Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FARMAKOTERAPI III

(NEUROLOGI DAN PSIKIATRI)


STROKE HAEMORHAGIK

OLEH
KELOMPOK 1 :

GANDISHA SANDILI (201023001)


I GUSTI AGUNG AYU DYAH PRABAISWARI (201023002)
LIDYA NATALIA BR TARIGAN (201023003)
NI KETUT TENI JUNTIKA SARI (201023004)
NI MADE DEWINI (201023005)
NI MADE YUNITASARI (201023006)
NI PUTU FEBRI SURYANI (201023007)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, sehingga tugas makalah Penyakit
Degeneratif tentang “fatofisiologi penyakit dan tatalaksana dari penyakit Stroke
Haemorhagik” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini juga sebagai
tugas yang harus dikerjakan untuk sarana pembelajaran bagi kita.

Makalah ini dibuat berdasarkan apa yang telah penulis terima dan juga
penulis  penulis kutip dari berbagi berbagi sumber, sumber, baik dari buku
maupun buku maupun dari media elektronik. elektronik. Semoga isi dari makalah
ini dapat berguna bagi kita dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai Stroke Haemorhagik.

Selayaknya manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kesalahan, maka
dalam pembuatan makalah ini masih banyak yang harus di koreksi dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dianjurkan guna memperbaiki
kesalahan dalam makalah ini. Demikian, apabila ada kesalahan dan kekurangan
dalam isi makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Denpasar,15 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
2.1 Pengertian................................................................................
2.2 L...............................................................................................
2.3 Jenis.........................................................................................
BAB III PEMBAHASAN.........................................................................
3.1 Kasus.......................................................................................
3.2 Penyelesaian............................................................................
BAB IV KESIMPULAN...........................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otak merupakan organ kompleks manusia yang terdiri dari sel-sel saraf (nerve
cell) yang bertanggung jawab pada semua sinyal dan sensasi yang membuat tubuh
manusia dapat berpikir, bergerak, dan menimbulkan reaksi dari suatu kejadian atau
keadaan. Otak adalah organ yang memerlukan suplai oksigen dan nutrisi secara terus-
menerus karena otak tidak dapat menyimpan energi. Suplai oksigen dan nutrisi
didapatkan dari darah yang disirkulasikan dari jantung melalui arteri yang ada pada
tubuh manusia menuju otak (Setiawan, 2021).
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis yang disebabkan oleh perdarahan
ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda yang sesuai pada bagian otak yang terkena,
yang dapat menimbulkan cacat atau kematian.  Definisi stroke menurut World Health
Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain
selain vaskuler. Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai
dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid (Mahmudah, 2014).
Berdasarkan kelainan patologisnya, stroke dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (stroke iskemik). Stroke hemoragik
diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, sedangkan stroke non hemoragik
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya
pasokan oksigen dan glukosa ke otak (zuryati, 2016). Stroke hemoragik terjadi bila
pembuluh darah di otak pecah atau mengalami kebocoran, sehingga terjadi perdarahan
ke dalam otak. Bagian otak yang dipengaruhi oleh pendarahan dapat menjadi rusak, dan
darah dapat terakumulasi sehingga memberikan tekanan pada otak. Jumlah perdarahan
menentukan keparahan stroke.
Stroke perdarahan intraserebral (Intracerebral Hemorrhage, ICH) atau yang
biasa dikenal sebagai stroke hemoragik, yang diakibatkan pecahnya pembuluh
intraserebral. Kondisi tersebut menimbulkan gejala neurologis yang berlaku secara

4
mendadak dan seringkali diikuti gejala nyeri kepala yang berat pada saat melakukan
aktivitas akibat efek desak ruang atau peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Efek ini
menyebabkan angka kematian pada stroke hemoragik menjadi lebih tinggi
dibandingkan stroke iskemik. Pada stroke hemoragik yang didominasi oleh gejala
peningkatan TIK yang membutuhkan penanganan segera sebagai tindakan life-saving.
Oleh karena itu, penegakan diagnosis pada stroke hemoragik sangat penting untuk
memberikan terapi yang efektif (Setiawan, 2021).
Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat
dimodifikasi (modifable) dan yang tidak dapat di modifikasi (nonmodifable). Faktor
risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung
(fibrilasi atrium), diabetes mellitus, merokok, mengkonsumsi alkohol, hiperlipidemia,
kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetic (zuryati, 2016).
Saat ini di Indonesia tercatat 12 dari 1 000 orang menderita stroke. 1 Pada
kelompok usia > 75 tahun terdapat sekitar 67% orang Indonesia menderita stroke dan
lebih banyak dialami oleh perempuan yakni sekitar 12,1%. Selain itu, berdasarkan
tingkat pendidikan dan pekerjaan terdapat 32,8% orang Indonesia penderita stroke yang
tidak pernah bersekolah dan 18% ditemukan pada orang yang tidak bekerja. Di
Indonesia, diperkirakan ada 300.000 kasus baru setiap tahunnya, 80% diantaranya
adalah stroke hemoragik. Terdapat faktor resiko terjadinya stroke, yaitu faktor yang
dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi, sehingga penatalaksanaan stroke
sangat mempengaruhi prognosis pasien, sehingga dibutuhkan penatalaksanaan yang
tepat (Othadinar, 2019).
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas penulis tertarik untuk membuat
suatu makalah mengenai stroke Haemorhagik sehingga nantinya dapat lebih memahami
bagaimana fatofisiologi penyakit dan tatalaksana atau managemen terapi dari penyakit
Stroke Haemorhagik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Stroke Haemorhagik?
2. Apa saja yang menjadi factor resiko Stroke Haemorhagik?
3. Bagaimana fatofisiologi penyakit Stroke Haemorhagik?
4. Bagaimana tatalaksana dari penyakit Stroke Haemorhagik?
5. Bagaimana managemen atau tatalaksana serta terapi yang dapat disarankan pada
pasien Stroke Haemorhagik dengan kondisi klinis khusus hipertensi?

5
1.3 Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui pengertian dari Stroke Haemorhagik.
2. Dapat mengetahui factor resiko pemicu Stroke Haemorhagik.
3. Dapat mengetahui fatofisiologi penyakit Stroke Haemorhagik.
4. Dapat mengetahui dan memahami tatalaksana dari penyakit Stroke Haemorhagik.
5. Mampu memberikan tatalaksana terapi dan menyelesaikan kasus pasien sakit Stroke
Haemorhagik dengan kondisi klinis khusus hipertensi .

6
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke


Stroke adalah gangguan fungi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Gangguan fungi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai
daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat berupa
hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau gejala lain sesuai
daerah otak yang terganggu.
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
gangguan fungi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan otak akibat
berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak. Aliran darah ke otak
dapat berkurang karena pembuluh darah otak mengalami penyempitan, penyumbatan,
atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah tersebut (Goyena, 2019).
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus
disuatu arteri serebrum, akibat emboli yang mengalir ke otak dari tempt lain di tubuh,
atau akibat perdarahan otak (Goyena, 2019).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu Berdasarkan
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan banwa stroke adalah gangguan peredaran
otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila gangguan yang terjadi
cukup bear akan mengakibatkan kematian sebagian sel saraf.
2.1.1. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah otak,
stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke hemorrhagik dan stroke non
hemorrhagik atau stroke iskemik. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang
berbeda, pada stroke hemorhagik terdapat timbunan darah disubarachnoid atau
intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak
sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi kurang mencukupi.

7
2.2. Stroke Hemorrhagik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya pendarahan intra
serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran,
pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk
(Chaundhary, 2019)).
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya
pembuluh darah di dalam otak, schingga darah menggenangi atau menutupi ruang-tuang
jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan
sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan
fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang
pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam rang
sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal
bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia,
karena penyumbatan terjadi pada dining pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma).
Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan
tetapi bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik) Keadaan yang sering
terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun
plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan
darah tinggi.
2.3. Jenis – jenis Stroke Hemorrhagik
Beberapa jenis stroke hemoragik menurut Smith (2011), yaitu:
1. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi
beberapa jam setelah mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.
2. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma subdural yang robek
adalah bagian vena schingga pembentukan hematomanya lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak.
3. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di rang subaraknoid) dapat terjadi
sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah
kebocoran aneurisma.
4. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau pendarahan di substansi dalam otak
yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral

8
karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabk an ruptur
pembuluh darah
2.4. Etiologi
Stroke hemoragik 6-7% terjadi akibat adanya perdarahan subaraknoid (subarachnoid
hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke rang subaraknoid yang biasanya berasal
dari pecarnya aneurisma otak tau AVM (malformasi arteriovenosa). Hipertensi,
merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor resiko dari penyakit ini. Pendarahan
subaraknoid bisa berakibat pada koma atau kematian. Pada aneurisma otak, dining
pembuluh darah melemah yang bisa terjadi kongenital atau akibat cedera otak yang
meregangkan dan merobek lapisan tengah dinding arteri (Terry & Weaver, 2013)
2.5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena.
1. Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran menempatkan
posisi
2. Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan memori
3. Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan
4. Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik,
intelektual.
Stroke dapat mempengaruhi tangsi tubuh. Adapun beberapa gangguan yang dialami
pasien yaitu
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, confuse
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguansentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh sebelah)
3. Pengaruh terhadap komunikasi:; afasia (kehilangan bahasa), disartria (bicara tidak
jelas).
Pasien stroke hemoragik dapat mengalami tris TIK yang mengindikasikan adanya
peningkatan volume di dalam kepala. Trias TIK yaitu muntah proyektil, using dan pupil
edem.
2.6. Upaya Pencegahan
Risiko terkena stroke hemoragik bisa dicegah dengan cara menghindari faktor-faktor
yang dapat memicunya. Misalnya apabila Anda memiliki penyakit darah tinggi atau
hipertensi, maka tangani dengan menggunakan obat-obatan yang diresepkan olch dokter
dan menjalani gaya hidup schat yang dianjurkan. Misalnya, mengonsumsi makanan shat

9
dan rutin berolahraga. Lakukan pemeriksaan secara berkala untuk memastikan tekanan
darah tetap normal.
Selain itu, karena stroke hemoragik juga bisa disebabkan oleh cedera di kepala,
maka berhati-hatilah saat melakukan berbagai aktivitas, baik di dalam maupun di luar
rumah. Misalnya kotika Anda mengendarai sepeda motor, selalu gunakan helm dengan
standar yang dianjurkan (SNI) dan selalu taati peraturan berlalu lintas. Begitu pula jika
Anda mengendarai mobil, selalu gunakan sabuk pengaman dan berhati-hati dalam
berkendara. Terkait dengan risiko stroke hemoragik bagi pengguna obat warfarin, selalu
taati aturan dan dosis yang telah ditetapkan oleh dokter.
2.7. Penatalaksanaan
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa terapi farmasi,
radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke iskemik, terapi bertujuan
untuk meningkatkan perfusi darah keotak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah
trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif, dan mencegah cedera
sekunder lain. Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan
sekunder dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah
perdarahan lebih lanjut (Hartono, 2010).
2.8. Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi Stroke Hemorrhagik
2.8.1. Farmakologis
a) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
b) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
c) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan
peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi.
Antiagresi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler (Mutaqin, 2011)
2.8.2. Non Farmakologis Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan
terkait proses pemulihan kondisi pasca stroke :
a) Terapi Wicara, Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah,
berbicara, maupun mengerti kembali kata – kata

10
b) Aromaterapi Aroma terapi pada pasien stroke berfungsi untuk
memperlancar sirkulasi darah, getah bening, memperkuat fungsi saraf
dan menambah kekuatan otot. Teknik yang digunakan dalam aroma
terapi dapat digunakan untuk pemijatan ataupun digunakan untuk
berendam dengan cara meneteskan minyak esensial kedalam air hangat
(Farida & Amalia, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh 31
Setywan, Widiyanto, & Ayu A (2016)Sesudah pemberian slow stroke
back massage dan aromaterapi mawar pada pasien hipertensi di RSUD
H. Soewondo Kendal rata-rata tekanan darah 143/92 mmHg. Ada
pengaruh yang signifikan pemberian slow stroke backmassage dan
aromatherapi mawar untuk menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi di RSUD H. Soewondo Kendal ρ value tekanan darah sistolik
0,001 dan ρ value tekanan darah diastolik 0,003 (a < 0,05)
c) Fisioterapi Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk
menangani kondisi stroke stadium akut bertujuan untuk :
1) Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang
lama
2) Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan
tonus
3) Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit
4) Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak
5) Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional.

2.9. Faktor resiko stroke


a) Karakteristik pasien stroke berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dan
pekerjaan.
b) Pengaruh kebiasaan meminum kopi dengan kejadian stroke. Konsumsi kopi
dapat meningkatkan risiko stroke sebesar 0,89%. Cara kerja kafein dalam
tubuh dengan mengambil alih reseptor adinosin dalam sel saraf yang akan
memicu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Kafein mempunyai sifat antagonis endogenus adenosin, sehingga
dapat menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan resistensi pembuluh
darah tepi. Vasokontriksi dan retensi pada pembuluh darah akan

11
menyebabkan sulitnya darah untuk mengalir yang lama-kelamaan akan
mengakibatkan sumbatan. Jika sumbatan tersebut terletak di otak maka akan
menyebabkan stroke.
c) Pengaruh Merokok Dengan Kejadian Stroke. Rokok mengandung ribuan zat
kimia berbahaya bagi kesehatan tubuh, diantaranya yaitu tar, nikotin, dan
karbon monoksida. Zat kimia tersebut yang masuk kedalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
proses aterosklerosis dan hipertensi. Hipertensi yang tidak terkendali dapat
menyebabkan stroke
d) Pengaruh Aktifitas Fisik Dengan Kejadian Stroke. Aktifitas fisik yang
tidak teratur dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan.Orang yang
tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
e) Pengaruh stres dengan kejadian stroke. Peningkatan tekanan darah yang
selalu dipicu melalui stress akan membuat kerja jantung semakin
berat dan mempersempit pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah
bisa terjadi di organ mana saja, jika terjadi di otak maka akan
menyebabkan stroke.

12
BAB III

PEMBAHASAN

a. Kasus :

Laki-laki, usia 54 tahun, datang dengan penurunan kesadaran secara mendadak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya, pasien masih sempat mengobrol dan masih bisa
beraktivitas, setelah itu pasien mendadak sulit berjalan. Beberapa hari sebelumnya pasien
merasakan nyeri kepala yang makin lama makin memberat, pasien mengalami muntah serta
wajah tidak simetris. Pasien tidak mengalami kesulitan dalam menelan. Satu bulan sebelum
masuk rumah sakit pasien mengeluh mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai kanan.
Awalnya keluhan tersebut diawali dengan rasa kesemutan pada lengan dan tungkai kanan,
namun rasa baal tidak dikeluhan. Aktivitas buang air besar dan kecil biasa, pasien mengalami
hipersalivasi. Pasien memiiki riwayat darah tinggi yang baru diketahuinya 2 tahun terakhir,
pasien jarang melakukan kontrol. Pasien hanya kontrol saat keluhan seperti kepala pusing dan
tengkuk terasa sakit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran stupor, tekanan darah 200/100 mmHg, nadi
98 x/menit, laju napas 24 x/menit, suhu 37,1o C, dari status neurologis terdapat beberapa yang
sulit untuk dinilai, namun pada nervus trigeminus didapatkan reflek kornea positif ,pada
nervus fasialis terdapat lateralisasi ke arah dextra. Kekuatan otot sulit dinilai karena
kesadaran pasien stupor, tetapi pada tonus didapatkan hasil normal. Dari pemeriksaan refleks
fisiologis tidak ditemukan tanda-tanda kelainan, namun dari refleks patologis didapatkan
positif pada refleks babinski dan chaddock. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan pada nilai kolesterol 211 mg/dl, High Density Lipoprotein (HDL) 34 mg/dl, dan
Low Density Lipoprotein (LDL) 157 mg/dl.

Diagnosis klinis pasien adalah stroke haemorragic dengan hipertensi emergensi. Terapi
farmakologis berupa infus manitol, ranitidine injeksi 50 mg per 8 jam, ceftriaxone injeksi 1g
per 12 jam, citicolin injeksi 250 mg per 12 jam, captopril tablet 25 mg per 8 jam, B complex
tablet 100 mg per 12 jam.

13
b. Penyelesaian Kasus dengan metode SOAP

PHARMACEUTICAL PROBLEM

 Subjective (symptom)
Berdasarkan anamnesis pasien penurunan kesadaran secara mendadak, sebelumnya
pasien merasakan nyeri kepala yang makin lama makin memberat disertai muntah.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kelemahan pada lengan
dan tungkai kanan yang diawali dengan rasa kesemutan pada lengan dan tungkai
kanan, pasien mengalami hipersalivasi.
 Objective (signs)
Hasil Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran stupor
 tekanan darah 200/100 mmHg,
 Nadi 98 x/menit
 Laju napas 24 x /menit
 Suhu 37,1o C
 Status neurologis pada nervus trigeminus didapatkan reflek kornea positif ,pada
nervus fasialis terdapat lateralisasi ke arah dextra.
 Dari pemeriksaan refleks patologis didapatkan positif pada refleks babinski dan
chaddock.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
 Peningkatan pada kolesterol total (211 mg/dL)
 Peningkatan HDL (34 mg/dL)
 Peningkatan LDL (157 mg/dL)

 Assesment (with evidence)

Problem Medis Terapi DRP


GERD Pariet 10mg 2x1, oral P1.3 Efek terapi obat tidak ada.
(Rabenprazole) C3.1 Dosis obat terlalu rendah.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium
pasien didiagnosa GERD untuk
mengatasi permasalah ketidak
nyamanan pada bagian perut atau

14
lambung maka diberikan terapi lini
pertama yaitu PPI . Pasien saat ini
diresepkan parit 10 mg 2x1 oral,
namun pemilihan obat dikatakan cost
benefit.
Evidence Base : Rabeprazole diganti
menjadi omerprazole cap. Omeprazol
memiliki waktu puncak plasma 30
menit sampai 3,5 jam dan onset 1 jam,
sedangkan obat pantoprazol memiliki
waktu puncak plasma 2,8 jam dengan
onset 24 jam dan durasi selama 7 hari,
dan obat lansoprazol memiliki waktu
puncak plasma 1,7 jam dan onset 1-3
jam dengan durasi >24 jam. Sehingga
ketersediaan hayati obat pantoprazol
dan lanzoprazol lebih banyak
dibandingkan omeprazol namun
omeprazol lebih cepat mencapai kadar
puncak plasma sehingga lebih cepat
memberikan efek.
(CONTOH)
Manitol 100 Cc
Ranitidine injeksi 50
mg per 8 jam
Ceftriaxone injeksi
1gram per 12 jam
Citicolone injeksi 250
mg per 12 jam
Captopril tablet 25 mg
per 8 jam
B complex tablet 100
mg per 12 jam.

15
Plan  (including primary care implications)
Problem Medis DRP Plan
GERD Pariet 10mg 2x1, oral Terapi farmakologi:
P1.3 Efek terapi obat tidak - Omeprazole 2x1,
ada. sebelum makan
C3.1 Dosis obat terlalu - Paracetamol
rendah. 3x500mg

Terapi Non Farmakologi :


Ranitidine 100mg 2x1, i.v
- Makan tepat waktu,
P1.1 Kegagalan terapi.
tidak makan-makanan
C3.2 Dosis obat terlalu
yang asam.
tinggi.
- Istrahat secukupnya
dan banyak minum
Tomit 10mg, i.v
air mineral, makan
P3.2 Mendapatkan
buah-buahan dan
pengobatan yang tidak
sayuran.
sesuai.
C1.2 Obat tanpa indikasi MONITORING
Efektivitas:
Novalgin p.r.n i.v - Omeprazol memiliki
P1.3 Salah menerima terapi waktu puncak plasma
pengobatan. 30 menit sampai 3,5
C5.5 Penyalahgunaan obat. jam dan onset 1 jam.
omeprazol lebih cepat
mencapai kadar
puncak plasma
sehingga lebih cepat
memberikan efek.
- Paracetamol
digunakan dalam
jangka pendek, bila
rasa sakit tidak lagi

16
dirasakan, pemakaian
di hentikan (p.r.n).
dikonsumsi setiap 4-6
jam sekali akan
keliihatan efek yang
signifikan.

(CONTOH)

Stroke hemoragik Infus Manitol - Terapi Farmakologi :


DRP Manitol 20% per infus
dengan dosis 1-1,5 g/kgBB
pada dewasa atau 1-3
g/kgBB pada anak-anak
diberikan dalam 30-60
menit.
- Terapi Non farmakologi :
a) Terapi Hipotermi :
Penurunan suhu tubuh
sampai 30-340 C akan
menurunkan tekanan
darah dan metabolisme
otak, mencegah dan
mengurangi edema otak,
serta menurunkan tekanan
intrakranial sampai hampir
50%.
b) Tindakan Bedah :
Tergantung penyebabnya,
perlu dipertimbangkan
tindakan dekompresi
berupa kraniotomi atau
shunting
- Monitoring efektivitas :
Hiperventilasi Merupakan

17
salah satu cara efektif untuk
mengontrol peninggian
tekanan intrakranial dalam
24 jam pertama. Target
PaCO2 harus diturunkan
menjadi 26-30 mmHg untuk
menghasilkan dilatasi
serebral maksimal. Hal ini
bermanfaat karena daerah-
daerah iskemi akan
berperfusi baik. Bila PaCO2
kurang dari 20 mmHg, aliran
darah akan makin turun
sehingga oksigen di otak
tidak cukup tersedia.
- Monitoring efek samping
Demam, mengggil, sakit
kepala, pilek. Buang air
kecil jadi lebih sering.
Pusing atau penglihatan
kabur. Mual atau muntah
Tukak Lambung Ranitidine injeksi 50 mg - Terapi Farmakologi :
per 8 jam - Terapi Non
DRP farmakologi:
mengurangi stress,
Mengurangi rokok ,
Mengurangi penggunaan
NSAID, Mengurangi
konsumsi alcohol, Pasien
harus menjaga diet dengan
mengurangi makanan yang
dapat menyebabkan
dispepsia seperti makanan
pedas dan kafein

18
- Monitoring
efektivitas :
- Monitoring efek
samping:
Sakit kepala, Sembelit,
Diare, Mual, Muntah,
Sakit perut.
Ceftriaxone injeksi 1gram - Terapi
per 12 jam Farmakologi :
- Terapi Non
farmakologi :
- Monitoring
efektivitas :
- Monitoring efek
samping:
Nyeri perut, Mual,
Muntah, Diare, Pusing,
Mengantuk, Sakit
kepala, Bengkak dan
iritasi pada area
suntikan.
Citicolone injeksi 250 mg -
per 12 jam
Captopril tablet 25 mg per -
8 jam
B complex tablet 100 mg -
per 12 jam.

19
BAB IV
KESIMPULAN

20
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Neurology.2015.Guidelines for the Management of Spontaneous


Intracerebral Hemorrhage.Washington DC.
Chaudhary, N. et al. (2019). Hemorrhagic Stroke. Pathomechanisms of Injury and
Therapeutic Options. CNS Neuroscience & Therapeutics, 25(10), pp. 1073.
Nastiti, D.(2012). Gambaran Faktor Risiko Kejadian Strok Pada Pasien Stroke Rawat Inap
Krakatau Medika. Stroke.
Goyena, R. dan Fallis, A. (2019) Stroke Non Hemoragik, Journal of Chemical Information
and Modelling, 53(9), pp. 1689-1699.
Smith, SD. Eskey, CJ. (2011) Hemorrhagic Stroke. Radiologic Clinics of North America,
49(1), pp. 27-45

DAFTAR PUSTAKA

Mahmudah, R. (2014). Left hemiparesis ec hemorrhagic stroke. Medula: Jurnal Profesi


Kedokteran Universitas Lampung, 2(04), 70-79.

Othadinar, K., Alfarabi, M., & Maharani, V. (2019). Faktor Risiko Pasien Stroke Iskemik dan
Hemoragik. Majalah Kedokteran UKI, 35(3), 115-120.

Setiawan, P. A. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Stroke Hemoragik. Jurnal Medika


Hutama, 3(01 Oktober), 1660-1665.

Zuryati Toiyiba Qurbany, Q., & Adityo Wibowo, W. (2016). Hemorrhagic Stroke ec
Hypertension Grade II. Hemorrhagic Stroke ec hypertension Grade II, 5(2), 114-118.

21

Anda mungkin juga menyukai