Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENYAKIT STROKE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampuh Ns. Andi Nuraini Sudirman M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8

Kurniawan S. Latjompo

Miranti Abdullah

Erika Detuage

Titi Hartina Madihutu

PRODI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Gerontik yang berjudul
“Penyakit Stroke”

Adapun tujuan dari penulisan dari proposal ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Keperawatan Gerontik Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen Pengampuh yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang tekuni.

Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. I

DAFTAR ISI.............................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah…. ............................................................................ 1
1.3 Tujuan……………................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi…………………………………............................................ 2
2.2 Penyebab Dan Faktor Resiko……………………............................. 2
2.3 Tanda Dan Gejala……………………………................................... 2
2.4 Pengobatan Stroke………………………………………...…........... 2
2.5 Stroke Pada Lansia…………………………….………......................... 2
2.6 Manifestasi Klinis..…………………………….………......................... 2
2.7 Pathway………….…………………………….………......................... 2
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………
………………………………………............. 2
3.2 Saran……………
……………………………………………............. 2

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan merupakan

proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Proses alami ditandai

dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita

(Contantinides, 1994 dalam Nugroho, 2000). Usia lanjut merupakan suatu periode

dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi

tubuh (Papalia, 2007).

Secara umum, populasi penduduk lansia 60 tahun ke atas pada saat ini di

negara-negara dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan. Jumlah

penduduk lanjut usia di dunia saat ini diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-

rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Antara

tahun 2007 dan 2050, presentasi jumlah penduduk lansia di Amerika Afrika

diperkirakan mengalami peningkatan dari 8,3% mencapai 11%, sementara itu

perkiraan peningkatan jumlah populasi lansia juga terjadi di Asia antara tahun

2007 dan 2050 dari 2,3% mencapai 7,8% (Meiner, 2011). Peningkatan populasi

lanjut usia di Indonesia dimulai pada tahun 1971 sebesar 4,48%, pada tahun 2000

jumlah lansia di Indonesia sebesar 7,28%,kemudian pada tahun 2010 meningkat

menjadi 9,77%, dan pada tahun 2020 diproyeksikan menjadi sebesar 11,34%

(Astuti et al, 2007). Dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi, persentase
penduduk lansia paling tinggi ada di Provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa

Timur (10,40%), Jawa Tengah (10,34%), sedangkan Sumatra Barat menduduki

posisi ke tujuh yaitu 8,09% (Susenus, 2012).

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia membawa dampak terhadap

berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu lansia itu sendiri, keluarga,

masyarakat maupun pemerintah. Dampak meningkatnya jumlah lansia ini dapat

dilihat pada kemunduran fungsi organ yang menyebabkan kelompok ini rawan

terhadap penyakit-penyakit degeneratif di samping masih adanya penyakit-

penyakit infeksi (Constantinides, 1994 di dalam Darmojo dan Martono, 2006).

Menurut Menkes (2012) masalah yang sering ditemui pada lansia dalam kehidupan

sehari€hari yaitu penyakit jantung koroner (32 %), hipertensi (31,7%), arthritis

(30,3%), cedera (7,5%). Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi di

Indoneia (15,4%) (Riskesdas, 2007).

Stroke merupakan penyebab umum kematian urutan ketiga dinegara maju

setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Setiap tahun, lebih dari 700.000 orang

Amerika mengalami stroke, dan 150.000 orang meninggal akibat stroke atau akibat

komplikasi segera setelah stroke. Setiap saat 4,7 juta orang di Amerika Serikat

pernah mengalami stroke, mengakibatkan pelayanan kesehatan yang berhubungan

dengan stroke mengeluarkan biaya lebih $18 milyar setiap tahun (Goldszmidt ,

2011). Menurut Yayasan Stroke Indonesia terdapat kecenderungan meningkatnya

jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir, bahkan menurut

survey tahun 2004, stroke menyerang 35,8% pasien usia lanjut dan 12,9% pada

usia yang lebih muda. Penelitian lain mengatakan lebih dari 80 % stroke non

hemoragik terjadi pada lanjut usia (Chen, 2010). Insidens stroke karena perdarahan

(Hemoragik) lebih sering terjadi pada usia 40 € 60 tahun sedangkan akibat infark
(Non perdarahan) lebih sering dijumpai pada usia 60 € 90 tahun. Jumlah total

penderita stroke di Indonesia diperkirakan 500.000 setiap tahun. Dari jumlah

penderita itu sekitar 2,5% / 250.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan

maupun lumpuh berat (Junaedi dan Iskandar, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan stroke?

2. Apa penyebab stroke?

3. Apa saja pengobatan stroke?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui Penyebab Stroke

b. Untuk mengetahui Pengertian stroke

c. Untuk mengetahui pengobatan stroke


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini

adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer

C., 2002)

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan

kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Susilo,

2000)

Stroke diklasifikasikan menjadi dua :

1. Stroke Non Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu

perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat

anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan

kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi

lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari,

2008).

2. Stroke Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya

perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi


adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal

berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).

2.2 Penyebab dan Faktor Risiko

a. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)

- Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)

- Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)

- Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke

dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah penghentian suplai

darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,

berpikir, memori , bicara atau sensasi (Smeltzer C. Suzann, 2002)

Faktor resiko pada penyakit stroke :

- Hipertensi

- Penyakit kardiovaskuler

- Kolesterol tinggi

- Obesitas

- Peningkatan hematokrit

- Diabetes

- Kontrasepsi oral

- Merokok

- Penyalahgunaan obat

- Konsumsi alkohol

2.3 Tanda dan Gejala

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada

lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

2.3.1 Kehilangan motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron dan mengakibatkan kehilangan

kontrol volunter terhadap gerakan motorik.

2.3.2 Kehilangan komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan

komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.

Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:

a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit

dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung

jawab untuk menghasilkan bicara.

b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang

terutama ekspresif atau reseptif.

c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan

berusaha untuk menyisir rambutnya.

• Gangguan persepsi

Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat

mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan

visual-spasial dan kehilangan sensori.

2.3.3 Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik

Disfungsi ini dapat ditunjukkan dengan kesulitan dalam pemahaman, lupa,

dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah

frustasi dalam program rehabilitasi mereka.


2.3.4 Disfungsi kandung kemih

Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan.

2.4 Pengobatan Stroke

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), penatalaksanaan stroke dapat dibagi

menjadi dua, yaitu :

1. Phase Akut :

a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi

dan sirkulasi.

b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.

Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik.

c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30

menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian

dexamethason.

d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik

e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan

kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral

berkurang

2. Post phase akut

a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik

b. Program fisiotherapi

c. Penanganan masalah psikososia


2.5 Stroke Pada Lansia

Stroke yang menyerang lanjut usia menyebabkan ketergantungan lanjut usia

semakin meningkat. Pada lansia terjadinya proses menua yang mengakibatkan

kelemahan (impairment), keterbatasan (disability) dan keterlambatan atau ketidak

mampuan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran

(Nugroho, 2000). Akibat proses menua menyebabkan lansia tidak mampu

melakukan aktivitas sehari-hari sehingga membutuhkan bantuan orang lain dalam

melakukan aktivitas sehari-harinya, pemenuhan kebutuhan dasarnya dilakukan

secara dependen dengan bantuan caregiver baik perawat ataupun keluarga

(Sonatha, 2012). Teori tentang perawatan diri yang diperkenalkan oleh Orem

menekankan pada tujuan keperawatan untuk memandirikan pasien. Teori tersebut

dapat dijadikan dasar dalam pemberian perawatan pada pasien pasca stroke dalam

memenuhi kebutuhan aktivitas dasar sehari-harinya (Potter&Perry, 2005). Pasien

pasca stroke mengakibatkan berbagai masalah kecatatan fisik seperti mengalami

kelemahan atau kelumpuhan separo badan (90%), kesulitan berjalan atau gangguan

keseimbangan (16,43%), mandi (14,04%), makan (3,39%), gangguan

inkontinensia urin (15-20%). Suwantara (2004) menyatakan, kira-kira 30%

penderita stroke menunjukkan gangguan bicara, sekitar 15-25% mengalami

gangguan memori yang mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari pada

pasien tersebut. Kelemahan atau kelumpuhan ini seringkali masih dialami pasien

sewaktu keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, hal yang perlu dipertimbangkan

oleh keluarga adalah tingkat kemandirian atau tingkat ketergantungan pasien

terhadap orang lain dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS)

Mulyatsih (2008).
Aktivitas Kehidupan Sehari-hari /ADL (activity daily living) adalah fungsi dan

aktivitas individu yang normalnya dilakukan tanpa bantuan orang lain (Wallace

dalam Triswandari, 2008). ADL pasien pasca stroke merupakan masalah yang

menarik perhatian para professional kesehatan. Menurut (Smeltzer dan Bare, 2002)

terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai

kecacatan, dari angka ini 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan

sehari-hari. Hal ini di dukung oleh penelitian Haqhqoo et al, (2013) menemukan

sekitar 65,5% penderita stroke ketergantungan dan membutuhkan bantuan orang

lain dalam memenuhi kebutuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Semakin

lanjut usia, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan

fisik sehinggga mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi

kebutuhan sehari-harinya (ADL) yang berakibat dapat meningkatkan

ketergantungan untuk memerlukan bantuan orang lain (Nugroho, 2008).

Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya (Maryam et al, 2009). Keluarga merupakan sistem

pendukung utama pemberi pelayanan langsung pada setiap keadaan (sehat- sakit)

anggota keluarga. Dukungan sosial keluarga merupakan sesuatu keadaan yang

bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,

sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,

menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008). Selama perawatan di rumah,

keluarga berperan penting dalam upaya meningkatkan kemampuan pasien untuk

mandiri, meningkatkan rasa percaya diri pasien, meminimalkan kecacatan menjadi

seringan mungkin, serta mencegah terjadinya serangan ulang stroke (Mulyatsih,

2008).

Dukungan keluarga sangat penting untuk menjaga dan memaksimalkan


penyembuhan dan pemulihan fisik dan kognitif pasien (Wurtiningsih, 2012).

Keluarga merupakan satu-satunya tempat yang sangat penting untuk memberikan

dukungan, pelayanan serta kenyamanan bagi lansia (Depkes RI: 2003). Dukungan

keluarga terbagi atas 4 jenis yaitu; dukungan emosional, dukungan yang diberikan

keluarga dalam bentuk perhatian, kasih sayang pada lansia pasca stroke non

hemoragik. Dukungan penghargaan yaitu dukungan yang diberikan keluarga

dalam bentuk menghargai, mendengarkan, dan berbicara pada lansia pasca stroke

non hemoragik. Dukungan informasi yaitu dukungan yang diberikan keluarga

dalam bentuk pemberian informasi terkait tentang stroke pada lansia pasca stroke

non hemoragik. Dukungan instrumental yaitu dukungan yang diberikan keluarga

dalam bentuk bantuan tenaga, waktu, dan biaya untuk mengontrol kesehatan lansia

pasca stroke non hemoragik. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat

menjalankan kegiatan sehari-harinya.


2.6 Manifestasi Klinis

N SDKI SLKI SIKI

O
1 Resiko Perfusi Setelah di lakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan

Serebral Tidak keperawatan 1x24 jam intracranial :

Evektif dengan kriteria hasil : Tindakan :

1. Tingkat kesadaran 1. Identifikasi penyebab TIK

2. Kognitif (Misi,lesi,gangguan metabolisme,edema

3. Sakit kepala serebral)

4. Gelisah 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK

5. Kecemasan (mis,tekanan darah )

6. Agitsi 3. Monitor MAP (mean arterial pressure)

7. Demam 4. Monitor CVP ( central venous pressure)

8. Tekanan arteri rata-rata jika peril

9. Tekanan intra cranial 5. Monitor PAWP, jika perlu

10. Tekanan darah sistolik 6. Monitor PAP jika perlu

11. Tekanan darah diastolic 7. Monitor ICP jika tersedia

12. Reflex saraf 8. Monitor CCP

9. Monitor gelombang ICP

10. Monitor status pernapasan

11. Monitor intake dan output cairan

12. Monitor cairan serebro

Teraupeutik

13. Minimalkan stimulus dengan

menyediakan lingkungan yang tenang

14. Berikan posisi semi flower

15. Hindari manuver valsava

16. Vegah terjadinya kejang


17. Hindari pengunaan VEEB h

18. Hindari pemberian cairan iv hipotonik

19. Atur ventilator agar PaCo2 optimal

20. Pertahankan shu tubuh normal

Kolaborasi

21. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti

konvulsan, jika perlu

22. Kolaborasi pemberian diuretic

osmosis, jika perlu

23. Kolaborasi pemberian pelunak tinja,

jika perlu

N SDKI SLKI SIKI

O
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi : deficit bicara

komunikasi keperawatan 1x24 jam Tindakan :

verbal dengan kriteria hasil : Observasi

1. Kemampuan berbicara 1. Monitor kecepatan,tekanan,volume dan

2. Kemampuan diksi bicara

mendengar 2. Monitor proses kognitif,anatomis,dan

3. Kesesuaian ekspresi fisiologis yang berkaitan dengan bicara

4. Wajah/tubuh 3. Monitor frustasi,marah,depresi, atau hal

5. Kontak mata lain yang menggangu bicara

6. Afasia 4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik

7. Disfasia sebagai bentuk komunikasi

8. Apraksia Teraupeutik

9. Disleksia 5. Gunakan metode alternatif ( menulis,

10. Disatria mata berkedip, papan


11. Afonia komunikasi,dengan gambar dan huruf)

12. Dislalia 6. Sesuaikan gaya komunikasi dengan

13. Pelo kebutuhan ( berdiri depan pasien

14. Gagap dengarkan dengan seksama_)

7. Modifikasi lingkungan untuk

meminimalkan bantuan

8. Ulangi apa yang disampaikan pasien

9. Berikan dukungan psikologis

10. Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi

11. Anjurkan berbicara perlahan

12. Ajarkan pasien dan keluarga proses

kognitif, anatomis dan fisiologis yang

berhubungan dengan kemampuan bicara

Kolaborasi

13. Rujuk ke ahli patologi bicara atau

terapis

NO SDKI SLKI SIKI


3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi :

mobilitas fisik keperawatan 1x24 jam Tindakan :

dengan kriteria hasil : Observasi

1. Pergerakan ekstremitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan

2. Kekuatan otot fisik lainnya

3. Rentang gerak (ROM) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan

4. Nyeri ambulasi

5. Kecemasan 3. Minitor frekuensi jantung dan tekanan

6. Kaku sendi darah sebelum memulai ambulasi


7. Gerakan tidak 4. Monitor kondisi umum selama

terkoordinasi melakukan ambulasi

8. Gerakan terbatas Teraupeutik :

9. Kelemahan fisik 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat

bantu ( tongkat,kruk)

6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,

jika perlu

7. Libatkan keluarga untuk membantu

pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi

8. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

9. Anjurkan melakukan ambulasi dini

10. Anjurkan ambulasi sederhana yang di

lakukan (berjalan dari tempat tidur

kekursi roda, berjalan dari tempat tidur

ke kamar mandi , berjalan sesuai

toleransi.

NO SDKI SLKI SIKI


4 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas :

efektif keperawatan 1x24 jam Tindakan :

dengan kriteria hasil : Observasi


1. Dispnea 1. Monitor pola napas

2. Penggunaan otot bantu ( frekuensi,kedalaman,usaha napas)

3. Pemanjangan fase 2. Monitor bunyi napas tambahan

ekspirasi ( gurgling,mengi,wheezing,ronkhi

4. Ortopnea kering )

5. Pernapasan pursed-lip 3. Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma )

6. Pernapasan cuping Terapeutik

hidung 4. Pertahankan kepatenan jalan napas

7. Frekuensi napas denganhead-tilt dan chin-lift (jaw-thrust

8. Kedalaman napas jika curiga trauma servikal )

9. Ekskursi dada 5. Posisikan semi fowler

10. Ventilasi semenit 6. Berikan minum hangat

11. Kapasitas vital 7. Lakukan fisioterapi dada,jika perlu

12. Diameter thoraks 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari

anterior-posterior 15 detik

13. Tekanan eksoirasi 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum

14. Tekanan inspirasi penghisapan endotrakeal

10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan

forsep mcgill

11. Berikan oksigen,jika perlu

Edukasi

12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,

jika tidak kontraindikasi

13. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

14. Kolaborasi pemberian bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik, jika perlu


2.7 Pathway

PATHWAY

STROKE

STROK NON HEMORAGIK STROK HEMORAGIK


Suplai darah ke cerebral Peningktan tekanan
tidak efektif sistematik

RESIKO PERFUSI Aneurisma


CEREBRAL TIDAK
EFEKTIF Pendarahan
araklinoid/Ventrikel
Vasospasme arteri
cerebral
Hemisfer Kiri Hematom Cerebral
Area Grocca
GANGGUAN PTIK/Herniasi Cerebral
Kerusakan fungsi N.VII MOBILITAS FISIK
dan N.XIII Kerusakan Sistem
pernapasan
GANGGUAN
KOMUNIKASI VERBAL POLA NAFAS TIDAK
EFEKTIF

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi

penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. Kesembuhan pasien

stroketergantung pada beberapa elemen yaitu jumlah dan lokasi otak yang rusak,

kesehatan umum pasien yang bersangkutan, sifat-sifat (personality) dan kondisi

emosional pasien. Demikian juga dukungan dari keluarga dan kawan-kawan serta
yang terpenting adalah pengobatan yang diterimanya.

3.2 Saran

Dalam pencegahan Stroke agar kiranya kita dari sekarang menjaga pola makan

yang memicu penyakit stroke. Kurangi makan makanan junkfood dan atur pola tidur

serta rajin berolahraga ketika masih muda.

DAFTAR PUSTAKA

https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1202116016-2-BAB%20I.pdf

http://digilib.isi.ac.id/590/5/bab%205.pdf

http://repository.unand.ac.id/22456/3/bab%201.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2136/3/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA

%20STROKE.pdf

Anda mungkin juga menyukai