Anda di halaman 1dari 51

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK

Asuhan Keperawatan Pada Kasus Stroke

Dosen Ns.

OLEH :

NO NAMA NPM
1. Michellia Champhaka Putri 1926010078P
2. Rosyikhah Khilmi 1926010089P

SEKOLAH ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU


FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas nikmat
dan limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Kasus Stroke”.
penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak tentunya
karya tulis ilmiah tidak dapa diselesaikan. Penulis banyak mendapatkan bantuan
baik berupa informasi atau data maupun dalam bentuk lainnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan masih banyak

terdapat kekelirun dan kekhilafan baik dari segi penulisan maupun penyusunan

dan metodologi, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari

berbagai pihak agar penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi dimasa

yang akan datang.

Penulis berharap semoga Laporan yang telah penulis susun ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak serta dapat membawa perubahan positif terutama

bagi penulis sendiri dan mahasiswa prodi keperawatan Bengkulu lainnya

Bengkulu, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan.............................................................................. 5
C. Batasan Masalah................................................................................ 5
D. Manfaat ............................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 7
A. Anatomi dan Fisiologi...........................................................................7
B. Konsep lansia
C. Konsep Stroke................................................................................... 16
1. Definisi.......................................................................................... 16
2. Klasifikasi................................................................................... 16
3. Etiologi....................................................................................... 19
4. Faktor Resiko.............................................................................. 21
5. Patofisiologi................................................................................ 21
6. WOC........................................................................................... 24
7. Manifestasi Klinis....................................................................... 25
8. Komplikasi.................................................................................. 26
9. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................. 26
10.Penatalaksanaan.......................................................................... 28
11.Mekanisme Alur Perpindahan Pasien Stroke............................. 28
D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.................................................. 29
1. Pengkajian................................................................................... 29
2. Diagnosa Keperawatan............................................................... 36
3. Perencanaan................................................................................ 37
4. Implementasi keperawatan......................................................... 40
5. Evaluasi Keperawatan................................................................. 42
BAB III PENUTUP…………………………………........................................ 43
A. Kesimpulan…........……………………………............................. 43
B. Saran……………………........……………………..................…. 44
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular masih menjadi perhatian besar besar bagi
negara-negara di seluruh dunia. Kematian akibat penyakit tidak menular
mencapai 38 juta dari 56 juta kematian di dunia pada tahun 2012. Secara garis
besar 3 penyakit peyumbang kematian terbesar yaitu kanker, penyakit
cerebrovaskuler, dan penyakit respirasi kronik. Penyakit cerebrovaskuler
menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian dan peringkat ketiga
penyebab kecacatan di seluruh dunia. Salah satu penyakit kardiovaskuler yang
banyak terjadi adalah stroke (WHO, 2014).
The World Health Organization (WHO) mendefinisikan stroke
sebagai penyakit akibat terganggunya fungsi cerebral terutama gangguan
vaskuler yang terjadi secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan kematian
apabila tidak ditangani dengan segera. Penyakit stroke di dunia telah
merenggut hampir 17,7 juta orang setiap tahunnya atau sekitar 30% dari
penyebab seluruh kematian di dunia. Jumlah penderita stroke mencapai 11 juta
setiap tahunnya di Asia. dan penyebab kematian hampir 4 juta orang setiap
tahun, sisanya sekitar 7 juta orang terdapat 30% mengalami kecacatan
permanen (WHO, 2016; Truelsen, 2017).
Secara regional wilayah Asia Tenggara merupakan penyumbang
penderita stroke terbesar dengan jumlah mencapai 5.101.370 orang dengan
angka kematian mencapai 1.399.737 penderita dan sebanyak 3.701.721
penderita mengalami kecacatan. Saat ini Indonesia menduduki posisi pertama
se-Asia Tenggara dengan jumlah penderita sebanyak 2.973.932 orang dengan
angka kematian mencapai 1.737.048 penderita dan angka kecacatan mencapai
1.236.884 penderita. Posisi kedua di tempati Vietnam dengan jumlah
penderita sebanyak 700.532 orang dengan angka kematian mencapai 58.308
penderita dan angka kecacatan mencapai 642.224 (WHO, 2016).

1
2

Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013


berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak
1.236.825 orang (7,0%) dari seluruh penduduk. Estimasi jumlah penderita
stroke terbanyak yaitu daerah Jawa Barat dengan jumlah 238.001 orang
(7,4%). Sedangkan Bengkulu masih berada diposisi ke 23 dengan jumlah
10.369 orang (5.3%). Penyakit stroke di Indonesia sendiri banyak terjadi di
kota-kota besar dengan jumlah pravalensi 28,5% penderita stroke meninggal
dunia, selebihnya lumpuh sebagian atau bahkan lumpuh total dan sisanya 15%
dapat sembuh total (Wardhani dan Santi, 2015 ; Kemenkes 2014).
Tingginya angka stroke di international, regional, dan di Indonesia, di
ikuti dengan bervariasinya manifestasi klinis resiko stroke. Pravalensi resiko
stroke pada perempuan lebih tinggi sekitar 12,1% ,di bandingkan laki-laki
sekitar 12,0%. Sedangkan pravalensi penderita stroke laki-laki lebih banyak
yang di rawat dirumah sakit yaitu dengan 7,1%, dibandingkan perempuan
6,8%. Secara umum dapat diketahui bahwa penyakit stroke di Indonesia baik
itu laki-laki maupun perempuan memiliki jumlah prevalensi yang sama.
Jumlah ini berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (Kemenkes 2014; Rikesdas
2013).
Penyakit stroke terdiri dari 2 jenis yaitu stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik. Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
intra serebral dan subarakhinoid. Sedangkan stroke non hemoragik terjadi
akibat sumbatan aliran darah karena adanya thrombosis dan emboli. Kedua
jenis stroke ini menyebabkan terjadinya perubahan perfusi darah pada otak
yang menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu singkat
kurang dari 10 menit dapat menyebabkan sel mati atau infark pada otak.
Secara umum penderita penyakit stroke 80% adalah penyakit stroke non
hemoragik sedangkan sisanya 20% adalah stroke hemoragik (Mesiano, 2017;
Batticaca, Fransisca, 2012).
Kerusakan pada sel otak tersebut dapat menimbulkan berbagai
macam gejala pada penderitanya. Gejala stroke yang umumnya di rasakan
yaitu rasa lemas secara tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, seringkali
3

gejala tersebut terjadi pada salah satu sisi tubuh. Selain gejala kelumpuhan
penderita juga mengalami gejala umum lainnya seperti kesulitan berbicara
atau memahami pembicaraan, kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua
mata, kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan, sakit kepala parah
tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau pingsan (Kementrian
Kesehatan RI, 2014).
Gejala yang di alami penderita stroke umumnya dirumuskan dalam 3
diagnosa utama yaitu : (1) Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak;
(2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik
sekunder dan perubahan tingkat kesadaran; (3) Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan neuromoskuler
pada ekstremitas (Muttaqin,2012; Purwanto, 2016).
Ketiga diagnosa keperawatan utama dalam stroke memiliki beberapa
intervensi. Intervensi keperawatan pada perubahan perfusi jaringan otak
dapat dilakukan tindakan seperti memberikan penjelasan kepada keluarga
klien tentang sebab peningkatan tekanan intrakranial dan akibatnya.
Menganjurkan klien bed rest total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
Tindakan kolaborasi diantaranya pemberian terapi sesuai intruksi dokter,
seperti : steroid, aminofel, antibiotika (Muttaqin, 2012 dan ; Purwanto, 2016).
Diagnosa keperawatan selanjutnya yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan nafas dengan tindakan keperawatan yaitu mengkaji keadaan jalan
nafas; melakukan pengisapan lendir jika diperlukan, ajarkan klien batuk
efektif, serta tindakan kolaborasi diantaranya pemberian oksigen. Diagnosa
ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau
hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas dengan tindakan
seperti mengkaji kemampuan secara fungsional dengan cara yang teratur
klasifikasikan melalui skala 0-4, mengubah posisi klien setiap 2 jam,
melakukan gerakan Range Of Motion (ROM) aktif dan pasif pada semua
4

ekstremitas serta melakukan konsultasi dengan ahli fisiotrapi. (Muttaqin, 2012


dan ; Purwanto, 2016).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Didiskripsikan proses asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke
2. Tujuan khusus :
Melalui proses keperawatan diharapkan mahasiswa mampu :
a. Dideskripsikan pengkajian Asuhan Keperawatan secara holistik
pada klien dengan Stroke
b. Dideskripsikan diagnosa keperawatan pada Asuhan Keperawatan
sesuai dengan prioritas pada klien dengan stroke
c. Dideskripsikan perencanaan tindakan Asuhan Keperawatan sesuai
dengan prioritas yang dibutuhkan pada klien dengan stroke
d. Dideskripsikan implementasi Asuhan Keperawatan pada klien
dengan stroke.
e. Dideskripsikan Evaluasi Asuhan Keperawatan pada klien dengan
stroke.
f. Dideskripsikan pendokumentasian Asuhan Keperawatan pada klien
dengan stroke.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Sistem Saraf
Menurut Puji (2017), sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak
dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral
dalam hal ini dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 1.1 Otak ( http://bagian-otak-dan-fungsinya-lengkap.html)

a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai
pusat pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam
rongga tengkorak. Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat
tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah
jantung. Bagian utama otak adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil
(Cerebellum), dan batang otak.

5
1) Otak Besar (Cerebrum)
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh
yang disadari, yaitu berpikir, berbicara, melihat, bergerak,
mengingat, dan mendengar. Otak besar dibagi menjadi dua
belahan, yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Masing-masing

6
7

belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak besar belahan


kanan mengatur dan mengendalikan kegiatan tubuh sebelah kiri,
sedangkan otak belahan kiri mengatur dan mengendalikan
bagian tubuh sebelah kanan.
Menurut Muttaqin (2012), cerebrum dibagi menjadi 4
bagian yaitu :
a) Lobus frontal
Mencakup bagian dari korteks cerebrum bagian
depan yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan
di dasar sulkus lateralis. Bagian ini memiliki area motorik
dan premotorik serta terdapat area yang dinamakan area
Broca yang berfungsi mengontrol ekspresi bicara, kemudian
ada area asosiasi yang berfungsi menerima informasi dari
seluruh otak dan menggabungkan informasi-informasi
tersebut menjadi pikiran, perilaku, dan rencana.
Lobus frontal sendiri bertanggung jawab untuk
perilaku, penentuan keputusan moral dan pemikiran yang
kompleks. Lobus frontal memodifikasi dorongan-dorongan
emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan reflek
vegetatif dari batang otak
b) Lobus Parietalis
Daerah korteks yang terletak dibagian belakang sulkus
sentralis diatas fisura lateralis, dan meluas kebelakang ke
fisura perieto-oksipital. Lobus ini merupakan area sensorik
primer otak untuk sensai raba dan pendengaran. Sel lobus
parietal bekerja sebagai area asosiasi sekunder untuk
menginterprestasikan rangsangan yang datang. Lobus
parietal menyampaikan informasi sensorik kebanyak daerah
lain diotak, termasuk area asosiasi motorik dan visual
disebelahnya.
8

c) Lobus Oksipitalis
Terletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas
fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebelum.
Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus ini
menerima informasi yang berasal dari retina mata
d) Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan kebawah
dengan fisura parieto-oksipitalis. Lobus temporalis adalah
area asosiasi primer untuk informasi auditorik dan
mencakup area wernicke sebagai tempat interprestasi
bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam interprestasi bau dan
penyimpanan memori.
2) Otak kecil (cerebellum)
Menurut Tortora (2009), cerebellum merupakan otak
terbesar kedua setelah cerebrum, terletak di dalam fosa kranii.
Seperti cerebrum, cerebellum terdiri atas lipatan-lipatan dimana
sebagian besar lipatan berwarna abu-abu yang mencakup banyak
sekali sel saraf (neuron). Berat Cerebellum hanya 10% dari
massa otak, tetapi berisi hampir separuh sel saraf (neuron) dari
keseluruhan otak. Di belakang cerebellum terdapat medulla dan
pons dan di depan bagian atas terdapat cerebrum. Didalam
cerebellum terdapat lipatan yang biasa disebut transverse
fissure, beserta dengan tentorium cerebelli, yang mana sebagai
penyangga bagian belakang bagian dari cerebrum, yang
memisahkan cerebellum dengan cerebrum.
Di lihat dari bagian atas dan bawah bentuk cerebellum
menyerupai kupu-kupu. Dimana bagian tengahnya berbentuk
seperti vermis (cacing), dan bagian samping berbentuk
menyerupai sayap atau bagian ini di sebut lobus cereberal
hemisphere. Masing-masing hemisphere terdiri dari lobus yang
9

memisahkan bagian dalam sebagai pembeda dengan fissura.


Fungsi dari cerebellum sendiri adalah mengatur otot-otot
postural tubuh dan melakukan program akan gerakan-gerakan
pada keadaan sadar maupun bawah sadar. Cerebellum
mengkoordinasi penyesuaian secara tepat dan otomatis dengan
memelihara keseimbangan tubuh. Cerebellum merupakan pusat
refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus, dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
3) Batang otak
Menurut Puji (2017), batang otak merupakan struktur pada
bagian posterior (belakang) otak. Batang otak merupakan
sebutan untuk kesatuan dari tiga struktur yaitu medula
oblongata, pons dan mesencephalon (otak tengah).
a) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan sumsum lanjutan atau
sumsum penghubung, terbagi menjadi dua lapis, yaitu
lapisan dalam dan luar berwarna kelabu karena banyak
mengandung neuron. Lapisan luar berwarna putih, berisi
neurit dan dendrit. Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur
dari pons sampai medula spinalis dan terus memanjang.
Bagian ini berakhir pada area foramen magnum
tengkorak. Pusat medula adalah nuclei yang berperan
dalam pengendalian fungsi seperti frekuensi jantung,
tekanan darah, pernapasan, batuk, menelan dan muntah.
Nuclei yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI dan XII
terletak di dalam medulla. Fungsi sumsum tulang belakang
adalah mengatur reflex fisiologis, seperti kecepatan napas,
denyut jantung, suhu tubuh, tekanan, darah, dan kegiatan
lain yang tidak disadari.
10

b) Pons
Pons terletak di bagian atas dari batang otak, antara
medula oblongata dan talamus, dan dalam banyak hal
bertindak sebagai penghubung antara kedua daerah. Pons
dibuat terutama dari “materi putih,” yang berbeda, baik
secara fungsional dan biologis, dari materi berwarna “abu-
abu” dari serebral otak, dan umumnya berukuran cukup
kecil, sekitar satu inci (2,5 cm) di kebanyakan orang
dewasa. Ukuran dan lokasi inilah yang membuatnya
berfungsi mengendalikan dan mengarahkan banyak sinyal
saraf, yang sebagian besar berhubungan dengan wajah dan
sistem pernapasan.
Tiga fungsi utama dari pons yaitu :
1) Sebagai jalur untuk mentransfer sinyal antara otak
besar dan otak kecil
2) Membantu mengirimkan sinyal saraf kranial keluar dari
otak dan ke wajah dan telinga
3) Mengendalikan fungsi yang tidak disadari seperti
respirasi dan kesadaran.
Meskipun pons adalah bagian kecil dari otak itu
adalah salah satu yang sangat penting. Lokasi pons di
batang otak, cocok untuk melakukan sinyal masuk dan
keluar, dan berfungsi sebagai titik asal bagi banyak saraf
kranial yang penting. Kegiatan yang diatur seperti
mengunyah, menelan, bernapas, dan tidur menggunakan
pons. Pons juga memainkan peran dalam pendengaran,
berfungsi sebagai titik asal untuk empat dari dua belas saraf
kranial utama yaitu: trigeminal yang abdusen, wajah, dan
vestibulokoklear. Karena berfungsi sebagai jalur untuk
saraf ini dan membawa sinyal mereka ke korteks utama.
11

Sebagian besar sinyal ini berhubungan dengan fungsi


wajah, termasuk gerakan dan sensasi di mata dan telinga.
c) Otak tengah (Mesensefalon)
Otak tengah merupakan penghubung antara otak depan dan
otak belakang, bagian otak tengah yang berkembang adalah
lobus optikus yang berfungsi sebagai pusat refleksi pupil
mata, pengatur gerak bola mata, dan refleksi akomodasi
mata.
4) Diensefalon
Menurut Muttaqin (2012), diensefalon adalah istilah
yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur disekitar
ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dari serebrum.
Densefalon berfungsi memproses rangsangan sensorik atau
membantu mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh
terhadap rangsangan tersebut. Densefalon biasanya dibagi
menjadi 4 wilayah yaitu :
1. Talamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovioid besar,
masing-masing mempunyai kompleks nukleus dan saling
berhubungan dengankorteks serebri , serebrum dan dengan
berbagai nuklear subkortikalseperti yang ada di
hipotalamus, formasio retikularis batang otak, ganglia
basalis dan juga substansia nigra. Talamus merupakan
stasiun relai yang penting bagi otak dan merupakan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Semua jaras
sensorik utama kecuali sistem olfaktorius membentuk
sinaps dan nukleus talamus dalam perjalanan menuju
korteks serebri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa talamus
bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak kritis
yaitu individu dapat samar- samar merasakan nyeri,
tekanan, raba, getar dan suhu ektrim.
12

2. Subtalamus
Merupakan neukleus ekstra piramidal diensefalon
yang penting, dimana mempunyai hubungan dengan
nukles ruber, substansia nigra, dan globus palidus dari
ganglia basalis. Fungsi belum diketahui sepenuhnya tetapi
lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia
dramatis yang disebut hemibalismus
3. Epitalamus
Merupakan pita sempit jaringan saraf yang
membentuk atap diensefalon. Struktur utama area ini
adalah nukleus habenular dan komisura, komissura
posterio, striae medularis, dan epifisis. Epitalamus
berhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada
beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi
olfaktorius. Epifisi mensekresikan melatonin dan
membantu mengatur irama sinkardian tubuh serta
menghambat hormon gonadotropin.
4. Hipotalamus
Terletak dibawah talamus, dan berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom
perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.
b. Meningen (Muttaqin, 2012)
Meningen adalah membran atau selaput yang mengelilingi otak
dan medula spinalis, di mana terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a) Piameter
Berhubungan langsung dengan jaringan otak dan jaringan
spinal, dan mengikuti kontur ekternal otak dan jaringan spinal.
Piameter merupakan lapisan vaskuler yang memiliki pembuluh darah
yang berjalan menuju struktur interna SSP untuk memberi nutrisi pada
jaringan saraf.
13

b) Araknoid
Merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus, dan
tidak mengandung pembuluh darah. Araknoid meliputi itak dan
medula spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti piameter.
Di daerah antara araknoid dan piameter terdapat ruang subarkhnoid,
tempat arteri, vena serebral, trabekula araknoid, dan cairan
serebrospinal yang membasahi sistem saraf pusat. Ruang subaraknoid
ini mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna. Salah satu
pelebaran yang terbesar adalah sisterna sakrumis di daerah sakrum
kolumna vertebralis. Bagian bawah sakrum (biasanya antara L3, L4
dan L5) merupakan tempat yang biasanya digunakan untuk
mendapatkan cairan serebrospinal untuk pemeriksaan sakrum pungsi.
c) Durameter
Merupakan suatu jaringan liat tidak elastis, dan mirip kulit
sapi yang terdiri atas 2 lapisan yaitu lapisan luar yang disebut dura
endostal yang menutupi bagian tengkorak atas (calvaria) dan bagian
dalam yang disebut durameningeal yang berfungsi menutupi otak.
c. Sirkulasi Otak (Daniel, 2009).
1) Circulus Arteriosus Cerebri (Willis)
Merupakan lingkaran pembuluh darah berbentuk pentagon pada
permukaan ventral otak. Circulus tersebut merupakan anastomosis
penting pada basis cranii antara empat arteri (dua carotis interna dan
dua arteri vertebralis) yang memperdarahi otak. Circulus arteriosus
berbentuk secara skuensial dengan arah dari anterior ke posterior oleh
dimulai dari arteria communicans anterior, menuju arteria cerebri
anterior, arteria carotis interna, arteria communicans posterior, da
berakhir di arteria cerebri posterior
Terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
a) Arteri Karotis Interna
Membentang dari tepi atas Kelenjar tiroid tulang rawan
sampai prosesus klinoid anterior, dimana ini terbagi menjadi 4
14

cabang yaitu arteri serebralis anterior, tengah, choroid anteriorr dan


arteri komunikan posterior
b) Arteri Vertebratalis
Dimulai di dalam akar leher (pars prevertebralis arteria
vertebralis) sebagai cabang pertama bagian pertama arteria
subclavia. Dua arteri vertebralis biasanya memiliki ukuran yang
tidak sama, arteria vertebralis biasanya memiliki ukuran yang tidak
sama, arteria vertebralis kiri lebih besar dari pada kanan. Pars
cervicalis arteria vertebralis naik melalui foramina transversa
enam vertebra cervicalis pertama. Pars antlatica arteria vertebralis
menembus dura dan arachinoid dan berjalan melalui foramen
magnum.
Pars Intracranialis arteria vertebratalis menyatu pada
batas kaudal
Pembuluh darah yang mengurus cerebrum sebagian besar
berasal dari cabang areteria carotis interna dan sebagian besar
kecil dari arteria cerebri posterior cabang arteri basilaris. Arteria
carotis interna masuk rongga intra cranium melalui foramen
lacerum, mencapai otak di kiri kanan chiasma opticus. Di lokasii
ini arteria itu mempercabangkan arteria cerebri anterior dan
arteria cerebri media.
Arteria cerebri anterior menuju lobus frontalis di media
traktus olfactorius, lalu terdapat di permukaan medial kedua
hemisphere diatas corpus callosum menuju lobus parietal. Di
bagian pangkalnya, arteria cerebri anterior kiri kanan dihubungkan
satu sama lain oleh arteria communicans anterior
Arteria cerebri media mengisi celah antara lobus frontalis
dan lobus temporalis, sekitar sulcus lateralis, menuju lobus
parietalis juga. Arteria cerebri posterior di dekat tentorium.
Selain itu, terlihat juga bahwa sebenarnya pembuluh darah
yang mengurus otak, kecuali arteria cerebri media, saling
15

berhubungan satu sama lain. Arteria carotis interna, arteri cerebria


anterior dan arteria cerebri posterior bersama arteria
communicans anterior serta arteria communicans posterior
membentuk sirkuit yang dinamakan circullus arteriosus cerebri
(wilisi). Sebagai akibatnya, sumbatan yang terjadi pada salah satu
pembuluh darah ini akan dapat diatasi oleh aliran darah dari arteri
yang lain.

B. Konsep Lansia
1) Pengertian
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Proses penuaan
adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan menurunnya
berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh
terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh
pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada activity of daily living (Maryam, 2008).
Batasan-batasan usia lanjut Batasan umur pada usia lanjut dari waktu
ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia
meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
2) Perubahan Fisik
16

Menurut Maryam (2008) Perubahan fisik meliputi perubahan dari


tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
a. Perubahan sistem neurologi:
1) Berat otak menurun 10-20%
2) Mengecilnya saraf panca indra
3) Kurang sensitif terhadap sentuhan
4) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
5) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
6) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf
pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin.
7) Meningkatnya lipopusin sepanjang neuron sehingga terjadi vasokontriksi
dan vasodilatsi inkomplit
C. Konsep Stroke

1) Definisi
Stroke adalah gangguan suplai darah ke otak yang biasanya di
sebabkan oleh pecahnya pembuluh darah atau terdapatnya pembekuan
pada pembuluh darah (WHO, 2016).
Stroke atau gangguan peredaran darah (GPDO) merupakan
penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara
cepat dan tepat (Muttaqin, 2012).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian (Purwanto, 2016).
2) Klasifikasi
Menurut Purwanto (2016) dan Muttaqin (2012), berdasarkan
patologi serangan stroke diklasifikasikan :
a. Stroke Hemoragik :
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang
akut dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang
17

terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,


disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
1) Perdarahan Intra Cerebri
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak,
pendarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebelum.
2) Perdarahan Sub Araknoid
Berasal dari pecahnya aneurisme berry atau AVM
yang berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dengan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, merenggangnya
struktur peka nyeri, vasopasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit, kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemi sensorik,
afasia, dan lain-lain).
Tabel 2.1 Perbedaan PIS dan PSA (Purwanto, 2016)
Gejala PIS PSA
Timbul Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat Hebat
Kesadaran Menurun Menurun Sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal +/- +++
Hemiparase ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
18

b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik


Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral.
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur,
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder serta kesadaran umumnya baik.
1) Perjalanan penyakit/stadium.
a) TIA (Tresient Ischemic Attack)
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa
menit dan beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang
dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
b) Stroke Involusi
Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan
neurologis semakin berat/buruk dan berlangsung selama 24
jam/beberapa hari.
c) Stroke Komplet
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap,
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
c. Stadium Stroke
Menurut Satyanegara (2014) Berdasarkan evolusi stroke di bagi
menjadi 4 bagian yaitu :
5. Hiperakut
Terjadi kurang dari 6 jam dan tindakan penanganan stroke
dilakukan di instalasi gawat darurat seperti tindakan resusitasi
serebrokardiopulmoner serta dengan pemeriksaan penunjang
6. Akut
Terjadi antara 6 sampai dengan 48 jam dengan tindakan terapi
fisik, wicara, psikologi serta pemulihan penderita. Keluarga juga
di ikut serta kan dalam perawatan penderita.
3) Sub Akut
19

Terjadi selama 3 hari sampai dengan 4 minggu dengan tindakan


yang di lakukan berupa tindakan kognitif, tingkah laku, menelan,
bicara.
4) Kronik
Penderita mengalami stroke lebih dari 4 minggu.
3. Etiologi
Menurut Purwanto (2016) dan Muttaqin (2012) penyebab dari
stroke antara lain :
a. Thrombosis
Ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemik serebral.
Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setelah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme dimana lumen arteri
menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah
sehingga menyebabkan oklusi mendadak pada pembuluh darah
karena terjadi thrombosis. Tempat terbentuknya thrombus,
kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus), hal ini
menyebabkan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi
aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
2) Hiperkoagulasi pada polysitemia
20

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit


meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. Contohnya
Arteritis ( radang pada arteri ).

3) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan yang
dapat menimbulkan emboli seperti katup-katup jantung yang
rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD), Infark Miokard,
Fibrilasi merupakan keadaan aritmia yang menyebabkan
berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah
terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama
sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil,
endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium.
4) Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk
perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan
otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak Penyebab perdarahan otak yang paling lazim
terjadi yaitu Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital,
Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis, Aneurisma myocotik
21

dari vaskulitis nekrose dan emboli septis, Malformasi


arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, Ruptur
arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah
b. Hipoksia Umum
Penyebab hipoksia umum dikarenakan hipertensi yang parah,
Cardiac Pulmonary Arrest dan Cardiac output turun akibat aritmia
c. Hipoksia setempat
Penyebab hipoksia setempat antara lain spasme arteri serebral ,
yang disertai perdarahan subarachnoid,dan vasokontriksi arteri otak
disertai sakit kepala migrain.
4. Faktor Resiko
Menurut Purwanto (2016), adapun faktor resiko terkena
penyakit stroke antara lain akibat dari hipertensi, obesitas, kolesterol,
peningkatan hematokrit, penyakit kardiovaskuler seperti AMI, CHF,
LHV, AF, diabetes melitus, merokok, alkoholisme dan penyalahgunaan
obat-obatan seperti kokain
5. Patofisiologi (Muttaqin, 2012 dan Purwanto, 2016).
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu
di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi
dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler)
atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung).
Atherosklerosis sering dan cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan
lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding
22

pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus


mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan, edema dan kongesti disekitar area. Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena itu trombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena
pendarahan yang luas terjadi dekstruksi massa otak, peningkatan
tekanan intrakranial dan yang lebih berat terjadi dekstruksi massa otak,
peningkatan tekanan intra kranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan hernisi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak dan pendarahan batang otak sekunder atau ektensi
pendarahan ke batang otak. Perembesan darah keventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus pendarahan otak dinukleus kuadatus, talamus dan
pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
23

dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Selain kerusakan parenkim otak , akibat volume pendarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan intra kranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf diarea yang tekanan
darah dan sekitarnya tertekan lagi.
24

6. WOC (Muttaqin, 2012). Bagan 4.1

Pendarahan Intra Sub Arakhinoid Iskemia Emboli Trombosis


Serebri

Pecahnya Pembuluh darah diotak Sumbatan Pada Pembuluh Darah

Pendarahan diotak Suplai O2 Ke otak menurun Penekanan Pembuluh darah

Resiko Perfusi serebral tidak


Peningkatan TIK Iskemia serebral
efektif

Merangsang stimulus nyeri di Hipoksia


otak
Oedema
Nekrosis Serebral
Nyeri akut
Defisit Neurologis Defisit Penglihatan,
Konfusi kerusakan kontrol sensori dan kognitif
saraf motorik Defisit Verbal
Penurunan
Kesadaran
Defisit Motorik
Kontrol spingther
berkurang Tirah baring lama
Paraparise, Hemiparise,
Tidak ada reflek Reflek Menelan
hemiplegia dan ataksia
menelan atau batuk Berkurang

Penumpukan Gangguan
sekret Mobilitas fisik
25

7. Manifestasi Klinis (Smeltzer, 2002, dan William, 2010 )


Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Tetapi secara umum tanda dan gejala meliputi mati rasa
atau berkurangnya kemampuan wajah, tangan dan kaki (khusus nya pada
salah satu bagian tubuh saja), kekacauan atau berubahnya status mental,
masalah pada saat berbicara atau kesulitan dalam mengerti pembicaraan,
gangguan penglihatan, gangguan keseimbangan, pusing, kesulitan
berjalan atau tba-tiba mengalami sakit kepala. Dalam hal ini dijelaskan
secara umum melalui tabel.
Tabel 2.2 Manifestasi klinis stroke

No. Defisit Neurologik Manifestasi


1 Defisit Penglihatan
Homonimus Hemianopsi Tidak Menyadari orang atau objek ditempat
(Kehilangan setengah kehilangan penglihatan, mengabaikan salah
lapang Penglihatan) satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak
Kehilangan Penglihatan Kesulitan melihat pada malam hari,dan
perifer tidak menyadari objek atau balas objek
Diplopia Penglihatan Ganda
2 Defisit Motorik
Kelemahan wajah,lengan dan kaki pada sisi
Hemiparesis yang sama (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan)
Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi
Hemiplegia yang sama (karena lesi pada hemisfer
yang berlawanan).
Kesulitan mengerakan mulut dan lidah
sehingga kesulitan membentuk kata-kata,
Apraksia kesulitan menggerakkan kaki atau lengan,
kesulitan menggerakkan gerakan yang
berhubungan dengan otot wajah
Disartria Kesulitan dalam membentuk kata.
26

Disfagia Kesulitan menelan


3 Defisit Sensori
Parestasia (terjadi pada Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh.
sisi berlawanan dari lesi) Serta kesulitan dalam propriosepsi
4 Defisit Verbal
Tidak mampu membentuk kata yang dapat
Afasia ekspresif dipahami mungkin mampu bicara dalam
respons kata tunggal.
Tidak mampu memahami kata yang
Afasia reseptif dibicarakan; mampu bicara tetapi tidak
masuk akal.
Kombinasi baik afasia reseptif dan
Afasia Global
ekspresif.
Kehilangan memori jangka pendek dan
panjang, penurunan lapang penglihatan.,
5 Defisit Kognitif kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi, alasan abstrak buruk dan
perubahan penilaian.
6 Defisit Emosional Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional.
, penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress, depresi, menarik diri,
rasa takut, bermusuhan dan marah dan
perasaan isolasi.
7 Lainya Sakit kepala hebat secara tiba-tiba dan juga
penurunan Kesadaran
Sumber : Smeltzer, 2002, dan William, 2010
8. Komplikasi
Menurut Purwanto (2016) komplikasi yang bisa terjadi pada
stroke antara lain hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral,
embolisme serebral, pneumonia aspirasi, ISK, inkontinensia, kontraktur,
tromboplebitis, abrasi kornea, dekubitus, encephalitis, CHF, disritmia,
hidrosepalus, vasospasm
9. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Muttaqin (2012) pemeriksaan yang dilakukan untuk
klien penderita stroke antara lain :
a. CT (Computerised Tomography) Scan
27

Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi sertaa besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya di dapatkan area yang mengalami lesi
dan infark dari hemoragik.

c. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa atau
malformasi vaskuler.
d. USG(Ultrasonografi) Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
e. EEG (Elektroensefalografi)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
f. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah
yang berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
g. Pungsi Sakrum
28

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada


cairan sakrum menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid
atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
h. Pemeriksaan Laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin, gula
darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah (AGD),
biokimia darah, elektrolit.
10. Penatalaksanaan
Menurut Purwanto (2016) dan Muttaqin (2012),
penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk mengobati keadaan akut
pada klien stroke perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan mempertahankan
saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan dan mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi
klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin klien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif.
e. Pemberian obat vasodilator untuk meningkatkan aliran darah
serebral ( ADS ) , pemberian histamin, aminophilin, asetazolamid,
papaverin intra arterial serta obat anti agregasi thrombosis seperti
aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
f. Tindakan pembedahan dengan tujuan utama adalah memperbaiki
aliran darah serebral seperti endosterektomi karotis membentuk
29

kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher,


revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA, evaluasi bekuan darah
dilakukan pada stroke akut, dan ugasi arteri karotis komunis di leher
khususnya pada aneurisma.
11. Mekanisme Alur Perpindahan Klien Stroke
Menurut Setyopranoto (2010) Klien stroke yang dirawat di unit
stroke bisa langsung dari instalasi rawat darurat, poliklinik rawat jalan,
perpindahan dari bangsal lain atau bangsal VIP langsung ke unit stroke
dan selanjutnya setelah melewati fase hiperakut di mana beberapa
perimeter sudah menunjukkan adanya perbaikan maka klien tersebut
bisa pulang, pindah ke bangsal atau ruang VIP dan jika fase akut
terdapat tanda-tanda gagal nafas (respiratory distress) maka klien di
rujuk ke ruang intensif (ICU) untuk penanganan pemberian ventilator,
dan jika terdapat miokard infark akut atau oedema paru akut maka klien
stroke tersebut di rujuk keruang perawatan jantung intensif (ICCU).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke


1. Pengkajian (Purwanto, 2016, Muttaqin, 2012, dan Alimul, 2012)
Menurut Muttaqin (2012) pengkajian merupakan tahap awal
dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu diperlukan
kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga
dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat pada klien.
Kemudian menurut Purwanto (2016) pengkajian yang di
lakukan ke klien meliputi :
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
30

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan


kesehatan adalah kelemahan angota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas atau pun sedang beristirahat.
Biasanya terjadi nyeri kepala, bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma
kepala, penggunaan anti koagulan, obat-obat adiktif, pecandu
alkohol kegemukan, dan penyakit kardivaskuler.
4) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke, serta dari generasi
terdahulu.
5) Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan klien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi
meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang
berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status
dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan
ibadah sehari-hari.
Menurut Alimul (2012) dan Purwanto (2016) selain itu
pengkajian keperawatan juga harus berdasarkan kebutuhan dasar
manusia menurut Abraham Maslow seperti :
6) Oksigenisasi
31

Adanya penumpukan sekret sekret yang berlebihan dan batuk


berdahak pada klien serta terdapatnya kesulitan bernapas pada
klien dengan penggunaan otot bantu pernapasan
7) Nutrisi dan Cairan
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang sering dikonsumsi oleh
klien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan,
goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana
nafsu makan klien.
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alkohol.
Setelah stroke klien mungkin akan mengalami kesulitan
menelan, nafsu makan menurun.
8) Eliminasi
Pada klien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola
eliminasi BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam
mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan,
warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien stroke
mungkin mengalami inkotinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
9) Kebutuhan Aktivitas dan Mobilisasi
Terdapatnya gangguan dimana kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik dikrenakan stroke menyerang saraf
motorik atas sehingga menyebabkankan Hemiparesis, serta
Hemiplegia pada tubuh dengan disertai Ataksia yang
menyebabkan kesulitan dalam beraktivitas akibat kelemahan.
10) Kebutuhan Rasa nyaman
Pada klien stroke akan ditemukan masalah nyeri pada
bagian kepala yang disebabkan cidera daerah sensori otak
32

sehingga memicu rasa sakit serta juga akibat perubahan aliran


darah di otak yang kurang efektif juga dapat menghasilkan
nyeri.
Untuk mengkaji nyeri ini dapat dilakukan dengan
menggunakan pengkajian nyeri dengan PQRST :
Dengan rentang skala nyeri 0-10
Tabel 2.3 Skala Nyeri
0 : Tidak ada sakit 5 : Sangat menyedihkan
1 : Nyeri hampir tidak terasa 6 : Intens
2 : Tidak nyaman 7 : Sangat Intens
3 : Bisa ditoleransi 8 : Benar-benar mengerikan
4 : Menyedihkan 9 :Menyiksa tidak tertahankan
10 : Sakit tak terbayangkan tidak dapat di ungkapkan

c) Pemeriksaan Fisik
Menurut Purwanto (2016) dan Muttaqin (2012). Hal yang dilakukan
saat pengkajian pemeriksaan fisik meliputi :
1) Keadaan umum
Biasanya klien mengalami penurunan kesadaran dimana
tingkat kesadaran klien berkisar pada tingkat letargi, stuppor
semikomatosa, kadang mengalami gangguan bicara yang sulit
dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital
: tekanan darah meningkat karena renjatan hipovolemik yang
sering terjadi pada klien stroke dengan tekanan darah terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah
>200 mmHg) disertai denyut nadi bervariasi.
2) Kepala leher
a) Kepala
Klien pernah mengalami trauma kepala, adanya lesi,
hematom atau riwayat operasi.
b) Mata
33

Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan


nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat
bola mata (nervus III), gangguan dalam memutar bola
mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola
mata kelateral (nervus VI) sehingga mengalami defisit
penglihatan baik itu kehilangan setengah lapang
penglihatan, kehilangan penglihatan perifer atau diplopia.
c) Mulut
Adanya kerusakan nervus Glosofaringeus (CN IX), nervus
vagus (CN X), dan nervus Hipoglosus (CN XII) gangguan
menelan (Disfagia), serta gangguan seperti lesi pada area
wernicke yang neyebabkan disfasia refresif, sedang lesi
pada area borca menyebabkan disfasia ekpresif, serta
menyebabkan disartria.
3) Dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, whezzing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. Pada
inspeksi di dapatkan klien batuk, peningkatan prosuksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu, peningkatan frekuensi
pernafasan. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi tidak di dapatkan bunyi napas
tambahan.
4) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bedrest yang
lama dan kadang terdapat kembung.
5) Sistem Integumen
Pada kulit jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk
34

biasanya masalah kulit terjadi diarea menonjol pada klien


stroke karena mengalami masalah mobilitas fisik.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat inkontinensia dimana ketidak mampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan motorik dan
postural dan konstipasi.

7) Ekstremitas
Pada klien dengan stroke hemoragik biasanya ditemukan
hemiplegi paralisis atau hemiparase, serta gangguan pada
keseimbangan dan koordinasi akibat hemiparese dan
hemiplegia serta mengalami kelemahan otot dan perlu juga
di lakukan pengukuran kekuatan otot, dengan nilai normal : 5

Tabel 2.4 Pengukuran kekuatan otot


Kekuatan Otot Keterangan
Nilai 0 Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
Nilai 1
pada sendi.
Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
Nilai 2
melawan gravitasi
Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
Nilai 3
melawan tekanan pemeriksaan
Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
Nilai 4
kekuatanya berkurang
Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
Nilai 5
kekuatan penuh

8) Pemeriksaan Status Mental dan Fungsi Intelektual


35

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai bicara,


ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien mengalami
perubahan.
Di dalam fungsi intelektual di dapatkan penurunan
dalm ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Menurut Muttaqin (2012) pemeriksaan yang dilakukan
untuk klien penderita stroke antara lain :
a) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
b) MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya di dapatkan area yang
mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
c) Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya
ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurimsa atau malformasi vaskuler.
d) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
e) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
36

f) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah
yang berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis
interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
g) Pungsi Sakrum
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan sakrum menunjukkan adanya hemoragik pada
subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya di
jumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.
h) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan darah rutin, gula
darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah
(AGD), biokimia darah dan elektrolit
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan
pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan klien, dalam perumusan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan klien (Alimul, 2012).
Diagnosa Stroke (Purwanto, 2016, Muttaqin, 2012, dan
Smeltzer & Bare, 2010 ) :
a) Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
perdarahan intrakranial, iskemia (embolisme/trombosis) dengan
faktor resiko seperti aterosklerosis aorta, diseksi arteri, aneurime
serebri, koagulasi intravaskuler diseminata, embolisme,cidera
37

kepala, hiperkolesteronemia, hipertensi dan penyalahgunaan zat


(SDKI, 2016).
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan pada
saraf. dengan tanda dan gejala minor subjektif Mengeluh sulit
menggerakkan ektermitas dan objektif seperti kekuatan otot
menurun, rentang (ROM) menurun sedangkan tanda dan gejala
minor keluhan subjektif enggan melakukan pergerakan, sendi
kaku, dan keluhan objektif gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas dan fisik lemah (SDKI, 2016).
c) Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencidera fisiologis
dengan tanda dan gejala mayor secara subjektif mengeluh nyeri
dan objektif tampak meringis, bersikap protektif misal waspada,
posisi menghindar nyeri, gelisah, frekuensi nadi meningkat
sedangkan tanda dan gejala minor berupa objektif tekanan darah
meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses
berfikir terganggu (SDKI,2016).
38

3. intervensi keperawatan

Data pendukung Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi


Data pendukung
pasien dengan
masalah stroke Kod Diagnosis kod Hasil kode Intervensi
e e
Faktor resiko : 001 Resiko perfusi L.0 Setelah dilakukan I.06 Manajemen peningkatan tekanan
- hipertensi 7 serebral tidak 201 intervensi keperawatan 194 intrakranial
- cedera kepala efektif b.d kondisi 4 selama 3x24 jam tingkat Tindakan
- neoplasma otak klinik terkait perkusi perifer meningkat Observasi
- efek samping stroke dengan kritria hasil : 1) identifikasi penyebab peningkatan
tindakan operasi 1. tingkat keadaran TIK(mis lesi, gangguan metabolisme,
- penyalahgunaan meningkat edema serebral).
zat 2. Tekanan intrakranial 2) Monitor tanda dan gejala peningkatan
menurun TIK ( tekanan darah meningkat, tekanan
3. sakit kepala menurun nadi melebar, bradikardia, kesadaran
4. gelisah menurun menurun).
5. nilai rata-rata tekanan 3) Monitor MAP (mean arterial pressure)
darah membaik 4) Monitor CVP (central venous pressure)
6. tekanan darah sistolik 5) Monitor gelombang ICP
membaik 6) Monitor status pernafasan
7. tekanan darah diastolik 7) Monitor intake dan output cairan
membaik
8. reflek saraf membaik Terapeutik
1) Minimalkan stimulus dengan
39

menyediakan lingkungan yang tenang


2) Berikan posisi semi fowler
3) Cegah tejadinya kejang
4) Hindari manuver valsafah
5) Hindari pemberian cairan IV hipotonik
6) Atur ventilator agar PaCO2 optimal
7) Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi
1) kolaborasi penberian sedasi dan anti konvulsan
2) kolaborasi pemberian pelunak tinja
- mengeluh sulit 005 Gangguan L.0 Setelah dilakukan l.061 Dukungan ambulasi
menggerakkan 4 mobilitas fisik b.d 504 intervensi keperawatan 71 Tindakan
ekstremitas gangguan 2 selama 3x24 jam tingkat Observasi
- kekuatan otot muskuloskeletal perkusi perifer meningkat 1) identifikasi adanya nyeri atau keluhan
menurun dibuktikan dengan dengan kritria hasil : fisik lainnya
- rentang gerak - mengeluh sulit 1. pergerakan ekstremitas 2) identifikasi toleransi fisik melakukan
menurun menggerakkan meningkat ambulasi
- nyeri saat bergerak ekstremitas 2. kekuatan otot meningkat 3) monitor frekuensi jantung dan tekanan
- enggan melakukan - kekuatan otot 3. rentang gerak ROM darah sebelum melakukan ambulasi
pergerakan menurun meningkat
- merasa cemas saat - rentang gerak 4. nyeri menurun terapeutik
bergerak menurun 5. kaku sendi menurun 1) fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
- sendi kaku - nyeri saat 6. gerakan tidak bantu
- gerakan tidak bergerak terkoordinasi menurun 2) fasilitasi melakukan mobilitas fisik
terkoordinasi - enggan 7. gerakan terbatas 3) libatkan keluarga dalam kegiatan
- gerakan terbatas melakukan menurun
- fisik lemah pergerakan 8. kelemahan fisik edukasi
40

- merasa cemas menurun 1) jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi


saat bergerak 2) anjurkan melakukan ambulasi dini
- sendi kaku 3) ajarkan melakukan ambulasi sederhana
- gerakan tidak yang harus dilakuan misalnya berjalan
terkoordinasi dari tempat tidur ke kamar mandi.
- gerakan terbatas
- fisik lemah

- sulit tidur D.0 Nyeri akut L.0 i.082 Manajemen nyeri


- tampak meringis 077 Berhubungan 806 Setelah dilakukan 38 Observasi
- gelisah dengan agen 6 intervensi keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
- frekuensi nadi pencedera selama 3x24 jam tingkat durasi, frekuensi kualitas, intensitas
meningkat dibuktikan dengan nyeri menurun nyeri
- tekanan darah sulit tidur, tampak Dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
meningkat meringis, gelisah, Tingkat nyeri ( menanyakan skala nyeri yang
frekuensi nadi 1. Keluhan nyeri menurun dirasakan atau gunakan ekspresi
meningkat, 2. Meringis menurun wajah)
tekanan darah 3. Sikap protektif 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
meningkat menurun ( cara yang digunakan saat nyeri)
4. Pola nafas membaik 4. Identifikasi faktor yang
5. Tekanan darah memperberat dan memperingan
membaik nyeri ( seperti lingkungan )
5. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
kualitas hidup
6. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
( kontrol yang sudah digunakan
efektif atau tidak )
41

7. Monitor efek samping penggunaan


analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknin non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri ( nafas
dalam dan teknik distraksi )
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri ( bising, dan
panas)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
( nafas dalam dan distraksi)
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri ( agar n yeri terkontrol )
4. Anjurkan menggunakan teknik non
farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (nafas dalam)
42

4. Implementasi Keperawatan (Alimul,2009)


Merupakan langkah ke 4 dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencan tindakan keperawatan. Dalam tahap ini
perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranyanya bahaya fisik dan
perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak klien serta dalam memahami
tingkat perkembangan klien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat
2 jenis tindakan yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi.
Sebagai profesi, perawat mempunyai kewenangan dan tanggung jawab
dalam menentukan asuhan keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan (Alimul,2012)
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai
setelah implementasi keperawatan,dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Dalam hal ini evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a. Evaluasi Formatif
Dimana evaluasi ini dilakukan pada saat meberikan intervensi
dengan respon segera
b. Evaluasi Sumatif
Merupakan Rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis
situasi klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang
direncanakan pada tahap perencanaan, Disamping itu
evaluasi menjadi alat ukur atas tujuan yang mempunyai
kriteria tertentu untuk membuktikan yaitu :
1) Tercapai : Perilaku klien sesuai pernyataan
tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan ditujuan.
2) Tercapai Sebagian : Klien menunjukkan perilaku tetapi
tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
43

3) Belum Tercapai : Klien tidak mampu sama sekali


menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan
pernyataan tujuan
Dalam hal ini ada beberapa bentuk format dokumentasi yang
dapat digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi
masalah klien yaitu :
44

SOAP
Format SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal klien.
S : Subjective yang berisikan pernyataan atau keluhan dari klien
stroke berdasarkan keluhan yang hanya di rasakannya
O : Objective yang berisikan data yang diobservasi oleh perawat
atau keluarga dengan pengukuran yang valid
A : Analisys berisikan kesimpulan dari objektif dan subjektif
mengenai masalah yang di alami klien stroke apakah
perkembangan kesehatan klien meningkat atau tidak
P : Planning yang berisikan rencana tindakan yang akan dilakukan
selanjutnya kepada klien stroke berdasarkan data dari
analisis...............
45

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan
atau kematian (Purwanto, 2016).
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan emboli seperti katup-
katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD), Infark
Miokard, Fibrilasi merupakan keadaan aritmia yang menyebabkan
berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil, endokarditis oleh bakteri dan
non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endokardium.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang
diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Pelayananan Kesehatan
Rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan
terhadap klien dengan memberikan asuhan keperawatan yang
menggunakan tahapan proses keperawatan mulai dari pengkajian
sampai tahap evaluasi secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
Rumah sakit diharapkan dapat mengawasi dan memberikan
motivasi pada perawat-perawat untuk memberikan asuhan
keperawatan yan baik pada klien dengan Stroke. Rumah sakit
46

sebaiknya menyediakan atau memberikan peningkatan pendidikan


kesehatan kepada klien melalui keluarga terlebih pendidikan kesehatan
tentang Stroke.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat menambah dan melengkapi buku-buku
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke untuk dapat
menunjang penyusunan karya tulis ilmiah.
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan untuk dapat menerapkan ilmu mengenai
asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke dan mempersiapkan diri
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien secara langsung
dalam prakteknya.
47

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat Aziz. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Jilid 1. Jakarta : Salemba
Medika
Alimul, Hidayat Aziz. 2012. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Ed.2. Jakarta : Salemba
Medika
Bulecheck, Gloria M dan Butcher.2013. Nursing intervention classification (NIC) ed.5 USA :
Elsevier
Bulecheck, Gloria M dan Butcher.2013. Nursing Outcome classification (NOC) ed.6 USA :
Elsevier
Herdman,Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Diterjemahkan Budi Anna Keliath. Jakarta : EGC
Ismail.2010 . Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UGM Di Unit Stroke. Diakses dari
http://clinicallupdates2010.files.wordpress.com/2010/03/microsoft-word-materi-dr-
ismail.pdf tanggal 13 November 2018 Jam 21.00 WIB
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2014 . Diakses dari:
http://www.depkes.go.id tanggal 10 Oktober 2018 Jam 14.30 WIB
Lippincott Williams and Wilkin. 2010. Brunner dan Suddarth Textbook of medical surgical
Ed.12. USA : Wolters Kluwer
Marlyn E, Dooengoes. 2000 . Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC
Maryam, R.Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Puji Wahyuningsih. Heni .2017. Anatomi Fisiologi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Hasil Riskesdas 2013. Diakses dari: http://www.depkes.go.id
tanggal 10 Oktober 2018 Jam 14.30 WIB
Satyanegara 2014. Ilmu Bedah saraf Edisi V. Jakarta : Gramedia
S Wibowo, Daniel. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Singapura: Elsevier
48

Smeltzer C.Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
Vol.3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai