasi,(2)Pergerakan aktif bagian tubuh
dengan mengeliminasi gravitasi,(3) Pergerakan aktif
hanya melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan, (4)
Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan (5)
Pergerakan aktif melawan tahana penuh tanpa adanya
kelelahan otot (kekuatan otot normal.
Kedua, pengkajian responsiveness (kemampuan untuk
bereaksi) pengkajian mengunakan level kesadaran
kuantitatif yaitu Compos Mentis(conscious), yaitu
kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis,
yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan

xxvi
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.Delirium,
yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak- teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,
namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.Stupor (stupor koma), yaitu keadaan
seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan,
tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak
ada respon pupil terhadap cahaya), dengan mengunakan
Glasgow Coma Scal), Respon pasien yang perlu
diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam
derajat (score) dengan rentang angka 1-6 tergantung
responnya.Eye (respon membuka mata), (4): spontan,(3)
dengan rangsang suara(suruh pasien membuka mata),(2)
dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari),(1) tidak ada respon. Verbal
(respon verbal),(5) orientasi baik, (4) bingung, berbicara
mengacau (sering bertanya berulang-ulang) disorientasi
tempat dan waktu, (3) kata-kata saja (berbicara tidak jelas,
tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat), (2) suara tanpa arti (mengerang), (1) tidak ada
respon. Motor(respon motorik), (6) mengikuti perintah, (5)
melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus
saat diberi rangsang nyeri), (4) withdraws (menghindar
atau menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri), (3) fleksi abnormal (tangan satu

xxvii
atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri), (2) ekstensi abnormal (tangan satu
atau keduanya ekstensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri). (1) tidak ada
respon. Ketiga pengkajian status mental dimana alat yang
biasa paling sering digunakan untuk mengkaji fungsi
kognitif adalah Mini-Mental State Examination.
Keempat, pengkajian saraf kranial. 1) olfactory
berfungsi pada penciuman. 2) opticberfungsi pada
penglihatan, 3) oculomotor berfungsi pada mengangkat
kelopak mata atas, konstriksi pupil, pergerakan
ekstraokular, 4) Trochlearberfungsi pada gerakan mata ke
bawah dan ke dalam, 5) Trigeminal berfungsi pada
mengunyah, mengatupkan rahang, gerakan rahang
lateral,reflex kornea,sensasi wajah, 6) Abducens
berfungsi pada deviasi mata lateral, 7) facial berfungsi
pada gerakan wajah, perasa, lakrimasi, dan saliva, 8)
vestibulocochlear berfungsi keseimbangan, pendengaran,
9) glossopharyngeal berfungsi pada menelan, gag refleks,
perasa pada lidah belakang, 10)vagus berfungsi pada
menelan, gag refleks, viscera abdominal, fonasi,
11)spinal accessory berfungsi pada gerakan kepala dan
bahu, dan terakhir hypoglossal berfungsi pada gerakan
lidah

e. Pemeriksaan primer
kelemahan ekstremitas, gangguan bicara, peningkatan tekanan darah,
perubahan sensasi dan cara bicara. Keluhan penyakit saat ini:
mekanisme terjadinya. Riwayat penyakit terdahulu: adanya penyakit
saraf atau riwayat cedera sebelumnya dan darah tinggi, kebiasaan
minum alkohol, konsumsi medikasi antikoagulant atau agen
antiplatelet, adanya alergi, dan status imunisasi

f. Pemeriksaan sekunder
xxviii
adanya penurunan kesadaran, penurunan pergerakan, perubahan
sensasi, perubahan fungsi motorik lengan dan kaki

2.2. Diagnosa

1) Perubahan perfusi jaringan serebal yang berhubungan


dengan gangguan oklusi, hemoragik, faso spasme serebal,
dan edema serebal,

2)Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan keterlibatan


neurotaransmeter, kelemahan dan paralisis,

3) Kerusakan komunikasi verbal dan tertulis berhubungan


dengan kerusakan neuro transmeter, kehilangan tonus,
kerusakan dan sirkulasi serebral,

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan penurunan intake peroral dan penurunan kesadaran,

5)Defisit perawatan diri berhubungan dengan keursakan


neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahan, dan
kehilangan kontrol, dan koordinasi otot dan nyeri.

2.3. Intervensi

1) Perubahan perfusi jaringan serebal yang berhubungan


dengan gangguan oklusi, haemoragik, faso spasme serebal, dan
edema serebal. Goal: Pasien akan mempertahankan perfusi
jaringan serebral yang adekuat selama dalam perawatan.
Objektif: Dalam jangka waktu satu kali dua puluh empat jam perawatan
pasien akan menunjukan outcomes: Status sirkulasi (0401),perfusi
jaringan serebral (0406), status neurologis (0909).

Intervensi:

1) monitoring peningkatan tekanan intra kranial,

2) monitor neurologis,

xxix
3) identifikasi resiko,

4) monitor tekanan perfusi serebral,

5) catat respon pasien terhadap stimuli,

6) monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology


terhadap aktivitas,

7) monitor jumlah drainage cairan serebrospinal,

8) monitor intake dan output cairan,

9) monitor suhu dan angka White Blood Cell,

10) kolaborasi pemberian antibiotik,

11) posisikan pasien pada posisi semifowler,

12) minimalkan stimuli dari lingkungan,

13) monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap


panas, dingin, tajam atau tumpul,

14) instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi


atau laserasi,

15) gunakan sarun tangan untuk proteksi,

18) batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung,

16) monitor kemampuan buang air besar,

17) kolaborasi pemberian analgetik, monitor adanya


tromboplebitis.

xxx
Diagnosis 2: Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan keterlibatan neurotaransmeter,
kelemahan dan paralisis. Goal: pasien akan meningkatkan mobilitas fisik selama dalam
perawatan. Objektif: dalam jangka waktu dua kali duapuluh empat jam perawatan
pasien akan menunjukan outcomes:ambulasi (0200),keseimbangan (02020,pergerakan
sendi (0206).
Intervensi:
1) latihan ambulasi,
2) terapi latihan keseimbangan,
3) terapi latihan mobilitas sendi,
4) aktivitas monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan,
5) konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan,
6) bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera,
7) ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi,
8) kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi,
9) latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Activity Daily Lifes secara mandiri sesuai
kemampuan,
10) dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan Activity
Daily Lifes pasien,
11) berikan alat bantu jika klien memerlukan, 12) ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.

1325
Diagnosis 3: kerusakan komunikasi verbal dan tertulis
berhubungan dengan kerusakan neuro transmeter, kehilangan tonus,
kerusakan dan sirkulasi serebral.Goal: klien akan meningkatkan
komunikasi verbal yang baik selama dalam perawatan. Objektif: dalam
jangka waktu dua kali dua puluh empat jam perawatan pasien akan
menunjukan outcomes: komunikasi (0902),komunikasi mengekspresikan
(0903), komunikasi penerimaan (0904). Intervensi:
1) aktivitas gunakan penerjemah , jika diperlukan,
2) beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika diperlukan,
3) konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi bicara,
4) dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan,
5) dengarkan dengan penuh perhatian, berdiri didepan pasien ketika
berbicara, gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar,
daftar kosakata bahasa asing, computer, dan lain- lain untuk
memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal,
6) ajarkan bicara dari esophagus, jika diperlukan,
7) beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan alat
bantu bicara (misalnya, prostesi trakeoesofagus dan laring buatan,
berikan pujian positive jika diperlukan,
8) anjurkan pada pertemuan kelompok,
9) anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus
komunikasi,
10) anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan
informasi (bahasa isyarat).
Diagnosis 4: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan intake peroral dan penurunan kesadaran.Goal: pasien
akan mempertahankan status nutrisi yang adekuat selama dalam
perawatan. Objektif: dalam jangka waktu tiga kali dua puluh empat jam
perawatan pasien akan menunjukan outcomes: status nutrisi: asupan
nutrisi (1009), status nutrisi (1004) nafsu makan (1014), status nutrsisi:
asupan makanan dan cairan (1008). NIC:manajemen nutrisi (1100),
manajemen gangguan makan (1030), manajemen saluran cerna (0430).
Intervensi:

1) aktivitas kaji adanya alergi makanan,

2) kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan


nutrisi yang dibutuhkan pasien,

3) anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe,

4) anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C, berikan


substansi gula,

5) yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah


konstipasi,

6) berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli


gizi),

7) ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian,

8) monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori,


11) berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi, kaji kemampuan
pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

Diagnosis 5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan keursakan


neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahan, dan kehilangan
kontrol, dan korordinasi otot dan nyeri.Goal: pasien akan meningkatkan
perawatan diri selama dalam perawatan. Objektif: dalam jangka waktu
satu kali dua puluh empat jam perawatan pasien akan menunjukan
outcomes: perawatan diri: mandi (0301), perawatan diri berpakian
(0302), perawatan diri: eliminasi (0310). Nursing Intervention
Classification adalah bantuan perawatan diri: mandi atau kebersihan
(1801),bantuan perawatan diri: berpakian/berdandan (1802), bantuan
perawatan diri eliminasi (1804), dengan intervensi:
1) monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri, 2)
monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan,
3) sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
self-care,
4) dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki,
5) dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya,
6) ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya,
7) berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan, pertimbangkan
usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

2.4 Implementasi Keperawatan


Menurut(Taufan N, 2011) Implementasi keperawatan yang diberikan
pada pasien dengan penyakit Stroke Hemoragic diantaranya menstabilkan
tanda-tanda vital, mempertahankan saluran napas, kendalikan tekanan
darah sesuai dengan keadaan masing-masing individu, termasuk usaha
untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi, deteksi dan memperbaiki
aritmia jantung, merawat kandung kemih, penderita harus dibalik setiap
jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam, dalam beberapa hari dianjurkan
untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali perhari.
2Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan tenaga medis yang lain agar mencapai tujuan atau kriteria hasil
yang telah ditetapkan. Evaluasi pada asuhan keperawatan dilakukan secara
sumatif dan formatif
BAB III

ANALISA KASUS

HEMOROGIC

Studi kasus dilakukan di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. pada tanggal
16-07 2019 di ruang Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang dirawat berinisial Tn M.S
berusia 53 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama kristen protestan, pekerjaan petani,
alamat Alor Selatan, Nomor register 513514, masuk rumah sakit pada tanggal 16-07-
2019 dengan diagnosa medis Stroke Hemoragic, tanggal pengkajian 16-07- 2019,
sumber informasi dari pasien, keluarga dalam hal ini sebagai penanggung jawab Ny.P.S
yakni istri pasien, dan catatan perawatan.

3.1 Pengkajian

Hasil pengkajian pada tanggal 16-07- 2019 jam 08.00 WITA didapatkan hasil
keluhan utama keluarga Tn. .M. S mengalami mati rasa pada tangan kiri dan kaki kanan
dan sulit untuk berbicara, sebelum sakit keluarga Tn. M.S mengatakan Tn.M.S pernah
mengalami riwayat hipertensi satu bulan lalu.

Riwayat penyakit sekarang: Tn M.S dirujuk dari Puskesmas Masape dengan


keluhan mengalami mati rasa pada tangan kiri dan kaki kanan setelah jatuh di kamar
mandi saat mencuci pakaian. Tn. M. S sempat dirawat di rumah sakit selama 7 hari
kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Apoi. Setelah dirawat selama 10 hari pasien dirujuk
kembali ke Kalabahi baru dirujuk ke RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang. Saat dikaji
pasien hanya terbaring di tempat tidur, sulit bergerak karena mati rasa kedua anggota
gerak badan, sulit berbicara, sesak napas tetapi tidak bisa mengeluarkan sekret,
terpasang Nasogastrik Tube dan Dower Cateter. Riwayat penyakit keluarga: Tn.M.S
adalah anak pertama dari 6 bersaudara dan mempunyai 7 anak. Saudara ketiga Tn.M.S
mempunyai riwayat hipertensi, Tekanan darah 140/90 milimeterHg, Nadi: 88 kali per
menit, Suhu : 36,5 C, pernapasan : 23 kali per menit.
Pengkajian primer: Airway (jalan napas); tidak ada sumbatan jalan napas,
Breathing(pernapasan); pasien sesak napas tanpa aktivitas,
terpasang O2 3 liter per menit/ nasal kanul, frekuensi pernapasan 23x/menit, irama
teratur, kedalaman dalam, batuk non produktif, sputum tidak ada, bunyi napas ronchi di
lobus kanan, Circulation; nadi 88x/menit, irama teratur, denyut nadi tidak kuat, tekanan
darah 140/90 MmHg, ekstremitas hangat, warna kulit pucat, tidak ada nyeri dada,
Capillary Refill Time<3 detik, tidak ada edema, turgo kulit baik, mukosa bibir lembab,
kebutuhan oral: terpasanag Nasogastrik Tube (makan lewat pipa 6x200cc), parenteral:
terpasang Infus Natrium Clorida 0,9% 500cc/ 8 jam 16 tetes per menit, buang air
kecil: terpasangDower Cateter(100cc/6jam), buang air besar: 1-2x hari, Disability:
tingat kesadaran apatisGlasgow Coma Scale: E4M3V1, pupil isokor. Total Glasgow
Coma Scale adalah 8. Pengkajian sekunder: musculoskeletal: kekuatan otot ekstremitas
atas bagian dekstra bernilai 2 dan ekstremitas bagian bawah dekstra 1, ekstremitas
bagian atas dan bawah sinistra . Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan: Eritrosit:
3.17 (normal: 4.36-6.20 10^6/ul), Hematokrit: 23.5 (normal: 40.0-54.0 %),
Neutrofil:83.2 (normal: 50-70 %), Limfosit:7.4 (normal: 20-40 %), jumlah neutrofil:
9.30 (normal: 1.50-7.00 10^3/ul) calcium Ion: 1.260 (normal: 1.120-1.320).
Terapi tindakan kolaborasi: injeksi piracetam 3 kali 3gram lewat Intravena (8
jam) dengan kontra indikasi gangguan pembekuan darah, penyakit liver, penyakit ginjal
dan efek samping cemas, mudah mengantuk, depresi dan perdarahan. Aspilet 1 kali 1
tablet lewat oral (24jam) dengan kontraindikasi penyakit asma, maag, perdarahan di
bawah kulit dan efek samping perasaan tidak nyaman pada lambung, perasaan mual atau
muntah. Amlodipin 3 kali 10 miligram lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi
gangguan liver, jantung, pembuluh darah jantung dan efek samping merasa lelah,
jantung berdegup kencang, merasa mual dan tidak nyaman. Candesartan 3 kali 8
miligram lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi gangguan hati, kalsium tinggi dalam
darah dan efek samping bengkak pada kedua tungkai, pusing, lemas, sakit maag, diare,
mual. Neurodex 3 kali 1tablet lewat oral (8jam) dengan kontraindikasi

18
30

gangguan pembekuan darah dan efek samping kesemutan pada tangan dan
kaki. Simvastatin 3 kali 20 miligram lewat oral (8jam) dengan
kontraindikasi gangguan hati, gangguan ginjal, nyeri otot dan efek
samping sakit kepala, konstipasi, gangguan tidur, ruam, kram otot.
3.2. Diagnosa

Diagnosis keperawatan ditegakan berdasarkan data-data yang dikaji


dimulai dengan menetapkan masalah, penyebab dan data pendukung.
Masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn .M.S adalah Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler ditandai
dengan keluarga pasien mengatakan lemah dan mati rasa di tubuh bagian
kanan dan kiri, klien tampak berbaring di tempat tidur. hasil pengukuran
kekuatan otot didapatkan ekstremitas atas bagian dekstra bernilai 2 dan
ekstremitas bagian bawah dekstra 1, ekstremitas bagian atas dan bawah
sinistra 1.
Diagnosis2: Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
gangguan sistem saraf pusat ditandai dengan keluarga pasien mengatakan
sulit berbicara dengan jelas, klien tampak terdengar tidak jelas saat
berbicara, lidah tidak simetris.
Diagnosis3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan mukus berlebihan ditandai dengan keluarga pasien mengatakan
pasien sesak, klien tampak sesak tanpa aktivitas, pernapasan:dua puluh
tiga kali per menit, batuk non produktif, sptum tidak keluar, pada paru-
paru pasien terdengar bunyi nafas ronchi pada lobus kanan atas paru.
\

3.3. Intervensi

Intervensi yang dibuat pada diagnosis pertama hambatan mobilitas


fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.Goal: pasien akan
mempertahankan mobilitas fisik yang efektif selama dalam perawatan.
Objektif: dalam jangka waktu sau kali dua puluh empat jam perawatan
pasien akan menunjukan outcomes: Pergerakan (0208) yang diharapkan
meningkat dari 2 (banyak terganggu) menjadi 4 (sedikit terganggu) dengan
indikator yang diambil yaitu: keseimbangan, kordinasi, gerakan otot dan
berjalan.
Nursing Intervention Classification: pengaturan posisi: neurologi (0844)
dengan tujuh aktifitas yang diambil yaitu: 1) imobilisasi atau topang
bagian tubuh yang terganggu dengan tepat, 2) berikan posisi yang
terapeutik, 3) jangan berikan tekanan pada bagian tubuh yang terganggu 4)
lindungi bagian tubuh yang terganggu, 5) topang leher dengan tepat, 6)
pertahankan kesejajaran yang tepat, 7) posisikan kepala dan leher dengan
lurus. Intervensi terapi monitor neurologi (2620) dengan lima aktifitas
yang diambil yaitu: 1) monitor tanda-tanda vital, 2) monitor terhadap
adanya tremor, 3) monitor gangguan visual: penglihatan
kabur,penyempitan lapang pandang dan ketajaman visual, 4) catat keluhan
sakit kepala, 5) hindari kegiatan yang bisa meningkatkan tekanan
intrakranial.
Diagnosis keperawatan kedua hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat. Goal: pasien akan
mempertahankan komunikasi verbal yang efektif selama dalam perawatan.
Objektif: dalam jangka waktu satu kali dua puluh empat jam perawatan
pasien akan menunjukan outcomes: komunikasi (0902) yang diharapkan
meningkat dari 2 (banyak terganggu) menjadi 4 (sedikit terganggu) dengan
empat indikator yang diambil yaitu: menggunakan bahasa lisan,
mengunakan bahasa isyarat, mengenali pesan yang diterima, menggunakan
bahasa non verbal. Intervensi peningkatan komunikasi: kurang bicara
(4976) dengan empat aktifitas yang diambil yaitu: 1) monitor kecepatan
bicara, tekanan dan kecepatan, 2) monitor pasien terkait dengan perasaan
frustasi, kemarahan, depresi koma atau respon-respon lain, 3) kenali emosi
dan perilaku fisik sebagai bentuk komunikasi, 4) sesuaikan gaya
komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien.
Diagnosis keperawatan ketiga ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan mukus berlebihan.Goal: pasien akan
mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif selama dalam
perawatan. Objektif: dalam jangka waktu satu kali dua puluh empat jam
perawatan pasien akan menunjukan outcomes: status pernafasan :
kepatenan jalan nafas (0410) yang diharapkan meningkat dari 2 (berat)
menjadi 4 (ringan) dengan lima indikator yang diambil yaitu: suara nafas
tambahan, dispnea saat aktivitas, penggunaan otot bantu nafas, batuk, dan
akumulasi sputum. Intervensi manajemen jalan napas (3140) dengan lima
aktivitas yang diambil yaitu: 1) posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi, 2) lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya, 3)
instruksikan bagaimana cara melakukan batuk efektif, 4) auskultasi suara
napas, catat adanya suara tambahan. Kelima, monitor status pernapasan
dan oksigenasi.
3.4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan mulai tanggal 16 Juli 2019. Tindakan
keperawatan dilakukan setelah perencanaan kegiatan dirancang dengan
baik.
Implementasi pada hari pertamma Selasa, 16 Juli 2019, dilakukan
implementasi pada semua diagnosa keperawatan yang diangkat. Diagnosis
1: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler tindakan keperawatan yag dilakukan yaitu 1) Jam 08.30
WITA mengatur posisi yang nyaman bagi pasien, 2)Jam 09.00 WITA
mengukur tanda-tanda vital, 3) Jam 09.30 WITA memonitoring terhadap
adanya tremor, 4) Jam 10.00 WITA mencatat keluhan sakit kepala, 5) Jam
10.30 WITA menghindari kegiatan yang bisa meningkatkan tekanan
intrakranial. Diagnosis 2: Hambatan komunikasi verbal berhubungan
dengan perubahan pada sistem saraf pusat dilakukan tindakan yaitu 1) Jam
08.30 WITA mengukur tanda-tanda vital, 2) Jam 09.00WITA
mengobservasi kecepatan dan tekanan bicara pasien, 3) Jam 09.30WITA
memonitoring perasaan pasien terkait dengan perasaan frustasi, 4) Jam
10.00WITA mengajarkan keluarga untuk memahami respon yang muncul
pada pasien. Diagnosis 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan mukus berlebihan dilakukan tindakan yaitu 1) Jam

33
21
08.30 WITA yaitu memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi,
2) Jam 09.00 WITA melakukan fisioterapi dada, 3) Jam
09.30WITAmenginstruksikan cara melakukan batuk efektif, 4) Jam
10.00WITA mengauskultasi suara napas, 5) Jam 10.30WITA
memonitoring status pernapasan dan oksigenasi.

3.5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada tanggal 16 Juli 2019. Evaluasi


keperawatan dilakukan setelah dilakukan implementasi
keperawatan.
Evaluasi keperawatan pada tanggal 16 Juli 2019 untuk
diagnosis 1:Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler, Subjektif: keluarga pasien mengatakan
kaki kiri dan tangan kanan masih terasa lemah, mati rasadan sulit
bergerak, Objektif: pasien hanya terbaring,belum dapat bergerak
dengan aktif, kekuatan otot yang didapatkan tangan: dekstra 2
sinistra 1, kaki: dekstra 1, sinistra 1, tekanan darah: 150/80
milimeterHg, Nadi : 92 kali per menit, Suhu: 36,7 C, Pernapasan: 23
kali per menit,Assesment: Masalah belum teratasi, Planing: semua
intervensi dilanjutkan. Diagnosa 2: Hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf
pusat,Subjektif:keluarga pasien mengatakan pasien masih sulit
berbicara, Objektif: pasien tampak berbicara tidak jelas, ekspresi
pasien nampak cemas, kecepatan bicara pasien lambat, lidah tidak
simetris,Assesment: masalah belum teratasi, Planing: semua
intervensi dilanjutkan. Diagnosa 3: Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan mukus berlebihan, Subjektif:
keluargapasien mengatakan pasien sesak, Objektif: pasien tampak
sesak tanpa aktivitas, pernapasan: 23 kali per menit, batuk non
produktif, sputum tidak keluar, pada paru-paru pasien terdengar
bunyi nafas ronchi pada lobus kanan atas paru. Assesment: masalah
belum teratasi, Planing: semua intervensi dilanjutkan

NON HEMOROGIC

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Klien

Nama/inisial : Ny. E

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

Alamat : Koto Baru

Penanggung jawab

Nama : Tn. A

Umur : 52 tahun

Hubungan Keluarga : Suami

Pekerjaan : Wiraswasta

3.1.2 Alasan Masuk

Ny.E perawatan dirumah dengan post stroke hemoragik, dengan keluhan

yang dialami klien anggota gerak sebelah kiri terasa lemah.


3.1.3 Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Petugas datang ke rumah klien hari Jumat, 6 Juli 2018, pukul 11.00

WIB. Klien sedang berbaring di tempat tidur. Klien mengatakan

menderita stroke non hemoragik sejak tahun 2004 yang lalu. Saat ini

klien mengatakan tangan dan kaki sebelah kiri terasa lemah. Klien

mengatakan terasa sakit digerakan melakukan aktivitas yang agak

berat. Klien mengatakan kurang paham akan penyakitnya sekarang

dan klien jarang berobat dan mengontrol tekanan darahnya.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Klien menderita stroke non hemoragik sejak tahun 2004 yang lalu dan

klien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan dikeluarga tidak ada menderita penyakit stroke

namun ayah klien memiliki penyakit hipertensi.

Genogram :

x
Keterangan :

x
: Perempuan : Meninggal

: Laki-laki : Riwayat hipertensi

: Pasien

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Composmentis GCS=A4,V5,M6

BB / TB : 68 kg / 155 cm

Tanda Vital : TD 170/80 mmHg, RR 18x/i, Nadi 88x/i, Suhu

36,3 0C

Pemeriksaan head to toe :

a. Kepala

1) Rambut : berwarna putih, lurus dan sediit berketombe

2) Mata : bentuk simetris, tidak ada sekret, pupil isokor,

reflek cahaya (+/+), sklera tidak ikterik,

konjungtiva tidak anemis, tidak adanya edema

palpebra dan penglihatan baik

3) Telinga : bentuk simetris, tidak ada serumen dan

pendengaran baik

4) Hidung : bentuk simetris, tidak adanya polip, tidak ada

sekret dan penciuman baik

5) Mulut dan gigi : mukosa bibir lembab, lidah sedikit kotor, gigi

adanya karies dan tidak ada gangguan menelan


b. Leher : trakhea lurus dan tidak ada pembesaran kelenjer tiroid

dan kelenjer limfe

c. Thorak

1) Paru-paru

I : bentuk simetris, pergerakan dada kanan dan dada kiri sama,

tidak adanya penggunaan otot bantu napas

P : fremitus pada dada kanan dan dada kiri sama

P : terdengar sonor pada seluruh lapang paru

A : terdengar vesikuler, tidak terdengar bunyi suara nafas

tambahan (tidak adanya wheezing, ronkhi dan krekels)

d. Jantung

I : iktus kordis tidak terlihat

P : adanya pulsasi pada iktus kordis, iktus kordis teraba

P : terdengar pekak pada ICS 2 kanan kiri sampai dengan ICS 5

kiri

A : S1 dan S2 normal, tidak adanya bunyi murmur dan bunyi

gallop

e. Abdomen

I : tidak adanya asites dan tidak adanya bekas jaringan

parut A: terdengar bising usus 9 kali/i

P : tidak ditemukan adanya hepatomegali/pembesaran

hepar P: timpani
d. Punggung : bentuk lurus dan tidak adanya luka dekubitus

e. Ekstremitas

Atas : tangan sebelah kiri lemah, tidak bisa bergerak

bebas Bawah : kaki sebelah kiri lemah, tidak bisa bergerak bebas

Kekuatan otot :

555444

555444

Kekuatan otot Ny.E mengalami penurunan pada

ekstremitas sebelah kiri, Ny.E hanya bisa melawan

sedikit tahanan yang diberikan oleh petugas.

f. Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan pada genitalia klien

g. Integumen : warna kulit kuning langsat, turgor kulit baik, kulit tidak

kering dan sedikit lembab

h. Persyarafan

1) Saraf Olfaktorius (N. I) : mampu membedakan bau-bauan

2) Saraf Optikus (N.II) : lapang pandang klien baik

3) Saraf Okulomotorius (N.III) : pupil isokor

4) Saraf Troklearis (N.IV) : reflek cahaya baik (+/+)

5) Saraf Trigeminus (N.V) : pergerakan otot masseter saat

mengunyah baik dapat merasakan

goresan vena

6) Saraf Abdusen (N.VI) : gerakan bola mata ke segala arah


7) Saraf Fasialis (N.VII) : mampu tersenyum, mengangkat

alis, mengerutkan dahi dan

mengembungkan pipi

8) Saraf Vestibulokoklear (N.VIII) : fungsi pendengaran baik

9) Saraf Glassofaringeus (N. IX) : fungsi pengecapan baik.

10) Saraf Vagus (N. X) : reflek menelan baik.

11) Saraf Asesorius (N. XI) : dapat menahan tekanan saat menoleh

dan dapat menahan bahu, tapi agak

terasa sakit bahu yang sebelah kiri

12) Saraf Hipoglosus (N. XII) : gerakan lidah baik

i. Reflek babinski : hasilnya negatif (tidak terjadinya dorsofleksi pada

ujung jari dan tidak terjadinya pemekaran ujung jari).

3.1.5 Data Biologis

No Aktivitas Sehat Sakit


1 Makan dan minum
Makan
a. Menu nasi, sayur dan lauk nasi, sayur dan lauk
pauk pauk
b. Porsi 3 x serhari 1 porsi 3 x serhari 1 porsi
c. Makanan kesukaan tidak ada tidak ada
d. Pantangan tidak ada tidak ada
e. Cemilan kue basah dan kerupuk kue basah dan
kerupuk
Minum
a. Jumlah 10-12 gelas/hari 8-10 gelas/hari
b. Minum kesukaan air es air putih, kadang-
kadang air es
c. Pantangan tidak ada tidak ada
2 Eliminasi
BAB
a. Frekuensi 2 x sehari 1 x sehari
b. Warna kuning kuning
c. Bau busuk busuk
d. Konsisten sedikit padat sedikit padat
e. Kesulitan tidak ada tidak ada
BAK
a. Frekuensi tidak terhitung tidak terhitung
b. Warna kuning kuning
c. Bau pasing pasing
d. Konsisten cair cair
e. Kesulitan tidak ada tidak ada
3 Istirahat dan tidur
a. Waktu tidur 22.00 WIB 24.00 WIB
b. Lama tidur ± 7 jam ± 6 jam
c. Waktu bangun 05.00 WIB 05.00 WIB
d. Hal yang terdengar suara/dalam terdengar
mempermudah keadaan bising suara/dalam keadaan
bangun bising
e. Kesulitan tidur tidak ada apabila mengalami
pusing
4 Personal hygiene
2x sehari 2x sehari
a. Mandi
3x seminggu 3x seminggu
b. Mencuci rambut
2x sehari 2x sehari
c. Gosok gigi
d. Potong kuku 2x seminggu 2x seminggu
5 Rekreasi
olahraga/jalan pagi tidak ada
a. Hobi
tidak ada tidak ada
b. Minat khusus
nonton TV nonton TV
c. Penggunaan waktu
senggang
6 Ketergantungan
tidak ada tidak ada
a. Merokok
tidak ada tidak ada
b. Minum
tidak ada tidak ada
c. Obat-obatan

3.1.6 Riwayat Alergi

Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi makanan dan obat-obatan

3.1.7 Data Psikologis

a. Prilaku non verbal : klien dapat berprilaku non verbal dengan baik

b. Perilaku verbal

1) Cara menjawab : klien mampu menjawab dengan baik dan jelas

2) Cara memberi informasi : klien memberikan informasi secara

verbal

c. Emosi : klien mampu mengontrol emosinya dengan baik

d. Persepsi penyakit : klien merasa penyakit ini cobaan dari Allah

SWT dan dapat disembuhkan

e. Konsep diri: klien ingin sembuh dengan keadaan tubuhnya saat ini

f. Adaptasi : klien merasa agak sulit menyesuaikan diri dengan

keadaannya saat ini


g. Mekanisme pertahankan diri : klien mengatakan jika ada masalah

selalu bercerita kepada suaminya

3.1.8 Data Spritual

a. Keyakinan : klien beragama Islam

b. Ketaatan klien beribadah : klien melaksanakan shalat lima waktu

sambil duduk

c. Keyakinan terhadap penyembuhan : klien yakin dengan berdoa dan

berikhtiar prnyakitnya akan

sembuh

3.1.9 Data Penunjang

a. Diagnosa medis : Stroke non haemoragik

b. Pemeriksaan diagnostik : tidak ada

3.1.10 Data Pengobatan

Captopril 12,5 mg 2x1 tablet, Parasetamol 500 mg 3x1 tablet, Antasida

500 mg 3x1 tablet (kunyah)

3.1.11 Data Fokus

a. Data subjektif :

1) Klien mengatakan tangan dan kaki sebelah kiri lemah

2) Klien mengatakan kurang paham akan penyakitnya sekarang dan

klien juga mengatakan jarang berobat dan mengontrol tekanan

darahnya

3) Klien mengatakan aktivitas sehari-hari kadang-kadang dibantu

keluarga akibat kelemahan ekstremitas sebelah kiri yang dialami


b. Data Objektif :

1) Tangan dan kaki sebelah kiri klien kelihatan lemah dan sulit

untuk digerakkan

2) Klien terlihat kurang paham akan penyakitnya sekarang

3) Klien mengalami penurunan kekuatan otot :

555444

555444

3.2 Analisa Data

No Data Masalah Etiologi

1 Data Subjektif : Hambatan Gangguan


a. Klien mengatakan tangan sebelah mobilitas fisik neuromuskul
kirinya lemah er pada
b. Klien mengatakan kaki sebelah ekstremitas
kirinya lemah kiri
c. Klien mengatakan aktivitas sehari-
hari kadang-kadang dibantu keluarga

Data Objektif :
a. Tangan dan kaki sebelah kiri klien
kelihatan lemah dan susah untuk
digerakan
b. Terlihat aktivitas klien kadang-
kadang dibantu keluarga
c. Klien mengalami penurunan
kekuatan otot :
555 444
555 444
Ekstremitas sebelah kiri hanya bisa

melawan sedikit tahanan yang diberi oleh

Petugas

2 Data Subjektif : Defisit Keterbatasan


a. Klien mengatakan berobat tidak pengetahuan kognitif
teratur
b. Klien mengatakan jarang kontrol
tekanan darah
c. Klien mengatakan tidak memahami
pengobatan dan terapi post stroke

Data Objektif :
a. Klien dan keluarga tidak bisa
menjawab dan memahami
pengobatan dan pemulihan
penyakitnya saat petugas
memberikan pertanyaan

3.3 Diagnosa Keperawatan

a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neoromuskuler pada

ekstremias kiri.

b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.


3.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Hambatan mobilitas fisik Setelah diberikan klien dapat a. Kaji kekuatan otot klien a. Mengidentifikasi
berhubungan dengan asuhan beraktivitas b. Anjurkan untuk kelemahan dan dapat
gangguan neoromuskuler keperawatan sesuai mengubah posisi minimal memberikan informasi
pada ekstremias kiri selama 3x24 jam kemampuan, 2 jam sekali mengenai pemulihan
diharapkan tidak ada c. Pantau TTV klien (TD) b. Menurunkan terjadinya
Data Subjektif :
hambatan kontraktur otot, d. Berikan klien ROM pasif trauma atau iskemia
a. Klien mengatakan
mobilitas fisik tidak terjadi e. Ajarkan klien ROM aktif jaringan
tangan sebelah
teratasi penyusutan otot, f. Anjurkan klien c. Hipertensi dapat
kirinya lemah
ekstremitas konsultasi ke fisioterapi menjadi faktor
b. Klien mengatakan
sebelah kiri pencetus
kaki sebelah
dapat d. Meminimalkan atropi
kirinya lemah
digerakkan otot dan meningkatkan
c. Klien mengatakan
sirkulasi
aktivitas sehari-hari
e. Program yang khusus
dibantu keluarga
dapat dikembangkan
untuk menemukan
Data Objektif : kebutuhan klien
a. Tangan sebelah
kiri klien kelihatan
lemah
b. Kaki sebelah
kiri klien
kelihatan lemah
c. Terlihat aktivitas
klien kadang-kadang
dibantu keluarga
d. Kekuatan otot klien:
555 444
555 444
2 Defisit pengetahuan Setelah diberikan Berpartisipasi a. Kaji pengetahuan klien a. Menentukan
berhubungan dengan asuhan dalam dan keluarga. intervensi
keterbatasan kognitif keperawatan penyuluhan b. Diskusikan dengan selanjutnya.
selama 3x24 jam kesehatan, keluarga mengenai b. Membantu dalam
Data Subjektif :
diharapkan memulai penyakit klien dan membangun harapan
a. Klien mengatakan
pengetahuan perubahan gaya kekuatan pada individu. dan meningkatkan
berobat tidak
klien dan hidup klien dan c. Identifikasi faktor- pemahaman.
teratur
keluarga keluarga faktor resiko secara c. Memungkinkan
b. Klien mengatakan
bertambah mengetahui individual. menurunkan risiko
jarang control
penyebab d. Berikan penjelasan kambuh.
tekanan darah
penyakit stroke kepada klien dan d. Menambah
c. Klien mengatakan
keluarga mengenai pengetahuan
tidak memahami
penyakit klien dan keluarga dan klien.
pengobatan dan
pengobatan serta e. Meningkatkan
terapi stroke
pemulihannya (Penkes). kesehatan klien dan
e. Motivasi klien dan keluarga.
keluarga untuk
memperbaiki pola hidup.
Data Objektif :
a. Klien dan keluarga
tidak bisa
menjawab dan
memahami
pengobatan dan
pemulihan
penyakitnya saat
petugas memberikan
pertanyaan
3.5 Implementasi Keperawatan

Hari/
No Diagnosa keperawatan Jam Implementasi
Tanggal
1 Jumat/ Hambatan mobilitas fisik 11.30 WIB a. Mengkaji kekuatan otot klien
6 Juli 2018 berhubungan dengan gangguan b. Menganjurkan untuk mengubah
neoromuskuler pada ekstremias posisi minimal 2 jam sekali
kiri. c. Memantau TTV klien :TD 150/80
mmhg,Nd 80x/I, RR 18xi, Sh
36,1ºC.
d. Memberikan klien ROM pasif
e. Mengajarkan klien ROM aktif
f. Menganjurkan klien konsultasi ke
fisioterapi.

Defisit pengetahuan berhubungan 12.00 WIB a. Mengkaji pengetahuan keluarga


dengan keterbatasan kognitif b. Mendiskusikan dengan keluarga
mengenai penyakit klien dan
kekuatan pada individu.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor
resiko secara individual.
d. Memberikan penjelasan kepada
klien dan keluarga mengenai
penyakit klien dan pengobatan serta
pemulihannya (Penkes)
e. Memotivasi klien dan keluarga
untuk memperbaiki pola hidup.

2 Sabtu/ Hambatan mobilitas fisik 11.30 WIB a. Mengkaji kembali kekuatan otot
7 Juli 2018 berhubungan dengan gangguan klien.
neoromuskuler pada ekstremias b. Menganjurkan untuk mengubah
kiri. posisi minimal 2 jam sekali
c. Memantau TTV klien :TD 140/80
mmhg, Nd 78xi, RR 20x/I, Sh
36,3ºC.
d. Memberikan kembali klien ROM
pasif
e. Mengajarkan kembali klien ROM
aktif
f. Menganjurkan klien konsultasi ke
fisioterapi.

Defisit pengetahuan berhubungan 12.00 WIB a. Mengkaji kembali pengetahuan


dengan keterbatasan kognitif klien dan keluarga.
b. Mendiskusikan kembali dengan
keluarga mengenai penyakit klien
dan kekuatan pada individu.
c. Mengidentifikasi kembali faktor-
faktor resiko secara individual.
d. Memberikan penjelasan kepada
klien dan keluarga mengenai
penyakit klien (Penkes).
g. Memotivasi klien dan keluarga
untuk memperbaiki pola hidup.

3 Senin/ Hambatan mobilitas fisik 11.30 WIB a. Mengkaji kembali kekuatan otot
9 Juli 2018 berhubungan dengan gangguan klien
neoromuskuler pada ekstremias b. Menganjurkan untuk mengubah
kiri. posisi minimal 2 jam sekali
c. Memantau TTV klien :TD 130/80
mmhg, Nd 80x/I, RR 20x/I, Sh
36,3ºC.
d. Memberikan kembali klien ROM
pasif
e. Mengajarkan kembali klien ROM
aktif
f. Menganjurkan klien konsultasi ke
fisioterapi

Defisit pengetahuan berhubungan 12.00 WIB a. Mengkaji kembali pengetahuan


dengan keterbatasan kognitif keluarga
b. Mendiskusikan kembali dengan
keluarga mengenai penyakit klien
dan kekuatan pada individu.
c. Mengidentifikasi kembali faktor-
faktor resiko secara individual.
f. Memberikan penjelasan kepada
klien dan keluarga mengenai
penyakit klien (Penkes)
g. Memotivasi klien dan keluarga
untuk memperbaiki pola hidup.

3.6 Evaluasi Keperawatan

Paraf
No Hari/ No. Dx Implementasi Jam Evaluasi
Dan
Tanggal
Nama
1 Jumat/ 1 a. Mengkaji kekuatan otot klien. 14.15 S :klien mengatakan
6 Juli 2018 b. Menganjurkan untuk mengubah WIB merasa lebih
posisi minimal 2 jam sekali. nyaman setelah
c. Memantau TTV klien : TD 150/80 diberikan latihan
mmhg. Nadi 80x/I, RR 18x/I, S 36,1ºC ROM pasif.
d. Memberikan klien ROM pasif O : TD 150/80 mmhg
e. Mengajarkan klien ROM aktif. Adl masih dibantu
f. Menaganjurkan klien konsultasi ke keluaga
fisioterapi A : masalah teratasi
sebagian
P :intervensi dilanjutkan

2 a. Mengkaji pengetahuan keluarga 14.45


S :klien mengatakan
b. Mendiskusikan dengan keluarga WIB mulai paham
mengenai penyakit klien dan kekuatan penjelasan
pada individu. kesehatan yang
c. Mengidentifikasi faktor-faktor resiko diberikan.
secara individual. O :klien masih belum
d. Memberikan penjelasan kepada klien sepenuhnya bisa
dan keluarga mengenai penyakit klien menerima
(Penkes) penjelasan petugas.
f. Memotivasi klien dan keluarga untuk A :masalah teratasi
memperbaiki pola hidup. sebagian
P :intervensi dilanjutkan
2. Sabtu/ 1 14.00
7 Juli 2018 a. Mengkaji kembali kekuatan otot klien. WIB S :klien mengatakan
b. Menganjurkan kembali untuk merasa lebih
mengubah posisi minimal 2 jam sekali nyaman setelah
c. Memantau TTV klien :TD 140/80 melakukan ROM
mmhg, Nd 78x/I, RR 20x/I, Sh aktif.
36,3ºC O : TD 140/80 mmhg
d. Memberikan kembali klien ROM Adl masih dibantu
pasif keluaga
e. Mengajarkan kembali klien ROM A : masalah teratasi
aktif. sebagian
g. Menaganjurkan klien konsultasi ke P :intervensi dilanjutkan
fisioterapi.
2 14.30
S :klien mengatakan
WIB
a. Mengkaji kembali pengetahuan
mau berobat secara
keluarga.
teratur
b. Mendiskusikan kembali dengan
O : klien belum datang
keluarga mengenai penyakit klien dan
berobat ke
kekuatan pada individu.
Puskesmas.
c. Mengidentifikasi kembali faktor-faktor
A : masalah teratasi
resiko secara individual.
sebagian
d. Memberikan penjelasan kepada klien
P :intervensi dilanjutkan
dan keluarga mengenai penyakit klien
(Penkes)
e. Memotivasi klien dan keluarga untuk
memperbaiki pola hidup.

3. Senin/ 1 a. Mengkaji kembali kekuatan otot klien 14.30 S :klien mengatakan


9 Juli 2018 b. Menganjurkan untuk mengubah WIB merasa lebih
posisi minimal 2 jam sekali nyaman setelah
c. Memantau TTV klien :TD 130/80 latihan ROM dan
mmhg, Nd 80x/I, RR 20x/I, Sh bisa beraktivitas
36,3ºC perlahan-lahan.
d. Memberikan kembali klien ROM O : TD 130/80 mmhg.
pasif Klien bisa
e. Mengajarkan kembali klien ROM melakukan aktivitas
aktif. perlahan-lahan
f. Menaganjurkan klien konsultasi ke A :masalah teratasi
fisioterapi sebagian
P :intervensi dilanjutkan
2
14.15
S :klien mengatakan
a. Mengkaji kembali pengetahuan klien
dan keluarga. WIB senang dengan
b. Mendiskusikan kembali dengan penyuluhan yang
keluarga mengenai penyakit klien dan diberikan dan akan
kekuatan pada individu. berobat dengan
c. Mengidentifikasi kembali faktor- teratur.
faktor resiko secara individual. O : klien sudah datang
d. Memberikan penjelasan kepada klien berobat ke
dan keluarga mengenai penyakit klien Puskesmas dan bisa
(Penkes) melakukan latihan
e. Memotivasi klien dan keluarga untuk ROM
memperbaiki pola hidup. A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB IV
EVIDENCE BASED PRACTICE
Berupa resume hasil-hasil penelitian dalam pengelolaan kasus kegawatdaruratan/ kritis yang
dibahas (minimal 5 artikel internasional). Dibuat dalam bentuk narasi dan dalam tabel.
Contoh tabel:

No Penulis Judul Tujuan Sample Design Intervensi Hasil penelitian


(tahun) penelitian
dan
negara
Rida Analisis Bertujuan Sample yang Menggunakan 1.Dilakukan Hasil uji
1 darotin, factor untuk di pakai studi retrospektif pemeriksaan brivat
. nurdiana,ti predictor menganalisis adalah non yang artinya TTV menunjukan
na mortalitas hubungan probability penelitian 2.pemeriksa p value
handayani stroke antara factor sampling dan melihat hasil an obesitas
nasution. hemoragik frediktor teknik pengukuran laboratorium p=0,039,teka
(2017),mal di rumah stroke purposive terhadap profil lipid nan darah
ang sakit hemoragik sampling variable-variabel darah berupa p=0,487,gula
daerah yaitu untuk factor yang kolestrol darah p=0,04
dr.soeband obesitas mengambil mempengaruhi total/trigliser prpfil lipid
i jember tekanan sample dari mortalitas pada id/HDL/LD darah
darah,gula data rekam pasien stroke L p=0,026
darah dan medic hemoragikyang dimana
profil lipid berdasarkan meliputi hubungan
darah pertimbangan obesitas,tekanan dikatakan
dengan tertentu darah,dan gula bermakna
mortalitas darah,profil lipid apabila
pada pasien darah yang telah p>0,05.regres
stroke tercatat pada data i logistic di
hemoragik rekam medis peroleh hasil
pasien kemudian obesitas
mencari p=0,043,or
hubungannya 2,689,gula
terhadap darah
mortalitas pada p=0,042
pasoen stroke or=2,656,pro
hemoragik fil lipid darah
p=0,069
or=3,49

2. Eric Gambaran Bertujuan Semua data Desain penelitian 1.Melakuka Hasil pada pasien
hartono, tekanan untuk yang deskriptif dengan n CT scan stroke hemoragik
meilinda darah pada mengetahui diperoleh dari metode studi kepala yang dengan diabetes
puspitasari pasien gambaran rekam medik prevalensi, hiperdens melitus yang
, olivia stroke tekanan ruang rawat dengan 2.pengukura tekanan darahnya
adam.sura hemoragik darah pada inap bagian menggunakan n gula darah normal sejumlah
baya(2015 dengan pasien stroke saraf rumkital data sekunder puasa dan 2 7.14%,
) diabetes hemoragik dr. Ramelan yang didapat jam setelah prehipertensi
mellitus di dengan surabaya melalui rekam makan sejumlah 7.14%,
bagian diabetes periode medis pada bulan hipertensi stage 1.
saraf melitus dan januari - januari-november Sejumlah 21.43%,
rumkital non diabetes november 2015 dan stage
dr.ramelan melitus di 2018 yang 2.sejumlah
Surabaya ruang rawat memenuhi 64.29%.
inap bagian kriteria Sedangkan pada
saraf inklusi dan non diabet,
rumkital dr. eksklusi dari tekanan darah
Ramelan sample normal sejumlah
surabaya 4.54%,
prehipertensi
sejumlah 9.09%,
hipertensi stage 1
sejumlah 13.64%,
dan stage 2
sejumlah 72.73%.

3. Nia Perbandin Untuk Sample Design penelitian 1.Dilakukan Uji yang dipakai
permatasar gan stroke mengetahui penelitian ini ini adalah analtik pengecekan adalah uji
i,(2020) non bagaimana sebanyak 30 deskriftif dengan TTV alternatifnya,
lampung himoragik perbandinga pasien dengan pendekatan 2.Melakuka yaitu uji
dengan n gangguan menggunakan secara cross n cek gula kolmogorov-
gangguan motoric pada uji sectional darah smirnov z.hasil
motoric pasien stroke kolmogorov- uji statistic
pasien non smirnof z menggunakan uji
memiliki hemoragik nilai kolmogorov-
factor pasien signifikannya smirnov z nilai
resiko dengan adalah 0,280 signifikannya
diabetes factor resiko (p=280>a=0,0 adalah 0,207,
mellitus diabetes 5) karena nilai
dan mellitus, p=0,207>α=0,05,
hipertensi hipertensi maka ho diterima
artinya tidak ada
perbandingan
hipertensi &
diabetes melitus
pada penyakit
stroke non
hemoragik ada
penyumbatan di
rsud dr.h. Abdul
moeloek provinsi
lampung tahun
2018.

4. Bianda Hubungan Menganalisa Pengumpulan Desain penelitian 1.Dilakukan Dari 27 pasien


axanditya. factor faktor data ini merupakan pemeriksaan stroke non
(2014), resiko gangguan menggunakan penelitian motor hemoragik
diponegor stroke non funngsi data rekam observasional assessment dengan gangguan
o himoragik motorik pada medik dan analitik dengan scale for fungsi motorik
dengan pasien stroke pemeriksaan rancangan belah stroke. yang diperiksa,
fungsi non motor lintang, dengan 2.Dilakukan didapatkan hasil
motoric hemoragik. assessment 27 pasien stroke CT SCAN penelitian yaitu
scale for non hemoragik tidak adanya
stroke. Data sebagai subjek hubungan antara
disajikan faktor – faktor
dalam bentuk risiko stroke
tabel dan seperti jenis
analisa kelamin laki-laki,
menggunakan riwayat keluarga
uji fisher dengan stroke,
exact dan usia >55 tahun,
regresi hipertensi,
logistic penyakit jantung,
diabetus melitus,
dislipidemi dan
merokok dengan
fungsi motorik
(p>0,05). Jumlah
faktor risiko
stroke terhadap
gangguan fungsi
motorik juga di
dapatkan hasil
yang tidak
signifikan(p=0,29
4)
5. Purwati,les Penangana Tujuan Sampel Penelitian 1.melakukan Hasil penelitian
tari eko n awal penelitian ini sebanyak 53 kuantitatif TTV awal diperoleh
darwati, stroke non untuk responden dengan desain pengecekan sebagian besar
setianingsi hemoragik mengetahui keluarga deskriptif survey, 2.melakukan berjenis kelamin
h. oleh gambaran pasien stroke. yang dilakukan metode laki-laki, rata-rata
(2019),ken masyaraka penanganan Pengambilan pada bulan maret FAST berusia 29 tahun,
dal. t awam awal stroke sampel secara 2019 (face,arms,s berpendidikan
non consecutive pecech,time sma, dan
hemoragic sampling etoda Fast ) hubungan dengan
oleh keluarga sebagai
masyarakat anak. Tindakan
awam. awal deteksi
sebagian besar
kurang
sebanyak(50,9%).
Tindakan awal
pengiriman pasien
sebagian besar
kurang
sebanyak(49,1%).
Tindakan awal
transportasi/
ambulance pasien
sebagian besar
kurang sebanyak
(60,4%)
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Stroke merupakan suatu suatu kelainan otak akibat suatu proses patologi pada
sistem pembuluh darah otak. Permasalahan yang sering ditemui pada pasien dengan
stroke adalah masalah pola hidup, yang diperberat dengan usia. Terlebih lagi apabila
seseorang dengan faktor risiko yang tinggi untuk mengalami stroke. Pada pasien ini,
selain faktor usia yang dimilikinya adalah hipertensi yang tidak terkontrol.
Penatalaksanaan pada stroke pada umumnya bertujuan untuk mempertahankan hidup
seseorang serta menangani penyakit yang dianggap sebagai faktor yang menyebabkan
pasien terkena serangan stroke.

Stroke dibagi dalam dua kategori mayor yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik terjadi karena aliran darah ke otak terhambat akibat
aterosklorosis atau pembekuan darah. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena
pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan terhambat aliran darah ke otak,
darah merembas ke area otak dan merusaknya.

5.2. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa keperawatan
pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal, serta mengetahui
asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik dan non hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA

Julianti, Norma. (2015) Haemorrhagic Stroke On Elderly Man With Uncontrolled


Hypertension. J Agromed Unila,8(1), 33-38.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/download/1261/pdf
Dewi, R.T. A. (2017). Stroke. Dipetik Oktober 13,2021, dari Repository.Ump:
http://repository.ump.ac.id/4416/3/Risty%20Tegar%20Anita%20Dewi%20BAB
%20II.pdf
Sulistiyawati. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke Non Hemoragik
Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Dipetik Oktober 13,2021, dari
Repository.Poltekkes-Kaltim: http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/1079/1/KTI%20SULISTIYAWATI.pdf

Anda mungkin juga menyukai